Dosen Pengampu :
Oleh :
Ketut Dian Caturini
1813011007
6B
i
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas izin-Nya penelitian PTK ini dapat diselesaikan sesuai dengan yang
diharapkan. Penelitian PTK ini membahas mengenai “Penerapan Model
Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dengan Strategi Daring Untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas X TKI
1 SMK Negeri 2 Seririt”. Penelitian PTK ini peneliti susun sebagai tugas dalam
perkuliahan Metode Penelitian Matematika. Dalam proses pembuatan penelitian
ini, tentu peneliti sangat memerlukan bantuan-bantuan dari berbagai pihak, maka
peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besaranya kepada :
1. Bapak Dr. Putu Wisna Ariawan, M.Si. selaku dosen pengampu mata
kuliah Metode Penelitian Matematika.
2. Pihak-pihak lain yang ikut berperan membantu baik secara langsung
maupun secara tidak langsung sehingga peneliti dapat
menyelesaikan penelitian PTK ini.
Kritik dan saran oleh pembaca sangat peneliti hargai, baik dilihat dari segi
isi, sistematika, format, dan lain-lain yang berkaitan dengan penelitian ini
sehingga tugas akhir ini dapat dikembangkan dan disempurnakan oleh pembaca
dan berguna juga bagi peneliti dalam meningkatkan kemampuan.
Demikian tugas ini peneliti buat, diharapkan nantinya bermanfaat bagi
pembaca. Terima kasih.
Seririt, 20
Peneliti
ii
DAFTAR ISI
iii
I.3. Objek Penelitian ....................................................................................31
I.4. Desain Penelitian ...................................................................................31
I.5. Instrumen Penelitian .............................................................................38
I.6. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................40
I.7. Teknik Analisis Data .............................................................................43
I.8. Indikator Keberhasilan ..........................................................................46
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
RINGKASAN
Bangsa yang besar dan maju tidak dapat di lihat hanya dari pendapatan perkapita
negaranya saja. Namun, pendidikan memegang peranan penting dalam
mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu untuk
berkompetisi di era globalisasi ini. Oleh karena itu, di masa pandemi Covid-19 ini
pendidikan haruslah tetap berlangsung dengan baik. Adapun upaya – upaya yang
dilakukan pemerintah untuk keberlangsungan pendidikan di Indonesia di masa
pandemi seperti ini salah satunya yaitu kebijakan pembelajaran daring.
Pembelajaran yang bisa dilakukan dari rumah tanpa harus ke sekolah dengan
memanfaatkan teknologi internet. Namun untuk mendukung keberhasilan
pendidikan di Indonesia tentunya peranan seorang guru dalam mengelola kelas
sangatlah diperlukan. Dalam proses belajar mengajar guru dituntut untuk dapat
mewujudkan dan menciptakan situasi yang memungkinkan siswa untuk aktif dan
kreatif dalam proses pembelajaran daring. Dalam hal ini diharapkan siswa dapat
secara optimal melaksanakan aktivitas belajar sehingga tujuan instruksional yang
telah ditetapkan dapat tercapai secara maksimal. Oleh karena itu untuk
mengoptimalkan aktivitas belajar khususnya untuk meningkatkan keaktifan siswa
dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa peneliti menyarankan
perubahan dalam metode pembelajaran. Dimana menurut peneliti dapat
menggunakan solusi berupa model pembelajaran yang mampu memecahkan
penyebab rendahnya hasil belajar siswa yaitu model pembelajaran Means-Ends
Analysis (MEA). Model pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) adalah suatu
model pembelajaran yang mengoptimalkan kegiatan pemecahan masalah, dengan
melalui pendekatan heuristik yaitu berupa rangkaian pernyataan yang merupakan
petunjuk untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi
dengan tujuan yang hendak dicapai (the goal state). Dimana penelitian ini
dilakukan di kelas X TKI 1 SMK Negeri 2 Seririt.
vii
A. JUDUL PENELITIAN
Penerapan Model Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Dengan
Strategi Daring Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Kelas X TKI 1 SMK Negeri 2 Seririt.
B. IDENTITAS PENELITI
Nama : Ketut Dian Caturini
Kelas :6B
NIM : 1813011007
Program Studi : Pendidikan Matematika
Jurusan : Matematika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
C. LATAR BELAKANG
1
individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih
lama tersimpan atau diingat dalam setiap diri individu. Sehingga dalam
pelaksanaan pendidikan baik formal ataupun nonformal harus didasarkan pada
pandangan ini.
2
negatifnya tersebut peran guru sangat diharapkan dalam hal ini sehingga
mampu meningkatkan semangat siswa untuk mengikuti pembelajaran dengan
baik. Guru diharapkan memberikan inovasi–inovasi terbaru seperti
penggunaan media pembelajaran yang mendukung sehingga dapat
membimbing siswa dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang
lebih konkret salah satunya yaitu dalam materi Aljabar mengenai Sistem
Pertidaksamaan Linier Tiga Variabel.
3
Means-Ends Analysis (MEA) dengan strategi daring untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam pemecahan masalah.
4
D. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa kelas X TKI 1 SMK Negeri 2 Seririt setelah diterapkan model
pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) dengan strategi daring ?
