Anda di halaman 1dari 39

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE

TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH


MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SMP

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh gelar sarjana
(S1) pada program studi pendidikan matematika FKIP UNSIKA

Disusun Oleh :
Deby Mayangsari
NPM : 1510631050022

PROGAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-nya kepada kita khususnya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan tugas Seminar Proposal yang berjudul “Pengaruh Model
Pembelajaran Think Talk Write Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Serta Motivasi Belajar Siswa SMP”
Proposal ini diajukan untuk melengkapi tugas seminar proposal dan sebagai
syarat untuk melakukan seminar proposal.
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, perlu adanya perbaikan dari dosen pengampu mata kuliah seminar
proposal yaitu Ramlah M Zein S.Pd., M.Pd agar hasil hasil yang penulis sajikan
dapat lebih baik dimasa yang akan datang.
Dalam penulisan proposal ini penulis sadari sepenuhnya tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Akhir kata , semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-nya atas
kebaikan semua pihak yang telah membantu penyelesaian proposal ini. atas dasar
keterbatasan dan kekurangan penulis dalam penyusunan proposal, semoga dapat
memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi pembaca.

Karawang, 7 Desember 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ........................................................................ ................................ iii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah........................................................5
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................5
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis............................................7
B. Motivasi Belajar.........................................................................................9
C. Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW)........................................11
D. Teori Belajar yang Mendukung...............................................................13
E. Penelitian yang Relevan...........................................................................15
F. Kerangka Berpikir....................................................................................16
G. Hipotesis Penelitian.................................................................................17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Metode Penelitian..........................................................18
B. Desain Penelitian.....................................................................................18
C. Populasi dan Sampel................................................................................20
D. Definisi Oprasional................................................................................. 20
E. Instrumen Penelitian................................................................................21
F. Teknik Pengumpulan Data.......................................................................26
G. Tahap-Tahap Penelitian...........................................................................26
H. Teknik Analisis Data................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................34

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kriteria Koefisien Korelasi Validitas Instrumen...............................23


Tabel 3.2 Kriteria Koefisien Korelasi Reliabilitas Instrumen...........................24
Tabel 3.3 Kriteria Daya Pembeda Instrumen....................................................25
Tabel 3.4 Kriteria Indeks Kesukaran.................................................................26
Tabel 3.5 Interpretasi Indeks Gain....................................................................30

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib di sekolah dan
berperan dalam menunjang berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Undang-undang tentang sistem pendidikan nasional nomor 20 Tahun 2003 pasal
37 menyatakan bahwa “Kurikulum pendidikan dasar dan menengah di Indonesia
wajib memuat mata pelajaran matematika”. Beberapa alasan perlunya siswa
belajar matematika, yaitu matematika merupakan sarana berfikir yang jelas dan
logis, sarana untuk memecahkan masalah sehari-hari, sarana mengenal pola-pola
hubungan dan generalisasi pengalaman, sarana untuk mengembangkan kreativitas,
dan sarana belajar bernalar secara kritis dan aktif.
Proses pemecahan masalah matematik merupakan salah satu kemampuan
dasar matematik yang harus dikuasai siswa sekolah menengah. Pentingnya
pemilikan kemampuan tersebut tercermin dari pernyataan Branca (Soemarmo,
2014: 23) bahwa pemecahan masalah matematik merupakan salah satu tujuan
penting dalam pembelajaran matematika bahkan proses pemecahan masalah
matematik merupakan salah satu tujuan penting dalam pembelajaran matematika
bahkan proses pemecahan masalah matematik merupakan jantungnya matematika.
Demikian pula pentingnya pemilikan kemampuan pemecahan masalah
sejalan dengan pendapat beberapa pakar. Cooney (Soemarmo, 2014: 23)
mengemukakan bahwa pemilikan kemampuan pemecahan masalah membantu
siswa berpikir analitik dalam mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari
dan membantu meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam menghadapi
situasi baru.
Menurut Uno (2015: 23) motivasi diterapkan dalam berbagai kegiatan, tidak
terkecuali dalam belajar. Betapa pentingnya motivasi dalam belajar, karena
keberadaannya sangat berarti bagi perbuatan belajar. Selain itu, motivasi
merupakan pengarah untuk perbuatan belajar kepada tujuan yang jelas yang
diharapkan dapat dicapai.
1
2

Menurut Effendi & Galih (2017: 60) proses pendidikan melibatkan


pembelajaran antara guru dan siswa. Pembelajaran merupakan suatu proses
belajar dan mengajar dengan segala interaksi di dalamnya. Belajar mengajar
merupakan kegiatan utama yang ada disekolah. Keberhasilan siswa dalam
pembelajaran selalu menjadi harapan besar bagi seorang guru. Keberhasilan
tersebut selalu disertai dengan usaha-usaha baik dari guru maupun dari siswa
sendiri. Seorang guru selalu menerapkan berbagai metode dalam menyampaikan
ilmu pengetahuan agar siswa tidak merasa jenuh dan memiliki kemampuan
pemahaman yang baik dalam proses belajarnya. Selain itu, guru juga selalu
memberikan berbagai motivasi guna membangkitkan semangat belajar siswa.
Menurut Hamalik (2017: 108) motivasi dianggap penting dalam upaya
belajar dan pembelajaran dilihat dari segi fungsi dan nilainya atau manfaatnya.
Fungsi motivasi diantaranya adalah: 1) Mendorong timbulnya tingkah laku atau
perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan misalnya belajar. 2)
Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. 3) Motivasi berfungsi sebagai penggerak,
artinya menggerakana tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan
menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan pentingnya kemampuan
pemecahan masalah matematis untuk dimiliki siswa. Namun, pada kenyataanya
berdasarkan studi pendahuluan yang pernah dilakukan oleh Perawati (2017)
berdasarkan wawanacara dengan guru matematika di SMPN 2 Telukjambe Timur,
diperoleh informasi bahwa siswa mengalami kesulitan dalam pemecahan masalah.
Dari data yang diperoleh, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: siswa
mengalami kesulitan saat diberi pertanyaan tentang materi bilangan pecahan pada
kasus pemecahan masalah yang berkaitan dengan kehiduan sehari-hari, siswa
kurang memahami masalah sehingga penyelesaian yang dilakukan siswa tidak
terarah hal ini terlihat dari kurangnya pada indikator memencanakan masalah, dan
siswa mengalami kesulitan ketika menyelesaikan soal dan tidak memeriksa
kembali hasil dari jawabannya. Salah satu yang mempengaruhi rendahnya
kemampuan pemecahan masalah adalah masih kurangnya keinginan siswa dalam
3

mengikuti pelajaran karena pengunaan model pembelajaran yang kurang tepat.


