Anda di halaman 1dari 56

PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA


MATERI PECAHAN DAN OPERASINYA DENGAN MENGGUNAKAN
PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA SISWA KELAS IV
SD NEGERI SRIWIDARI 1

Diajukan untuk memenuhi salah tugas mata kuliah Penelitian Tindakan Kelas

Dosen Pengampu:
Kartasasmita, M.Pd.

Oleh:
Siti Khairunnisa
60403070120140

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BINA MUTIARA SUKABUMI
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
penelitian tindakan kelas ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga
tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, kepada para sahabat, serta
kepada kita selaku umat di akhir zaman ini, Aamiin.
Penulis bermaksud mengajukan proposal penelitian dengan judul “Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Materi Pecahan dan Operasinya
dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik pada Siswa Kelas IV MI
Mihadunal Ula” untuk dilakukan penelitian.
Proposal penelitian ini dapat terselesaikan tidak lepas dari bantuan dan
dorongan dari pihak-pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam
proses penyusunan dan pembuatannya. Ucapan terimakasih penulis sampaikan
kepada:
1. Dosen pengampu mata kuliah Penelitian Tindakan Kelas Bapak
Kartasasmita, M.Pd.
2. Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan proposal ini
hingga dapat terselesaikan.
Proposal ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki
banyak kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik
penulisannya. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan proposal ini dan agar menjadi pelajaran di
kemudian hari. Semoga proposal ini bisa memberikan manfaat bagi peneliti
maupun bagi pembaca.

Sukabumi, Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian...................................................................................
B. Identifikasi Penelitian..........................................................................................
C. Rumusan Penelitian............................................................................................
D. Tujuan Penelitian.................................................................................................
E. Manfaat Penelitian...............................................................................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori........................................................................................................
a) Teori Hasil Belajar.........................................................................................
a. Pengertian hasil belajar............................................................................
b) Teori Model Pembelajaran Matematika Realistik.........................................
a. Pengertian Model Matematika Realistik..................................................
b. Karakteristik Model Matematika Realistik..............................................
c. Langkah-langkah Model Matematika Realistik.....................................
d. Kekurangan dan Kelebihan Model Matematika Realistik.....................
c) Teori Bilangan Pecahan...............................................................................
a. Pengertian bilangan pecahan.................................................................
B. Penelitian yang Relevan....................................................................................
C. Kerangka Berfikir..............................................................................................
D. Hipotesis Penelitian...........................................................................................
BAB III METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian..............................................................................................
B. Desain Penelitian.............................................................................................
C. Prosedur Penelitian............................................................................................
D. Instrumen Penelitian..........................................................................................
E. Teknik Pengumpulan Data................................................................................
F. Teknik Analisis Data.........................................................................................

ii
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang selalu
menjadi momok menakutkan bagi sebagian besar pelajar, tak terkecuali
siswa-siswi Sekolah Dasar. Mereka beranggapan bahwa matematika
adalah pelajaran yang sulit dan sebaiknya dihindari. Kendati demikian
matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang sangat diperlukan
dalam seluruh aspek kehidupan, seperti pada bidang ekonomi, kedokteran,
statistika, geografi, termasuk ilmu agama.
Berdasarkan Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab I,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Peran matematika tidak dapat dijauhkan dari seluruh kehidupan
manusia, maka atas dasar inilah pembelajaran matematika sangat penting
dipelajari terutama di Sekolah Dasar yang merupakan pondasi dari setiap
anak. Guru harus memastikan bahwa tujuan dari pembelajaran matematika
di SD tercapai dengan maksimal. adapun cara mencapai tujuan
pembelajaran matematika tersebut, seorang guru hendaknya dapat
menciptakan kondisi dan situasi pembelajaran yang memungkinkan siswa
aktif membentuk, menemukan, dan mengembangkan pengetahuannya.
Kemudian siswa dapat membentuk makna dari bahan-bahan pelajaran
melalui suatu proses belajar dan mengkonstruksinya dalam ingatan yang
sewaktu-waktu dapat diproses dan dikembangkan lebih lanjut. Hal ini
sebagaimana dijelaskan oleh Jean Piaget, bahwa pengetahuan atau
pemahaman siswa itu ditemukan, dibentuk dan dikembangkan oleh siswa
itu sendiri.

1
Proses pembelajaran matematika perlu mendapat perhatian dan
penanganan yang serius, sebab hasil penelitian menunjukkan bahwa proses
pembelajaran matematika di sekolah dasar masih belum menunjukan hasil
yang memuaskan. Hal ini dilihat dari hasil rata-rata nilai ujian akhir
sekolah yang hanya berkisar pada nilai 5 dan 6. Untuk membuktikan fakta
yang sebenarnya, maka peneliti melakukan kaji dokumen dari nilai
ulangan umum ternyata hasilnya selalu di bawah KKM, terbukti dari
jumlah siswa 32 orang, yang mencapai KKM hanya 12 orang atau 37,5%,
dan 20 orang siswa atau 62,5% yang belum mencapai KKM dari KKM
yang ditetapkan sekolah 70. Rendahnya hasil belajar mata pelajaran
matematika disebabkan oleh dua factor yaitu factor eksternal dan factor
internal. Factor eksternal diantaranya : (1) di sekolah peneliti minimnya
alat peraga dan media pembelajaran khususnya untuk mata pelajaran
matematika, (2) minimnya buku sumber, (3) peneliti belum menemukan
model pemebelajaran yang tepat untuk mata pelajaran matematika, (4)
peneliti belum mampu menarik perhatian peserta didik untuk mencurahkan
seluruh energinya sehingga siswa tidak dapat melakukan aktivitas belajar
secara optimal. Faktor Internal diantaranya: (1) siswa kurang antosias
dalam mengikuti pembelajaran matematika, (2) siswa kurang
memperhatikan dalam mengikuti pembelajaran matematika, (3) minat
belajar siswa kurang dalam mengikuti mata pelajaran matematika (4)
kurangnya aktivitas siswa pada waktu mengikuti pembelajaran
matematika.
Ini merupakan indikator yang menunjukan bahwa kemampuan
pemahaman siswa terhadap mata pelajaran matematika masih rendah.
Padahal, diketahui bahwa dengan pemahaman tersebut siswa mestinya
dapat mengkomunikasikan konsep yang telah dipahaminya untuk
menyelesaikan masalah matematika.
Pada materi pecahan dan operasinya siswa banyak mengalami
kesulitan dalam mengikuti pembelajaran, pasalnya materi ini memiliki

2
kerumitan tersendiri bagi siswa. Dengan alasan inilah pemilihan
model/metode pembelajaran menjadi penting dikuasai oleh guru.
Pada penelitian ini, penulis memilih model/metode matematika
realistik untuk menarik minat anak dalam mengikuti pemebelajaran
matematika. Dengan dipilihnya model/metode ini diharapkan hasil belajar
siswa pada materi pecahanan dan operasinya mata pelajaran matematika
SD mengalami perubahan ke arah yang lebih baik.
B. Identifikasi Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah di tulis, maka penulis
memberikan identifikasi masalah yang akan dijadikan bahan penelitian
sebagai berikut:
1. Kesulitan anak dalam mengikuti pembelajaran matematika khususnya
materi pecahan dan operasinya di SD kelas IV.
2. Perbedaan hasil belajar anak sebelum dan sesudah menerapkan metode
matematika realistik pada materi pecahan dan operasinya.
3. Pentingnya pemilihan model/ metode pembelajaran bagi anak, agar
mampu mengikuti pembelejaran dengan baik.
4. Akibat dari tidak tepatnya memilih model/metode pada pembelajaran
matematika SD.
C. Rumusan Penelitian
Berdasarkan identifikasi penelitian di atas, maka rumusan masalah
pada proposal ini adalah:
1. Adakah pengaruh yang mencolok dari pemilihan model/metode
pembelajaran matematika realistik untuk materi pecahan dan operasi
bilangannya?
2. Mengapa model/ metode pembelajaran matematika realistic tepat
dilakukan khususnya pada pembelajaran matematika SD materi
pecahan dan operasi bilangannya?
3. Bagaimana hasil pembelajaran anak pada materi pecahan dan operasi
bilangannya mata pelajaran matematika setelah menerapkan
model/metode matematika realistik?

3
D. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan penelitian yang di susun, tujuan penelitian
yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh dari penerapan model/metode
pembelajaran matematika realistik untuk materi pecahan dan operasi
bilangannya.
2. Mengetahui Bagaimana hasil pembelajaran anak pada materi pecahan
dan operasi bilangannya mata pelajaran matematika setelah
menerapkan model/metode matematika realistik
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini di harapkan dapat mendukung teori- teori yang sudah ada
mengenai pemilihan model/metode pembelajaran bagi anak khususnya
mata pelajaran matematika materi pecahan dan operasi bilangannya
guna tercapainya tujuan pembelajaran matematika yang
menyenangkan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi penulis proposal ini memberikan pengetahuan yang lebih
mengenai model/metode pembelajaran matematika realistik.
b. Bagi pendidik proposal ini berguna dalam memilih model/metode
yang tepat dalam memberikan pembelajaran kepada anak.

4
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Teori Hasil Belajar
a) Pengertian Hasil Belajar
Mappease (2009: 3) memaparkan bahwa kegiatan belajar dan
mengajar sasarannya adalah hasil belajar, jika cara dan motivasi
belajar baik, maka diharapkan hasil belajarnya juga baik. Adapun
pengertian hasil belajar yang dikemukakan oleh Sudjana (dalam
Mappease, 2009: 3) bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang
dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Istilah
hasil belajar tersusun atas dua kata, yakni: “hasil” dan “belajar”.
Menurut Hasan Alwi (dalam Mappease, 2009: 3) “hasil” berarti
sesuatu yang diadakan (dibuat, dijadikan) oleh suatu usaha,
sedangkan “belajar” mempunyai banyak pengertian diantaranya
adalah belajar merupakan perubahan yang terjadi dalam diri
seseorang setelah melalui proses.
Menurut Bell-Gredler dalam Udin S. Winataputra (dalam
Mappease, 2009: 3) pengertian belajar adalah proses yang
dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam
competencies, skills, and attitude. Kemampuan (competencies),
keterampilan (skills), dan sikap (attitude) tersebut diperoleh secara
bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua
melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Sedangkan
menurut Slameto (dalam Mappease, 2009: 4) “Belajar adalah suatu
proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Mulyasa (dalam Mappease, 2009: 4), hasil belajar
merupakan prestasi belajar peserta didik secara keseluruhan, yang
menjadi indikator kompetensi dasar dan derajat perubahan perilaku