2. Bagaimana respon siswa kelas X TKI 1 SMK Negeri 2 Seririt setelah
diterapkan model pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) dengan
strategi daring ?
E. TUJUAN PENELITIAN
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan dalam
penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa kelas X TKI 1 SMK Negeri 2 Seririt setelah diterapkan
model pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) dengan strategi daring.
2. Untuk mengetahui respon siswa kelas X TKI 1 SMK Negeri 2 Seririt
setelah diterapkan model pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA)
dengan strategi daring.
F. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Bagi siswa
Dengan menerapkan model pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA),
diharapkan Siswa lebih termotivasi dan antusias dalam pembelajaran
sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematikanya.
2. Bagi guru
a. Memperoleh umpan balik untuk kemajuan pembelajaran.
b. Mengetahui dampak penggunaan model pembelajaran Means-Ends
Analysis (MEA) sehingga dapat menjadi salah satu alternatif
5
pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa.
c. Sebagai bahan pertimbangan dalam merancang kegiatan pembelajaran.
3. Bagi sekolah
Dengan dilaksanakannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan mengenai kegiatan pembelajaran yang dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran matematika di kelas X TKI 1 SMK Negeri 2 Seririt
sehingga model ini dapat diterapkan oleh guru dalam meningkatkan
kualitas pembelajaran di kelas.
4. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat memberikan pengalaman secara langsung kepada
peneliti sebagai calon guru dalam mengimplementasikan model
pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) dengan strategi daring dalam
pembelajaran, menambah pengalaman serta pengetahuan di bidang
pengelolaan kelas, pengambilan keputusan, dan pemilihan model yang
tepat untuk mengatasi permasalahan yang ada di kelas nantinya.
G. DEFINISI OPERASIONAL
Definisi Operasional dimaksudkan untuk memperoleh pengertian yang
sama tentang istilah dalam penelitian ini dan tidak menimbulkan interpretasi
yang berbeda dari pembaca. Istilah-istilah yang perlu diberi penegasan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
G.1 Model Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) dengan Strategi
Daring
Model pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) adalah suatu
model pembelajaran yang mengoptimalkan kegiatan pemecahan masalah,
dengan melalui pendekatan heuristik yaitu berupa rangkaian pernyataan
yang merupakan petunjuk untuk membantu siswa dalam memecahkan
masalah yang dihadapi. Penggunaan model pembelajaran Means-Ends
Analysis (MEA) dapat lebih memotivasi peserta didik untuk saling
bekerjasama, berpartisipasi aktif, dan menarik perhatian peserta didik
dalam kegiatan pembelajaran, sehingga materi pelajaran yang dipelajari
6
lebih mudah dipahami. Selain itu, dengan model Means-Ends Analysis
(MEA) peserta didik mampu meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah, mampu berpikir kreatif dan cermat sehingga memperoleh
pengalaman belajar yang lebih bermakna dalam pembelajaran sehingga
dapat meningkatkan hasil belajar matematika peserta didik.
Daring adalah akronim dari dalam jaringan. Artinya terhubung
melalui jejaring komputer, internet, dan sebagainya. Merinci kegiatan-
kegiatan daring di antaranya, webinar, kelas online, KKN online, hingga
kuliah online. Seluruh kegiatan dilakukan menggunakan jaringan internet
dan komputer. Menurut Koran (2002) E-learning sebagai sembarang
pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik
(LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran,
interaksi, atau bimbingan. Hartley (2001) menjelaskan bahwae E-
learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan
tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media
internet, intranet atau media jaringan komputer lain. Rosenberg (2001)
menekankan bahwa E-learning merujuk pada penggunaan teknologi
internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan.
Sehingga dapat disimpulkan model pembelajaran Means-Ends
Analysis (MEA) dengan strategi daring merupakan model pembelajaran
yang dilakukan secara online dengan mengoptimalkan kegiatan
pemecahan masalah melalui pendekatan heuristik yaitu berupa rangkaian
pernyataan yang merupakan petunjuk untuk membantu siswa dalam
memecahkan masalah yang lebih konkret.
7
strategi yang tepat untuk memecahkan masalah, d) Mengamati dan
merefleksikan dalam proses pemecahan masalah matematika.
Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dinilai berdasarkan
instrumen penilaian kemampuan pemecahan masalah berupa tes uraian
yang diberikan setiap akhir siklus dengan materi bangun ruang sisi datar,
dimana dalam penilaian terdapat beberapa kategori yang didasarkan atas
skor yang siswa peroleh sehingga siswa terklasifikasi menjadi beberapa
kelompok berdasarkan kemampuannya dalam memecahkan masalah.
H. KAJIAN PUSTAKA
H.1. Model Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA)
A. Pengertian Model Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA)
Means-Ends Analysis (MEA) pertama kali diperkenalkan oleh
Newell dan Simon (Wikipedia, 2007) dalam General Problem Solving
(GPS), yang menyatakan bahwa Means-Ends Analysis (MEA) adalah
suatu teknik pemecahan masalah di mana pernyataan sekarang
dibandingkan dengan tujuan, dan perbedaan di antaranya dibagi ke dalam
sub-sub tujuan untuk memperoleh tujuan dengan menggunakan operator
8
yang sesuai. Menurut Herdian (2009) model Pembelajaran Means-Ends
Analysis (MEA) terdiri dari tiga unsur kata yakni : Mean, End dan
Analysis. Mean menurut bahasa inggris yakni berarti, banyaknya cara.