Selama ini pembelajaran berfokus ada satu arah dari guru terhadap siswa sehingga
proses pembeljaran dikelas kurag menyenangkan. Hal tersebut berdampak pada
kurang perkembangannya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh Febrianti (2016) dengan
guru matematika kelas VII di MTs Al-Ahliyah, siswa kelas VII mengalami
beberapa kesulitan dalam materi statistika, terutama dalam menghitung data
kelempok. Kemampuan siswa dalam menyelesaikan sebuah persoalan dalam
materi statistika masih rendah. Hal tersebut akan berakibat pada kemampuan
pemecahan masalah siswa yang masih rendah.
Menurut Fitria Aprilianti (2016) motivasi dalam pembelajaran matematika
pada umumnya masih rendah. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya faktor
pendorong dalam diri atau faktor luar yang mendukung motivasi. Kuat lemahnya
motivasi seseorang akan mempengaruhi keberhasilan belajar, maka motivasi perlu
diusahakan terutama yang berasal dari dalam diri maupun dorongan dari luar
dengan cara memberi prangsangan berupa perlakuan tes yang lebih inovatif.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suwoto (dalam Uly, 2016) pada
kelas IX B SMP Negeri 1 Sumbergempol terdapat beberapa siswa terlihat kurang
memiliki motivasi untuk belajar matematika. Selama proses pembelajaran
berlangsung, sebagian besar siswa kurang menunjukkan antusias untuk mengikuti
pembelajaran matematika dan belum nampak rasa ingin tahu pada materi yang
dipelajari. Siswa cenderung bersikap pasif dan mudah melakukan aktifitas lain
sehingga teralihkan konsentrasinya. Pengalaman peneliti sebagai guru,
mendapatkan data bahwa siswa kelas IX B sering lalai mengerjakan PR, siswa
juga mengalami kesulitan dalam memahami soal terutama masalah dalam bentuk
soal cerita, kurang terampil dalam menyelesaikan soal, dan yang lebih parah
sebagian besar siswa mudah melupakan materi yang telah dipelajari. Peneliti
menganggap faktor rendahnya intelegensi merupakan salah satu penyebab
lemahnya daya serap siswa terhadap materi pelajaran
Untuk mengatasi permasalahan di atas diperlukan sebuah model
pembelajaran yang aktif, inovatif dan dapat membantu siswa berlatih dalam
4

pemecahan masalah matematika. Salah satu model pembelajaran yang dapat


membantu siswa berlatih dalam pemecahan masalah matematis adalah think talk
write. Model pembelajaran think talk write yang diperkenalkan oleh Huinker dan
Laughl ini pada dasarnya dibangun melalui berpikir, berbicara, dan menulis
(Hamdayana, 2014: 217). Think Talk Write (TTW) adalah model pembelajaran
yang berusaha membangun pemikiran, merefleksi, dan mengorganisasi ide,
kemudian menguji ide tersebut sebelum siswa diharapkan untuk menuliskan ide-
ide tersebut. Tahap-tahap dalam model pembelajaran kooperatif tipe TTW sebagai
berikut :
Tahap pertama kegiatan siswa yang belajar dengan strategi think-talk-write
adalah think, yaitu tahap berfikir dimana siswa membaca teks berupa soal (kalau
memungkinkan dimulai dengan soal yang berhubungan dengan permasalahan
sehari-hari siswa atau kontekstual). Tahap kedua adalah talk (berbicara atau
diskusi) memberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan tentang
penyelidikannya pada tahap pertama. Tahap ketiga adalah write, siswa
menuliskan ide-ide yang diperolehnya dari kegiatan tahap pertama dan kedua.
Dalam model pembelajaran think talk write juga diharapkan dapat
mempengaruhi motivasi belajar siswa karena siswa dilatih untuk berpikir melalui
bahan bacaan dan bisa memotivasi siswa dalam dirinya agar siswa mampu
memahami bacaan tersebut, lalu dapat saling memotivasi siswa lainnya karena
hasil dari bacaannya dikomunikasikan dengan kelompoknya, sehingga siswa
dapat menumbuhkan motivasi dalam dirinya dan dapat menuliskan inti dari hasil
bacaan dan diskusi yang telah dilaksanakan.
Berdasarkan permasalahan diatas peneliti ingin melakukan penelitian
dengan judul tentang “Pengaruh Model Pembelajaran Think Talk Write Terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Serta Motivasi Belajar Siswa SMP”.
5

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah


Berdasarkan identifikasi permasalahan yang ada, agar diperoleh suatu
kedalaman pada penarikan kesimpulan, maka diperlukan adanya batasan masalah
dan rumusan masalah.
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka pada penelitian ini dibatasi
masalah kemampuan pemecahan masalah matematis dan motivasi belajar siswa
SMP melalui model pembelajaran Think Talk Write (TTW).
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan sebelumnya, maka
rumusan masalahnya adalah :
1) Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh
model pembelajaran Think Talk Write (TTW) lebih tinggi daripada siswa
yang menggunakan pembelajaran konvensional?
2) Apakah motivasi belajar siswa yang memperoleh model pembelajaran Think
Talk Write (TTW) lebih baik daripada siswa yang menggunakan
pembelajaran konvensional?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah disampaikan sebelumnya, maka
tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis perbandingan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Think Talk Write
(TTW) lebih tinggi daripada kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.
2. Untuk menganalisis perbandingan motivasi belajar siswa yang memperoleh
model pembelajaran Think Talk Write (TTW) lebih baik daripada motivasi
belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.
6

D. Manfaat Penelitian
Sebagaimana telah diuraikan diatas, kemampuan pemecahan masalah
matematis serta motivasi belajar siswa sangat penting dalam pembelajaran
matematika, maka hasil penelitian ini dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Secara Teoritis
1) Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk memperluas wawasan
ilmu pengetahuan mengenai model pemebelajaran matematika yang dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis serta motivasi
belajar siswa.
2) Dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk penelitian berikutnya yang
berhubungan dengan hal yang sama.
2. Manfaat Secara Praktis
1) Bagis siswa, diharapakan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis serta motivasi
belajar siswa.
2) Bagi guru, pembelajaran menggunakan model pemebelajaran Think Talk
Write (TTW) diharapkan memberi pengetahuan kepada guru untuk
mengembangkan dalam memilih model pembelajaran.
3) Bagi sekolah, diharapkan dapat memberi masukan bagi pengembang
kurikulum untuk mempertimbangkan model pembelajaran Think Talk Write
(TTW) sebagai alternatif pembelajaran.
4) Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan
gambaran yang jelas tentang model pembelajaran Think Talk Write (TTW)
dalam pembelajaran matematika dalam rangka meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematis serta motivasi belajar siswa SMP.
5) Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan
dalam mengembangkan penelitian-penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis


1. Pengertian Pemcehan Masalah
Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan
kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi
yang baru. Pemecahan masalah tidak sekedar sebagai bentuk kemampuan
menerapkan aturan-aturan yang telah dikuasai melalui kegiatan-kegiatan belajar
terdahulu, melainkan lebih dari itu, merupakan proses untuk mendapatkan
seperangkat aturan ada tingkat yang lebih tinggi.
Menurut Wena (2016:52) hakikat pemecahan masalah adalah melakukan
operasi prosedural urutan tindakan, tahap demi tahap secara sistematis, sebagai
seorang pemula (novice) memecahkan suatu masalah.
Menurut Solso (dalam Mairing, 2017:34) pemecahan masalah adalah berpikir
yang diarahkan untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu yang melibatkan
pembentukan respon-respon yang mungkin, dan pemilihan diantara respon-respon
tersebut.
Menurut Krulik, Rudnick, & milou (dalam Mairing, 2017:34) pemecahan
masalah adalah proses yang dimulai dengan siswa menghadapi masalah sampai suau
jawaban (answer) diperoleh, dan siswa telah menguji penyelesainnya (solution).
Berdasarakan uraian diatas pemecahan masalah merupakan proses berpikir
individu secara terarah untuk menentukan apa yang harus dilakukan dalam
mengatasi suatu masalah dan menemukan solusi atau jalan keluar untuk suatu
permasalahan.
2. Pengertian Kemampuan Pemcehan Masalah Matematis
Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan siswa
dalam merancang penyelesaian masalah dan menyelesaikan masalah dalam
pembelajaran matematika.
Soemarmo (2014: 24) menyatakan bahwa pemecahan masalah matematik
mempunyai dua makna yaitu: (1) pemecahan masalah sebagai suatu pendekatan
7
8

