Anda di halaman 1dari 49

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS DALAM

MENYELESAIKAN MASALAH PENERAPAN SPLDV MENGGUNAKAN


MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PADA
PESERTA DIDIK KELAS VIII.B SMP NEGERI 7 JAKARTA TIMUR

PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)


Dibuat untuk memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Metode Penelitian Pendidikan

Disusun oleh : Maskanur Rezky


NRM : 3115150871
Kelas : Pendidikan Matematika A 2015
Dosen Pengampu : Dr. Pinta Deniyanti Sampoerno, M.Si

Program Studi Pendidikan Matematika


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena

berkat rahmat dan karunia-Nya penulis bisa menyelesaikan proposal Penelitian

Tindakan Kelas (PTK) yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Berpikir

Matematis Dalam Menyelesaikan Masalah Penerapan SPLDV Menggunakan

Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Pada Peserta didik Kelas

VIII.B di SMP Negeri 7 Jakarta Timur ”. Proposal ini dibuat untuk memenuhi tugas

akhir pada mata kuliah Metode Penelitin Pendidikan Semester 108.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berperan

dalam pembuatan proposal ini, yakni:

1. Ibu Dr. Pinta Deniyanti Sampoerno, M.Si selaku dosen mata kuliah Metode

Penelitian Pendidikan yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan

proposal ini,

2. Ibu Tuti S., S.Pd guru mata pelajaran matematika kelas VIII.B di SMP Negeri

7 Jakarta Timur yang telah bersedia untuk diwawancarai oleh penulis.

Melalui proposal ini diharapkan dapat dilakukan penelitian sesuai masalah

yang dihadapi guru di dalam kelas, sehingga muncul inovasi model pembelajaran

yang baru dan dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematis peserta didik di

kelas VIII.B SMP Negeri 7 Jakarta Timur.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa proposal ini masih jauh dari kata

sempurna dan masih banyak kekurangannya, Oleh karena itu penulis

i
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Semoga proposal

ini dapat berguna bagi penulis dan pembaca dan dapat diterapkan untuk kemajuan

pendidikan di Indonesia, khususnya dalam bidang matematika.

Jakarta, 20 Juli 2018

Maskanur Rezky

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Fokus Masalah ............................................................................................. 5

C. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 5

BAB II ..................................................................................................................... 7

KAJIAN TEORITIK ............................................................................................... 7

A. Deskripsi Teori ............................................................................................. 7

B. Kerangka Berpikir ...................................................................................... 26

C. Hipotesis Tindakan..................................................................................... 27

BAB III ................................................................................................................. 28

METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 28

A. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 28

B. Rancangan Penelitian ................................................................................. 28

iii
C. Jenis dan Sumber Data ............................................................................... 29

D. Desain Penelitian Tindakan Kelas ............................................................. 30

E. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas .......................................................... 31

F. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 36

G. Instrumen Pengumpulan Data .................................................................... 37

H. Validasi Data .............................................................................................. 37

I. Analisis Data .............................................................................................. 38

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 40

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komponen Utama Pembelajaran CTL .................................................... 14

Tabel 2. Langkah-Langkah Pembelajaran CTL .................................................... 19

Tabel 3. Kelebihan dan Kekurangan CTL ............................................................ 20

Tabel 4. Kemungkinan Hasil dari Penyelesaian SPLDV ...................................... 23

Tabel 5. Kompetensi Dasar dan Indikator Materi SPLDV ................................... 25

Tabel 6. Tahapan-Tahapan Pelaksanaan PTK ...................................................... 31

Tabel 7. Kegiatan Prapenelitian ............................................................................ 32

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Grafik-Grafik Hasil Solusi SPLDV..................................................... 23

Gambar 2. Langkah-langkah Menyelesaikan SPLDV .......................................... 25

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu wujud upaya pembangunan nasional yang

bertujuan mencerdakan setiap individu sehingga mampu melahirkan individu-

individu yang berkualitas dan mampu berperan untuk negaranya. Untuk

mewujudkan pendidikan yang berkualitas diperlukan kerja sama yang baik

antarakomponen yang berperan dalam dunia pendidikan, khususnya di

Indonesia ini. Salah satu hal yang memegang peran penting dalam pendidikan

naisonal adalah sumber daya manusia yang berperan dalam proses Kegiatan

Belajar Mengajar (KBM), dalam hal ini guru dan peserta didik. Sebagai

pendidik, guru harus mampu berusaha meningkatkan kemampuan,

keterampilan dan kompetensinya dalam mengelola kelas sedemikian sehingga

dalam melakukan pengajaran dapat membuat suatu variasi mengajar yang dapat

meningkatkan motivasi belajar peserta didik sehingga materi yang disampaikan

akan mudah dipahami.

Matematika menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia (2006: 3) merupakan suatu kajian yang memiliki objek abstrak dan

dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran sutau konsep yang

diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga keterkaitan

1
antarkonsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas.1 Selain itu,

matematika sebagai disiplin ilmu dalam dunia pendidikan, juga sebagai bidang

studi yang sangat penting, baik untuk peserta didik maupun pengembagan ilmu

lainnya. Kedudukan matematika dalam dunia pendidikan memiliki peran vital,

karena matematika adalah alat dalam pendidikan kecerdasan akal dan memiliki

pengaruh signifikan dalam kehidupan manusia.

Menurut Muhammad Sholeh (1998: 34) matematika sebagai ilmu

pengetahuan dasar sangat dibutuhkan untuk mempersiapkan sumber daya

manusia yang handal dan mampu berkompetisi.2 Tetapi pada kenyataannya,

matematika merupakan suatu bidang studi yang dianggap sukar sehingga

banyak peserta didik yang tidak menyukai matematika dan bahkan dianggap

sebagai pelajaran yang membosankan sehingga capaian pembelajaran yang

diraih oleh peserta didik sering kali tidak sesuai yang diharapkan. Menurut

Soedjadi (dalam Yuhasrihati, 2012: 82) menyatakan matematika memiliki

beberapa karakteristik yakni sebagai berikut: memiliki objek kajian yang

abstrak, bertumpu pada kesepakatan, berpola pikir deduktif, konsisten dalam

sistem, memiliki simbol yang kosong dari arti dan memerhatikan semesta

pembicaraan.3

Salah satu penyebab dianggap sulitnya matematika adalah kurang tepatnya

model pembelajaran dalam menyampaikan materi yang disajikan oleh guru

1
Permendiknas No. 22. (2006). h. 4.
2
Erna Lukitawati. “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Bangun Ruang Sisi Datar Dengan
Menggunakan Kombinasi Pendekatan Pembelajaran Koperatif Tipe Jigsaw Dan Media Benda Asli”.
e-Journal Universitas Kanjuruhan Malang, Vo.6, 2016, Malang:UKM. (2016). h. 923.
3
Yuhasriarti. “Pendekatan Ralistik Dalam Pembelajaran Matematika”. e-journal Dosen Pendidikan
Matematika FKIP Unsyiah. Vol. 1, 2012, Banda Aceh: Universitas Unsyiah. (2012). h. 82.

2
yang cenderung monoton, terfokus pada guru dan peserta didik cenderung

hanya menjadi pendengar di kelas sehingga hal ini menyebabkan rendahnya

kemampuan pesserta didik dalam menyelesaikan masalah matematika yang

berkaitan dengan konsep dan menuntut untuk berpikir secara matematika.

Kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah matematika dengan

konsep-konsep dasar yang telah dimiliki dan menuntut kemampuan berpikir

secara matematika ini yang perlu ditindaklanjuti.