Sedangkan End adalah akhir atau tujuan, dan Analysis berarti analisa atau
penyelidikan secara sistematis. Menurut Erman Suherman (2007)
menyatakan Means-Ends Analysis (MEA) merupakan model
pembelajaran variasi antara metode pemecahan masalah dengan sintaks
yang menyajikan materinya pada pendekatan pemecahan masalah
berbasis heuristik, mengelaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih
sederhana, mengidentifikasi perbedaan, menyususun sub-sub masalahnya
sehingga terjadi koneksivitas. Selain itu Jacob (2005) menyatakan bahwa
Means-Ends Analysis (MEA) merupakan suatu proses untuk
memecahkan suatu masalah ke dalam dua atau lebih sub tujuan.
Berdasarkan uraian diatas jelas bahwa metode Means-Ends
Analysis (MEA) merupakan suatu model pembelajaran bervariasi antara
metode pemecahan masalah dengan sintaks dalam penyajian materinya
menggunakan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristik, yaitu
memecahkan suatu masalah ke dalam dua atau lebih subtujuan. Dimana
model Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) merupakan metode
pemikiran sistem dalam penerapannya merencanakan tujuan keseluruhan,
dimana tujuan tersebut dijadikan kedalam beberapa tujuan yang pada
akhirnya menjadi beberapa langkah atau tindakan berdasarkan konsep
yang berlaku. Model pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA)
mengelaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana,
mengidentifikasi perbedaan, dan menyusun sub-sub masalahnya sehingga
terjadi koneksivitas. Penggunaan model pembelajaran Means-Ends
Analysis (MEA) dapat lebih memotivasi peserta didik untuk saling
bekerjasama, berpartisipasi aktif, dan menarik perhatian peserta didik
dalam kegiatan pembelajaran, sehingga materi pelajaran yang dipelajari
lebih mudah dipahami. Sehingga peserta didik mampu meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah, mampu berpikir kreatif dan cermat
sehingga memperoleh pengalaman belajar yang lebih bermakna dalam
9
pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar matematika
peserta didik.
Adapun beberapa teori yang melandasi model pembelajaran
Means-Ends Analysis (MEA) yaitu, sebagai berikut :
1. Teori Vygotsky
Vygostsky adalah seorang sarjana Hukum, tamat dari Universitas
Moskow pada tahun 1917, kemudian beliau melanjutkan studi dalam
bidang filsafat, psikologi, dan sastra pada fakultas Psikologi
Universitas Moskow dan menyelesaikan studinya pada tahun 1925
dengan judul disertasi “The Psychology of Art”. Vygotsky
berpendapat bahwa proses belajar akan terjadi secara efisien dan
efektif apabila anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain
dalam suasana dan lingkungan yang mendukung (supportive), dalam
bimbingan seseorang yang lebih mampu, guru atau orang dewasa.
Dengan hadirnya teori konstruktivisme Vygotsky ini, banyak
pemerhati pendidikan yang megembangkan model pembelajaran
kooperatif, model pembelajaran peer interaction, model pembelajaran
kelompok, dan model pembelajaran problem poshing.
Konstruktivisme menurut pandangan Vygotsky menekankan pada
pengaruh budaya. Vygotsky berpendapat fungsi mental yang lebih
tinggi bergerak antara inter-psikologi (interpsychological) melalui
interaksi sosial dan intrapsikologi (intrapsychological) dalam
benaknya. Internalisasi dipandang sebagai transformasi dari kegiatan
eksternal ke internal. Ini terjadi pada individu bergerak antara inter-
psikologi (antar orang) dan intra-psikologi (dalam diri individu). Teori
Vygotsky berusaha mengembalikan model konstruktivistik belajar
mandiri dari Piaget menjadi belajar kelompok. Melalui teori ini
peserta didik dapat memperoleh pengetahuan melalui kegiatan yang
beranekaragam dengan guru sebagai fasilitator. Dengan kegiatan yang
beragam, peserta didik akan membangun pengetahuannya sendiri
melalui diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, pengamatan,
pencatatan, pengerjaan, dan presentasi.
10
2. Teori Goerge Polya
Jangkauan matematika Polya sangat beragam, namun yang memberi
nama besar padanya adalah sistem gagasannya yang menjadi pedoman
dalam penyelesaian problem (problem solving). Pedoman dalam
menyelesaian problem yang disingkat dengan See (lihat), Plan
(rencana), Do (kerjakan) dan Check (periksa kembali) adalah warisan
yang tidak lekang atau lapuk dimakan waktu dan dapat kita
manfaatkan dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya dalam bidang
matematika. Pemecahan masalah merupakan realisasi dari keinginan
meningkatkan pembelajaran matematika sehingga peserta didik
mempunyai pandangan atau wawasan yang luas dan mendalam ketika
menghadapi suatu masalah. Untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran matematika perlu ditentukan satu terobosan alternatif,
yaitu sebuah terobosan pendekatan pembelajaran matematika.