pembelajaran, yang digunakan untuk menemukan kembali (reinvention) dan


memahami materi, konsep, dan prinsip matematika. Pembelajaran diawali dengan
penyajian masalah atau situasi yang kontekstual kemudian melalui induksi siswa
menemukan konsep/prinsip matematika.
Menurut Lestari & Yudhanegara (2015:84) kemampuan pemecahan masalah
matematis adalah kemampuan menyelesaikan masalah rutin, non-rutin, rutin non-
terapan, rutin terapan, non-rutin terapan, dan masalah non-rutin non-terapan
dalam bidang matematika.
Menurut Suherman (dalam Putri, 2017) Pemecahan masalah merupakan
bagian kurikulum matematika yang sangat penting dalam proses pembelajaran
maupun penyelesaian masalah dimungkinkan memperoleh pengalaman
menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk
diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat rutin. Melalui kegiatan ini
aspek-aspek kemampuan matematika penting seperti penerapan aturan pada
masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematika
dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik.
Secara umum maka dapat disimpulkan kemampuan pemecahan masalah
matematis dapat diartikan sebagai kemampuan dimana siswa berupaya mencari
jalan keluar yang dilakukan dalam mencapai tujuan, juga memerlukan kesiapan,
kreativitas, pengetahuan dan kemampuan serta aplikasinya dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Indikator Kemampuan Pemecehan Masalah Matematis
Indikator kemampuan pemecahan masalah matematis sangat diperlukan
dalam proses pembelajaran di kelas untuk melihat sejauh mana kemampuan
pemecahan masalah matematis yang dimiliki siswa. Adapun indikator-indikator
kemampuan pemecahan masalah matematis menurut beberapa ahli adalah sebagai
berikut:
Menurut Lestari & Yudhanegara (2015:85) indikator kemampuan
pemecahan masalah matematis adalah : 1) Mengidentifikasi unsur-unsur yang
diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan. 2) Merumuskan
masalah matematis atau menyusun model matematis. 3) menerapkan strategi
9

untuk menyelesaikan masalah. 4) Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil


penyelesaian masalah.
Menurut Soemarmo (2015:23) indikator dalam kemampuan pemecahan
masalah matemais meliputi: 1) Mengidentifikasi kecukupan unsur untuk
penyelesaian masalah. 2) Memilih dan melaksanakan strategi untuk
menyelesaikan masalah. 3) Melaksanakan perhitungan. 4) Menginterpretasi solusi
terhadap masalah semula dan memeriksa kebenaran solusi.
Menurut Polya (dalam Soemarmo 2015:24) indikator dalam pemecahan
masalah meliputi: 1) Memahami masalah. 2) Merencanakan atau merancang
strategi pemecahan masalah. 3) Melaksanakan perhitungan. 4) Memeriksa
kembali kebenaran hasil atau solusi.
Dari pemaparan diatas maka peneliti mengambil beberapa indikator
kemampuan pemecahan masalah matematis yaitu: 1) Mengidentifikasi unsur-
unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan. 2)
Merumuskan masalah matematis atau menyusun model matematis. 3)
Menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah. 4) Menjelaskan atau
menginterpretasikan hasil penyelesaian masalah.

B. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi Belajar
Menurut Uno (2015:23) haikat motivasi belajar adalah dorongan internal
dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan
tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang
mendukungnya. Hal itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang
dalam belajar.
Menurut Setiawan (2016), Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis
yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal
penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar.
Menurut Hamalik (2017: 121) motivasi adalah suatu perubahan energi
dalam diri seseorang yang ditandai oleh timbulnya perasaan dan reaksi untuk
10

mencapai tujuan.motivasi memiliki komponen dalam dan komponen luar. Ada


kaitan yang erat antara motivasi dan kebtuhan,dan drive, dengan tujuan, dan
insentif.
Secara umum maka dapat disimpulkan motivasi belajar adalah suatu daya,
dorongan atau kekuatan, baik yang datang dari diri sendiri maupun dari luar yang
mendorong peserta didik untuk belajar.
2. Indikator Motivasi Belajar
Menurut Handoko (Suprihatin, 2015), untuk mengetahui kekuatan motivasi
belajar siswa, dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut : 1) Kuatnya
kemauan untuk berbuat. 2) Jumlah waktu yang disediakan untuk belajar. 3)
Kerelaan meninggalkan kewajiban atau tugas yang lain. 4) Ketekunan dalam
mengerjakan tugas.
Menurut Uno (2015:23) indikator motivasi belajar dapat diklasifikaskan
sebagai berikut: 1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil. 2) Adanya dorongan
dan kebutuhan dalam belajar. 3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan. 4)
Adanya penghargaan dalam belajar. 5) Adanya kegiatan yang menarik dalam
belajar. 6) Adanya lingkungan belajar yang kondusif.
Adapun indikator motivasi belajar menurut Yudhanegara & Lestari (2015:
93) adalah sebagai berikut : 1) Adanya dorongan dan kebutuhan belajar. 2)
Menunjukkan perhatian dan minat terhadap tugas-tugas yang diberikan. 3) Tekun
mengadapi tugas. 4) Ulet menghadapi kesulitan. 5) Adanya hasrat dan keinginan
berhasil.
Dari pemaparan diatas maka peneliti mengambil beberapa indikator
motivasi belajar yaitu: 1) Adanya dorongan dan kebutuhan belajar. 2)
Menunjukkan perhatian dan minat terhadap tugas-tugas yang diberikan. 3) Tekun
mengadapi tugas. 4) Ulet menghadapi kesulitan. 5) Adanya hasrat dan keinginan
berhasil.
11

C. Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW)


1. Pengertian Model Pembelajaran Think Talk Write
Menurut Hamdayana (2014: 217) secara etimologi, think diartikan dengan
"berfikir", talk diartikan “berbicara“, sedangkan write diartikan sebagai "menulis".
Jadi Think-Talk-Write bisa diartikan sebagai berfikir, berbicara, dan menulis.
Sedangkan pembelajaran Think-Talk-Write adalah sebuah pembelajaran yang
dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritis, dan
alternatif solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi,
dan kemudian membuat laporan hasil presentasi.
Model pembelajaran Think Talk Write (TTW) yang diperkenalkan oleh
Huinker & Laughlin (dalam Hamdayana, 2014: 217) ini pada dasarnya dibangun
melalui berpikir, berbicara, dan menulis. Alur kemajuan startegi TTW dimulai
dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialaog dengan dirinya sendiri
setelah proses membaca. Selanjutnya, berbicara dan membagi ide (sharing)
dengan temannya sebelum menulis. Suasana seperti ini lebih efektif jika
dilakukan dalam kelompok heterogen dengan 3-5 siswa. Dalam kelompok ini,
siswa diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengarkan dan
membagi ide bersama teman kemudian mengungkapkannya melalui tulisan.
Secara umum maka dapat disimpulkan model pembelajaran think talk write
adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada kegiatan
berpikir, menyusun, menguji, merefleksikan dan menuliskan ide-ide
2. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Think Talk Write
Menurut Huda (2014:218) Model Think Talk Write terdiri dari beberapa
tahap antara lain:
1) Think (Berpikir)
Pada tahap ini siswa akan membaca suatu teks matematika atau berisi cerita
matematika kemudian membuat catatan apa yang telah dibaca kemudian siswa
secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (penyelesaian), membuat
catatan apa yang telah dibaca, baik itu berupa apa yang diketahuinya, maupun
langkah-langkah penyelesaian dalam bahasanya sendiri.
2) Talk (Berbicara)
12