Sebagai salah satu lembaga pendidikan formal di SMP Negeri 7 Jakarta

Timur berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis terhadap guru

matematika di kelas VIII.B sekolah tersebut pada tanggal 7 Juni 2018 diperoleh

informasi dalam proses pembelajaran matematika masih banyak ditemui

beberapa permasalahan, diantaranya guru masih kesulitan dalam menetapkan

model pembelajaran yang tepat sedemikian sehingga berakibat pada peserta

didik kurang mampu memecahkan masalah kontekstual dalam matematika

melaui konsep-konsep yang telah diperoleh sebelumnya. Guru masih terbiasa

menggunakan model pembelajaran yang monoton, tidak menuntut peserta didik

untuk berpikir secara kreatif dan aktif dalam pembelajaran serta lebih berfokus

pada penyampaian materi sehingga proses belajar mengajar di kelas cenderung

membosankan.

Salah satu materi yang dianggap menjadi masalah bagi peserta didik di kelas

VIII.B SMP Negeri 7 Jakarta Timur adalah menerapkan konsep-konsep

penyelesaian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) dalam masalah

kontekstual yang biasa disajikan dalam bentuk soal cerita. Pembelajaran

3
matematika di kelas, perlu mengaitkan konsep-konsep yang dianggap abstrak

oleh peserta didik untuk dikaitkan dalam msalah kehidupan sehari-hari sehingga

peserta didik tertarik untuk mempelajarinya.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, perlu ditemukannya solusi yang

tepat dalam mengatasi masalah guru ketika menyampaikan materi yang

berakibat peserta didik kurang mengerti dalam menerapkan konsep-konsep

penyelesaian SPLDV dalam masalah sehari-hari yang disajikan dalam bentuk

narasi/soal cerita. Masalah tersebut, dipandang perlu melakukan suatu

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan tujuan penerapkan model

pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam proses KBM di

kelas, yang dapat memberikan manfaat bagi guru yakni pengalaman mengajar

yang baru dan peserta didik juga mendapatkan variasi pembelajaran di kelas

yang menuntut untuk aktif, berpikir secara matematis, kreatif sehingga dapat

meningkatkan hasil yang diharapkan.

Pembelajaran matematika yang menggunakan CTL peserta didik

diharapkan mampu belajar aktif, belajar melalui pengalaman bukan hanya

menerima konsep yang diberikan guru, dan dapat mengonstruksi

pengetahuannya sendiri. Karakteristik pembelajaran CTL adalah pembelajaran

dilaksanakan dalam konteks autentik dengan menggali pengetahuan peserta

didik, memberikan tugas-tugas yang bermakna, membentuk kelompok untuk

menciptakan kerjasama antarpeserta didik, dan menciptakan pembelajaran yang

menyenangkan dengan memberikan pengalaman yang bermakna. Peran guru

dalam menerapkan CTL ini adalah untuk membantu peserta didik mencapai

4
tujuan. Hal ini berarti guru lebih banyak difokuskan kepada strategi daripada

memberi informasi. Salah satu usaha guru adalah mengelola kelas sebagai

sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan bagi peserta

didik.

Untuk memecahkan masalah di atas, maka diajukan judul penelitian

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Dalam Menyelesaikan

Masalah Penerapan SPLDV Menggunakan Model Pembelajaran Contextual

Teaching and Learning Pada Peserta didik Kelas VIII.B di SMP Negeri 7

Jakarta Timur, yang diharapkan guru mampu menerapkan model pembelajaran

CTL sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematis peserta

didik untuk menyelesaikan penerapan masalah SPLDV.

B. Fokus Masalah

Berdasarkan uraian masalah di atas, maka yang menjadi fokus masalah

peneliti adalah untuk menerapkan model pembelajaran CTL sehingga mampu

meningkatkan kemampuan berpikir matematis peserta didik kelas VIII.B di

SMP Negeri 7 Jakarta Timur.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan beberapa manfaat, diantaranya :

1. Bagi Guru

Melalui model pembelajaran CTL guru dapat membuat variasi

pembelajaraan di kelas dan dapat mempebaiki permasalahan di kelas,

5
sehingga masalah yang dihadapi guru dan peserta didik khususnya pada

materi penerapan SPLDV ini dapat diminimalisir.

2. Bagi Peserta didik

Peserta didik dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematisnya

dalam menyelesaikan masalah nyata khususnya pada materi SPLDV.

3. Bagi Sekolah

Bagi sekolah, penelitian ini bisa meningkatkan prestasi belajar matematika

dengan menghadirkan suatu model pembelajran yang bervariasi

4. Bagi Peneliti

Peneliti dapat langsung memahami permasalahan yang ada dalam kelas

penelitian sehingga dapat dijadikan pengethuan dan pengalaman dalam

melalukan PTK.

5. Bagi pembaca

Bagi pembaca khususnya mahasiswa bidang pendidikan, diharapkan dapat

menjadi kajian yang bisa diteliti lebih mendalam lagi.

6
BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Deskripsi Teori

1. Berpikir

Berpikir merupakan hal yang membedakan antara manusia dengan

makhluk hidup lainnya. Definisi berfikir yang paling umum adalah

berkembngnya ide dan konsep di dalam diri seseorang melalui suatu proses

tertentu. Bochenski (dalam Suriasumantri, 1983: 52) perkembangan

ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara

bagian-bagian informasi yang tersimpan dalam diri seseorang yang berupa

pengertian-pengertian. Menurut Khodijah (2014: 103) berpikir adalah

memproses informasi secara mental atau secara kognitif. Secara lebih

formal, berpikir adalah penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik

informasi dari lingkungan maupun simbol-simbol yang disimpan dalam

long-term memory. Informasi yang diproses saat berpikir

dapat diperoleh dari mana saja, baik dari lingkungan terdekat kita yakni

lingkungan keluarga maupun dari lingkungan sekitar dan lingkungan

masyarakat. Informasi yang telah diperoleh sebelumnya akan disimpan di

memori otak. Ketika diperlukan, informasi yang telah tersimpan tersebut

dapat disusun kembali untuk dikaitkan dengan informasi atau pengetahuan

yang baru diperoleh. Hal tersebut membuat diri manusia lebih kaya akan

7
pengetahuan serta mengasah kemampuan untuk dapat mengingat kembali

informasi yang telah tersimpan dalam memori otak untuk disatukan dengan

informasi terkini yang diterima oleh otak. Menurut Vincent Ruggiero,

berpikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau

memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan

untuk memahami. Unsur-unsur keterampilan berpikir seseorang meliputi:

a. Mengamati

b. Kemampuan untuk mengidentifikasi asumsi

c. Kemampuan untuk berpikir secara deduktif

d. Kemampuan untuk interpretasi yang logis

e. Kemampuan untuk mengevaluasi argumentasi mana yang lemah dan

mana yang kuat

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas yang dimaksud

dengan berpikir adalah suatu proses pembentukan ide-ide dan gagasan

dalam memecahkan permasalahan yang ada. Pada saat memecahkan

masalah yang dihadapi, membutuhkan berbagai macam proses hingga

permasalahan tersebut dapat terselesaikan dengan baik dan benar. Proses

tersebut meliputi kegiatan mensintesis, menganalisis, mengevaluasi dan

mengaplikasikannya dalam bentuk pemecahan masalah ataupun

pembentukan sebuah kreasi baru sebagai alternatif pemecahan masalah

yang dihadapi.

8
2. Kemampuan Berpikir Matematis

Berpikir matematis atau mathematical thinking merupakan hal

penting dan perlu diajarkan dalam pembelajaran matematika. Hal ini

merujuk pada Katagiri (2004) yang menyatakan bahwa

the most important ability that aritmatic and mathematics sourse


need to cultivate order to instill in students to think and make
judgment independently is mathematical thinking.

Dengan kata lain berpikir matematis merupakan kemampuan utama dalam

perhitungan dan pelajaran matematika, yang perlu ditanamkan kepada

peserta didik agar dapat berpikir dan menentukan keputusan secara mandiri.