Terobosan-terobosan tersebut dipaparkan sebagai berikut :
a. Membuat pelajaran matematika hadir ke tengah peserta didik
bukan sebagai sesuatu yang abstrak dan menakutkan, melainkan
sebagai sesuatu yang berangkat dari kehidupan peserta didk itu
sendiri.
b. Memberikan satu permasalahan yang menantang untuk
didiskusikan dan diselesaikan menurut cara berfikir mereka,
c. Memberikan kesempatan untuk bekerjasama dan beradu
argumentasi dalam memecahkan masalah dalam kelompok
belajarnya
d. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mempresentasikan hasil pemikiran-baik pribadi maupun
kelompok di depan kelas
e. Memanfaatkan kemajuan teknologi dalam pembelajaran
matematika.
3. Teori Penemuan Jerome Bruner
Yang menjadi dasar pemikiran J Bruner dengan apa yang disebutnya
Discovery Learning adalah pemikiran Piaget yang menyatakan bahwa
11
anak harus berperan secara kreatif dalam proses pembelajaran di
kelas. Dalam Discovery Learning J Bruner, siswalah yang
mengorganisasi materi pembelajaran yang dipelajari dengan suatu
bentuk akhir. Bruner berpikir bagaimana program pembelajaran dapat
dikembangkan secara lebih efektif bagi anak yang sesuai dengan
tingkat kemajuan anak. Tingkat-tingkat kemajuan anak dari enactive
(tingkat representasi sensory) ke tingkat iconic (representasi kongkrit)
dan akhirnya ke tingkat symbolik (representasi abstrak). Adapun
tahap-tahap penerapan belajar penemuan Bruner yaitu:
a. Stimulus (pemberian perangsang)
b. Problem Statement (mengidentifikasi masalah)
c. Data collection (pengumpulan data)
d. Data Prosessing (pengolahan data)
e. Verifikasi
f. Generalisasi
12
1. Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mengembangkan
konsep yang dimilikinya serta penguasaan peserta didik terhadap
materi yang akan dibelajarkan.
2. Melatih peserta didik untuk mampu berpikir secara cermat dalam
menyelesaikan masalah.
3. Mengembangkan berpikir reflektif, kritis, logis, sistematis, dan kreatif.
4. Meningkatkan hasil belajar dengan kerja sama kelompok.
13
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
15
tertentu yang tidak mungkin diselesaikan dengan segera. Proses ini
membutuhkan pengetahuan dan pengalaman serta penerapan
keterampilan yang dipelajari di kelas. Selain itu menurut Kesumawati
(Chotimah, 2014) menyatakan kemampuan pemecahan masalah
matematis adalah kemampuan megidentifikasi unsur-unsur yang
diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan, mampu
membuat atau menyusun model matematika, dapat memilih dan
mengembangkan strategi pemecahan, mampu menjelaskan dan
memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh.
16
2. Mengenali masalah, klasifikasi dan definisi termasuk pemberian
tanda pada tujuan yang dicari.
3. Menggunakan pengalaman yang lalu, misalnya informasi yang
relevan, penyelesaian soal yang dulu, atau gagasan untuk
merumuskan hipotesa dan proposisi pemecahan masalah.
4. Menguji secara berturut-turut hipotesa akan kemungkinan-
kemungkinan penyelesaian. Bila perlu, masalahnya dapat
dirumuskan kembali.
5. Mengevaluasi penyelesaian dan menarik kesimpulan berdasarkan
buktibukti yang ada. Hal ini meliputi mempersatukan penyelesaian
yang benar dengan pengertian yang telah ada dan menerapkannya
pada contoh lain dari masalah yang sama.
Menurut Polya (dalam Susanto, 2011: 191), dalam matematika terdapat
dua macam masalah yaitu masalah menemukan dan masalah
membuktikan.
1. Masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis, abstrak atau
kongkret. Bagian utama dari masalah ini adalah sebagai berikut :
(a) Apakah yang dicari?
(b) Bagaimana data yang diketahui?
(c) Bagaimana syaratnya?
Ketiga bagian utama tersebut sebagai landasan untuk
menyelesaikan masalah menemukan.
2. Masalah untuk membuktikan adalah untuk menunjukkan bahwa
suatu pernyataan itu benar atau salah, tidak kedua-duanya. Bagian
utama dari masalah jenis ini adalah hipotesis atau konklusi dari
suatu teorema yang harus dibuktikan kebenarannya (Hudojo, 2003:
164). Dalam penelitian ini yang dimaksud masalah adalah masalah
untuk menemukan.
17
1. Memahami Masalah
Untuk memahami masalah yang dihadapi, peserta didik harus
memahami/membaca masalah secara verbal. Kemudian
permasalahan tersebut dilihat lebih rinci :
(a) Apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan
(b) Data apa yang dimiliki
(c) Mencari hubungan-hubungan apa yang diketahui, data yang
dimiliki dan yang ditanyakan dengan memperhatikan:
bagaimana kondisi soal, mungkinkah kondisi dinyatakan
dalam bentuk persamaan atau hubungan lainnya, apakah
kondisi itu tidak cukup atau kondisi itu berlebihan, atau
kondisi itu saling bertentangan.
2. Merencanakan Pemecahan Masalah
Pada langkah Merencanakan pemecahan masalah, perlu
diperhatikan hal-hal berikut.
(a) Pertama kali memulai lagi dengan mempertanyakan hubungan
antara yang diketahui dan ditanyakan.