Pada tahap ini memungkinkan siswa untuk terampil dalam komunikasi


sekaligus berpikir bagaimana cara mengungkapkan pikirannya sehingga dialog
yang baik antar siswa maupun dengan guru dapat meningkatkan pemahamannya.
3) Write (Menulis)
Pada tahap ini siswa menuliskan hasil diskusi pada lembar aktifitas siswa
yang tersedia sehingga pada aktifitas menulis ini berarti bahwa siswa sedang
mengkonstruksikan ide, selain itu menulis dalam matematika juga membantu
merealisasikan salah satu tujuan pembelajaran, yaitu pemahaman tentang materi
yang ia pelajari sehingga pada aktifitas menulis akan membantu siswa membuat
hubungan dan memungkinkan guru melihat pengembangan konsep siswa.
Menurut Lestari & Yudhanegara (2015) Model Think Talk Write terdiri dari
beberapa tahap antara lain:
1) Tahap think
Tahap berpikir dimana siswa membaca teks berupa soal. Pada tahap ini
siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian),
membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, atau hal-hal
yang tidak dipahaminya sesuai dengan bahasanya sendiri.
2) Tahap talk
Pada tahap talk siswa merefleksikan, menyusun, serta menguji ide-ide
dalam kegiatan diskusi kelompok.
3) Tahap write
Pada tahap write siswa secara individu merumuskan pengetahuanya
merupakan jawaban atas soal dalam bentuk tulisan dengan bahasanya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah
model pembelajaran thin talk write yaitu: 1) Tahap think yaitu tahap berpikir
dimana siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (strategi
penyelesaian), membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan,
atau hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai dengan bahasanya sendiri. 2) Tahap
talk yaitu siswa merefleksikan, menyusun, serta menguji ide-ide dalam kegiatan
diskusi kelompok. 3) Tahap write yaitu siswa secara individu merumuskan
13

pengetahuna merupakan jawaban atas soal dalam bentuk tulisan dengan


bahasanya sendiri.
D. Teori Belajar yang Mendukung
Pada penelitian ini ada beberapa teori belajar yang mendukung diantranya
adalah:
1. Teori Belajar Ausubel
Menurut Ausubel (dalam Yudhanegara dan Lestarii 2015), belajar
seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa. Materi yang
dipelajari diasimlaskan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki
siswa dalam bentuk struktur kognitif. Teori ini banyak memusatkan perhatiannya
pada konsepsi, bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru merupakan fungsi
dar struktur kognitf yang telah dimiliki siswa. Proses belajar akan berjalan dengan
baik jika materi pelajaran atau informasi baru dapat beradaptasi dengan struktur
kognitif yang telah dimiliki.
Teori ini dikenal dengan belajar bermakna dan pentingnya pengulangan
sebelum pembelajaran dimulai. Ausubel membedakan antara belajar menemukan
dan belajar menerima. Dalam belajar menerima, siswa hanya menerima dan
menghapal materi. Sedangkan pada belajar menemukan, siswa tidak menerima
pelajaran begitu saja, tetapi konsep ditemukan oleh siswa.
Teori ini berpendapat, bahwa materi pelajaran akan lebih mudah dipahami
jika materi itu dirasakan bermakna bagi siswa. Belajar bermakna lebih dilakukan
dengan metode penemuan. Meskipun demikian, metode ceramah juga dapat
menjadi bermakna jika dikaitkan dengan permasalahan sehari-hari dan
disesuaikan dengan struktur kogntif siswa.
Berdasarkan teori Ausubel jika dikaitkan dengan model pembelajaran Think
Talk Write sangat mendukung karena dapat membantu siswa dalam proses
pemecahan masalah matematis dan meningkatkan motivasi belajar siswa karena
siswa belajar untuk menemukan konsep dari suatu materi pemebelajaran sehingga
pemebelajaran menjadi lebih bermakna.
14

2. Teori Gestalt
Menurut Yudhanegara & Lestari (2015:34) teori Gestalt dicetuskan oleh
Max Wertheimer, Kofka, dan Kohler. Teori ini meletakan konsep insight, yaitu
pengamatan atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar
bagian didalam suatu situasi permasalahan. Para pengikut Teori Gestalt
berpendapat, bahwa seseorang memperoleh sensasi atau informasi dengan melihat
strukturnya secara menyeluruh, kemudian menyusunnya kembali dalam struktur
yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dipahami.
Berdasarkan teori Gestalt jika dikaitkan dengan model pembelajaran Think
Talk Write sangat mendukung karena dapat membantu siswa dalam proses
pemecahan masalah matematis dan motivasi belajar siswa karena teori ini
meletakan konsep insight dengan melakukan pengamatan terlebih dahulu untuk
memperoleh informasi hingga kemudian disusun dalam struktur yang lebih
sederhana dan siswa dituntut untuk ulet dan tekun dalam menghadapi tugas-
tugasnya.
3. Teori Belajar Jerome S.Burner
Burner mencetuskan teori “free discovery learnning”, dalam teorinya
dikatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori,
aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupan
(Yudhanegara dan Lestari, 2015:33). Dengan demikian,perkembangan kognitif
seseorang dapat ditingkatkan dengan cara meyusun materi pelajaran dan
menyajikan sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut. Teori ini
meyakini, bahwa cara terbaik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan
hubungan yang diperoleh melalui proses intuitif sehingga diperoleh suatu
kesimpulan (discovery learning).
Berdasarkan teori belajar Jeorema S.Burner jika dikaitkan dengan model
pembelajaran Think Talk Write sangat mendukung karena dapat membantu siswa
dalam proses pemecahan masalah matematis serta motivasi belajar siswa karena
teori ini mengatakan bahwa belajar dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau
15

pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupan dan siswa


dapat memperoleh kesimpulan.

E. Penelitian yang Relevan


Penelitian yang dilakukan ole Anisah Febrianti (2016) yang berjudul “
Pengaruh Strategi Pembelajaran Think Talk Write (TTW) Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Siswa MTs Al-Ahliyah Kelas VII”. Hasil
penelitiannya adalah berdasarkan uji perbedaan dua rata-rata dengan uji rank
Sperman, H0 ditolak artinya pada tarap kepercayaan 95% dapat disimpulkan
terdapat pengaruh model pemebelajaran Think Talk Write (TTW) terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Jenitha Febryanti Uly (2016) yang berjudul
“Penerapan Model Think Talk Write (TTW) Menggunakan Inspiration Untuk
Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 2 Salatiga”. Skripsi. Hasil
penelitiannya adalah berdasarkan hasil angket, motivasi belajar siswa di kelas
eksperimen lebih tinggi dibandingkan motivasi belajar siswa di kelas kontrol,
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model Think
Talk Write dengan Inspiration dapat meningkatkan motivasi belajar kelas 7C SMP
Negeri 2 Salatiga pada mata pelajaran TIK.
Penelitian yang dilakukan oleh Pera Perawati (2017) yang berjudul
“Penerapan Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW) Untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa”. Hasil penelitiannya adalah
peningkatakan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kedua kelompok
sampel berdasarkan gain ternormalisasi siswa yang memperoleh model
pemebelajaran TTW dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional
masing-masing adalah 0,86 dan 0,57. Berdasarkan klasifikasi gain kualitas siswa
yang memperoleh model pembelajaran TTW termasuk kategori tinggi dan siswa
yang memperoleh pembelajaran konvensional termasuk ke dalam kategori sedang.
16