Selanjutnya ada ungkapan oleh (Katagiri, 2004) bahwa:

Mathematical thinking allows for: (1) an understanding of


necessity of using knowledge and skills (2) learning how to learn
by oneself, and the attainment of the abilities required for
independent learning.
Hal tersebut menyatakan bahwa berpikir matematis memberikan

pemahaman pentingnya pengetahuan atau pemahaman konsep matematika

dan kemampuan dalam memecahkan permasalahan matematika, serta

dengan berpikir matematis peserta didik dapat belajar untuk mencapai

kemampuan yang dibutuhkan dalam belajar mandiri.

Menurut Sumarmo (2006: 3) menyatakan bahwa secara umum

berpikir matematis dapat diartikan sebagai melaksanakan kegiatan atau

proses matematik (doing math) atau tugas matematik (mathematical

9
task).1 Sedangkan Schoenfeld (1992: 334-370) berpendapat bahwa berpikir

matematis adalah proses mengembangkan sudut pandang matematis,

menghargai proses matematisasi serta memiliki keinginan kuat untuk

menerapkannya, dan mengembangkan kompetensi dan melengkapi diri

dengan segenap perangkat, lalu pada saat yang sama menggunakan

perangkat tersebut untuk memahami struktur pemahaman matematika.2

Aktivitas berpikir matematis dapat dimaknai sebagai pemahaman

ide matematika secara lebih mendalam, mengamati data dan menggali ide

yang tersirat, menyusun konjektur, analogi dan generalisasi, menalar secara

logis, menyelesaikan masalah komunikasi secara matematis dan

mengaitkan ide matematika dengan kegiatan intelektual lainnya. Pada

proses berpikir, individu membuat hubungan antara objek yang menjadi

pokok permasalahan dengan bagian-bagian pengetahuan yang sudah

dimilikinya. Bagian dari pengetahuan adalah segala sesuatu yang sudah

diperolehnya dalam wujud pengertian-pengertian. Proses berpikir

matematis dapat diartikan sebagai suatu proses yang dialami seseorang

ketika menerima respon sehingga menghasilkan kemampuan untuk

menghubung-hubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lainnya secara

matematis untuk memecahkan/menjawab suatu persoalan atau

permasalahan matematis. Dalam proses berpikir terjadi pembentukan

1
Eli Nugraha. “Peningkatan Kemampuan Berpikir Matematis SD Kelas III Melalui Pembelajaran
Matematika Realistik Berbasis Permainan Tradisional”. e-Journal Universitas Pendidikan
Indonesia,Vol.6, 2012. Bandung: UPI. (2012). h. 2.
2
Ibid.

10
pengertian, pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan

(pembentukan keputusan). Selain itu, indikator-indikator yang harus

dipenuhi dalam proses berpikir matematis meliputi:

a. Keterampilan (procedural knowledge)

b. Pemahaman konsep (procedural conceptual)

c. Penalaran (reasoning)

d. Koneksi matematis (matemathical connection)

e. Komunikasi matematis (matemathical communication)

f. Pemecahan masalah (problem solving)

3. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Pengembangan model-model pembelajaran sejatinya sudah bisa

dilakukan oleh seorang guru sebagai pendidik. Guru harus menerapkan

model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan

kepada peserta didik dan sesuai dengan perkembangan IPTEK.

Pengertian model pembelajaran menurut Peraturan Kementerian

Pendikan dan Kebudayaan No. 103 Tahun 2014 tentang Pendidikan Dasar

dan Pendidikan Menengah Pasal 2 dinyatakan bahwa model pembelajaran

adalah kerangka konseptual dan operasional pembelajaran yang memiliki

nama, ciri, urutan logis, pengaturan, dan budaya. Sedangkan menurut Slavin

(2010), model pembelajaran adalah suatu acuan kepada suatu pendekatan

pembelajaran termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem

11
pengelolaanya.3 Model pembelajaran merupakan landasan praktik

pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar

yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan

implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Menurut Arends (dalam

Suprijono, 2009: 46) model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang

akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-

tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan

pengelolaan kelas.

Pembelajaran kontekstual pada awalnya dikembangkan oleh John

Dewey dari pengalaman pembelajaran tradisionalnya. Pada tahun 1918

Dewey merumuskan kurikulum dan metodologi pembelajaran yang

berkaitan dengan pengalaman dan minat peserta didik. Peserta didik akan

belajar dengan baik jika yang dipelajarinya terkait dengan pengetahuan dan

kegiatan yang telah diketahuinya dan terjadi di sekelilingnya. Secara

etimologi atau asal usul kata Contextual Teaching and Learning berasal dari

Bahasa Inggris yakni terdiri dari tiga kata: contextual, teaching dan

learning. Istilah contextual dalam kamus Bahasa Inggris karangan John M

Echols dan Hasan Shadly berarti berhunungan dengan konteks. Sementara

teaching berarti mengajar sedangkan learning berarti belajar.4 Secara

terminology atau istilah banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya

tentang model pembelajaran CTL diantaranya adalah didefinisikan oleh

3
Salinan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2014). h. 3.
4
John M.Echol dan Hasan Sadly, Kamus Inggris Indonesia; An English-Indonesian Dictionary,
Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal 23

12
Elaine.B. Johnson bahwa CTL sebagai sebuah proses pendidikan yang

bertujuan menolong peserta didik melihat makna di dalam materi akademik

dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks

keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka.5 Menurut Mulyasa, CTL

merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan

anatara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara

nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan

kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.6 Selanjutnya Mansur

Muslich, berpendapat bahwa pembelajaran kontekstual atau CTL adalah

konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi

pembelajaran dengan situasi dunia nyata peserta didik, dan mendorong

peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapanya dalam kehidupan mereka sehari-hari.7 Adapun

pengertian CTL menurut Tim Penulis Depdiknas adalah sebagai berikut:

Pembelajaran konstektual adalah konsep belajar yang


membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong peserta didik membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan
tujuh komponen utama pembelajaran efektif CTL, yakni :

5
Elaine.B.Johnson, Contextual Teaching and Learning, Menjadikan Kegiatan Belajar
MengajarMenyenangkan dan Bermakna ( terj.) Ibnu Setiawan, Bandung Penerbit MLC, 2007.hal 5
6
Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK, Bandung, Remaja
Rosdakarya, 2005. hal 17
7
Mansur Muslih, KTSP, Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, Jakarta, Bumi
Aksara, 2007, hal 25

13
Tabel 1. Komponen Utama Pembelajaran CTL

No Komponen Penjelasan
1. Konstruktivisme Pada dasarnya proses pembelajaran CTL,
(constructivism) menuntut peserta didik untuk
mengonstruksi pengetahuan melalui proses
pengamatan dan pengalaman, karena
pengetahuan hanya fungsional jika
dibangun oleh individu sehingga
pengetahuan yang diberikan tidak hanya
sekedar menjadi pengetahuan yang
bermakna
2. Bertanya Pada hakikatnya, belajar adalah bertanya
(questioning) dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat
dipandang sebagai refleksi rasa
keingintahuan individu sedangkan
menjawab pertanyaan mencerminkan
kemampuan seseorang untuk bepikir.
Dalam proses CTL, guru tidak hanya
memberi informasi begitu saja tetapi
peserta didik harus mencari tahu sendiri.
3. Menemukan Proses belajar berdasarkan pencarian dan
(inquiry) penelurusuran melalui pemikiran yang
sistematis.
4. Masyarakat belajar Dalam CTL, penerapan masyarakat belajar
(learning dapat diterapkan melalui pembentukan
community) kelompok belajar. Anggota kelompok
disusun secara heterogen kemudian mereka
saling membelajarkan.
5. Pemodelan Proses pembelajaran dengan menerapkan
(modeling) sesuatu sebagai contoh yang dapat
dicontoh oleh peserta didik sehingga
mudah dipahami.
6. Refleksi (reflection) Proses pengendapan pengalaman yang
telah dipelajari yang dilakukan dengan
cara mengurutkan kembali kejadian
pengalaman belajar itu dimasukan ke
dalam struktur kognitif peserta didik
7. Penilaian sebenarnya Proses yang dilakukan guru untuk
(authentic mengumpulkan informasi tentang
assessment) perkembangan belajar yang dilakukan
peserta didik dan bertujuan untuk
mengetahui peserta didik tersebut belajar
atau tidak.