(b) Teori mana yang dapat digunakan dalam masalah ini.
(c) Memperhatikan yang ditanyakan, mencoba memikirkan soal
yang pernah diketahui dengan pertanyaan yang sama atau
serupa.
3. Melaksanakan Pemecahan Masalah
Melaksanakan rencana pemecahan dengan melakukan perhitungan
yang diperlukan untuk mendukung jawaban suatu masalah.
4. Melihat Kembali
Pada langkah ini, peserta didik harus dapat mengkritisi hasilnya,
serta melihat kelemahan dari solusi yang didapatkan. Peserta didik
menterjemahkan hasil operasi hitung dari model matematika.
Penskoran tes kemampuan pemecahan masalah matematika
memerlukan alat ukur yang berbeda dengan alat ukur yang
digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif tingkat rendah.
18
Dalam penelitian ini yang akan diukur adalah kemampuan
pemecahan masalah matematika pada tiap tahap/aspek pemecahan
masalah yang diajukan oleh Polya.
19
H.3. Strategi Pembelajaran Daring
Strategi pembelajaran daring tentunya berbeda dengan
pembelajaran tatap muka. Pembelajaran daring lebih memfokuskan
pada kecermatan dan ketepatan peserta didik dalam menerima dan
mengolah informasi pembelajaran daring (Riyana, 2019). Pembelajaran
daring ini memiliki konsep yang sama dengan e-learning yang sangat
erat kaitannya dengan Teori Konektivisme yaitu dimana diarahkan oleh
pemahaman bahwa keputusan didasarkan pada perubahan yang cepat.
Informasi baru diperoleh secara kontinu, yang penting adalah
kemampuan untuk menentukan antara informasi yang penting dan tidak
penting. Yang juga penting adalah kemampuan mengetahui kapan
informasi berganti (baru). Prinsip-prinsip konektivisme sebagaimana
yang diungkapkan Siemens (2005) adalah :
1. Belajar dan pengetahuan terletak pada keberagaman opini.
2. Belajar adalah suatu proses menghubungkan (connecting) sumber -
sumber informasi tertentu.
3. Belajar mungkin saja terletak bukan pada alat-alat manusia.
4. Kapasitas untuk mengetahui lebih banyak merupakan hal yang
lebih penting dari pada apa yang diketahui sekarang.
5. Memelihara dan menjaga hubungan - hubungan (connections)
diperlukan untuk memfasilitasi belajar berkelanjutan.
6. Kemampuan untuk melihat hubungan antara bidang-bidang, ide-
ide, dan konsep merupakan inti keterampilan.
7. Saat ini (pengetahuan yang akurat dan up-to-date) adalah maksud
dari semua aktivitas belajar konektivistik.
8. Penentu adalah proses belajar itu sendiri. Pemilihan atas apa yang
dipelajari dan makna dari informasi yang masuk nampak melalui
realita yang ada.
Konektivisme juga menyatakan tantangan yang dihadapi dalam
pengelolaan aktivitas. Pengetahuan yang dibutuhkan dihubungkan (to
20
be connected) dengan orang yang tepat dalam konteks yang tepat agar
dapat diklasifikasikan sebagai belajar. Behaviorisme, kognitivisme, dan
konstruktivisme tidak menyatakan tantangan-tantangan dari
pengetahuan organisasional dan pergantian (transference). Secara
umum, konektivisme adalah belajar melalui jejaring (network). Jadi
strategi pembelajaran daring adalah pembelajaran yang dilakukan
melalui jejaring (network) baik menggunakan media sosial atau
platform pendidikan lainnya.
21
matematika yang dapat mengakibatkan rendahnya kemampuan
pemecahan masalah siswa. Dengan demikian, guru perlu merancang
suatu pembelajaran agar siswa aktif dalam membangun pengetahuannya
dan membuat suasana kelas menjadi menyenangkan, sehingga dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
22
Model pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) terdiri dari tiga
unsur kata yakni Mean, End dan Analysis. Mean menurut bahasa yakni
berarti, banyaknya cara. Sedangkan End adalah akhir atau tujuan, dan
Analysis berarti analisa atau penyelidikan secara sistematis. Means
Ends Analysis jadi model pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA)
adalah suatu teknik pemecahan masalah di mana pernyataan sekarang
dibandingkan dengan tujuan, dan perbedaan di antaranya dibagi ke
dalam sub-sub tujuan untuk memperoleh tujuan dengan menggunakan
operator yang sesuai. Model pembelajaran Means-Ends Analysis
(MEA) merupakan metode pemikiran sistem dalam penerapannya
merencanakan tujuan keseluruhan, dimana tujuan tersebut dijadikan
kedalam beberapa tujuan yang pada akhirnya menjadi beberapa langkah
atau tindakan berdasarkan konsep yang berlaku.
23
H.5. Hasil Belajar Matematika Siswa
Hermawan, dkk (2008) menjelaskan bahwa hasil belajar mengacu
pada segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari
kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Oleh karena setiap pendidik
mempunyai tugas tersendiri dalam membentuk pribadi siswa. Hasil
belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari
kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang.