F. Kerangka Berpikir
Pembelajaran matematika di sekolah memiliki tujuan mengajarkan kepada
siswa tentang berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta
mempunyai kemampuan kerjasama. Dari hal tersebut pembelajaran matematika
harus bisa meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis serta
motivasi belajar siswa. Dari sini bahwa dibutuhkan model pembelajaran yang
dapat memudahkan pemahaman konsep matematika sekaligus mampu
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis serta motivasi belajar
siswa. Model pembelajaran yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematis dan motivasi belajar siswa adalah model
pembeljaran Think Talk Write (TTW).
Sehubungan dengan penerapan model pembelajaran TTW dalam
pembelajaran matematika dan melihat langkah-langkah pembelajaran yang ada,
TTW tentu dapat berdampak pada kemampuan pemecahan masalah matematis
serta motivasi belajar siswa. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti akan
mengungkap bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis
serta motivasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika dengan model
pembelajaran TTW.
Pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran TTW
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan
motivasi belajar siswa agar tujuan tersebut tercapai model pembeljaran TTW
memiliki langkah-langkah sebgai berikut: 1) Tahap think yaitu tahap berpikir
dimana siswa membaca teks berupa soal. Pada tahap ini siswa secara individu
memikirkan kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian), membuat catatan kecil
tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, atau hal-hal yang tidak dipahaminya
sesuai dengan bahasanya sendiri. Pada tahap ini dapat menilai indikator
kemampuan pemecahan masalah yaitu: Mengidentifikasi unsur-unsur yang
diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan. Serta dapat menilai
indikator motivasi belajar yaitu: Adanya dorongan dan kebutuhan belajar serta
menunjukkan perhatian dan minat terhadap tugas-tugas yang diberikan. 2) Tahap
talk yaitu siswa merefleksikan, menyusun, serta menguji ide-ide dalam kegiatan
17

diskusi kelompok. Pada tahap ini dapat menilai indikator kemampuan pemecahan
masalah yaitu: Merumuskan masalah matematis atau menyusun model matematis
dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah. Serta dapat menilai
indikator motivasi belajar yaitu: Tekun menghadapi tugas dan ulet menghadapi
kesulitan. 3) Tahap write yaitu siswa secara individu merumuskan pengetahuna
merupakan jawaban atas soal dalam bentuk tulisan dengan bahasanya sendiri.
Pada tahap ini dapat menilai indikator kemampuan pemecahan masalah yaitu:
Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil penyelesaian masalah. Serta dapat
menilai indikator motivasi belajar yaitu: Adanya hasrat keinginan berhasil.

G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, dimana
rumusan masalah telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Berdasarkan
rumusan masalah, teori-teori yang telah dideskripsikan dan kerangka berpikir
yang telah dipaparkan sebelumnya, maka hipotesis yang ditetapkan yaitu:
1) Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model
pembelajaran Think Talk Write (TTW) lebih tinggi daripada siswa yang
menggunakan pembelajaran konvensional.
2) Motivasi belajar siswa yang memperoleh model pembelajaran Think Talk
Write (TTW) lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran
konvensional.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian


1. Pendekatan Kuantitatif
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif.
Menurut Sugiyono (2015:11) metode penelitian kuantitatif dapat di artikan
sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan
untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian analisis data bersifat kuantitatif statistik dan
dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Penelitian pada
umumnya dilakukan pada populasi atau sampel tertentu yang representatif.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.
Menurut Sugiono (2015:11) metode penelitian eksperimen adalah metode
penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh treatment tertentu (perlakuan)
dalam kondisi yang terkontrol (laboratorium). Metode eksperimen adalah suatu
metode penelitian yang berusaha mencari hubungan variabel tertentu teradap
variabel lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat (Sugiyono, 2015:109).

B. Desain Penelitian
Desain penelitian yang akan digunakan yaitu desain penelitian eksperimen
semu (Quasi Experimental Design). Penelitian akan menguji Pengaruh Model
Pembelajaran Think Talk Write Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Serta Motivasi Belajar Siswa SMP dengan cara membandingkan
Kemampuan pemecahan masalah maetematis serta motivasi belajar siswa yang
dalam pembelajarannya menerapkan model pembelajaran think talk write
(kelompok eksperimen) dengan siswa yang dalam pembelajarannya menerapkan
pembelajaran langsung (kelompok kontrol). Penelitian ini menggunakan desain

18
19

penelitian jenis the nonequivalent control group design. Dalam desain the
nonequivalent control group design kelompok eksperimen maupun kelompok
kontrol tidak dipilih secara radom (acak). Kemudian untuk mengetahui
kemampuan awal siswa mengenai kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa kedua kelompok diberikan pretest terlebih dahulu, kemudian diberikan
perlakuan, dan terakhir diukur kembali dengan postest. Sedangkan untuk
mengetahui motivasi belajar siswa sebelum diberikan perlakuan maka siswa
diberi angket terlebih dahulu, kemudian diberikan perlakuan, dan terakhir diukur
kembali dengan pemberian angket. Adapun desain penelitian quasi experimental
design dengan jenis the nonequivalent control group design menurut Sugiyono
(2015:118) dengan pola sebagai berikut.

Keterangan :
O1 = Pretest kemampuan pemecahan masalah matematis & angket motivasi
belajar pada kelas ekperimen
O3 = Pretest kemampuan pemecahan masalah matematis & angket motivasi
belajar pada kelas kontrol
X = Perlakuan pada kelas eksperimen dengan model pembelajaran think
talk write
O2 = Posttest kemampuan pemecahan masalah matematis & angket motivasi
belajar pada kelas ekperimen
O4 = Posttest kemampuan pemecahan masalah matematis & angket motivasi
belajar pada kelas kontrol
---- = Sampel tidak diambil secara acak
20

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Menurut Sugiyono (2015: 119) Populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas : obyek atau subyek yang mempunyai kuuantitas dan karakteristik
tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di salah satu
SMPN di Karawang tahun ajaran 2018/2019.
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2015: 120) sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel dalam penelitian ini
adalah siswa SMP di salah satu SMP yang ada di Kabupaten Karawang. Yang
akan dijadikan sampel terdiri dari dua kelas yaitu kelompok eksperimen yang
menerapkan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) dan kelompok kontrol
yang menerapkan model pembelajaran konvensional. Sampel diambil dengan cara
teknik Purposive Sampling, dimana penarikan sampel dengan pertimbangan
tertentu. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen.

D. Definisi Oprasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan pengertian terhadap istilah yang
digunakan dalam penelitian ini maka perlu dikemukakan definisi operasional
sebagai berikut :
1. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan dimana
siswa berupaya mencari jalan keluar yang dilakukan dalam mencapai tujuan,
juga memerlukan kesiapan, kreativitas, pengetahuan dan kemampuan serta
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Adapun indikator kemampuan
pemecahan masalah matematis adalah sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi
unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang
diperlukan. 2) Merumuskan masalah matematis atau menyusun model
matematis. 3) Menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah. 4)
Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil penyelesaian masalah.
21

2. Motivasi belajar adalah suatu daya, dorongan atau kekuatan, baik yang datang
dari diri sendiri maupun dari luar yang mendorong peserta didik untuk
belajar. Adapun indikator motivasi belajar adalah sebagia berikut: 1) Adanya
dorongan dan kebutuhan belajar. 2) Menunjukkan perhatian dan minat
terhadap tugas-tugas yang diberikan. 3) Tekun mengadapi tugas. 4) Ulet
menghadapi kesulitan. 5) Adanya hasrat dan keinginan berhasil.
3. Model pembelajaran think talk write adalah salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang menekankan pada kegiatan berpikir, menyusun, menguji,
merefleksikan dan menuliskan ide-ide. Adapun langkah-langakah model
pembelajaran think talk write adalah sebagai berikut: 1) Tahap think yaitu
tahap berpikir dimana siswa secara individu memikirkan kemungkinan
jawaban (strategi penyelesaian), membuat catatan kecil tentang ide-ide yang
terdapat pada bacaan, atau hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai dengan
bahasanya sendiri. 2) Tahap talk yaitu siswa merefleksikan, menyusun, serta
menguji ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok. 3) Tahap write yaitu siswa
secara individu merumuskan pengetahuna merupakan jawaban atas soal
dalam bentuk tulisan dengan bahasanya sendiri.