5
yang bersangkutan. Keller (dalam Mappease, 2009: 4), mengatakan
bahwa hasil belajar adalah perbuatan yang terarah pada
penyelesaian tugas-tugas belajar. Hasil belajar dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain:
1. Besarnya usaha yang dicurahkan oleh anak untuk mencapai
hasil belajar, artinya bahwa besarnya usaha adalah indikator
dari adanya motivasi.
2. Intelegensi dan penguasaan awal anak tentang materi yang
akan dipelajari, artinya guru perlu menetapkan tujuan belajar
sesuai dengan kapasitas intelegensi anak dan pencapaian tujuan
belajar perlu menggunakan bahan apersepsi, yaitu apa yang
telah dikuasai anak sebagai batu loncatan untuk menguasai
materi pelajaran baru.
3. Adanya kesempatan yang diberikan kepada anak didik, artinya
guru perlu membuat rancangan dan pengelolaan pembelajaran
yang memungkinkan anak bebas untuk melakukan eksplorasi
terhadap lingkungannya.
Mengenai hasil belajar yang dicapai oleh siswa melalui proses
belajar optimal harus mempunyai ciri sebagai berikut:
1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menimbulkan motivasi
belajar intensif pada diri siswa.
2. Menambah keyakinan untuk kemampuan dirinya.
3. Hasil belajar yang diperoleh siswa secara keseluruhan
mencakup ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotorik.
4. Kemampuan siswa untuk mengontrol, untuk menilai dan
mengendalikan dirinya terutama dalam menilai hasil yang
dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan
usaha belajarnya.
Jadi, yang dimaksud hasil belajar adalah kemampuan yang
dimiliki baik bersifat pengetahuan (kognitif), sikap (afektif),

6
maupun keterampilan (psikomotorik) yang semuanya ini diperoleh
melalui proses belajar mengajar.
2. Teori Model Matematika Realistik
a. Pengertian Model Matematika Realistik
Menurut Yuanita & Zakaria (dalam Nugroho, 2018: 215) Sejak
tahun 2001, Indonesia telah memperkenalkan RME yang
merupakan salah satu pendekatan pembelajaran inovatif saat ini.
Searle & Barmby (dalam Nugroho, 2018: 215) menjelaskan bahwa
RME merupakan pembelajaran kontekstual dengan membelajarkan
matematika secara bermakna dengan memecahkan masalah nyata.
Menurut Daryanto dan Tasrial (dalam Nugroho, 2018: 215) RME
berhubungan dengan teori yang berkembang saat ini, seperti
konstruktivisme, pengajaran, dan pembelajaran kontekstual
merupakan teori pembelajaran umum.
Menurut Van den Heuvel- Panhuizen, M., & Drijvers, P.
(dalam Nugroho, 2018: 215) RME adalah suatu pendekatan teori
pembelajaran spesifik pada matematika yang dibangun di Belanda.
Karakteristik RME adalah kaya akan situasi “realistik” sebagai
bagian utama dalam proses pembelajaran. Masalah-masalah yang
nyata atau yang telah dikuasai atau dapat dibayangkan dengan baik
oleh peserta didik dan digunakan sebagai sumber munculnya
konsep atau pengertian-pengertian matematika yang semakin
meningkat.
Dalam pendidikan matematika, menurut Freudenthal dalam
Van den Heuvel Panhuizen, M., & Drijvers, P. (dalam Nugroho,
2018: 215) peserta didik bukanlah sekedar penerima yang pasif
terhadap materi matematika yang siap saji, tetapi peserta didik
perlu diberi kesempatan untuk reinvent (menemukan) matematika
melalui praktik yang mereka alami sendiri. Suatu pinsip utama
RME adalah peserta didik harus berpartisipasi secara aktif dalam

7
proses belajar. Peserta didik harus diberi kesempatan untuk
membangun pengetahuan dan pemahaman mereka sendiri.
Menurut Hobri (dalam Ningsih, 2014: 76) teori RME pertama
kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970
oleh Institute Freudenthal. RME telah dikembangkan dan
diujicobakan selama 33 tahun di Belanda dan terbukti berhasil
merangsang penalaran dan kegiatan berpikir siswa. Teori ini
mengacu kepada pendapat Freudental dalam Hobri yang dikutip
ulang (dalam Ningsih, 2014: 76) yang mengatakan bahwa
matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika
merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat
dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari.
Gravemeijer dalam Zainurie yang dikutip (dalam Ningsih, 2014:
76) mengemukakan bahwa matematika sebagai aktivitas manusia
berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan
kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang
dewasa. Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi
dan persoalan-persoalan "realistik". Realistik dalam hal ini
dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang
dapat dibayangkan oleh siswa.
Menurut Gravemeijer (dalam Ramadhani & Caswita, 2017:
268) model Realistic Mathematics Education (RME) lebih
menuntut siswa untuk mengkontruksi pengetahuan dengan
kemampuannya sendiri melalui aktivitas-aktivitas yang
dilakukannya dalam kegiatan pembelajaran. Ide utama
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran RME
adalah siswa harus diberi kesepatan untuk menemukan kembali
(reinvention) konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa.
Prinsip menemukan kembali berarti siswa diberi kesempatan
menemukan sendiri konsep matematika dengan menyelesaikan
berbagai masalah kontekstual yang diberikan pada awal

8
pembelajaran. Berdasarkan masalah kontekstual siswa membangun
model dari (model of) situasi masalah kemudian menyusun model
matematika untuk (model for) menyelesaikan hingga mendapatkan
pengetahuan formal matematika.
Sementara itu, Zulkardi (dalam Diba, 2009: 22) yang dikutip
ulang (dalam Ramadhani & Caswita, 2017: 268) menambahkan
bahwa pembelajaran matematika realistik di kelas berorientasi pada
karakteristik-karakteristik Realistic Mathematics Education
(RME), sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk menemukan
kembali konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika
formal. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan mengaplikasikan
konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari
atau masalah dalam bidang lain.
b. Karakteristik Model Matematika Realistik
Gravemeijer dalam Hobri yang dikutip ulang (dalam Ningsih,
2014: 78) mengemukakan tiga prinsip kunci RME, yaitu:
1. Penemuan kembali secara terbimbing melalui matematisasi
progresif (Guided Reinvention Through Progressive
Mathematizing). Menurut prinsip “Guided Reinvention”, siswa
harus diberi kesempatan mengalami proses yang sama dengan
proses yang dilalui para ahli ketika konsep-konsep matematika
ditemukan.
2. Fenomena didaktik (Didactical Phenomenology). Menurut
prinsip fenomena didaktik, situasi yang mejadi topik
matematika diaplikasikan untuk diselidiki berdasarkan dua
alasan; (1). Memunculkan ragam aplikasi yang harus
diantisipasi dalam pembelajaran, dan (2). Mempertimbangkan
kesesuaian situasi dari topik sebagai hal yang berpengaruh
untuk proses pembelajaran yang bergerak dari masalah nyata
ke matematika formal.

9
3. Pengembangan model mandiri (self developed models). Model
matematika dimunculkan dan dikembangkan sendiri oleh siswa
berfungsi menjembatani kesenjangan pengetahuan informal
dan matematika formal, yang berasal dari pengetahuan yang
telah dimiliki siswa.
Menurut Hobri (dalam Ningsih, 2014: 78-79) ketiga prinsip
diatas dioperasionalkan ke dalam karakteristik RME sebagai
berikut:
1. Menggunakan masalah kontekstual (the use of contex).
Pembelajaran dimulai dengan menggunakan masalah
kontekstual sebagai titik tolak atau titik awal untuk belajar.
Masalah kontekstual yang menjadi topik pembelajaran harus
merupakan masalah sederhana yang dikenali siswa.
2. Menggunakan model (use models, bridging by verti
instruments). Model disini sebagai suatu jembatan antara real
dan abstrak yang membantu siswa belajar matematika pada
level abstraksi yang berbeda. Istilah model berkaitan dengan
model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh
siswa sendiri (self develop models). Peran self develop models
merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi
abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal.
Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan
masalah. Pertama model situasi yang dekat dengan dunia nyata
siswa. Generalisasi dari formalisasi model tersebut akan
berubah menjadi model-of masalah tersebut. Melalui penalaran
matematik model-of akan bergeser menjadi model-for masalah
yang sejenis. Pada akhirnya, akan menjadi model matematika
formal.
3. Menggunakan kontribusi siswa (student contribution).
Kontribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan

10
datangnya dari siswa. Hal ini berarti semua pikiran (konstruksi
dan produksi) siswa diperhatikan.
4. Interaktivitas (interactivity). Interaksi antar siswa dengan guru
merupakan hal yang mendasar dalam PMR. Secara eksplisit
bentuk- bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan,
pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi
digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk
informal siswa.
5. Terintegrasi dengan topik lainnya (intertwining). Dalam PMR
pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika
dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan
bidang yang lain, maka akan berpengaruh pada pemecahan
masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya
diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks.
c. Langkah-langkah Model Matematika Realistik
Pembelajaran dengan menggunakan model Realistic
Mathematic Education terdiri dari beberapa langkah. Menurut
Hobri (dalam Fahrudhin dkk, 2018: 16) langkah-langkah model
Realistic Mathematic Education itu meliputi:
1. Menggunakan masalah kontekstual (the use of contex).
2. Menggunakan model (use models, bridging by verti
instrument).
3. Menggunakan kontribusi siswa (student contribution).
4. Interaktivitas (interactivity).
5. Terintegrasi dengan topik lainnya (intertwining).
Holisin (dalam Ramadhani & Caswita, 2017: 269-270)
menjabarkan langkah-langkah dalam pembelajaran matematika
realistik sebagai berikut:
1. Memahami masalah kontekstual.
Pada langkah ini siswa diberi masalah kontekstual dan siswa
diminta untuk memahami masalah kontekstual yang diberikan.

11
2. Menjelaskan masalah kontekstual
Pada langkah ini guru menjelaskan situasi dan kondisi masalah
dengan memberikan petunjuk atau saran seperlunya terhadap
bagian tertentu yang belum dipahami siswa.
3. Menyelesaikan masalah kontekstual
Setelah memahami masalah, siswa menyelesaikan masalah
kontekstual secara individual dengan cara mereka sendiri, dan
menggunakan perlengkapan yang sudah mereka pilih sendiri.
Sementara itu guru memotivasi siswa agar siswa bersemangat
untuk menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka
sendiri.
4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk
membandingkan jawaban soal secara berkelompok, untuk
selanjutnya dibandingkan dan didiskusikan di kelas. Di sini
siswa dilatih untuk belajar mengemukakan pendapat.
5. Menyimpulkan
Setelah selesai diskusi kelas, guru membimbing siswa untuk
mengambil kesimpulan suatu konsep atau prinsip.
d. Kelebihan dan Kelemahan Model Matematika Realistik
Menurut Suwarsono (dalam Ningsih, 2014: 83-84) yang dikutip
ulang (dalam Ramadhani & Caswita, 2017: 270) kelebihan-
kelebihan Realistic Mathematics Education (RME) atau
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah sebagai berikut:
1. RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional
kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan
kehidupan sehari-hari dan tentang kegunaan matematika pada
umumnya kepada manusia.
2. RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional
kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian
yang dapat dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa

12
dan oleh setiap orang “biasa” yang lain, tidak hanya oleh
mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.
3. RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional
kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah
tidak harus tunggal, dan tidak harus sama antara orang satu
dengan orang yang lain.
4. RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional
kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses
pembelajaran merupakan suatu yang utama dan untuk
mempelajari matematika orang harus menjalani sendiri proses
itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep dan
materi-materi matematika yang lain dengan bantuan pihak lain
yang sudah tahu (guru). Tanpa kemauan untuk menjalani
sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak
akan terjadi.
5. RME memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai
pendekatan pembelajaran lain yang juga dianggap “unggul”.
6. RME bersifat lengkap (menyeluruh), mendetail dan
operasional. Proses pembelajaran topik-topik matematika
dikerjakan secara menyeluruh, mendetail dan operasional sejak
dari pengembangan kurikulum, pengembangan didaktiknya di
kelas, yang tidak hanya secara makro tapi juga secara mikro
beserta proses evaluasinya.
Ariyanto, dkk (2019: 165) memaparkan bahwa model
pembelajaran RME mempunyai keunggulan dimana siswa akan
menjadi lebih aktif dan terlatih untuk menentukan jawaban-
jawaban dari pertanyaan yang mendalamai isi bacaan atau teks
tersebut. Selain itu, siswa juga dapat lebih terlatih dalam
bekerjasama di dalam sebuah kelompok untuk saling bertukar
pendapat dalam memahami konsep materi yang disajikan dalam

13
uraian teks. Sehingga metode ini akan meningkatkan daya ingat
siswa dari pemahaman suatu bacaan.
Selain kelebihan-kelebihan seperti yang diungkapkan di atas,
terdapat juga kelemahan-kelemahan Realistic Mathematics
Education (RME) yang oleh Suwarsono (dalam NIngsih, 2014: 84-
85) yang dikutip ulang (dalam Ramadhani & Caswita, 2017: 270)
adalah sebagai berikut:
1. Pemahaman tentang RME dan pengimplementasian RME
membutuhkan paradigma, yaitu perubahan pandangan yang
sangat mendasar mengenai berbagai hal, misalnya seperti
siswa, guru, peranan sosial, peranan kontek, peranan alat
peraga, pengertian belajar dan lain-lain. Perubahan paradigma
ini mudah diucapkan tetapi tidak mudah untuk dipraktekkan
karena paradigma lama sudah begitu kuat dan lama mengakar.
2. Pencarian soal-soal yang kontekstual, yang memenuhi syarat-
syarat yang dituntut oleh RME tidak selalu mudah untuk setiap
topik matematika yang perlu dipelajari siswa, terlebih karena
soal tersebut masing-masing harus bisa diselesaikan dengan
berbagai cara.
3. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan cara untuk
menyelesaikan tiap soal juga merupakan tantangan tersendiri.
4. Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa dengan
memulai soal-soal kontekstual, proses matematisasi horizontal
dan proses matematisasi vertikal juga bukan merupakan
sesuatu yang sederhana karena proses dan mekanisme berpikir
siswa harus diikuti dengan cermat agar guru bisa membantu
siswa dalam menemukan kembali terhadap konsep-konsep
matematika tertentu.
5. Pemilihan alat peraga harus cermat agar alat peraga yang
dipilih bisa membantu proses berpikir siswa sesuai dengan
tuntutan RME.

14
6. Penilaian (assesment) dalam RME lebih rumit daripada
dalam pembelajaran konvensional.
7. Kepadatan materi pembelajaran dalam kurikulum perlu
dikurangi secara substansial, agar proses pembelajaran siswa
bisa berlangsung sesuai dengan prinsip-prinsip RME.
3. Teori Bilangan Pecahan
a. Pengertian bilangan pecahan
Holisin (2009: 21) memaparkan bahwa pecahan merupakan
salah satu materi yang dikenalkan mulai kelas II SD. Siswa SD
rata-rata berusia antara 7 – 12 tahun. Berdasarkan teori
perkembangan intelektual yang dikemukakan Piaget, siswa SD
termasuk dalam kelompok operasional konkrit. Oleh karena itu
proses pembelajaran di SD sebaiknya banyak melibatkan benda-
benda konkrit, begitu juga dalam pembelajaran pecahan.
Mengenalkan bilangan pecahan tidak semudah mengenalkan
bilangan bulat. Mengenalkan bilangan pecahan kepada siswa dapat
diawali dengan menggunakan benda konkrit, misalnya: coklat
batangan, potongan-potongan kertas berbentuk persegi panjang,
lingkaran, dan sebagainya. Kemudian dengan gambar (semi
konkrit), dan akhirnya mengenalkan simbol pecahan. Dengan
menggunakan media tersebut, diharapkan siswa lebih mudah
memahami konsep bilangan pecahan. Operasi pecahan mulai
dikenalkan di kelas III SD. Operasi yang pertama kali dipelajari
adalah operasi penjumlahan. Sebelum siswa mempelajari operasi
penjumlahan, terlebih dahulu mereka harus memahami pecahan
senilai.
Pecahan diartikan secara berbeda oleh beberapa ahli. Berikut
ini beberapa pengertian pecahan menurut beberapa ahli.
1. Negoro dan Harahap (dalam Holisin, 2009: 25) mengatakan
“pecahan adalah bilangan yang menggambarkan bagian dari

15
suatu keseluruhan, bagian dari suatu daerah, bagian dari suatu
benda, atau bagian dari suatu himpunan.
2. Novillis dalam Bell (dalam Holisin, 2009: 25) menyatakan
bahwa konsep pecahan di SD terdiri dari tujuh konsep yang
diurutkan berdasarkan tingkat kesulitannya. Adapun ketujuh
konsep menurut Novillis adalah sebagai berikut:
1) Part group congruent parts (bagian dari suatu himpunan,
bagian-bagiannya kongruen). Siswa mengasosiasikan
a
pecahan dengan suatu himpunan yang terdiri dari b objek
b
yang kongruen dengan memperhatikan a objek.
Contoh: 2 objek dihitamkan dari 3 objek
2) Part whole, congruent parts (bagian dari keseluruhan,
bagian-bagiannya kongruen). Siswa mengasosiasikan
a
pecahan dengan suatu daerah yang dibagi atas b bagian
b
kongruen dan memperhatikan a bagian.
3) Part group, non congruent parts (bagian suatu himpunan,
bagian-bagiannya tidak kongruen). Siswa mengasosiasikan
a
pecahan dengan suatu himpunan yang terdiri dari b objek
b
yang tidak kongruen dan memperhatikan a objek dalam
himpunan tersebut. Contoh: 3 objek diberi warna hitam dari
4 objek.
4) Part group comparison (membandingkan bagian dari
himpunan). Siswa mengasosiasikan pecahan dengan
perbandingan relatif dua himpunan A dan B, dengan
n(A)=a dan n(B)=b dan semua objek kongruen.
5) Number line (garis bilangan). Siswa mengasosiasikan
a
pecahan dengan sebuah titik pada garis bilangan, di mana
b

16
setiap satuan dibagi atas b bagian segmen yang sama
dengan memperhatikan titik ke-a di sebelah kanan titik nol.
6) Part whole, comparison (membandingkan bagian dari
keseluruhan).
7) Part whole, noncongruent parts (bagian dari keseluruhan,
bagianbagiannya tidak kongruen). Daerah yang diarsir
menunjukkan bilangan.

17
b) Penelitian yang Relevan
Pembelajaran matematika di SD selalu menjadi topik yang sangat
menarik di teliti oleh banyak mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar
guna memecahkan permasalahan yang sering terjadi dalam proses
pembelajaran, matematika selalu dianggap momok menakutkan bagi
sebagian besar siswa SD. Banyak dari peneliti mengambil tema mengenai
model pembelajaran yang cocok dengan berbagai materi pembelajaran
matematika di SD. Selaras dengan judul penelitian yang saya lakukan ada
beberapa penelitian sebelumnya yang relevan diantaranya:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Soviawati, Evi tentang Pendekatan
Matematika Realistik (PMR) untuk Meningkatkan Kemampuan
Berfikir Siswa di Tingkat Sekolah Dasar, hasilnya antara lain siswa
tidak hanya mudah mengusai konsep dan materi pelajaran namun juga
tidak cepat lupa dengan konsep dan materi yang telah diperolehnya.
Pendekatan ini tepat diterapkan dalam mengajarkan konsep-konsep
dasar supaya siswa mampu meningkatkan kemampuan berfikrnya yang
akhirnya bermuara pada meningkatnya hasil belajar siswa.
2. Penelitian Romauli, Mika tentang Pengaruh Pembelajaran
Matematika Realistik dan Berpikir Logis terhadap Hasil Belajar
Matematika Siswa SD Bharlind School Medan, hasilnya antara lain
terdapat perbedaan antara hasil belajar siswa yang diajarkan dengan
Pendekatan Matematika Realistik dengan cara kelompok dan cara
individu. Hasil belajar yang diajarkan dengan PMR cara kelompok
lebih tinggi dibandingkan dengan PMR yang diajarkan secara individu.
3. Penelitian Zulkardi dan Ilma, Ratu, tentang Desain Bahan Ajar
Penjumlahan Pecahan Berbasis Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia (PMRI) untuk Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri 23
Indralaya, hasilnya antara lain proses pembelajaran siswa dengan
menggunakan bahan ajar penjumlahan pecahan berbasis PMRI sangat
menuntun siswa untuk mengembangkan ide-ide dan menumbuhkan

18
kreativitas siswa dalam menyelesaikan masalah, dilihat dari proses
yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan masalah.
c) Kerangka Berfikir

Metode yang Hasil belajar siswa


Guru/Peneliti
digunakan masih 75% kurang dari
sebelum tindakan
konvensional KKM

Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM)

Pelaksanaan Hasil belajar


Guru/Peneliti pembelajaran matematika siswa
dengan tindakan menggunakan mengalami
model matematika perbaikan sekitar
realistik 50%

Hasil belajar
matematika siswa naik Perbaikan dari hasil
mencapai 75% sebelumnya

d) Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah didapat di awal maka
didapatkan (Ha/Hipotesis alternatif) berupa:
1. Ha: Untuk materi pecahan dan operasi bilangannya akan nampak
perbedaan yang cukup signifikan dibanding dengan penggunaan
metode lain yang dianggap tidak relevan seperti metode ceramah.