Hampir sebagian besar dari kegiatan atau perilaku yang diperlihatkan
seseorang merupakan hasil belajar. Berdasarkan klasifikasi oleh
Benyamin Bloom, maka hasil belajar dibagi menjadi tiga ranah, yaitu
sebagai berikut.
a) Ranah kogntif
Berkaitan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam
aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut
kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk
kognitif tingkat tinggi.
b) Ranah afektif
Berkaitan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan
internalisasi
c) Ranah psikomotoris
Berkaitan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan
bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan
refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan persektual,
keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan
gerakan ekspresif dan interpretatif.
24
untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa adalah sebagai berikut :
Ni Made Ari Upayanti (2016) maneliti Penerapan Model
Pembelajaran Cooperative Integrated Reading And Composition
Berbantuan Smart Mathematics Module Untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa. Dalam upaya
membangun kemampuan pemecahan masalah melalui model
pembelajaran CIRC berbantuan smart mathematics module sangatlah
tepat karena pembelajaran CIRC menekankan pada berfikir kritis,
kreatif dan menumbuhkan jiwa sosial yang tinggi.
Putri Inpana Pratiwi (2018) meneliti pengaruh model pembelajaran
Means-Ends Analysis (MEA) terhadap Peningkatan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Dasar. Temuan dari
hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rata-rata siswa masih
kesulitan dalam menyelesaikan masalah matematis tertutup maupun
terbuka yang berada pada konteks di dalam maupun di luar
matematika. Setelah di berikan pembelajaran dengan model Means-
Ends Analysis (MEA) maka didapatkan hasil :
1) Terdapat pengaruh penggunaan model Means-Ends Analysis
(MEA) terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa.
2) Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis antara siswa yang memperoleh model Means-Ends
Analysis (MEA) dengan model konvesional.
Titin Triyanti (2017) meneliti Pengaruh Penggunaan Model
Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) terhadap Peningkatan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Productive
Disposition Siswa SMP. Penelitian ini dilaksanakan karena masih
rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis dan
productive disposition siswa. Peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis dan productive disposition siswa SMP sudah
25
terlihat setelah digunakannya model pembelajaran Means-Ends
Analysis (MEA) dibandingkan model konvesional.
Aulia Faradian Rusfita (2016) Penerapan Model Pembelajaran
Means End-Analysis (MEA) untuk Meningkatkan Minat dan Hasil
Belajar pada Keliling dan Luas Persegi Panjang. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat Peningkatan Minat dan Hasil Belajar
pada Keliling dan Luas Persegi Panjang
26
saja yang dapat diteliti. Setelah melakukan observasi melalui
wawancara di SMKN 2 Seririt peneliti dapat menentukan permasalahan
yang sedang dihadapi oleh sekolah tersebut sesuai dengan latar
belakang yang telah dijabarkan diatas. Dalam latar belakang
permasalahan yang timbul di SMKN 2 Seririt pada kelas X TKI 1 yaitu
rendahnya hasil belajar siswa.
Rendahnya hasil belajar siswa ini dikarenakan beberapa faktor
seperti yang telah dipaparkan pada latar belakang diatas. Salah satu
faktor rendahnya hasil belajar siswa adalah model pembelajaran yang
diterapkan dikelas tersebut. Oleh karena itu dalam menentukan model
pembelajaran yang akan digunakan itu diharapkan dapat menunjang
dalam proses pembelajaran. Dari pemilihan model pembelajaran maka
dapat ditentukan tipe pembelajaran yang akan dilaksanakan. Sehingga
model pembelajaran yang diterapkan dapat membantu menyelesaikan
permasalahan yang ada yaitu untuk meningkatkan hasil belajar siswa
khususnya di kelas X TKI 1 SMK Negeri 2 Seririt.
Salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian
ini adalah model pembelajaran kooperatif yaitu model pembelajaran
yang mengedepankan kerja sama antar siswa untuk memahami materi
pembelajaran. Salah satu tipe yang digunakan dalam model
pembelajaran ini adalah Means-Ends Analysis (MEA). Pembelajaran
Means-Ends Analysis (MEA) dapat membantu siswa agar lebih
termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran khususnya pelajaran
matematika. Melalui model pembelajaran ini akan dibuat suatu
kelompok kecil yang bermanfaat untuk membantu proses pembelajaran
sehingga siswa dapat saling berdiskusi untuk menguji pemahan yang
sudah dibentuknya untuk memahami permasalahan yang ada. Disisi
lain, dengan adanya kelompok kecil ini akan menumbuhkan sikap
saling memiliki dan bertanggung jawab pada siswa. Dengan adanya
rasa tanggung jawab akan menciptakan rasa termotivasi siswa dalam
mempelajari materi yang diajarkan sehingga akan membantu dalam
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa itu
27
sendiri. Dari uraian tersebut dapat direpresentasikan melalui bagan
berikut :
28
Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa Kelas X TKI 1 SMK Negeri 2 Seririt.
I. METODE PENELITIAN
I.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan Penelitian Tindakan
Kelas (Classroom Action Research). Menurut Mulyasa (2011:154), PTK
adalah suatu penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan suatu
tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan
pembelajaran di kelas. PTK menurut Ebbut dalam Kasbolah (2001: 9)
adalah sebuah studi yang sistematis yang dilakukan dalam upaya
memperbaiki praktik – praktik dalam pendidikan dengan melakukan
tindakan praktis serta refleksi dari tindakan yang dilakukan. Ebbut
melihat proses pelaksanaan penelitian tindakan ini sebagai suatu
rangkaian siklus yang berkelanjutan.