14
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut di atas, maka yang dimaksud

model pembelajaran CTL merupakan model pembelajaran yang

menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik untuk menemukan

materi yang bertujuan menolong peserta didik melihat makna dalam materi

akademik yang diperoleh, artinya proses belajar diorientasikan pada proses

pengalaman secara langsung. Model pembelajaran CTL merupakan konsep

belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan

dengan situasi dunia nyata. Dalam pembelajaran CTL, guru mendorong

peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapan dalam kehidupan. Beberapa komponen utama dalam

pembelajaran kontekstual menurut Johnson (2000: 65), yang dapat di

uraikan sebagai berikut:

a. Melakukan hubungan yang bermakna (Making Meaningful

Connections)

Keterkaitan yang mengarah pada makna adalah jantung dari

pembelajaran dan pengajaran kontekstual. Ketika peserta didik dapat

mengaitkan isi dari mata pelajaran akademik dengan pengalamannya

mereka sendiri, mereka menemukan makna, dan makna memberi

mereka alasan untuk belajar. Mengkaitkan pembelajaran dengan

kehidupan seseorang membuat proses belajar menjadi hidup dan

keterkaitan inilah inti dari CTL.

b. Melakukan kegiatan-kegiatan yang berarti (Doing Significant Works)

15
Model pembelajaran ini menekankan bahwa semua proses pembelajaran

yang dilakukan di dalam kelas harus punya arti bagi peserta didik

sehingga mereka dapat mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan

peserta didik.

c. Belajar yang diatur sendiri (Self-Regulated Learning)

Pembelajaran yang diatur sendiri, merupakan pembelajaran yang aktif,

mandiri, melibatkan kegiatan menghubungkan masalah ilmu dengan

kehidupan sehari-hari dengan cara-cara yang berarti bagi peserta didik.

Pembelajaran yang diatur diri sendiri, memberi kebebasan kepada

peserta didik menggunakan gaya belajarnya sendiri.

d. Peserta didik dapat bekerja sama (Collaborating)

Guru membantu peserta didik bekerja secara efektif dalam kelompok,

membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi

dan saling berkomunikasi.

e. Berpikir kritis dan kreatif (Critical dan Creative Thinking)

Pembelajaran kontekstual membantu peserta didik mengembangkan

kemampuan berpikir tahap tinggi, nerpikir kritis dan berpikir kreatif.

Berpikir kritis adalah suatu kecakapan nalar secara teratur, kecakapan

sistematis dalam menilai, memecahkan masalah menarik keputusan,

memberi keyakinan, menganalisis asumsi dan pencarian ilmiah.

Berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan

kemurnian, ketajaman pemahaman dalam mengembangkan sesuatu.

16
f. Mengasuh atau memelihara pribadi peserta didik (Nuturing The

Individual)

Dalam pembelajaran kontekstual peserta didik bukan hanya

mengembangkan kemampuan-kemampuan intelektual dan

keterampilan, tetapi juga aspek-aspek kepribadian: integritas pribadi,

sikap, minat, tanggung jawab, disiplin, motif berprestasi, dsb. Guru

dalam pembelajaran kontekstual juga berperan sebagai konselor, dan

mentor. Tugas dan kegiatan yang akan dilakukan peserta didik harus

sesuai dengan minat, kebutuhan dan kemampuannya.

g. Mencapai standar yang tinggi (Reaching High Standards)

Pembelajaran kontekstual diarahkan agar peserta didik berkembang

secara optimal, mencapai keunggulan (excellent). Setiap peserta didik

bisa mencapai keunggulan, asalkan dia dibantu oleh gurunya dalam

menemukan potensi dan kekuatannya.

h. Menggunakan penilaian yang otentik (Using Authentic Assessment)

Penilaian autentik menantang peserta didik untuk menerapkan informasi

dan keterampilan akademik baru dalam situasi nyata untuk tujuan

tertentu.

Selain memiliki komponen-komponen dalam pelaksanaan pembelajaran

CTL maka ada tujuan dari pembelajaran dengan model CTL tersebut.

Tujuan-tujuan itu adalah sebagai berikut:8

8
Teguh Sihono. “Contextual Teaching and Learning (CTL) Sebagai Pembelajaran Ekonomi Dalam
KBK”. e-journal Universitas Negeri Yogyakarta, Vol. 1, 2004, Yogyakarta: UNY.(2004). h. 67.

17
a. Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk memotivasi peserta didik

untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan

mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-

hari sehingga peserta didik memiliki pengetahuan atau ketrampilan yang

secara refleksi dapat diterapkan dari permasalahan kepermasalahan

lainya.

b. Model pembelajaran ini bertujuan agar dalam belajar itu tidak hanya

sekedar menghafal tetapi perlu dengan adanya pemahaman

c. Model pembelajaran ini menekankan pada pengembangan minat

pengalaman peserta didik.

d. Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk melatih peserta didik agar

dapat berpikir kritis dan terampil dalam memproses pengetahuan agar

dapat menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi

dirinya sendiri dan orang lain

e. Model pembelajaran CTL ini bertujun agar pembelajaran lebih produktif

dan bermakna

f. Model pembelajaran CTL bertujuan untuk mengajak anak untuk

melakukan suatu aktivitas yang mengaitkan materi akademik

g. Model pembelajaran model CTL ini bertujuan untuk mengajak anak

pada suatu aktivitas yang mengkaitkan materi akademik dengan konteks

kehidupan sehari-hari

h. Tujuan pembelajaran model CTL ini bertujuan agar peserta didik secara

individu dapat menemukan dan mentrasfer informasi-informasi

18
kompleks dan peserta didik dapat menjadikan informasi itu miliknya

sendiri.

Pelaksanaan pembelajaran dengan mengunakan model pembelajaran CTL

dapat dilaksanakan dengan baik apabila memperhatikan langkah-langkah

yang tepat. Tahapan belajar dengan model CTL menurut Sa’ud (2010)

secara garis besar ada 4 tahapan, sebagai berikut:

Tabel 2. Langkah-Langkah Pembelajaran CTL

Langkah-Langkah Kegiatan
Tahap invitasi Dalam tahap invitasi, peserta didik didorong
untuk mengungkapkan pengetahuan awal
konsep yang akan dibahas oleh guru. Guru
dapat memulainya dengan cara memberikan
pertanyaan yang mengandung masalah
fenomena kehidupan sehari-hari yang
berkaitan dengan konsep yang akan dibahas.
Tahap eksplorasi Peserta didik diberikan kesempatan untuk
menyelidiki dan menemukan konsep melalui
pengumpulan, pengorganisasian dan
interpretasi data dalam sebuah kegiatan yang
dirancang oleh guru.
Tahap penjelasan dan Pada tahap ini, peserta didik memberikan
solusi penjelasan solusi atas masalah yang disajikan
berdasarkan hasil oobservasi ditambah
pengetahuan oleh guru sehingga peserta didik
dapat menyampaikan gagasan, membuat
model dan membuat rangkuman.
Tahap pengambilan Pada tahap ini peserta didik diberikan
kesempatan untuk mengambil keputusan,
tidakan menggunakan pengetahuan dan keterampilan,
berbagi informasi dan gagasan, mengajukan
pertanyaan lanjutan serta mengajukan saran
baik individu atau kelompok terkait masalah
yang dibahas.