19
2. Ha: Model pembelajaran matematika realistic dianggap relevan jika
dipadukan dengan pembelajaran pecahan dan operasi bilangan
matematika, pasalnya model ini berkaitan erat dengan kejadian di
kehidupan sehari-hari sehingga sangat relevan dengan cara berfikir
siswa kelas III yang masih konkret.
3. Ha: Hasil pembelajaran matematika materi pecahan dan operasi
bilangannya dengan menggunakan model matematika realistic akan
mendapatkan hasil yang lebih maksimal, karena proses pembelajaran
yang mudah dimengerti dan selama proses pembelajarannya siswa
akan lebih mudah menerima materi dan pembelajaran lebih
menyenangkan.
Dan H0/Hipotesis nol berupa:
H0: Tidak ada peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
matematika materi pecahan dan operasi bilangannya dengan menggunakan
model matematika realistik.
Sedangkan jika menggunakan hipotesis statistika ditarik hasil sebagai
berikut:
Peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika materi
pecahan dan operasi bilangannya meningkat sekitar 75%
Ha: p = 75%
H0: p ≠ 75%

20
BAB III
METODE PENELIAN
A. Setting Penelitian
Untuk memudahkan tahapan-tahapan penelitian, peneliti telah
menentukan tempat penelitian yaitu:
1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di salah satu rumah siswa kelas IV SD Negeri
Sriwiadari 1, yang bertempat di Jl. Bhayangkara No. 190/208,
Sriwidari, Kec. Gunung Puyuh, Kota Sukabumi Prov. Jawa Barat.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan sekitar 3 kali pertemuan.
3. Subjek penelitian
Subjek yang terlibat dalam penelitian ini menyasar pada siswa-siswi
kelas IV SD Negeri Sriwiadari 1 yang kebetulan pada proses
pembelajarannya ada materi tentang pecahan dan operasi bilangannya
yang dipelajari.
B. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas
yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart. Model visualisasi
bagan yang disusun oleh Kemmis dan Mc Taggart adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan atau planning
Rencana penelitian tindakan merupakan tindakan yang terstruktur dan
terencana namun tidak menutup kemungkinan untuk mengalami
perubahan sesuai situasi dan kondisi yang tepat.
2.  Tindakan atau acting
Yang dimaksud tindakan atau acting dalam penelitian ini adalah
tindakan yang dilakukan secara sadar dan terkendali yang merupakan
variasi praktek yang cermat dan bijaksana. Tindakan yang dilakukan
berdasarkan pada perencanaan yang telah disusun sesuai dengan
perencanaan.

21
3. Observasi atau observing
Observasi pada tindakan ini berfungsi untuk mendokumentasikan hal-
hal yang terjadi selama tindakan.
4. Refleksi atau reflecting
Refleksi adalah mengingat dan merenungkan kembali sutau tindakan
yang telah dilakukan sesuai dengan hasil observasi.
C. Prosedur Penelitian
1. Siklus I
Pada siklus 1 prosedur penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Berikut ini rincian
prosedur penelitian siklus 1:
a. Perencanaan
Tahap ini mencakup semua perencanaan tindakan yang pada
dasarnya sangat dibutuhkan unttuk membuat proses belajar
mengajar menjadi efektif dan efisien
1) Membuat jadwal kunjungan kelas.
2) Menentukan pokok bahasan.
3) Menyusun rencana pembelajaran (RPP).
4) Menyiapkan media papan magnet yang akan digunakan
dalam kegiatan pembelajaran.
5) Membuat instrumen penelitian untuk guru dan siswa
(angket, observasi, wawancara).
b. Pelaksanaan
Pada tahap ini, peneliti melaksanakan pembelajaran menurut
skenario yang telah disiapkan sebelumnya, peneliti melaksanakan
pembelajaran dikelas dengan menggunakan media papan magnet
dalam proses pembelajaran. Adapun langkah-langkah
pembelajaran pada tindakan ini adalah:
Kegiatan awal
1) Menciptakan lingkungan seperti memberikan yel-yel kelas
dan menyampaikan tujuan pembelajaran

22
2) Apersepsi yaitu mengulang dan menghubungkan materi
yang telah dimiliki siswa dengan materi sebelumnya
Kegiatan inti
1) Memberikan sedikit pertanyaan tentang materi pecahan dan
operasi bilangannya
2) Guru menyampaikan materi tentang pecahan dan operasi
bilangannya dengan menggunakan model matematika
realistic
3) Mengevaluasi hasil belajar siswa setelah melaksanakan
pembelajaran yang telah dilakukan
4) Memberikan penghargaan berupa pujian dan pemberian
gambar bintang pada individu yang memiliki kinerja
dengan baik
5) Membimbing siswa dalam menyimpulkan materi pecahan
dan operasi bilangannya
6) Guru memberikan angket kepada siswa setelah kegiatan
pembelajaran, untuk megetahui hasil belajar siswa.
Kegiatan penutup
1) Membimbing siswa dan membuat kesimpulan mengenai
materi yang telah disampaikan oleh guru.
2) Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan
berikutnya
3) Guru menutup pelajaran dengan memberikan motivasi dan
salam kepada siswa.
c. Observasi
Pada tahap ini, peneliti melakukan pengamatan pada lembar
observasi dan angket yang telah disiapkan.
d. Refleksi
1) Merefleksi proses pembelajaran yang telah terlaksana
2) Mencatat kendala-kendala yang dihadapi selama proses
pembelajaran.

23
2. Siklus II
a. Perencanaan Tindakan
Tim Perencanaan pada siklus II merupakan perbaikan berdasarkan
identifikasi masalah pada pembelajaran siklus I, kegiatan tersebut
yaitu:
1) Menentukan pokok bahasan
2) Merancang rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
kegiatan pembelajaran.
3) Menyiapkan media papan magnet dalam pembelajaran.
4) Membuat alat pedoman observasi, angket dan lembar
evaluasi untuk mengetahui kinerja siswa dalam proses
belajar mengajar sebagai wujud dari pemahaman siswa
terhadap materi yang telah dijelaskan.
5) Memberikan pujian atau gambar bintang pada siswa yang
mempunyai kinerja baik. Perencanaan diatas adalah untuk
pemecahan sebuah masalah yang terjadi di kelas
b. Implementasi Tindakan
Guru melakukan pembelajaran dengan menggunakan model
matematika realistik berdasarkan rencana pembelajaran hasil
refleksi yang telah dilakukan pada siklus pertama.
c. Observasi
Tim peneliti (guru dan mahasiswa) melakukan pengamatan
terhadap aktivitas pembelajaran dengan menggunakan model
matematika realistik yang telah dilakukan pada siklus pertama.
Dengan menggunakan lembar evaluasi dan angket yang telah
disiapkan.
d. Refleksi
Tim peneliti melakukan refleksi terhadap aktivitas yang telah
dilakukan pada siklus kedua seperti pada siklus pertama, serta
menganalisis untuk membuat kesimpulan atas pembelajaran yang
telah dilakukan dengan menggunakan model matematika realistic

24
dalam meningkatkan hasil belajar matematika materi pecahan dan
operasi bilangannya siswa kelas IV SD Negeri Sriwiadari 1
D. Instrument Penelitian
Instrument penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, dan sistematis sehingga lebih
mudah diolah. Dalam penelitian ini, untuk kepentingan mengumpulkan
data digunakan beberapa instrument, antara lain:
1. Lembar observasi
Lembar observasi berisi catatan yang menggambarkan aktivitas
peneliti dan siswa dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan di
kelas. Format lembar observasi yang digunakan adalah format
observasi sistematis yang berbentuk isian untuk mengetahui tindakan
selama proses pembelajaran.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan tidak terstruktur kepada siswa, artinya
wawancara hanya dilakukan kepada siswa yang dipilih tentang
aktivitas, tanggapan, dan sikap siswa terhadap pembelajaran
matematika realistik.
3. Jurnal harian
Jurnal harian berisi catatan kejadian yang belum terdapat dalam lembar
observasi. Jurnal harian ini digunakan untuk mengetahui
keterlaksanaan proses pembelajaran serta untuk mendeskripsikan
aktivitas siswa maupun pengajar selama proses pembelajaran.
4. Bahan ajar
Bahan ajar terdiri dari buku guru, buku siswa, Lembar Kegiatan Siswa
(LKS)
5. Lembar evaluasi
Lembar evaluasi ini berupa soal ulangan isian sebagai tolak ukur
kompetensi siswa terhadap materi yang telah dipelajari.

25
Lembar instrument tersebut sebenarnya tercakup dalam sebuah
instrument pokok yakni peneliti itu sendiri. Penelitian tindakan kelas
sebagai peneliti bertradisi kualitatif dengan latar atau setting yang wajar
dan alami yang diteliti, memberikan peranan penting kepada penelitnya
yakni sebagai satu-satunya instrument karena manusialah yang dapat
menghadapi situasi yang berubah-ubah dan tidak menentu.
E. Teknik Pengumpulan Data
Bagian ini menunjukkan bagaimana data dari masing-masing
variabel yang telah disebutkan di atas dikumpulkan dari sampel penelitian.
Teknik pengumpulan data pada proposal penelitian ini yaitu berupa
observasi, mengisi kuisioner, mengerjakan soal latihan dan wawancara.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis data diskriptif kualitatif.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data hasil observasi
tentang proses pembelajaran, hasil wawancara dan jurnal harian. Data
tambahan yang diperoleh dari wawancara tidak terstruktur dengan siswa
dan data dari foto kamera sebagai pertimbangan. Kemudian data diperoleh
dan dianalisis dalam beberapa tahap sebagai berikut:
1. Reduksi data
Tahap ini dilakukan untuk merangkum data, memfokuskan pada hal-
hal penting.
2. Triangulasi
Triangulasi adalah suatu cara untuk menghilangkan perbedaan-
perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi
sewaktu pengumpulan data tentang berbagai kejadian dan hubungan
dari berbagai pandangan. Triangulasi pada penelitian ini dilakukan
dengan membandingkan data hasil observasi, data hasil wawancara
dengan guru dan diperkuat dengan data dari jurnal harian, wawancara
tidak terstruktur dengan siswa dan data dari dokumen kamera.
3. Display data

26
Data hasil reduksi data dan triangulasi kemudian dianalisis dengan
analisis deskriptif. Selanjutnya data hasil analisis disajikan dalam
bentuk terstruktur sehingga data mudah dipahami secara keseluruhan
atau pada bagian tertentu. Selain itu data ditampilkan pula dalam
bentuk foto untuk memahami hal-hal yang bersifat subjektif.
4. Kesimpulan
Data yang diperoleh setelah dianalisis kemudian diambil simpulannya
apakah tujuan dari pembelajaran sudah tercapai atau belum. Apabila
belum tercapai dilakukan tindakan selanjutnya dan apabilasudah
tercapai penelitian dihentikan.