Berdasarkan tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui
apakah model pembelajaran MeansEnds Analysis (MEA) dapat
meningkatkan hasil belajar kelas yang diteliti, maka penelitian ini
digolongkan ke dalam penelitian tindakan kelas (PTK) model siklus.
Model siklus yang berkelanjutan tersebut digambarkan sebagai suatu
proses yang dinamis. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain
model Kemmis dan Mc. Taggart dalam Hopkins (2011: 92), yakni
penelitian tindakan kelas dalam bentuk spiral yang terdiri dari empat fase
yang meliputi : a) perencanaan (planning), b) aksi atau tindakan (acting),
c) observasi (observing) dan d) refleksi (reflecting). Keempat fase
tersebut berjalan secara dinamis dan merupakan momen-momen dalam
bentuk spiral yang terkait dengan perencanaan, tindakan, pengamatan,
dan refleksi. Adapun tujuan penelitian tindakan kelas adalah untuk
mengubah perilaku mengajar guru, perilaku peserta didik di kelas,
peningkatan atau perbaikan praktik pembelajaran yang terjadi pada siswa
29
atau keberhasilan proses dan hasil implementasi berbagai program
sekolah.
30
Gambar 1. Desain Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian dengan menggunakan model
pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) yang dilakukan oleh peneliti
terdiri dari 2 sikulus yang meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi dan refleksi. Sebelum melakukan tindakan penelitian, peneliti
melakukan tahap persiapan penelitian dengan melakukan tahap
pendahuluan setelah itu peneliti melakukan tahap penelitian
A. Tahap Pendahuluan (Refleksi Awal)
Adapun langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam tahap
pendahuluan sebagai berikut :
(1) Melakukan wawancara dengan guru pengampu matematika dan
siswa di kelas X TKI 1 SMK Negeri 2 Seririt melalui Whatsapp
yang bertujuan mendapatkan gambaran awal mengenai kondisi dan
situasi di SMK Negeri 2 Seririt secara keseluruhan, terutama siswa
kelas X TKI 1 yang akan dijadikan sebagai subjek penelitian.
(2) Mengidentifikasi masalah dari sekian masalah yang diidentifikasi,
peneliti memilih sebuah masalah yang dapat dijadikan sebagai bahan
penelitian untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas
tersebut.
31
(3) Dialog awal dilakukan oleh peneliti dan guru yang bersangkutan
untuk mencari jalan keluar terhadap permasalahan di kelas serta
menentukan tindakan-tindakan yang akan dilakukan oleh guru untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
dengan model pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA).
B. Tahap Penelitian
Tahap ini merupakan implementasi dari perencanaan yang telah
dipersiapkan dan disimulasikan, yaitu penggunaan model ini menitik
beratkan pada pembelajaran Means Ends Analysis (MEA). Tahap
tindakan penelitian yang akan dilaksanakan dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Siklus I
a) Tahap Perencanaan (Planning)
Pada tahap perencanaan dilakukan kegiatan persiapan perangkat
pembelajaran dan instrument penelitian. Perangkat pembelajaran ini
meliputi penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
lembar kerja siswa, serta bahan dan media yang berguna dalam
penelitian di kelas. Selain itu peneliti juga mengkaji terkait format-
format observasi dan evaluasi yang terdiri dari :
Menyiapkan soal beserta indikator yang akan digunakan
diakhir pembelajaran untuk mengetahui hasil belajar siswa.
Jurnal, catatan harian dan lembar observasi untuk mengamati
aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung.
Angket untuk siswa yang akan diberikan pada akhir
pelaksanaan penelitian.
Segala hal yang ada pada tahap perencanaan ini telah disesuaikan
dengan model pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) dengan
strategi pembelajaran daring untuk mengukur aktivitas guru dan siswa
untuk selanjutnya dikonsultasikan kepada guru mata pelajaran.
32
b) Tahap Pelaksanaan (Acting)
Pelaksanaan tindakan pengembangan model pembelajaran dilakukan
dengan mengikuti sintaks model pembelajaran Means-Ends Analysis
(MEA) seperti berikut :
Tabel 3. Rencana Pembelajaran Means Ends Analysis (MEA)
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
33
tujuan dan yang ingin dicapai pada pembelajaran yang
memotivasi kegiatan pembelajaran disampaikan oleh guru.
peserta didik hari ini dan memotivasi
siswa untuk
mengembangkan sikap
nasionalisme serta
meningkatkan
semangat belajar di
masa pandemi.
34
Tahap 4 (End) Guru menuntun Siswa secara
Membimbing siswa untuk berkelompok melakukan
kelompok belajar mengidentifikasikan elaborasi terhadap
melakukan dan permasalahan yang
penyelidikan mengorganisasikan diberikan oleh guru
tugas belajar yang menjadi sub-sub
berhubungan masalah yang lebih
dengan masalah sederhana sehingga
tersebut mempermudah dalam
Guru mendorong pemecahannya
siswa
mengumpulkan
informasi yang
sesuai dalam
melaksanakan
eksperimen bersama
kelompoknya untuk
mendapatkan
penjelasan dan
pemecahan
masalah.