19
Dalam pelaksanaan pembelajaran model CTL, tentu terdapat beberapa hal

yang perlu diperhatikan guru terkait kelancaran belajar peserta didik.

Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan (Nurdin, 2009: 121):

a) Peserta didik dalam pembelajaran dipandang sebagai individu yang

sedang berkembang.

b) Peserta didik memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru

dan penuh tantangan.

c) Belajar bagi peserta didik adalah proses mencari keterkaitan antara

hubungan hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui.

d) Belajar bagi peserta didik adalah proses penyempurnaan dari skema

yang sudah ada.

Dalam pelaksanaanya tentunya model pembelajaran CTL memiliki

beberapa kelebihan dan kekurangan. Berikut beberapa kelebihan dan

kekurangan dari model pembelajaran CTL menurut Annisa (dalam Hartini,

2016 : 17)

Tabel 3. Kelebihan dan Kekurangan CTL

Kelebihan Kekurangan
Pembelajaran menjadi lebih Memerlukan bimbingan intensif
bermakna dan riil dari guru
Pembelajaran lebih produktif dan Peran guru bukan sebagai
mampu menumbuhkan pengiatan infrakstruktur ataupun penguasa
konsep kepada peserta didik

4. Penerapan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)

a) Memahami Konsep Persamaan Linear Dua Variabel

20
Persamaan linear dua variabel adalah suatu persamaan kalimat terbuka

yang mengandung dua unsur variabel dengan pangkat masing-msing

variabel berpangkat satu.9 Bentuk umum dari persamaan linear dua

variabel adalah: ax + by = c, dengan a,b,c ϵ R dan a,b ≠ 0. Sistem

persamaan linear dua variabel adalah suatu persamaan yang memiliki

bentuk equivalen dengan :

ax + by = c

px + qy = r

dengan a,b,p,q,c,r ϵ R dan a,b,p,q ≠ 0 dimana persamaan tersebut

memiliki solusi berupa himpunan pasangan terurut HP = {(x,y)}

b) Menyelesaikan SPLDV Menggunakan Grafik

Menyelesaikan SPLDV dengan grafik adalah metode penyelesaian yang

dilakukan dengan cara menggambar grafik dari kedua persamaan

tersebut dan kemudian dicari nilai titik potongnya.

c) Menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Menggunakan

Subtitusi

Menyelesaikan SPLDV dengan subtitusi adalah metode penyelesaian

dengan cara menggantikan satu variabel dengan variabel dari persamaan

yang lain. Langkah-langkah :

a. Pilih salah satu persamaan yang paling sederhana kemudian

nyatakan x sebagai fungsi y atau y sebagai fungsi x

b. Substitusikan x atau y pada langkah 1 ke persamaan yang lainnya

9
M. Kholik. dkk. Matematika 2A Kurikulum 2013 Revisi 2017. Jakarta: Erlangga. (2017). h. 28.

21
d) Menyelesaikan SPLDV Menggunakan Eliminasi

Menyelesaikan SPLDV dengan eliminasi adalah metode penyelesaian

SPLDV dengan cara menghilangkan salah satu variabel. Langkah-

langkah:

a. Perhatikan koefisien x atau y

Kasus 1: Jika koefisiennya sama:

i) Lakukan operasi pengurangan untuk tanda yang sama

ii) Lakukan operasi penjumlahan untuk tanda yang berbeda

Kasus 2: Jika koefisiennya berbeda, samakan koefisiennya dengan

cara mengalikan persamaan-persamaan dengan konstanta yang

sesuai, lalu lakukan seperti langkah a.

b. Lakukan kembali langkah 1 untuk mengeliminasi variabel lainnya.

e) Menyelesaikan SPLDV Dengan Eliminasi-Subtitusi (Gabungan)

Menyelesaikan SPLDV dengan eliminasi-subtitusi adalah metode

penyelesaian SPLDV dengan cara menggabungkan metode eliminasi

dan metode substitusi. Metode eliminasi digunakan untuk mendapatkan

variabel pertama, dan hasilnya disubstitusikan ke persamaan untuk

mendapatkan variabel kedua

f) Menyelesaikan masalah SPLDV khusus.

Untuk sistem persamaan linear dua variabel

ax + by = c

px + qy = r

22
dengan a,b,p,q,c,r ϵ R dan a,b,p,q ≠ 0 akan memiliki tiga kemungkinan

selesaian/solusi yang terjadi.

Hal ini dapat kita lihat dari hubungan yang mungkin antara sebuah

sistem, kemiringan dari masing-masing grafik. Hal ini diberikan pada

tabel dan grafik berikut:

Tabel 4. Kemungkinan Hasil dari Penyelesaian SPLDV

Sistem Kemiringan Grafik Solusi


Konsisten dan bebas a b Garis berpotongan Satu
Berbeda ≠
𝑐 d disatu titik
Inkonsisten dan a b p Garis sejajar Tidak ada
Sama c = d ≠ q
bebas atau
berlawanan
Konsisten dan a b p Garis berhimpit Tak
Sama c = d = q
bergantungan berhingga

Gambar 1. Grafik-Grafik Hasil Solusi SPLDV

g) Penerapan SPLDV Dalam Permasalahan Sehari-hari

Dalam kehidupan sehari-hari banyak permasalahan yang bisa

diselesaikan dengan SPLDV. Biasanya masalah tersebut, disajikan

dalam bentuk soal cerita sehingga peserta didik dituntut untuk

mengubah ke dalam permodelan matematika. Untuk mengetahui konsep

23
dan model matematika dalam menyelesaikan soal cerita diperlukan

strategi dan kemampuan khusus.

Jika dalam sebuah soal cerita terdapat hal-hal berikut:

a. Dua besaran yang nilainya belum diketahui

b. Sekurang-kurangnya terdapat dua kalimat yang menghubungkan

kedua besaran tersebut, maka soal cerita tersebut kemungkinan

besar adalah masalah yang dapat diselesaikan dengan

menggunakan SPLDV.

Untuk menyelesaikan soal cerita sesuai dengan permasalahan di atas,

maka terlebih dahulu dibuat model matematikanya, yaitu berupa

persamaan linear yang memuat dua variabel. Untuk membuat model

matematika, lakukan langkah-langkah berikut:

a. Dua besaran yang belum diketahui, masing-masing dimisalkan

dengan dua variabel yang berbeda

b. Dua kalimat pernyataan yang menghubungkan dua besaran tersebut,

diterjemahkan ke dalam model matematika. Jika diperoleh dua model

matematika, maka kedua model tersebut dapat dipandang sebagai

sebuah SPLDV.

Menyelesaikan masalah SPLDV tersebut, tentunya harus menggunakan

metode-metode yang sudah dipelajari sebelumnya, yakni ada 4 metode

dan kita gunakan salah satunya. Keempat metode itu adalah: (1) metode

24
subtitusi, (2) metode eliminasi, (3) metode grafik (4) metode gabungan

(subtitusi dan eliminasi).

Untuk menyelesaikan soal cerita tentang SPLDV, ikuti langkah-langkah

berikut:

1. Bentuklah SPLDV dengan membuat model


matematikanya

2. Selesaikan SPLDV menggunakan salah satu


metodenya

3. Gunakan hasil penyelesaian pada langkah ke


dua untuk menjawab pertanyaan yang dimaksud

Gambar 2. Langkah-langkah Menyelesaikan SPLDV

Materi Penerapan SPLDV merupakan salah satu materi yang penting dalam

matematika di SMP. Pada PTK ini Kompetensi Dasar dan Indikator mengacu

pada Kurikulum 2013 Revisi 2017 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

RI.