27
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
a) Deskripsi Kondisi Awal
Di awal pembahasan laporan penelitian ini telah dijelaskan bahwa
kondisi awal siswa kelas IV SD Negeri Sriwiadari 1 semester 2 tahun
pelajaran 2022-2023 pada mata pelajaran matematika materi pecahan
dan operasinya menunjukkan hasil yang rendah, terbukti dengan hasil
pencapaian sebagian besar siswa yang belum mampu mencapai nilai
KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Indikasi hasil belajar matematika
materi pecahan dan operasinya yang rendah tersebut ditunjukkan
dengan rata-rata nilai dari ulangan harian yang rendah pula, yaitu
hanya 60.
b) Deskripsi Siklus I
1. Perencanaan Tindakan
Kegiatan pada siklus pertama terdiri atas satu kali
pertemuan yaitu pada Maret 2023 dilaksanakn di salahsatu rumah
siswa kelas IV SD Negeri Sriwiadari 1 yang bertempat Jl.
Bhayangkara No. 190/208, Sriwidari, Kec. Gunung Puyuh,
Kota Sukabumi Prov. Jawa Barat.
Langkah-langkah yang dibuat meliputi mempersiapkan
RPP dengan menggunakan pendekatan matematika realistik,
menyiapkan lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa, lembar
untuk catatan lapangan, lembar kegiatan siswa, lembar wawancara
dan mempersiapkan media pembelajaran.
2. Pelaksanaan Tindakan
Siklus I dilaksanakan pada Maret 2023. Kegiatan belajar mengajar
mengambil materi “pecahan dan operasi bilangannya”. Alokasi
waktu untuk mata pelajaran matematika di kelas IV adalah 5 jam
pelajaran setiap minggunya dibagi menjadi 3 kali pertemuan. Pada
tahap pelaksanaan, guru melaksanakan apa yang telah

28
direncanakan dalam RPP. Pertama-tama guru mengucapkan salam
dan mengkondisikan siswa, memimpin doa dan mengecek
kehadiran siswa. Selanjutnya guru melakukan apersepsi kemudian
menyampaikan topik yang akan dipelajari, yaitu tentang
penjumlahan pecahan. Guru juga tidak lupa menyampaikan tujuan
pembelajaran. Dengan arahan guru, siswa membentuk kelompok
kecil (6 orang). Siswa menyimak penjelasan tentang alur
pembelajaran sesuai dengan pendekatan realistik.
Perencanaan tindakan (planning) siklus I meliputi tiga langkah,
yaitu apersepsi, inti, dan penutup.
a. Apersepsi
Mengawali pertemuan pertama siklus I guru mengadakan tanya
jawab tentang bangun pecahan. Tujuannya adalah untuk
mengingat kembali bentuk-bentuk bangun ruang. Kemudian
dilanjutkan dengan membentuk kelompok, membagikan lembar
kerja siswa, dan menyediakan alat peraga secara kelompok.
b. Inti
Dalam kegiatan inti ini ada tiga tahap kegiatan pokok yang
dilakukan siswa yaitu tahap eksplorasi, elaborasi dan
konfirmasi. Pada tahap eksploraasi siswa memperhatikan
penjelasan guru, mendemonstrasikan alat peraga, dan
mengerjakan lembar kerja siswa secara kelompok. Pada tahap
elaborasi siswa melaporkan hasil kerja kelompok, menanggapi
hasil kerja kelompok lain, serta menyempurnakan hasil kerja
kelompok. Kemudian pada tahap konfirmasi siswa bersama
guru menyusun kesimpulan, membuat catatan materi yang
penting, serta memajangkan hasil kerja kelompok. Dalam pada
itu guru juga melakukan observasi tentang keaktifan siswa
selama mengikuti proses belajar mengajar. Pembimbingan
selalu diberikan kepada semua siswa. Perhatian yang besar
terutama ditujukan kepada siswa yang kemampuannya rendah.

29
Di akhir pertemuan guru membekali siswa dengan PR. PR ini
berfungsi sebagai sarana pendalaman materi pelajaran dengan
memanfaatkan waktu di rumah.
c. Penutup
Untuk mengetahui kemajuan siswa dalam proses belajar
mengajar maka di akhir siklus diadakan tes. Tes yang
dilaksanakan di akhir siklus adalah tes tertulis. Bentuk soal
yang digunakan dalam tes akhir siklus adalah uraian.
3. Observasi/Hasil Pengamatan
a. Performansi Guru
Pengamatan terhadap performansi guru dilakukan oleh
Observer pengamatan dilakukan pada setiap pelaksanaan
pembelajaran. Kemampuan guru pada masing-masing
pertemuan dinilai dengan menggunakan lembar APKG.
Lembar APKG yang digunakan terdiri dari APKG I yaitu
penilaian terhadap RPP yang dibuat guru sedangkan APKG II
mengenai pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan
model matematika realistik.
Tabel 1
Rekapitulasi Hasil Penilaian
Kemampuan Guru dalam Membuat RPP Siklus 1

No Aspek Penilaian Nilai


1 Merumuskan tujuan pembelajaran/indikator 5.00
Mengembangkan dan mengorganisasikan
2 materi, media pembelajaran, dan sumber 4.40
belajar
3 Merencanakan skenario kegiatan pembelajaran 4.30
4 Merancang pengelolaan kelas 4.10
Menentukan prosedur, jenis, dan menyiapkan
5 4.50
alat penilaian
6 Tampilan dokumen rencana pembelajaran 4.60
Jumlah 269
Rata-Rata APKG 1 4.48
Nilai APKG 1 85.2

30
Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai kemampuan guru dalam
membuat RPP siklus I mencapai 85,2. Sementara itu, perolehan
nilai kemampuan guru dalam pelaksanaan pembelajaran
Matematika Realistik yang dinilai dengan menggunakan APKG
II tersebut tidak jauh berbeda dengan perolehan nilai APKG I.
Rekapitulasi nilai APKG terhadap pelaksanaan pembelajaran
siklus I terdapat pada tabel 2 berikut. Data selengkapnya dapat
dilihat di lampiran.
Tabel 2
Rekapitulasi Hasil Penilaian
Kemampuan Guru dalam Membuat RPP Siklus 1

No Aspek Penilaian Nilai


1 Mengelola Ruang dan fasilitas pembelajaran 4.10
2 Melaksanakan kegiatan pembelajaran 4.13
3 Mengelola interaksi kelas 3.30
Bersikap terbuka dan luwes serta membantu
4 mengembangkan sikap positif siswa terhadap 3.90
belajar
Mendemontrasikan kemampuan khusus mata
5 4.20
pelajaran Matematika
Melaksanakan evaluasi proses pembelajaran
6 4.50
dan hasil belajar
7 Kesan umum kenerja guru / calon guru 4.40
Jumlah 28.3
Rata-Rata APKG 2 4.75
Nilai APKG 2 74.8

Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui bahwa nilai kemampuan


guru dalam pelaksanaan pembelajaran siklus I mencapai 74.8.
Nilai performansi guru pada siklus I dapat diperoleh dari nilai
APKG 1 dan APKG 2 dengan bobot dan rumus yang telah
ditentukan. APKG 1 memiliki nilai bobot 1 sedangkan APKG 2
memiliki nilai bobot 2. Rekapitulasi nilai performansi guru
siklus I dapat dilihat pada tabel 3
Tabel 3
Rekapitulasi Nilai Performansi Guru Siklus I
No Aspek Penilaian Nilai Bobot Nilai
Akhir

31
1 Kemampuan guru membuat rencana
85.2 1 85.2
pembelajaran (APKG 1)
2 Kemampuan guru melaksanakan
74.8 2 149.60
pembelajaran
Jumlah 3 232.8
Nilai Performansi guru 78.26

Performansi guru pada rentang nilai 86-100, termasuk dalam


kriteria A, rentang nilai 81-85 termasuk dalam kriteria AB,
rentang nilai 71-80 termasuk dalamkriteria B, rentang nilai 66-
70 termasuk dalam kriteria BC, rentang nilai 61,65 termasuk
dalam kriteria C, rentang nilai 56-60 termasuk dalam kriteria
CD, rentang nilai 51-55 termasuk dalam kriteria D, dan rentang
nilai ≤ 50 termasuk dalam kriteria E. Berdasarkan tabel 6 di
atas, hasil pengamatan yang dilakukan oleh Observer
menunjukkan nilai performansi guru pada siklus I mencapai
nilai 77.64 termasuk kriteria B
b. Paparan Aktivitas Belajar Siswa
Data aktivitas belajar siswa merupakan gambaran keterlibatan
siswa dalam pembelajaran yang diperoleh dari hasil
pengamatan yang dilakukan oleh guru melalui lembar
pengamatan aktivitas belajar siswa. Rekapitulasi hasil
pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa siklus I selama
pembelajaran dengan model pembelajaran Matematika
Realistik dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4
Rekapitulasi Hasil Pengamatan Aktivitas Belajar Siswa Siklus I

No Indikator yang diamati Nilai


1 Keantusiasan siswa mengikuti pembelajaran 55
2 Keaktipan siswa dalam bertanya kepada guru 50
Keberanian siswa dalam mempresentasikan hasil
3 54
diskusi
Kemampuan siswa bekerja sama dalam
4 65
kelompok
Keberanian siswa mengemukakan pendapat atau
5 61
tanggapan

32
Jumlah 285
Rata-rata 57

Aktivitas siswa dikatakan memenuhi kriteria sangat tinggi


apabila berada pada rentang persentase 75%-100%, kriteria
tinggi apabila berada pada rentang persentase 50%-74,99%,
kriteria sedang apabila berada pada rentang persentase 25%-
49,99%, dan kriteria rendah apabila berada pada rentang
persentase 0%24,99%. Tabel 4, menunjukkan aktivitas siswa
pada pelaksanaan tindakan pembelajaran siklus I mencapai 57 %
dan termasuk dalam kriteria tinggi.
c. Paparan Hasil Belajar Siswa
Dalam kegiatan pembelajaran ini siswa diberi kesempatan
untuk menggunakan alat peraga yang berhubungan dengan
kehidupan nyata siswa yang telah disediakan secara kelompok.
Guru juga melakukan observasi tentang keaktifan siswa selama
mengikuti proses pembelajaran. Untuk melatih kemampuan
siswa maka mereka diberi kesempatan untuk mengerjakan soal-
soal latihan. Pembimbingan selalu diberikan kepada semua
siswa. Perhatian yang besar terutama sekali ditujukan kepada
siswa yang kemampuannya rendah. Sebenarnya materi
pelajaran pecahan dan operasinya ini merupakan materi yang
tidak terlalu memiliki kesulitan berarti. Mestinya tidak begitu
sulit bagi siswa, tapi ternyata ada saja siswa yang kelihatan
bingung, kurang menguasai materi pelajaran yang dimaksud.
Melalui latihan-latihan yang diberikan guru serta pemanfaatan
alat peraga yang berhubungan dengan kehidupan nyata siswa,
lambat laun mereka juga akhirnya memahami.
Hasil belajar siswa pada pelaksanaan tindakan siklus I
diperoleh dari tes formatif yang dilakukan pada akhir siklus I
yaitu pada pertemuan 1 Maret 2023 Rekapitulasi hasil belajar
siswa siklus I pada materi globalisasi dapat dilihat pada tabel 8.

33
Tabel 5
Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa Siklus I
Siklus 1
Hasil Belajar
Banyaknya siswa persentase Ket
Nilai ≥ 75 1 10 % Tuntas
Nilai < 75 9 90 % Tidak Tuntas
Nilai Rata-rata 65.00

Berdasarkan data pada tabel 5, menunjukkan nilai rata-rata


siswa sebesar 65.00. Hasil tersebut belum mencapai indikator
keberhasilan seperti yang ditentukan yaitu 75, siswa dikatakan
tuntas belajar jika siswa memperoleh nilai 75. Sementara itu,
berdasarkan data hasil belajar siswa pada tabel 5, dapat
diketahui bahwa siswa yang tuntas belajar berjumlah 1 siswa
atau 10 % dan yang tidak tuntas belajar dan 9 siswa atau 90 %.
Perolehan tersebut belum mencapai indikator keberhasilan
yang ditentukan yakni sebesar 75%.
d. Tanggapan Siswa
Rupanya para siswa sudah memahami tentang kegiatan yang
sedang dilaksanakan oleh guru peneliti di kelasnya. Mereka
juga telah mengetahui tentang fungsi alat peraga seperti kue,
apel dan lidi untuk meningkatkan pemahaman dalam belajar.
Siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran dan tampak
senang melakukan kegiatan memahami materi pecahan dan
operasinya. Aktifitas belajar yang demikian itu berdampak
pada peningkatan pemahaman dan prestasi belajar siswa pada
materi pecahan dan operasinya.
e. Hasil belajar di akhir siklus I
Tes akhir siklus I dilaksanakan pada hari yang sama Maret
2023 di rumah salah seorang siswa kelas IV dengan banyak
siswa berjumlah 10 orang, seluruhnya mengikuti tes akhir
siklus I. Setelah dilakukan penilaian di akhir siklus I diperoleh
nilai tertinggi 76, nilai terendah 62, dan rata-rata nilainya 65.