35
tersebut.
c) Tahap Observasi
Tahap observasi merupakan tahap pengamatan yang dilaksanakan
secara kontinu untuk mengumpulkan informasi selama pembelajaran
berlangsung. Observasi dilakukan oleh peneliti dan guru dengan
melakukan pengamatan secara langsung terhadap proses pembelajaran
yang telah dicatat dalam jurnal harian sebagai catatan aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran. Adapun hal-hal yang diobservasi adalah
36
evaluasi proses pembelajaran matematika terkait dengan hasil belajar
matematika yaitu dengan memberikan tes matematika disetiap akhir
siklus.
d) Tahap Refleksi (Reflection)
Tahap refleksi merupakan tahap yang terdiri dari kegiatan
mengumpulkan dan menganalisis data selama observasi yang
diperoleh dari lembar observasi. Refleksi berfungsi untuk melihat
ketercapaian indikator selama proses pembelajaran serta kekurangan-
kekurangan yang terjadi pada tahap tindakan. Kekurangan tersebut
dianalisis kemudian dicari solusinya. Jika dalam siklus I belum
mencapai indikator yang telah ditentukan maka dilanjutkan ke siklus
II.
2. Siklus II
Data hasil observasi pada siklus I akan dijadikan landasan untuk
pelaksanan siklus II. Pada dasarnya pelaksanaan pada siklus II
merupakan perbaikan-perbaikan dari siklus I. Kendala dan kelemahan
yang ditemui pada siklus I akan dicari sumber permasalahannya
kemudian dicari solusinya, yang akan diperbaiki pada siklus II. Hasil
yang baik yang diperoleh pada siklus I minimal dapat dipertahankan
pada siklus II. Secara umum tahapan pada siklus II ini sama dengan
siklus I, yaitu :
a) Tahap Perencanaan (Planning)
Peneliti membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi
siklus I
b) Tahap Pelaksanaan (Acting)
Guru melaksanakan model pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA)
berdasarkan rencana pembelajaran hasil refleksi siklus I.
c) Tahap Observasi
Peneliti melakukan pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa
dengan model pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA).
d) Tahap Refleksi (Reflection)
37
Peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus II,
menganalisis, serta membuat kesimpulan atas pelaksanaan model
pembelajaran MeansEnds Analysis (MEA) dengan pemberian angket
diakhir penelitian untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari di
terapkannya model pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA).
Teknik Instrumen
No Jenis Data Waktu
Pengumpulan Data Penelitian
38
digunakan, tes ini diuji validitasnya sehingga mampu mengukur dengan
tepat hasil belajar siswa. Sedangkan angket merupakan instrumen
penelitian yang digunakan untuk mengetahui gambaran sekaligus
perkembangan dari aktivitas siswa sehingga dalam pengisiannya tentunya
siswa diharapkan menjawab dengan jujur agar data yang diperoleh
memang sesuai dengan realita yang terjadi.
39
menggunakan tes uraian (essay). Kelebihan tes dalam bentuk uraian
adalah mampu memperlihatkan cara berpikir siswa yaitu cara mereka
mengekspresikan dan mengaitkan ide matematika yang mereka miliki
dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Tes ini diberikan
pada setiap akhir siklus yang dikerjakan oleh siswa secara mandiri. Skor
yang terinci dalam indikator kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa adalah skor maksimal yang dapat diperoleh siswa jika
mengerjakan dengan benar dan tepat. Jika siswa melakukan kesalahan,
maka skor berkurang sesuai pedoman. Adapun rubrik penskoran
kemampuan pemecahan masalah matematika tertulis disajikan pada tabel
berikut
Tabel 5. Rubrik Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika
Reaksi terhadap
No. Indikator Skor
Permasalahan
Membuat langkah-langkah 2
penyelesaian dengan benar
40
namun masih kurang lengkap
Membuat langkah-langkah
1
penyelesaian namun salah
Total Skor 10
41
(dimodifikasi dari Sudiarta, 2010)
Berdasarkan rubrik penskoran diatas adapun rumus untuk menentukan
nilai masing-masing siswa yaitu :
42
(Dimodifikasi dari Candiasa, 2010a)
Keterangan :
= Rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
= Skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa ke-i
n = Banyak siswa
Data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diperoleh
dikualifikasikan berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal mata pelajaran
matematika kelas X TKI 1 SMK Negeri 2 Seririt yaitu 70. Adapun
kriteria ketuntasan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
seperti pada Tabel 8 berikut ini :
Tabel 7. Kriteria Ketuntasan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa
1. Tuntas
2. Belum Tuntas
43
matematika. Selain itu dalam penelitian ini kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa juga ditinjau dari Ketuntasan Belajar (KB).
Adapun KB yaitu sebagai berikut :
(Candiasa, 2010b)
Keterangan :
= Rata-rata skor tanggapan siswa
= Skor tanggapan siswa ke-i
n = Banyak siswa
Selanjutnya data tanggapan siswa dianalisis secara deskriptif berdasarkan
rata-rata skor , mean ideal dan standar deviasi
ditentukan dengan kriteria pada tabel berikut :
Tabel 8. Kriteria Penggolongan Tanggapan Siswa
44
Sangat Positif
Positif
Cukup
Kurang
Sangat Kurang
45
46
DAFTAR PUSTAKA