Tabel 5. Kompetensi Dasar dan Indikator Materi SPLDV

Kompetensi Dasar Indikator


3.5 Menyelesaikan masalah yang 4.5.1 Mampu membuat kalimat
berkaitan dengan sistem matematika terkait Sistem
persamaan linear dua Persamaan Linear Dua Variabel
variabel dalam permasalahan sehari-hari
4.5.2 Mampu memecahkan masalah
terkait Sistem Persamaan Linear
Dua Variabel dalam
permasalahan sehari-hari

25
Melalui Kompetensi Dasar dan Indikator pada tabel di atas, maka dapat

diketahui bahwa peserta didik dapat menyelesaikan masalah penerapan SPLDV

dengan berpikir secara matematis melalui model pembelajaran CTL.

B. Kerangka Berpikir

Aspek penguasan konsep matematika bagi peserta didik merupakan hal

yang penting sedemikian sehingga harus ditindaklajuti dan diberikan penekanan

yang baik. Kemampuan konsep matematika dapat dilihat pada hasil belajar yang

ditunjukan peserta didik baik selama maupun setelah proses pembelajaran

berlangsung. Untuk meningkatkan kemampuan ini, maka lebih ditekankan pada

perlakuan yang diberikan kepada peserta didik dengan menerapkan strategi

pemahaman mandiri dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi matematika di kelas

VIII.B SMP Negeri 7 Jakarta Timur, menyatakan bahwa pada materi Penerapan

SPLDV, masih banyak peserta didik yang belum mencapai hasil yang

diharapkan dari pembelajaran pada materi tersebut. Hal ini ditandai dengan

rendahnya nilai ulangan harian yang rata-rata di bawah KKM yang ditetapkan

di sekolah itu, yakni 72. Kurangnya kemampuan berpikir matematis yang

dimiliki oleh peserta didik di kelas VIII.B di sekolah tersebut merupakan salah

satu faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar pada materi Penerapan

SPLDV.

Melalui PTK ini, peneliti berharap dengan adanya suatu model

pembelajaran yang baru, yakni CTL dapat meningkatkan hasil belajar peserta

26
didik. Pada siklus pertama, guru menyiapkan rancangan pembelajaran pada

Penerapan SPLDV menggunakan CTL, kemudian guru menyampaikan materi

sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran CTL dan peneliti

mengamati proses kemampuan berpikir matematis peserta didik baik selama

maupun setelah proses pembelajaran, dan akan memperoleh hasilnya. Jika hasil

yang diperoleh belum mencapai harapan, maka guru melanjutkan siklus kedua,

yakni menyampaikan materi dengan model CTL, peneliti mengamati

kemampuan berpikir matematis peserta didik dan diharapkan akan ada hasil

yang meningkat dari siklus sebelumnya, sedemikian sehingga kemampuan

berpikir matematis peserta didik kelas VIII.B di SMP Negeri 7 Jakarta Timur

pada materi Penerapan SPLDV dengan model CTL ini dapat sesuai dengan hasil

yang diharapkan.

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori, kerangka berfikir serta hasil wawancara yang

mendukung untuk PTK ini maka hipotesis dari PTK ini adalah dengan

menerapkan model pembelajaran CTL pada materi Penerapan SPLDV sehingga

mampu meningkatkan kemampuan berpikir matematis peserta didik kelas

VIII.B di SMP Negeri 7 Jakarta Timur.

27
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Sesuai rumusan masalah di atas, maka Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini

bertujuan dapat menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and

Learning (CTL) pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)

di SMP Negeri 7 Jakarta Timur kelas VIII.B sehingga mampu meningkatkan

kemampuan berpikir matematis peserta didik.

B. Rancangan Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelas VIII.B SMP Negeri 7 Jakarta Timur

Jalan Balai Rakyat Utan Kayu, Jakarta Timur untuk mata pelajaran

matematika pada materi Penerapan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

(SPLDV).

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2018 semester genap tahun

ajaran 2017-2018.

3. Subjek Penelitian

28
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas

VIII.B SMP Negeri 7 Jakarta Timur, semester genap tahun pelajaran

2017-2018. Jumlah peserta didik kelas VIII.B seluruhnya ada 36 peserta

didik, terdiri dari 14 peserta didik laki-laki dan 22 peserta didik perempuan.

Namun, karena keterbatasan dalam penelitian, maka dipilih sembilan orang

peserta didik sebagai subjek penelitian, berdasarkan hasil tes dan juga

diskusi antara peneliti dengan guru kelas matematika, yang terdiri atas: tiga

orang peserta didik dengan kelompok matematika atas, tiga orang kelompok

peserta didik dengan kelompok matematika sedang dan tiga oang kelompok

peserta didik dengan kelompok matematika bawah

C. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

a. Data Kuantitatif

Data kuantitatif diperoleh berupa tes kemampuan berpikir matematis

peserta didik pada setiap akhir siklus sebagai gambaran perkembangan

kemampuan berpikir matematis peserta didik

b. Data Kualitatif

1) Data hasil proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pada setiap

siklus berupa catatan lapangan dan data untuk memperoleh

gambaran aktivitas kelas saat belajar berupa tabel pengamatan.

2) Data hasil wawancara dengan peserta didik pada akhir siklus untuk

mengetahui respon peserta didik terhadap pembelajaran yang

29
menggunakan model pembelajaran CTL pada materi penerapan

SPLDV.

3) Dokumentasi berupa foto-foto kegiatan penting yang berkaitan

dengan penelitian.

2. Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VIII.B

SMP Negeri 7 Jakarta Timur.

D. Desain Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian ini diawali dengan observasi dan pemberian soal berupa

kemampuan memahami konsep matematika kepada peserta didik di kelas

VIII.B SMP Negeri 7 Jakarta Timur. Dari hasil tes tersebut, dibuatlah

kelompok-kelompok secara heterogen dari sembilan subjek penelitian tadi,

kemudian peneliti masuk ke tahap siklus. Tahap setiap siklus terdiri dari:

1. Tahap Perencanaan

2. Tahap Pelaksanaan

3. Tahap Pengamatan

4. Tahap Refleksi

Hasil analisis dan refleksi pada siklus I dijadikan bahan untuk mengambil

tindakan pada siklus-siklus berikutnya hingga indikator-indikator yang

diharapkan dalam PTK ini dapat tercapai. Berikut ini adalah tahapan-tahapan

yang dilakukan dalam pelaksanan PTK di SMP Negeri 7 Jakarta Timur kelas

VIII.B

30
Tabel 6. Tahapan-Tahapan Pelaksanaan PTK

1. Penentuan subjek penelitian dan pembentukan


kelompok secara heterogen
Pra-Siklus 2. Menjelaskan model pembelajaran CTL

Tahap Perencanaan
1. Menyusun RPP dengan model pembelajaran CTL
2. Menyiapkan LKPD dan Tes Kognitif beserta
pedoman penskoran untuk siklus I
3. Mempersiapkan lembar observasi, lembar catatan
lapangan dan pedoman wawancara
Siklus I Tahap Pelaksanaan
Melaksanakan KBM dengan model pembelajaran
CTL berdasarkan RPP
Tahap Pengamatan
Observasi selama KBM berlangsung
Tahap Reffleksi
1. Mengolah dan menganalisis data
2. Memberikan kesimpulan dan mengevaluasi hal-
hal yang belum terpenuhi pada siklus I
Tahap Perencanaan
1. Menyusun RPP dengan model pembelajaran CTL
Siklus II 2. Menyiapkan LKPD dan Tes Kognitif beserta
pedoman penskoran untuk siklus II
3. Mempersiapkan lembar observasi, lembar catatan
Siklus lanjutan lapangan dan pedoman wawancara
Tahap Pelaksanaan
Melaksanakan KBM dengan model pembelajaran
Harapan: CTL berdasarkan RPP
Pemahaman Tahap Pengamatan
berpikir Observasi selama KBM berlangsung
matematis peserta Tahap Refleksi
didik meningkat Mengamati dan menilai hasil ketercapaian tindakan
yang telah dilakukan

E. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas

1. Prapenelitian

Kegiatan peneliti sebelum melakukan PTK dapat dilihat pada tabel berikut:

31
Tabel 7. Kegiatan Prapenelitian

Hari/Tanggal Deskripsi Kegiatan


Kamis, 7 Juni 2018 Peneliti melakukan izin observasi di SMP Negeri
7 Jakarta Timur. Peneliti melakukan wawancara
dengan guru kelas matematika kelas VIII. B dan
diperoleh informasi bahwa guru kesulitan dalam
menjelaskan materi tentang soal-soal yang
berupa penerapan matenatika dan membutuhkan
kemampuan berpikir matenatis.
Senin, 11 Juni 2018 Peneliti melakukan diskusi lebih lanjut dengan
guru kelas terkait materi yang benar-benar
menjadi fokus penelitian dan diperoleh materi
tersebut adalah Penerapan Sistem Persamaan
Linear Dua Variabel
Selasa, 12 Juni 2018 Peneliti menyiapkan lembar observasi lapangan,
lembar wawancara guru dan peserta didik,
lembar tes pra-siklus, lembar tes kognitif setiap
akhir siklus, catatan lapangan dan RPP dalam
setiap pertemuan selama penelitian.