34
Indikator Kinerja dan Pencapaiannya.
Indikator kinerja siklus I adalah 75 Namun ternyata dari tes akhir
siklus I diperoleh rata-rata nilai 60. Dengan demikian berarti
indikator kinerja siklus I tidak tercapai. Hal tersebut menunjukkan
bahwa tingkat pendalaman terhadap materi pelajaran pada subjek
penelitian belum tercapai.
4. Refleksi
Refleksi merupakan kegiatan meninjau kembali tentang tindakan
kelas yang telah dilaksanakan dan terhadap hasil belajar yang
diperoleh siswa di akhir siklus I. Jika kita lihat dan kita bandingkan
antara nilai kondisi awal dengan nilai di akhir siklus I sudah terjadi
peningkatan. Rata-rata nilai pada kondisi awal hanya 59,
sedangkan rata-rata nilai pada siklus I sudah mencapai 65. Dari
data yang diperoleh, dapat dilihat secara garis besar hasil
pembelajaran yang telah dilaksanakan. Berdasarkan ulasan
tersebut, guru melakukan refleksi dan revisi sebagai upaya
melakukan perbaikan pada siklus II.
a. Performansi guru
Performansi guru pada pembelajaran siklus I ditunjukkan
dengan nilai APKG yang diperoleh guru yaitu 78.26. Nilai
tersebut sudah memenuhi indikator keberhasilan yang telah
ditetapkan sebelumnya yaitu minimal guru memperoleh nilai
71 atau termasuk ke dalam kriteria B. Meskipun demikian
penilaian yang dilakukan observer pada lembar Alat Penilaian
Kemampuan Guru (APKG) masih terdapat beberapa perolehan
point rendah yang perlu diperhatikan guru untuk perbaikan
pembelajaran selanjutnya.
Perbaikan tidak hanya difokuskan pada nilai APKG saja. Selain
itu, guru juga perlu meninjau kembali pembelajaran yang telah
dilaksanakan sehingga guru dapat menentukan pula hal-hal
yang dapat dijadikan bahan koreksi.

35
Beberapa kemampuan guru dalam merancang pembelajaran
yang perlu diperhatikan antara lain penggunaan buku pelajaran
yang digunakan sehingga pada terbatasnya pengembangan
materi sehingga materi yang disampaikan kepada siswa masih
kurang bervariasi terutama untuk memberikan contoh dampak
positif dan negatif globalisasi.
Selanjutnya, kemampuan untuk mengarahkan siswa pada
pokok materi masih kurang mengena. Pertanyaan yang
diajukan ketika kegiatan tanya jawab pada saat kegiatan
pembelajaran masih bersifat spontan, sehingga guru belum
optimal dalam melibatkan siswa terhadap proses pembelajaran.
Kemampuan guru pada saat pelaksanaan pembelajaran yaitu
pergantian dari pembelajaran klasikal ke pembelajaran yang
lebih menekankan keaktifan siswa, sehingga pembelajaran
menjadi student center.
b. Aktivitas belajar siswa
Data hasil pengamatan aktivitas belajar siswa siklus I belum
mencapai indikator keberhasilan, ditunjukkan dengan
persentase aktivitas siswa selama pembelajaran masih rendah.
Siswa belum terlibat sepenuhnya dalam pembelajaran yang
dilaksanakan guru. Penguatan terhadap siswa yang aktif
terkadang tidak diberikan secara langsung, sehingga suasana
kompetitif antar siswa masih kurang. Hal ini menyebabkan
masih rendahnya antusias siswa terhadap pembelajaran
terutama keberanian untuk bertanya. Dari lima indikator yang
diamati indikator nomor 2 tentang keaktifan siswa dalam
bertanya kepada guru mendapatkan nilai rata-rata aktivitas
siswa yang paling rendah yaitu 51 %.
Kesadaran siswa untuk saling membantu temannya dalam
memahami tugas yang diberikan masih kurang. Siswa yang
pintar cenderung ingin cepat menyelesaikan tugas. Beberapa

36
siswa cenderung masih pasif dalam mengemukakan
pendapatnya. Guru belum melibatkan siswa secara optimal
dalam memberikan tanggapan terhadap presentasi kelompok
lain.
c. Hasil Belajar Siswa
Rata-rata hasil belajar dari tes formatif yang telah dilaksanakan
yaitu 10% siswa yang mencapai KKM 75. sehingga persentase
ketuntasan minimal (75%) belum tercapai. Perolehan hasil
yang masih jauh dari target ini disebabkan oleh beberapa
faktor, diantaranya: kontrol guru terhadap kelompok belajar
siswa, juga siswa belum terbiasa dengan pembelajaran dunia
nyata yang dikaitkan dengan pembelajaran matematika, serta
kesadaran siswa dalam mengikuti pembelajaran masih sangat
kurang. Selain faktor-faktor di atas, Guru terlalu sering
menggunakan kosakata baru tanpa menyertakan artinya.
Sementara itu, sebagian besar siswa masih belum menghafal
pengertian dari kosakata baru yang terdapat pada materi seperti
kata individualis dan konsumtif, sehingga dalam proses
pembelajaran guru harus sering mengulang kata-kata tersebut
beserta artinya. Selain itu, perhatian guru belum merata ke
semua siswa misalnya, guru terlalu sering mengarahkan
perhatiannya kepada siswa yang aktif. Akibatnya, beberapa
siswa kurang memperhatikan materi yang disampaikan.
Terkadang siswa mengobrol dengan teman sebangkunya
tentang hal-hal yang tidak berkaitan dengan materi pelajaran
sehingga tidak semua materi dapat diterima dan diserap dengan
baik.
d. Revisi
Deskripsi data pada hasil pelaksanaan tindakan siklus I
menunjukkan beberapa poin yang perlu diperbaiki pada
pelaksanaan pembelajaran. Guru perlu melakukan perbaikan

37
agar pembelajaran pada siklus selanjutnya dapat lebih
memuaskan. Berdasarkan refleksi yang dilakukan guru
merancang perbaikan yang diterapkan pada pelaksanaan
pembelajaran siklus II antara lain:
1) Pemberian motivasi kepada kelompok berupa reward
agar dapat bekerjasama dan meningkatkan kepedulian
terhadap teman satu kelompok sehingga dapat
menerima penghargaan sebagai tim terbaik.
2) Penguatan berupa tanda bintang dan smile kepada siswa
yang aktif secara langsung pada saat pembelajaran serta
pemberian hadiah kepada siswa favorit. Selain itu, guru
dapat membuat papan pajangan untuk memajang foto
kelompok dan siswa favorit pada setiap pertemuan.
3) Guru berpindah ke posisi-posisi tertentu untuk
mempermudah guru untuk mengarahkan perhatian pada
seluruh kelas.
4) Guru memperbanyak pertanyaan terstruktur untuk
mengetahui daya serap siswa terhadap materi yang
disampaikan.
5) Penggunaan media kartu untuk menunjang kegiatan
LKS sehingga meningkatkan keantusiasan siswa
terhadap tugas serta interaksi antar anggota kelompok.
6) Perbaikan RPP berupa penyesuaian jumlah soal dan
kriteria penilaian pada pada kuis individu serta
memperbaiki kualitas soal agar tidak menimbulkan
jawaban ganda.
7) Perbaikan RPP dengan menambah buku pelajaran yang
digunakan guna mengembangkan materi pembelajaran.
8) Guru memberikan pengarahan kepada siswa tentang
kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan terutama
mengenai arah tempat duduk kelompok sehingga semua

38
siswa dapat mengikuti setiap kegiatan pembelajaran
dengan jelas.

c) Deskripsi Siklus II
1. Perencanaan Tindakan
Pada siklus II, yang akan dibelajarkan adalah pengurangan pecahan
dengan penyebut sama dan penyebut tidak sama. Kegiatan
pembelajaran pada siklus II terdiri atas dua pertemuan. Langkah-
langkah yang dibuat sama seperti pada siklus pertama, yaitu:
meliputi mempersiapkan RPP dengan menggunakan pendekatan
matematika realistik, menyiapkan lembar pengamatan aktivitas
guru dan siswa, lembar wawancara, lembar untuk catatan lapangan,
lembar kegiatan siswa dan mempersiapkan media pembelajaran.
Selain itu, hasil refleksi pada siklus I juga dijadikan bahan acuan
dalam perbaikan mengajar pada siklus II. Perbaikan dilakukan
pada tahapan-tahapan pembelajaran realistik yang masih memiliki
kekurangan.
2. Pelaksanaan Tindakan
Siklus II dilaksanakan pada tanggal Maret 2023 Tindakan
pembelajaran pada siklus II dilaksanakan dengan memperhatikan
refleksi dan revisi pelaksanaan, tindakan pembelajaran pada siklus
I. Analisis data pelaksanaan tindakan siklus II terdiri dari
pengamatan terhadap performansi guru, aktivitas belajar siswa, dan
hasil belajar siswa selama proses pembelajaran:
Dalam aspek pemahaman konsep, pada saat berkeliling
membimbing kelompok, guru akan mengarahkan siswa untuk
mengaitkan konsep pecahan yang sedang dipelajari dengan konsep
matematika yang lain dan dengan kehidupan sehari-hari. Misalkan
dalam membagi kue tiruan guru memahamkan siswa bahwa dalam
membagi kue harus sama. Supaya sama pada saat membagi, siswa

39
bisa membagi dengan menghitung derajatnya (kue berbentuk
lingkaran). Selain itu, masih dalam aspek pemahaman konsep, guru
mengkondisikan siswa agar menjelaskan jawaban kelompok
dengan bantuan gambar pada papan tulis. Misalnya dengan cara
meminta bantuan siswa yang bisa menggambar, untuk
menggambarkan jawaban kelompok di papan tulis. Dalam aspek
pembagian kelompok siswa terdiri atas siswa pandai dan kurang
pandai serta adanya penjelasan di awal pembelajaran tentang tugas-
tugas setiap anggota dalam kelompok. Dalam aspek pengerjaan
LKS, guru akan menjelaskan dengan pelan-pelan supaya siswa
memahami maksud soal dengan baik dan memberikan kesempatan
lebih banyak untuk bertanya dengan memberikan giliran kelompok
untuk bertanya. Terakhir dalam aspek presentasi, guru akan
menuntun siswa untuk berbicara di depan kelas dan lebih
memotivasi siswa untuk bertanya, memberikan pendapat dan
menyanggah jawaban teman dengan menunjuk tiap kelompok
secara bergiliran dan guru memberikan contoh bagaimana cara
melakukannya.
3. Observasi/ Pengamatan
a) Performansi Guru
Pengamatan terhadap performansi guru pada siklus II dengan
menggunakan model pembelajaran matematika realistik
dilakukan pada pertemuan 1 Performansi guru dinilai dari
aspek kemampuan guru dalam membuat RPP dan pelaksanaan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pembelajaran yang
dilakukan guru pada siklus II mengacu pada refleksi dan revisi
tindakan pada siklus I. Guru telah melakukan perbaikan-
perbaikan guna meningkatkan performansi yang dilaksanakan
pada siklus II. Poin-poin APKG pada siklus I yang
mendapatkan nilai rendah sudah mengalami peningkatan