E. Instrumen Penelitian
Menurut Sugiyono (2015: 135) instrumen peneitian adalah instrumenn yang
digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini,
terdapat dua jenis instrumen penelitian yang digunakan yaitu :
1. Instrumen Non Tes
Instrumen non tes yang digunakan adalah instrumen non tes berbentuk
angket. Angket diberikan dua kali kepada siswa kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Angket pertama kali diberikan kepada siswa untuk menganaisis sejauh
mana motivasi belajar siswa sebelum diberikan perlakuan dengan menggunakan
model pembelajaran think talk write (TTW) pada kelas eksperimen dan model
pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Dan yang kedua angket diberikan
22

kepada siswa untuk menganaisis sejauh mana motivasi belajar siswa seteah
diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran think talk write
(TTW) pada kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional pada kelas
kontrol
2. Instrumen Tes
Instrumen tes yang digunakan adalah instrument tes kemampuan pemecahan
masalah matematis berbentuk uraian (subjektif). Instrumen tes dilakukan dua kali
yaitu sebelum proses pembelajaran berlangsung (pretest) dan sesudah
pembelajaran berlangsung (postest). Pretest diberikan kepada kelas konrtol dan
ekseperimen untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa sebelum diberikan perlakuan, sedangkan
postest diberikan kepada kelas konrtol dan ekseperimen untuk melihat
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah diberikan perlakuan.
Sebelum digunakan instrumen tes dan non tes harus melewati tahapan-
tahapan analisis, instrument tes dan non tes diujikan untuk mengetahui dan
mengukur tingkat validitas dan reliabilitas. Instrument atau alat evaluasi harus
memenuhi persyaratan penting yaitu validitas dan reliabilitas harus tinggi
pengujiannya. Sedangkan, untuk instrumen tes selain diujikan untuk mengetahui
dan mengukur tingkat validitas reliabilitas, instrumen tes juga diuku untuk
mengetahui dan mengukur daya pembeda butir soal dan indeks kesukaran.
1. Validitas
Menurut Anderson, sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut
mengukur apa yang hendak diukur (Lestari & Yudhanegara, 2015:190). Dengan
kata lain, validitas suatu instrument merupakan tingkat ketepatan suatu instrumen
untuk mengukur sesuatu yang harus diukur. Untuk menghitung validitas tes
kemampuan pemecahan masalah matematis digunakan rumus korelasi product
moment dengan rumus sebagai berikut :
23

Keterangan:
= Koefisien korelasi anatara skor butir soal (X) dan skor total (Y)
= Banyaknya subjek
= Skor butir soal atau skor item pernyataan/pertanyaan
= Total skor
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat validitas instrumen ditentukan
berdasarkan kriteria menurt Guilford (dalam Lestari & Yudhanegara, 2015:193)
sebagai berikut.
Tabel 3.1
Kriteria Koefisien Korelasi Validitas Instrumen
Koefisie korelasi Korelasi Interpretasi Validitas
0,8 < 1,0 Sangat tinggi Sangat tepat/sangat baik
0,6 < 0,8 Tinggi Tepat/baik
0,4 < 0,6 Sedang Cukup tepat/cukup baik
0,2 < 0,4 Rendah Tidak tepat/buruk
0,0 < 0,2 Sangat rendah Sanngat tidak tepat/sangatburuk

2. Reliabilitas
Reliabilitas suatu instrumen adalah keajegan atau kekonsistenan instrumen
tersebut bila diberikan pada subjek yang sama meskipun oleh orang yang berbeda,
waktu yang berbeda, atau temat yang berbeda, maka akan memberikan hasil yang
sama atau relatif sama (tidak berbeda secara signifikan). Rumus yang digunakan
untuk menentukan reliabilitas instrument tes tipe subjektif atau instrumen non tes
adalah rumus Alpha Cronbach, yaitu :

Keerangan:
= koefisien reliabilitas
= banyak butir soal
variansi skor butir soal ke-i
24

variansi skor total


Tinggi rendahnya derajat reliabilitas suatu instrumen ditentukan oleh nilai
koefisien antara butir soal atau item pernyataan/pertanyaan dalam instrumen
tersebut yang dinotifikaikan dengan r. Tolak ukur untuk menginterpretasikan
derajat reliabilitas instrumen ditentukan berdasarkan kriteria menurut Guilford
(dalam Lestari & Yudhanegara, 2015:206) sebagai berikut.
Tabel 3.2
Kriteria Koefisien Korelasi Reliabilitas Instrumen
Koefisie korelasi Korelasi Interpretasi Reliabilitas
0,90 1,00 Sangat tinggi Sangat tepat/sangat baik
0,70 0,90 Tinggi Tepat/baik
0,40 0,70 Sedang Cukup tepat/cukup baik
0,20 0,40 Rendah Tidak tepat/buruk
0,20 Sangat rendah Sanngat tidak tepat/sangatburuk

3. Daya Pembeda
Daya pembeda dari setiap butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan
butir soal tersebut membedakan antara siswa yang dapat menjawab soal dengan
tepat dan siswa yang tidak dapat menjawab soal tersebut dengan teat (siswa yang
menjawab kurang tepat/tidak tepat). Berikut ini rumus untuk menghitung daya
pembeda untuk soal uraian yaitu sebagai berikut :

Keterangan:
= indeks daya pembeda butir soal
= rata-rata skor jawaban siswa kelompok atas
= rata-rata skor jawaban siswa kelompok bawah
: Skor Maksimum Ideal
Tinggi atau rendahnya tingkat daya pembeda suatu butir soal dinyatakan
dengan indeks daya pembeda (DP). Kriteria yang digunakan untuk
menginterpretasikan indeks daya pembeda disajikan dalam tabel berikut.
25

Tabel 3.3 Kriteria Daya Pembeda Instrumen


Nilai Interpretasi Daya Pembeda
0,70 < 1,00 Sangat Baik
0,40 < 0,70 Baik
0,20 < 0,40 Cukup
0,00 < 0,20 Buruk
0,00 Sangat Buruk
4. Indeks Kesukaran
Indeks kesukaran adalah suatu bilangan yang menyatakan derajat kesukaran
suatu butir soal. Indeks kesukaran sangat erat kaitannya dengan daya pembeda,
jika soal terlalu sulit atau terlalu mudah, maka daya pembeda soal tersebut
menjadi buruk karena baik siswa kelompok atas maupun siswa kelompok bawah
akan dapat menjawab soal tersebut dengan tepat atau tidak dapat menjawab soal
tersebut dengan tepat. Rumus yang digunakan untuk menentukan indeks
kesukaran instrument tes tipe subjektif, yaitu:

Keterangan:
IK = indeks kesukaran butir soal
= rata-rata skor jawaban siswa pada suatu butir soal
SMI = Skor Maksimum Ideal
Suatu butir soal dikatakan memiliki indeks kesukaran yang baik jika soal
tersebut tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Indeks kesukaran suatu butir
soal diinterpretasikan dalam kriteria sebagai berikut.
26

Tabel 3.4
Kriteria Indeks Kesukaran
IK Interpretasi Indeks Kesukaran
Terlalu sukar
0,00 < 0,30 Sukar
0,31 < 0,70 Sedang
0,71 < 1,00 Mudah
Terlalu mudah

F. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data pada setiap kegiatan siswa dengan menggunakan
instrumen pengumpulan data berupa tes dan non tes. Pretest dan posttest diberikan
kepada setiap individu pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pretest dan
posttest yang berbentuk soal uraian yang dapat melihat proses berpikir,
sistematika, penyusunan langkah-langkah penyusunan soal, ketelitian dan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Angket diberikan kepada siswa
kelas kontrol dan eksperimen sebelum pembelajaran dimulai untuk mengetahui
bagaiamana motivasi belajar siswa sebelum diberikan perlakuan dan setelah
pembeljaran untuk mengetahui bagaiamana motivasi belajar siswa setelah
diberikan perlakuan.

G. Tahap-Tahap Penelitian
Penelitian ini meliputi beberapa tahap kegiatan. Tahap – tahap dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
1) Mengidentifikasi masalah dan merumuskan permasalahan.
2) Penyusunan rencana penelitian (proposal penelitian).
3) Menyampaikan seminar proposal penelitian.
4) Menyempurnakan proposal penelitian.
27

5) Menyusun instrumen penelitian.


6) Merencanakan dan menyusun perangkat pembelajaran.
7) Menganalisis dan merevisi butir soal pada instrumen.
2. Tahap Pelaksanaan
1) Pemilihan sampel sebanyak dua kelas. Satu kelas dijadikan sebagai kelas
kontrol dan satu kelas lainnya dijadikan sebagai kelas eksperimen.
2) Memberikan angket kepada siswa kelas kontrol dan eksperimen sebelum
pembelajaran dimulai untuk mengetahui bagaimana motivasi belajar siswa
sebelum pembelajaran.
3) Melaksanakan pretest, yang dimaksudkan sebagai pengumpulan informasi
awal tentang kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Pretest
diberikan kepada kelas kontrol dan juga kelas eksperimen.
4) Melaksanakan pembelajaran matematika dengan menggunakan model
pembelajaran think talk write terhadap kelas eksperimen dan pembelajaran
konvensional terhadap kelas kontrol.
5) Melaksanakan posttest, yang dimaksudkan sebagai pengumpulan informasi
akhir tentang kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Posttest
diberikan kepada kelas kontrol dan juga kelas eksperimen.
6) Memberikan angket kepada siswa kelas kontrol dan eksperimen setelah
pembelajaran untuk mengetahui bagaimana motivasi belajar siswa setelah
pembelajaran.
3. Tahap Analisis Data
1) Mengumpulkan hasil data kuantitatif dari dua kelas yaitu pretes dan posttes
kemampuan pemecahan masalah matematis dan angket motivasi belajar.
2) Mengolah dan menganalisis hasil data kuantitatif yang diperoleh untuk
mengetahui normalitas data dengan bantuan software SPSS 23.
4. Tahap Pembuatan Kesimpulan
Tahap ini merupakan tahap akhir yaitu tahap pembuatan kesimpulan
berdasarkan data diperoleh pretest dan posttest kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa serta angket untuk mengetahui motivasi belajar siswa dari
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
28

H. Teknik Analisis Data


Dikarenakan penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif maka teknik
analisis data yang digunakan adalah data statistik yaitu statistik inferensial
berdasarkan pada buku Sugiyono (2015:201) “pada bukunya yang mendefinisikan
bahwa teknik statistik inferensial adalah teknik statistik yang digunakan untuk
menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi”.
1. Analisi data tes
Untuk mengitung data tes dapat dihitung dengan software SPSS Statistik 23
for Windows, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Uji Normalitas
Sebelum dilakukan uji perbedaan dua rata-rata, terlebih dahulu dilakukan uji
normalitas. Uji normalitas data bertujuan untuk meliat data pretest, posttest dan
daa gain apakah hasil tes diolah degn statistika parametrik atau non-parametrik
dan apakah data berdistribusi normal atau tidak.
 Kriteria pengambilan keputusan dalam pengujian ini adalah:
Jika Sig > 0.05 maka data berdistribusi normal.
 Keputusan
 Jika hasil pengujian menunjukkan data berdistribusi normal, maka
dilanjutkan dengan pegujian homogenitas varians.
 Jika hasil pengujian menunjukkan data tidak bersistribusi normal, maka
dilanjutkan dengan uji non parametrik yaitu uji Mann Whitney.
 Kriteria Pengujian
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data beristribusi tidak normal
2) Uji Homogenitas Varians
Setelah melakukan pengujian normalitas dilanjutkan dengan pengujian
homogenitas. Uji homogenitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah dua data
yang diambil mempunyai varians yang sama (homogen) atau tidak (tidak
homogen).
 Kriteria pengambilan keputusan dalam pengujian ini adalah:
Jika Sig > 0.05 maka varians kedua data sama (homogen).
29

 Keputusan
 Apabila hasil pengujian diperoleh varians sama (homogen), maka
dilanjutkan dengan uji pebedaan dua rata-rata Uji-t (Independent Sample
T-test).
 Apabila hasil pengujian diperoleh varians berbeda (tidak homogen), maka
dilanjutkan dengan uji pebedaan dua rata-rata Uji-t’ (Independent Sample
T’-test).
 Kriteria Pengujian
H0 : Kedua kelompok homogen
H1 : Kedua kelompok tidak homogen
3) Uji Perbedaan Dua Rata-rata
Untuk mengetahui apakah rata-rata data pretest, posttest dan data gain kedua
kelas terdapat perbedaan atau tidak. Jika kedua kelas berdistribusi normal atau
homogenitas maka, pengjian hipotesis dilakukan Uji-t atau Independent Sample T-
test.
 Kriteria Pengujian
 Jika Sig > 0.05, maka H0 diterima
 Jika Sig < 0.05, maka H0 ditolak
H0 : ≠ (kemampuan pemecaan masalah matematis siswa kelas
eksperimen tidak lebih tinggi dari pada kelas kontrol)
H1 : > μ2 (kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas
eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol)
Keterangan:
H0 : Tidak terdapat perbedaan anatar kedua kelompok
H1 : Terdapat perbedaan anatar kedua kelompok
μ1 : rata – rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa (data
posttest) menggunakan model pembelajaran Think Talk Write.
μ2 : rata – rata kemampuan pemecahan masalah matematis (data posttest)
yang menggunakan pembelajaran biasa.
30

4) Uji Mann-Whitney U
Untuk mengetahui apakah data pretest, posttet, dan data gain kedua kelas
terdapat perbedaan peningkatan atau tidak. Jika salah satu kelas berdistrbusi tidak
normal atau tidak homogen maka, pengujian hipotesis dilakukan dengan uji
Mann-Whitney U.
5) Uji Indeks Gain
Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis
yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran diberikan kepada kelas
eksperimen dan kelas kontrol. dapat dihitung dengan rumus g faktor (N-Gain)
dengan rumus:
Indeks Gain =

Adapun untuk kriteria gain rendah, sedang, dan tinggi mengacu pada
kriteria Hake, yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.5
Interpretasi Indeks Gain
Indeks Gain Interpretasi
IG < 0.3 Rendah
0.3 IG 0.7 Sedang
IG > 0.7 Tinggi