2. Penelitian Tindakan Prsiklus

a. Kegiatan 1: Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah menyusun skenario

pembelajaran yang akan digunakan pada saat penjelasan model

pembelajaran CTL, pembuatan soal untuk pembentukan kelompok

diskusi berdasarkan tes awal peserta didik dan menentukan subjek

penelitian. Setiap kelompok yang akan dibentuk memiliki kemampuan

heterogen dalam bidang matematika yang terdiri dari 4-5 orang per

kelompok.

b. Kegiatan 2: Menjelaskan Model Pembelajaran CTL

Pada tahap ini, diberikan penjelasan mengenai model pembelajaran

CTL yang diawali dengan pemberian tes awal dengan tujuan

32
pembetukan kelompok. Kemudian diterapkan model pembelajaran CTL

dan peserta didik diarahkan untuk berdiskusi sesuai kelompok.

3. Penelitian Tindakan Siklus

1) Penelitian siklus I

a. Kegiatan 1: Perencanaan

Pada tahap ini, disiapkan skenario pembelajaran yang akan

digunakan pada siklus I, pembuatan soal yang mengarahkan peserta

didik untuk meningkatkan kemampuan berpikir matematis dan soal

tes akhir pada siklus I. Selain itu, pada tahap ini juga dilakukan

penyusunan lembar observasi pelaksanaan pembelajaran dan lembar

observasi aktivitas peserta didik selama mengikuti kegiatan

pembelajaran.

b. Kegiatan 2: Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap ini, guru kelas bertindak sebagi peneliti untuk

melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan model CTL sesuai

dengan RPP yang sudah disiapkan, sedangkan observer bertindak

sebagai pengamat yang mengamati aktivitas guru dan peserta didik

dengan menggunakan tabel pengamatan dan catatan lapangan. Pada

tahap ini juga dilakukan pemberian soal tes kemampuan bagi peserta

didik untuk mengetahui keberhasilan pada siklus I ini.

c. Kegiatan 3: Pengamatan

Pada kegiatan ini, mengamati kegiatan yang telah dirancang

berdasarkan pedoman observasi yang telah disiapkan. Dalam tahap

33
ini pula dilakukan dokumentasi berupa merekam aktivitas guru dan

peserta didik selama pembelajaran berlangsung.

d. Kegiatan 4: Refleksi

Setelah seluruh tahap pada siklus I dilaksanakan, maka analisis

dilakukan pada tahap ini baik berupa tes akhir pada siklus ini

maupun hasil wawancara terhadap peserta didik. Kemudian

dilakukan refleksi terhadap kelebihan dan kekurangan pada

pelaksanaan pembelajaran. Pada tahap ini, refleksi dilakukan juga

sebagai upaya perbaikan pada siklus berikunya.

2) Penelitian siklus II

a. Kegiatan 1: Perencanaan

Pada tahap in, disiapkan skenario pembelajaran yang akan

digunakan pada siklus II berdasarkan hasil refleksi pada siklus I,

pembuatan soal yang mengarahkan peserta didik untuk

meningkatkan kemampuan berpikir matematis dan soal tes akhir

pada siklus II. Selain itu, pada tahap ini juga dilakukan penyusunan

lembar observasi pelaksanaan pembelajaran dan lembar observasi

aktivitas peserta didik selama mengikuti kegiatan pembelajaran.

b. Kegiatan 2: Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap ini, guru kelas bertindak sebagi peneliti melaksanakan

kegiatan pembelajaran dengan model CTL sesuai dengan RPP yang

sudah disiapkan, sedangkan observer bertindak sebagai pengamat

yang mengamati aktivitas guru dan peserta didik dengan

34
menggunakan tabel pengamatan dan catatan lapangan. Pada tahap

ini juga dilakukan pemberian soal tes kemampuan bagi peserta didik

untuk mengetahui keberhasilan pada siklus II ini.

Selanjutnya, pada tahap ini dilakukan tes akhir untuk mengetahui

kemampuan berpikir matematis pada materi Penerapan SPLDV bagi

peserta didik kelas VIII.B SMP Negeri 7 Jakarta Timur. Hasil

tersebut, akan digunakan untuk mengetahui peningkatan

kemampuan berpikir matematis pada peserta didiknya.

c. Kegiatan 3: Pengamatan

Pada kegiatan ini, mengamati kegoatan yang telah dirancang

berdasarkan pedoman observasi yang telah disiapkan. Dalam tahap

ini pula dilakukan dokumentasi berupa merekam aktivitas guru dan

peserta didik selama pembelajaran berlangsung.

d. Kegiatan 4: Refleksi

Setelah seluruh tahap pada siklus II dilaksanakan, maka analisis

dilakukan pada tahap ini baik berupa tes akhir pada siklus ini

maupun hasil wawancara terhadap peserta didik. Kemudian

dilakukan refleksi terhadap kelebihan dan kekurangan pada

pelaksanaan pembelajaran. Pada tahap ini, refleksi dilakukan juga

sebagai upaya perbaikan pada siklus berikunya.

Siklus II yang tidak memenuhi tujuan pembelajaran akan diperbaiki

pada siklus-siklus berikutnya agar peserta didik dapat memahami materi

yang diajarkan. Apabila pelaksanaan pada siklus II telah memenuhi

35
tujuan, maka pada siklus berikunya akan dilakukan pemantapan.

Apabila pada silus II, seluruh indikator ketercapaian pembelajaran telah

terpenuhi, maka refleksi digunakan untuk saran dan perbaikan pada

penelitian berikutnya.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang

berkaitan dengan peserta didik dan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di kelas

penelitian. Beberapa data yang akan dikumpulkan diantaranya:

a. Data tes awal peserta didik

Data ini diperoleh dari hasil pra-siklus yang diberikan oleh guru. Data ini

bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik sehingga mudah

dilakukan untuk pembentukan kelompok secara heterogen

b. Data kemampuan pemahaman konsep matematika peserta didik

Data ini diperoleh dari setiap tes kemampuan pemahaman konsep

matematika pada setiap akhir siklus

c. Data pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung

Data ini diperoleh dari lembar catatan lapangan dan tabel pengamatan yang

dibuat setiap pertemuan.

d. Dokumentasi berupa foto

Data ini bertujuan menampilkan secara visualisasi kejadian-kejadian selama

proses penelitian berlangsung serta bukti data yang mendukung adanya

penelitian.