40
sehingga nilai performansi guru pada siklus II mengalami
peningkatan.
Peningkatan performansi guru dapat dilihat pada data hasil
pengamatan lembar APKG 1 dan APKG 2 yang dilakukan oleh
Observer. Rekapitulasi hasil penilaian kemampuan guru dalam
membuat RPP siklus II pada masing-masing pertemuan dapat
dilihat pada tabel 10
Tabel 6
Rekapitulasi Hasil Penilaian
Kemampuan Guru dalam Membuat RPP Siklus II

No Aspek Penilaian Nilai


1 Merumuskan tujuan pembelajaran/indicator 5.00
Mengembangkan dan mengorganisasikan materi,
2 4.66
media pembelajaran, dan sumber belajar
3 Merencanakan skenario kegiatan pembelajaran 4.70
4 Merancang pengelolaan kelas 4.50
Menentukan prosedur, jenis, dan menyiapkan alat
5 4.60
penilaian
6 Tampilan dokumen rencana pembelajaran 4.60
Jumlah 28.06
Rata-Rata APKG 1 4.67
Nilai APKG 1 93.4

Tabel 10, menunjukkan peningkatan nilai kemampuan guru


dalam membuat RPP siklus II mencapai 93.4. kalau
dibandingan dari perolehan nilai pada siklus 1, pada siklus II
ada peningkatan yaitu pada siklus I perolehan nilai APKG 1
( dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
meperoleh nilai 85.2 dan pada siklus II memperoleh nilai 93.4.
jadi pada siklus II ada peningkatan sebesar 8,2 atau 9,02 %.
Sementara itu, hasil penilaian kemampuan guru dalam
pelaksanaan pembelajaran siklus II dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7
Rekapitulasi Hasil Penilaian
Kemampuan Guru dalamMelaksanakan Pembelajaran

No Aspek Penilaian Nilai


1 Mengelola Ruang dan fasilitas pembelajaran 4.60

41
2 Melaksanakan kegiatan pembelajaran 4.50
3 Mengelola interaksi kelas 4.70
Bersikap terbuka dan luwes serta membantu
4 4.60
mengembangkan sikap positif siswa terhadap belajar
Mendemontrasikan kemampuan khusus mata
5 4.40
pelajaran PKn
Melaksanakan evaluasi proses pembelajaran dan
6 5.00
hasil belajar
7 Kesan umum kenerja guru / calon guru 4.80
Jumlah 32.60
Rata-Rata APKG 1I 4.65
Nilai APKG 1I 92.3

Nilai kemampuan guru dalam pelaksanaan pembelajaran siklus


II mencapai 92.3 Nilai performansi guru pada siklus II
diperoleh dari APKG 1 dan 2. Rekapitulasi nilai performansi
guru siklus II dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8
Rekapitulasi Nilai Performansi Guru Siklus II
No Aspek Penilaian Nilai Bobot Nilai
Akhir
1 Kemampuan guru membuat rencana
93.4 1 93.4
pembelajaran (APKG 1)
2 Kemampuan guru melaksanakan
92.3 2 182.6
pembelajaran
Jumlah 3 276
Nilai Performansi guru 92.0

Performansi guru pada rentang nilai 86-100 termasuk dalam


kriteria A, rentang nilai 81-85 termasuk dalam kriteria AB,
rentang nilai 71-80 termasuk dalam kriteria B, rentang nilai 66-
70 termasuk dalam kriteria BC, rentang nilai 61.65 termasuk
dalam kriteria C, rentang nilai 56-60 termasuk dalam kriteria
CD, rentang nilai 51-54 termasuk dalam kriteria D, dan rentang
nilai ≤ 50 termasuk dalam kriteria E. Tabel 8 menunjukkan
performansi guru pada proses pembelajaran siklus II sangat
baik dan memenuhi syarat lulus dengan rata-rata nilai akhir

42
92.0. Peningkatan performansi guru dapat dilihat pada gambar
1
Gambar 4
Peningkatan Performansi Guru dari Siklus I ke Siklus II
92.00
100 78,26
80
60
40
20
0
siklus 1 Siklus 2

Pada gambar 4 di atas, menunjukkan bahwa performansi guru


dari siklus 1 ke siklus II ada peningkatan yang signifikan,
untuk lebih jelasnya penulis paparkan hasil perolehan nilai
performansi guru pada siklus 1 yaitu 78,26. Perolehan nilai
pada siklus II yaitu 92,00. jadi peningkatan dari siklus 1 ke
siklus II yaitu 13.74.
b) Aktivitas Belajar Siswa
Data aktivitas belajar siswa merupakan gambaran keterlibatan
siswa dalam pembelajaran yang diperoleh berupa hasil
pengamatan yang dilakukan guru melalui lembar pengamatan
aktivitas belajar siswa. Rekapitulasi hasil pengamatan terhadap
aktivitas belajar siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel 9
Tabel 9
Rekapitulasi Hasil Pengamatan Aktivitas Belajar Siswa Siklus II
No Indicator yang diamati Nilai
1 Keantusiasan siswa mengikuti pembelajaran 80
2 Keaktipan siswa dalam bertanya kepada guru 75
3 Keberanian siswa dalam mempresentasikan hasil
82
diskusi
4 Kemampuan siswa bekerja sama dalam kelompok 78
5 Keberanian siswa mengemukakan pendapat atau
82
tanggapan
Jumlah 397
Rata-rata 79 %

43
Aktivitas siswa dikatakan memenuhi kriteria sangat tinggi
apabila berada pada rentang persentase 75%-100%, kriteria
tinggi apabila berada pada rentang persentase 50%-74,99%,
kriteria sedang apabila berada pada rentang persentase 25%-
49,99%, dan kriteria rendah apabila berada pada rentang
persentase 0%24,99%. Tabel 9 menunjukkan rata-rata
persentase aktivitas belajar siswa pada siklus II secara
keseluruhan mencapai 79%.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan
bahwa persentase aktivitas belajar siswa dalam model
pembelajaran Matematika Realistik termasuk dalam kriteria
sangat tinggi dan mencapai indikator keberhasilan yang
ditetapkan yaitu 75%. Aktivitas belajar siswa mengalami
peningkatan dari siklus I ke siklus II. Peningkatan aktivitas
belajar siswa dapat dilihat gambar 2

79
80
70 57
60
50
40
30
20
10
0
siklus 1 Siklus II

Gambar 2
Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa

c) Paparan Hasil Belajar Siswa


Dari 10 siswa yang hadir, sebanyak 8 orang memiliki skor
lebih dari 75, satu orang memiliki skor 70 dan satu orang lagi
memiliki skor 72. Presentase siswa yang mampu mencapai
KKM (70) adalah 80% dan yang belum mencapai KKM
sebanyak 20%.

44
Hasil belajar siswa siklus II diperoleh dari tes formatif yang
dilakukan pada akhir siklus II yaitu pada tanggal 10 Maret
2021 dengan materi Pecahan dan Operasi bilangannya.
Rekapitulasi hasil belajar siswa siklus II dapat dilihat pada
tabel 10
Tabel 10
Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa Siklus II
Siklus 1
Hasil Belajar
Banyaknya siswa Persentase Ket
Nalai ≥ 75 8 80 % Tuntas
Nilai < 75 2 8% Tidak Tuntas
Nilai Rata-rata 79.90

Tabel 10 menunjukkan nilai rata-rata sebesar 79.90.


Berdasarkan data hasil belajar siswa pada tabel 10, dapat
diketahui bahwa 8 siswa tuntas mencapai KKM dan hanya 2
siswa yang tidak tuntas untuk mencapai KKM
4. Refleksi
Berdasarkan pelaksanaan pembelajaran siklus II, penerapan model
Matematika Realistik pada materi Pecahan dan Operasi
bilangannya dalam mata pelajaran Matematika kelas IV sudah
mencapai hasil sesuai indikator keberhasilan. Peningkatan tersebut
dicapai melalui perbaikan yang dilakukan berdasarkan hasil
refleksi pada siklus I yang dapat dilihat dari hasil pengamatan
terhadap aktivitas belajar siswa, hasil belajar siswa, dan
performansi guru. Berikut akan diuraikan lebih rinci refleksi
terhadap pelaksanaan pembelajaran siklus II.
a. Performansi Guru
Performansi guru mengalami kemajuan, ditunjukkan dengan
hasil penilaian APKG yang diperoleh guru, 78,26 pada
pertemuan 1 dan 92.00 pada pertemuan 2. Nilai ini diperoleh
setelah guru melakukan perbaikan pada perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran. Berdasarkan kekurangan yang

45
terdapat di siklus I, guru menyiapkan pertanyaan-pertanyaan
terstruktur untuk mengetahui daya serap siswa terhadap materi
yang disampaikan. Guru juga telah menambah buku pelajaran
sebagai pedoman guru untuk mengembangkan materi
pelajaran.
b. Aktivitas Siswa
Berdasarkan analisis data hasil belajar siswa pada siklus II
perolehan skor aktivitas siswa mengalami peningkatan pada
tiap pertemuan di siklus II. Aktivitas siswa pada pertemuan 1
mencapai 57%, sedangkan pertemuan 2 mencapai 79%.
Perbaikan pembelajaran yang dilakukan guru telah
meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Antusias
siswa untuk mengikuti pembelajaran ditunjukkan dengan
tingkat perhatian siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan
guru. Guru memberikan petunjuk kegiatan dengan jelas
sehingga siswa mengikuti urutan kegiatan pembelajaran dengan
baik serta memberikan kemudahan bagi guru dalam memantau
kegiatan siswa.
c. Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan ditunjukkan
dengan rata-rata nilai yang diperoleh siswa yakni 79.90. Pada
pelaksanaan siklus II tidak semua nilai yang diperoleh siswa
tuntas KKM. Jumlah siswa yang mencapai KKM 75 sebanyak
8 siswa dengan persentase ketuntasan belajar sebesar 80%
sedangkan 2 siswa lainnya tidak tuntas KKM atau 20%. Hasil
belajar tersebut meningkat karena guru telah melakukan
beberapa perbaikan.
d. Revisi
Berdasarkan hasil analisis data pelaksanaan tindakan pada
siklus II, pembelajaran yang telah dilakukan dapat dikatakan
berhasil karena seluruh aspek yang diteliti telah memenuhi