Dalam pengolahan data gain ternormalisasi,dilakukan dengan uji


normalitas,uji homogenitas dan uji perbedaan dua rata-rata seperti halnya
pengolahan data pada pretest dan posttest.
2. Analisis data non tes
Data non tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar angket
skala likert. Lembar angket digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan
presepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Pemberian
angket ini diharapkan peneliti mampu mengetahui sejauh mana proses
pembelajaran yang telah diberikan dapat melihat pengaruh model pembelajaran
Think Talk Write (TTTW) terhadap motivasi belajar siswa.
Menurut Yudhanegara dan Lestari (2017: 334) analisis data angket dapat
dilakukan dengan cara menentukan persentase jawaban responden /siswa untuk
31

masing-masing item pertanyaan atau pernyataan dalam angket yang selanjutnya


dianalisis secara deskriptif atau dengan cara mentransformasikan data ke dalam
skala sikap, seperti skala Likert, Gutmman dan Thurstone yang kemudian
dianalisis secara kuantitatif. Penentuan persentase jawaban siswa untuk masing-
masing item pertanyaan atau pernyataan dalam angket,digunakan rumus berikut:

P = x 100%

Keterangan :
P = Persentase jawaban
F = Frekuensi jawaban
N = Banyak responden

Persentase data yang diperoleh dari masing-masing item pertanyaan atau


pernyataan kemudian ditafsirkan berdasarkan kriteria berikut:
Tabel 3.6
Kritera Penafsiran Persentase Jawaban Angket
Kriteria Penafsiran
P = 0% Tak seorang pun
0%< P < 25% Sebagian kecil
25% < P < 50% Hampir setengahnya
P = 50% Setengahnya
50% < P < 75% Sebagian besar
75% < p < 100% Hampir seluruhnya
P = 100% Seluruhnya
Analisi non tes disini akan mentransformasikan data ke dalam skala sikap,
lalu dianalisis secara kuantitatif dengan langkah-langah sebagai berikut:
1) Mentransformasikan data dengan cara aposteriori, yaitu untuk pertanyaan yang
bersifat positif (favorable) kategori SS (sangat setuju/sering sekali) diberi skor
tertinggi, sedangkan untuk pernyataan yang bersifat negatif (unfavorable)
32

kategori SS (sangat setuju/sering sekali) diberi skor terendah. Dengan


transformasi data menggunakan skala Likert berikut:
Pernyataan SS S N TS STS
Positif (Favorable) 5 4 3 2 1
Negatif (Unfavorable) 1 2 3 4 5
2) Membuat Tabulasi Data
3) Membuat daftar peringkat/rank
Data yang diperoleh dari hasil jawaban angket merupakan data ordinal,
sehingga perlu diperingkat terlebih dahulu guna memberikan pembobotan yang
sama (jarak yang sama) pada data tersebut dan juga memudahkan dalam proses
analisis data.
4) Melakukan analisis secara kuantitatif
Melakukan analisis kuantitatif dapat dilakukan secara deskriptif kuantitatif
ataupun secara inferensial melalui pengujian statistik bergantung pada rumusan
masalah dan tujuan penelitian. Data yang dianalisis merupakan data
peringkat/rank yang diperoleh dari langkah sebelumnya. Karena data berskala
ordinal, maka pengujian dilakukan menggunakan uji Mann Withney U dengan
rumus:

Zhitung =

Dengan hipotesis sebagai berikut:


(Rata-rata motivasi belajar siswa yang memperoleh model
pemebelajaran TTW lebih baik atau sama dengan rata-rata siswa
yang memperoleh pembelajaran konvensional)
(Rata-rata motivasi belajar siswa yang memperoleh model
pemebelajaran TTW lebih rendah dari siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional)
Pengujian Mann Withney U juga dapat dilakukan menggunakan bantuan
SPSS 23. Nilai Ztabel untuk uji dua pihak pada taraf signifikansi 5% diperoleh :
33

1. Jika nilai Zhitung > Ztabel maka terima Ho, dapat disimpulkan pada taraf
kepercayaan 5%, Rata-rata motivasi belajar siswa yang memperoleh model
pemebelajaran TTW lebih baik atau sama dengan rata-rata siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional
2. Jika nilai Zhitung < Ztabel maka tolak Ho, dapat disimpulkan pada taraf
kepercayaan 5%, Rata-rata motivasi belajar siswa yang memperoleh model
pemebelajaran TTW lebih rendah dari siswa yang memperoleh pembelajaran
konvensional.
DAFTAR PUSTAKA

Aprilianti, Fitria. 2016. Perbandingan Motivasi Belajar Matematika Siswa


Antara Yang Menggunakan Tes Standar Dengan Menggunakan Tes Buatan
Guru Di MAN Rancah Kabupaten Ciamis. SKRIPSI: Program studi Tadris
Matematika Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh
Nurjati Cirebon.

Effendi, K.N.S dan Galih A. (2017). Diktat Belajar dan Pembelajaran


Matematika. Karawang: Pedoman Perkuliahan.

Febrianti, Anisah. 2016. Pengaruh Strategi Pembelajaran Think Talk Write


(TTW) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa MTs
Al-Ahliyah Kelas VII. Skripsi, Program Studi Pendidikan Mtamatika.
Karawang: Universitas Singaperbangsa Karawang.

Hamalik, Oemar. 2017. Kurikulum Dan Pembelajran. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Hamdayana, Jumanta. 2014. Model dan Metode Pembelajaran Kreatif Dan


Berkarakter. Bogor: Ghalia Indonesia.

Huda, M. 2014. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:


Pustaka Belajar.

Lestari, Eka Karunia., dan Yudhanegara, Ridwan Mokhamad. 2015. Penelitian


Pendidikan Matematika. Bandung: PT Refika Aditama.

Mairing, Pasini Jackson. 2018. Pemecahan Masalah Matematika Cara Siswa


Memperoleh Jalan Untuk Berikir Kreatif dan Sikap Positif. Bandung:
Alfabeta.

Perawati, Pera. 2017. Penerapan Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW)
Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa.
Skripsi, Program Studi Pendidikan Mtamatika. Karawang: Universitas
Singaperbangsa Karawang.

Putri, Palupi Dini. 2017. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Think Talk Write
Terhadap Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah. Jurnal
Pendidikan Islam. 2 (1):83-86.

Setiawan Agus. (2016). Hubungan Kausal Penalaran Matematis terhadap


Prestasi Belajar Matematika pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar ditinjau
dari Motivasi Belajar Matematika Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika.
7(1). 91-100.

34
35

Soemarmo, Utari., dan Hendriana, Heris. 2014. Penilaian Pembeljaran


Matematika. Bandung: PT Refika Aditama.

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung:


Alfabeta.
Suprihatin, Siti. (2015). Upaya guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa.
Jurnal Pendidikan Ekonomi. Volume 3 Nomor 1, 73-82.

Uly, Jenitha Febryanti. 2016. Penerapan Model Think Talk Write (TTW)
Menggunakan Inspiration Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa
SMP Negeri 2 Salatiga. Skripsi, Program Studi Pendidikan Teknik
Informatika dan Komputer. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Uno, B.Hamzah. 2015. Teori Motivasi dan Pengukuranya. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.

Undang-undang Republik Indonesia no 20 Tahun 2003. Tentang Sistem


Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Wena, Made. 2016. Strategi Pembeljaran Kontemporer. Jakarta: PT. Bumi


Aksara.

Anda mungkin juga menyukai