36
G. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen penelitian pada PTK ini adalah:

a. Partisipan observer

b. Lembar tes pra-siklus

c. Lembar kognitif kemampuan pemahaman matematis pada akhir siklus

d. Pedoman wawancara untuk peserta didik, khususnya subjek penelitian

e. Pedoman wawancara untuk guru matematika kelas

f. Format catatan lapangan

Berisi catatan penting KBM yang berkaitan dengan penelitian. Diharapkan

melalui catatan lapangan didapat hal yang menarik sehingga bisa

dikembangkan dari setiap siklusnya dan format tabel pengamatan

digunakan sebagai gambaran aktivitas yang terjadi selama kegiatan

pembelajaran.

g. Alat dokumentasi

Alat dokumentasi bisa berupa handphone untuk melakukan perekaman

wawancara dan mengambil gambar aktivitas pembelajaran di kelas yang

berkaitan dengan penelitian.

H. Validasi Data

Validasi data yang akan digunakan pada penelitian ini dengan menggunakan

metode triangulasi. Triangulasi merupakan proses memastikan sesuatu dari

berbagai sudut pandang. Istilah ini berkembang dengan fungsi utama untuk

meningkatkan ketajaman hasil pengamatan melalui berbagai cara pengumpulan

37
data.1 Menurut Moloeng, teknik triangulasi merupakan bentuk pemeriksaan

data dengan menggunakan sesuatu yang lain di luar dari data itu untuk

keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu.2 Teknik yang akan

digunakan untuk menguji validitas data pada penelitian ini yaitu teknik

triangulasi sumber dan teknik. Triangulasi sumber dilakukan dengan

mengumpulkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.

Sumber yang dimaksud yakni: peneliti, peserta didik dan observer. Sementara

itu triangulasi teknik mrupakan cara pengumpulan data dengan teknik yang

berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama, yaitu

wawancara, dokumentasi dan pengamatan.3

I. Analisis Data

Kegiatan analisis data dilakukan setelah semua data yang diperlukan

lengkap yaitu berupa:

1. Hasil wawancara dengan guru kelas mata pelajaran matematika

2. Hasil wawancara dengan peserta didik, khususnya subjek penelitian

3. Hasil observasi

4. Tabel pengamatan

5. Catatan lapangan

6. Hasil tes evaluasi

1
Suharsimi Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, Cetakan ke-8, Jakarta: PT. Bumi Aksara.
(2009). h. 128.
2
Moloeng.Op. Cit., h. 330.
3
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Bandung: Alfabeta. (2009). h. 423.

38
7. Foto dokumentasi

Dari hasil pengamatan, kemudian didiskusikan dengan guru kelas untuk

dilakukan reduksi data. Reduksi data adalah penyederhanaan data yang

dilakukan melalui seleksi, pengelompokan dan pengorganisasian data mentah

menjadi sebuah informasi bermakna yang sesuai dengan fokus malasah yang

akan ditelti.4 Tahap berikutnya dilakukan penarikan kesimpulan untuk

dijadikan sebagai bahan perbaikan tindakan pada siklus berikutnya.

Sementara itu data hasil tes evaluasi, diperoleh melalui tes akhir siklus. Tes

akhir siklus disusun berdasarkan indikator-indikator kemampuan berpikir

matematis. Penilaian pada tes akhir siklus, diberikan berdasarkan rubrik

penilaian kemampuan berpikir matematis. Selanjutnya, ditentukan nilai rata-

rata kelas dengan cara menjumlahkan semua nilai peserta didik dibagi dengan

banyaknya peserta didik dalam kelas tersebut. Setelah diperoleh rata-rata,

peneliti menganalsis peningkatan yang terjadi pada siklus I ke siklus II.

4
Iskandar, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Gaung Persada Press. (2011). h. 76.

39
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2003). Contextual Teaching and Learning (CTL), Direktorat PLP, Dirjen
Dikdasmen Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Arsyad, Azhar. 2008.Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Depdiknas, Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual,(Jakarta: Direktorat
Sekolah Lanjutan Pertama Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah: 2003).
Dick, W & Carey, L. 1985. The Sistematic Design of Instruction. Illionis, CH: Scott,
Foreman & Company.
Elaine.B.Johnson. 2006. Contextual Teaching and Learning, Menjadikan Kegiatan
Belajar Mengajar Menyenangkan dan Bermakna (terj.) Ibnu Setiawan,
Bandung Penerbit MLC.
Eli Nugraha. Peningkatan Kemampuan Berpikir Matematis SD Kelas III Melalui
Pembelajaran Matematika Realistik Berbasis Permainan Tradisional. e-
Journal Universitas Pendidikan Indonesia,Vol.6, 2012. Bandung: UPI.
Erna Lukitawati. Upaya Peningkatan Hasil Belajar Bangun Ruang Sisi Datar
Dengan Menggunakan Kombinasi Pendekatan Pembelajaran Koperatif Tipe
Jigsaw Dan Media Benda Asli. e-Journal Universitas Kanjuruhan Malang,
Vo.6, 2016, Malang:UKM.
Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2011).
Hudojo, Herman. 2000. Suatu Usaha untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa
dalam Belajar Matematika. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional;
Pengajaran Matematika di Sekolah Menengah. Jurusan MIPA Universitas
Negeri Malang.25 Maret 2000.
Hasibuan. Idrus. (2014). Model Pembelajaran CTL. Jurnal Pendidikan Matematika
2(1). 1-12
Idrus Hasibuan. 2014. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning.
Jakarta. 4 (2): 2-12.
Iskandar. (2011). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta. Gaung Persada Press.
John M.Echol dan Hasan Sadly, Kamus Inggris Indonesia; An English-Indonesian
Dictionary, Jakarta Gramedia Pustaka Utama.
Katagiri, S. (2004). Mathematical Thinking and How to Teach it. Tokyo: CRICED
University of Tsubuka.

40
M. Kholik. dkk. Matematika 2A Kurikulum 2013 Revisi 2017. Jakarta: Erlangga.
Mansur Muslih. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis KOmpetensi dan Kontekstual,
Jakarta, Bumi Aksara.
Mulyasa. 2005. Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK,
Bandung, Remaja Rosdakarya.
Nurjannah, W. (2013). Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah (Aspek Metakognitif) dan Kemampuan
Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Dasar. Tesis Magister pada Sekolah
Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Nurhadi, Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning), (Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah, Direktorat PLP, 2002).
Rahman. Zulfa Anggraini. (2015). Kemampuan Berpikir Matematis Siswa Pada
Pembelajaran Metode Discovery Learning Dan Metode Ekspositori. Jurnal
Pendidikan Matematika. Universitas Negeri Jember
Ratnaningsih, N. (2008). ”Berbagi Kemampuan Berpikir Matematik”. Makalah
dalam Acara Seminar Pendidikan Matematika di Universitas Siliwangi.
Tasikmalaya: tidak diterbitkan.
Rosmala. Amelia. (2018). Model-Model Pembelajaran Matematika. Bandung.
Bumi Aksara
Schoenfeld, A. H. (1992). Learning to Think Mathematically. Problem Solving,
Metacognition, and Sense-making in Mathematics. Dalam D. Grouws
(ED.), Handbook for Researh on Mathematics Teaching and Learning, 334-
370. New York: MacMillan.
Sudjana, Nana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Sinar Bumi Algesindo
Sugiyanto. (2007). Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG): Model-
Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13
Surakarta.
Suharsimi Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, Cetakan ke-8, Jakarta: PT.
Bumi Aksara. (2009).
Wahyudin. (2012). Filsafat dan Model-Model Pembelajaran Matematika.
Bandung: Mandiri.
Yuhasriarti. “Pendekatan Ralistik Dalam Pembelajaran Matematika”. e-journal
Dosen Pendidikan Matematika FKIP Unsyiah. Vol. 1, 2012, Banda Aceh:
Universitas Unsyiah.

41
Zulfa Anggraini Rahman. “Kemampuan Berpikir Matematis Siswa Pada
Pembelajaran Metode Discovery Learning Metode Ekspositori”. e-Journal
Universitas Muhammadyah Jember, Vol. 4, 2016. Jember: UNJEM.

42

Anda mungkin juga menyukai