46
indikator keberhasilan serta tidak perlu melakukan siklus
selanjutnya. Hasil observasi berupa pengamatan terhadap
aktivitas siswa juga mencapai perolehan nilai 79% dan
termasuk ke dalam kriteria sangat tinggi. Hasil belajar berupa
nilai rata-rata kelas 79.90 dan telah memenuhi nilai minimal 75
sebagai KKM serta ketuntasan belajar klasikal telah mencapai
lebih dari 75%, yakni 80%. Performansi guru dalam
pembelajaran telah memenuhi nilai minimal 71 yakni 92.00.
Dengan demikian, penerapan model pembelajaran Matematika
Realistik pada pembelajaran Matematika materi Pecahan dan
Operasi bilangannya telah selesai dilaksanakan dengan hasil
yang memuaskan, sehingga guru tidak perlu melakukan
perbaikan tindakan melalui pelaksanaan tindakan siklus III.
B. Pembahasan
Pada siklus I, pelaksanaan pembelajaran oleh guru masih memiliki
banyak kekurangan. Meski begitu, pada siklus II guru sudah mampu
mengoptimalkan kinerjanya yang berimbas pula pada optimalnya
keaktifan siswa. Dari data tersebut dapat terlihat bahwa pada saat kinerja
guru pada siklus I ke siklus II meningkat, kemudian keaktifan siswa juga
meningkat, maka hasil belajar siswa pun meningkat. Hasil belajar siswa
meningkat seiring dengan meningkatnya kinerja guru dan keaktifan siswa.
Peningkatan itu terjadi karena pada siklus II guru telah sukses
melaksanakan rencana perbaikan pada siklus I: diantaranya: Dalam aspek
pemahaman konsep, pada saat berkeliling membimbing kelompok, guru
akan mengarahkan siswa untuk mengaitkan konsep pecahan yang sedang
dipelajari dengan konsep matematika yang lain dan dengan kehidupan
sehari-hari. Misalkan dalam membagi kue tiruan guru memahamkan siswa
bahwa dalam membagi kue harus sama. Supaya sama pada saat membagi,
siswa bisa membagi dengan menghitung derajatnya (kue berbentuk
lingkaran).

47
Dalam aspek pembagian kelompok siswa terdiri atas siswa pandai
dan kurang pandai serta adanya penjelasan di awal pembelajaran tentang
tugas-tugas setiap anggota dalam kelompok. Dalam aspek pengerjaan
LKS, guru akan menjelaskan dengan pelan-pelan supaya siswa memahami
maksud soal dengan baik dan memberikan kesempatan lebih banyak untuk
bertanya dengan memberikan giliran kelompok untuk bertanya. Terakhir
dalam aspek presentasi, guru akan menuntun siswa untuk berbicara di
depan kelas dan lebih memotivasi siswa untuk bertanya, memberikan
pendapat dan menyanggah jawaban teman dengan menunjuk tiap
kelompok secara bergiliran dan guru memberikan contoh bagaimana cara
melakukannya.
Untuk meyakinkan bahwa data yang diperoleh dari hasil observasi
dan tes siklus, maka dilakukan perbandingan lagi dengan catatn lapangan
dan hasil wawancara pada setiap siklus. Berdasarkan hasil catatan
lapangan yang telah dibuat disimpulkan bahwa pada siklus I guru masih
memiliki banyak kekurangan. Pada siklus II Sehingga dapat dikatakan
meski guru tidak melaksanakan poin tersebut siswa tidak terlalu
terpengaruh. Salah satu diantaranya adalah ketika guru tidak memberikan
alat peraga berupa benda sebenarnya, karena pada pendekatan realistik
memang alat peraga tidak harus benda sebenarnya, namun yang lebih
penting adalah alat peraga itu bisa digunakan siswa untuk memahami
konsep.
Hasil wawancara juga membuktikan bahwa data yang didapat
dapat dipercaya, karena pada siklus I siswa menyatakan belum merasa siap
dengan kerja kelompok dan belum terbiasa melaporkan jawaban. Namun
pada siklus II siswa menyatakan sudah merasa nyaman dan pada siklus III
siswa sudah mulai menikmati setiap tahapan dalam pembelajaran realsitik.
Dari triangulasi di atas dapat disimpulkan bahwa ada kesesuaian data
antara hasil observasi, hasil tes siklus, catatn lapangan dan hasil
wawancara terhadap siswa.

48
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat
disimpulkan bahwa: Pembelajaran matematika melalui pendekatan
matematika realistik dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa
tentang pecahan di kelas IV SD Negeri Sriwidari 1. Pada siklus I,
persentase jumlah siswa yang hasil belajar pecahannya mencapai atau
melebih KKM sebanyak 20%. Sedangkan pada siklus II persentasenya
meningkat menjadi 80%.
Prinsip penggunaan konteks, dilaksanakan oleh guru dengan
memberikan masalah tentang pecahan yang terkait dengan kehidupan
sehari-hari siswa sehingga siswa mampu memahami masalah dengan baik.
Prinsip penggunaan model, dilaksanakan guru dengan menyediakan alat
peraga kue tiruan. Melalui kue tiruan siswa dapat mencari berbagai model
penyelesaian masalah. Prinsip pemanfaatan hasil konstruksi siswa,
dilakukan pada saat setiap siswa harus melaporkan jawaban kelompoknya.
Setelah semua kelompok maju ke depan, siswa menyimpulkan model-
model yang dihasilkan oleh semua kelompok yang kemudian diarahkan
oleh guru menjadi model-model formal.
Melalui aktivitas ini, selain siswa terlatih untuk berbicara di
hadapan temantemannya, juga terlatih untuk menganalisis pendapat-
pendapat temannya, sehingga mampu membuat sebuah kesimpulan.
Prinsip interaktivitas muncul ketika guru mengkondisikan pembelajaran
dalam bentuk kelompok, sehingga terjadi interaktivitas, baik siswa dengan
kelompoknya, siswa dengan kelompok lain, maupun siswa dengan guru.
Interaksi memungkinkan siswa memiliki banyak informasi yang akan
menambah pengetahuan mereka. Prinsip keterkaitan dilaksanakan guru
dengan mengarahkan siswa pada saat menyelesaikan masalah untuk
mengaitkan masalah dengan konsep matematika lain yang telah mereka

49
ketahui dan dengankehidupan sehari-hari. Hal ini berakibat positif
terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah.
Dengan mengaitkan pembelajaran dengan konsep lain dan dengan
kehidupan sehari-hari siswa menjadi lebih mudah dalam mendapatkan
penyelesaian masalah. Prinsip bimbingan dilaksanakan guru dengan
senantiasa membimbing siswa dari mulai kegiatan pendahuluan sampai
kegiatan penutup. Bimbingan dilakukan sampai siswa mendapatkan
penyelesaian atas masalah yang diberikan. Bimbingan dari guru
memungkinkan siswa terhindar dari rasa bosan. Sebaliknya dengan
bimbingan dari guru siswa memiliki motivasi yang tinggi dalam
menyelesaikan masalah.
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, banyak
sekali kesalahan yang mungkin ada di dalam pembuatan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK), baik dari segi kebahasaan, penulisan, dan isi dari
PTK ini sendiri. Kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam
menjelaskan tentang PTK di atas dengan sumber-sumber yang lebih
banyak dan dapat di pertanggung jawabkan. Maka dari itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk
terwujudnya makalah yang lebih baik.
Terkait hasil penelitian dan pembahasan serta simpulan yang telah
disajikan, beberapa saran yang dapat diberikan yaitu:
1. Untuk Siswa
a. Siswa hendaknya senantiasa aktif melaksanakan kegiatan
belajar sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh guru dengan
penuh perhatian dan ketekunan.
b. Siswa hendaknya aktif dalam kegiatan tanya jawab yang dilakukan
oleh guru dan bertanya ketika menemui kesulitan.
2. Untuk Guru
a. Guru hendaknya menggunakan model pembelajaran Matematika
Realistik sebagai alternatif model pembelajaran khususnya pada

50
mata pelajaran Matematika materi Pecahan dan Operasi
bilangannya di kelas IV.
b. Rancangan pembelajaran sebaiknya disiapkan secara maksimal
agar tercipta kondisi pembelajaran yang menarik tanpa
mengesampingkan keefektifan penyampaian materi.
c. Guru hendaknya mempersiapkan dan menggunakan media, alat
peraga, dan sumber belajar yang dibutuhkan untuk membantu
siswa dalam memahami materi pelajaran sehingga dapat mencapai
tujuan pembelajaran.
d. Guru hendaknya membimbing siswa melalui situasi yang sesuai
dengan karakter dan latar belakang siwa, sehingga pembelajaran
bukan hanya sekedar proses menghafal melainkan pembelajaran
bermakna yang akan melekat pada diri siswa.
e. Guru hendaknya terus memberikan motivasi dan bimbingan
kepada siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran terutama
pada kegiatan yang dirancang untuk membantu siswa
mengembangkan keterampilan sosialnya sehingga siswa benar-
benar mengalami proses belajarnya dengan baik.
f. Guru dapat melakukan variasi model pembelajaran matematika
realistik dengan metode lainnya, sehingga diperoleh metode yang
lebih sesuai dengan karakteristik pokok bahasan dan kondisi siswa
g. Guru hendaknya senantiasa melakukan inovasi pembelajaran agar
siswa bersemangat mengikuti kegiatan pembelajaran.
3. Pihak Sekolah
a. Pihak sekolah hendaknya memberikan kesempatan dan motivasi,
bagi guru yang hendak melakukan inovasi pembelajaran.
b. Model pembelajaran matematika realistik perlu disosialisasikan
dan dijadikan alternatif dalam pembelajaran di sekolah untuk
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

C.

51
Daftar Pustaka
Ariyanto, D.D. dkk. (2019). Keefektifan Model Pembelajaran Realistic
Mathematic Education dan Model Pembelajaran Snowball Throwing Berbantu
Media Magic Circle Terhadap Hasil Belajar. Journal Of Education Technology.
3(3).
Fahrudhin, A.G. dkk. (2018). Peningkatan Pemahaman Konsep Matematika
Melalui Realistic Mathematic Education Berbantu Alat Peraga Bongpas.
ANARGYA: Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika. 1(1).
Holisin, Iis. (2009). Melatih Penalaran Siswa Sekolah Dasar (SD) dalam
Memahami Konsep Bilangan Pecahan dan Menyelesaikan Masalah
Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Pecahan. Jurnal Didaktis. 8(3).
Mappeasse, Muh Yusuf. (2009). Pengaruh Cara dan Motivasi Belajar Terhadap
Hasil Belajar Programmable Logic Controller (PLC) Siswa Kelas III
Jurusan Listrik SMK Negeri 5 Makassar. Jurnal Media Teknologi. 1(2).
Ningsih, Seri. (2014). Realistic Mathematic Education: Model Alternatip
Pembelajaran Matematika Sekolah. Jurnal Pendidikan Matematika IAIN
Antasari. 1(2).
Nugroho, Moch Hendy. (2018). Penerapan Model Pembelajaran Realistic
Mathematics Education (RME) Untuk Meningkatkan Motivasi dan
Prestasi Belajar Matematika Materi Statistika Pada Peserta Didik Kelas XI
TP3RP SMK Negeri 1 Kendal Tahun Pelajaran 2015/2016. Journal Of
Medives: Journal Of Mathematics Education IKIP Veteran Semarang.
2(2).

52

Anda mungkin juga menyukai