Anda di halaman 1dari 30

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMODELAN MATEMATIKA

PESERTA DIDIK KELAS XI MIPA 1 SMA NEGERI 1 SOKARAJA


PADA SOAL CERITA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN
DISCOVERY LEARNING

PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Disusun oleh :
Nama : Desy Sofia, S.Pd
No Peserta : 19030218011046

PPG DALAM JABATAN ANGKATAN IV


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMODELAN MATEMATIKA


PESERTA DIDIK KELAS XI MIPA 1 SMA NEGERI 1 SOKARAJA
PADA SOAL CERITA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN
DISCOVERY LEARNING

oleh
Desy Sofia, S.Pd
No. Peserta 19030218011046

Telah disahkan oleh instruktur Program Profesi Guru Bidang Studi Pendidikan
Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Purwokerto pada tanggal .........................................2019

Purwokerto,............................. 2019
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Instruktur,

Dr. Ahmad Jazuli, M.Si


NRI. 0610191800006

ii
KATA PENGANTAR

‫ﺍﻠﺴﻼﻢﻋﻠﻴﻜﻢﻭﺭﺤﻤﺔﷲﻭﺒﺭﻜﺗﻪ‬
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-
Nya, sehingga Ridho-Nya peneliti dapat menyelesaikan proposal PTK ini denngan judul
“Meningkatkan Kemampuan Pemodelan Matematika Peserta Didik Kelas XI
MIPA 1 SMA Negeri 1 Sokaraja pada Soal Cerita Melalui Model Pembelajaran
Discovery Learning”. Proposal ini bertujuan untuk memenuhi tugas PPG dalam
jabatan.
Dalam penulisan proposal penelitian tindakan kelas ini, peneliti banyak
mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak , untuk itu pada kesempatan
yang baik ini, peneliti mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Ahmad Jazuli, M.Si, selaku Instruktur Proposal PTK yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, petunjuk dan arahan
dalam penyusunan proposal PTK ini.
2. Dosen Program Studi Pendidikan Matematika yang telah memberikan
bimbingan selama belajar di Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
3. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya proposal PTK ini yang
tidak dapat disebut satu per satu.
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan pahala dari Allah
SWT.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan proposal penelitian tindakan
kelas ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang bersifat membangun selalu peneliti harapkan. Peneliti berharap semoga
proposal penelitian tindakan kelas ini dapat memberikan manfaat untuk kemajuan
bersama.

‫ﻮﺍﻟﺴﻼﻢﻋﻟﻴﻜﻡﻮﺮﺤﻤﺔﷲﻮﺒﺮﻜﺗﻪ‬

Purwokerto, September 2019


Peneliti

Desy Sofia

iii
DAFTAR ISI

halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 2
A. Latar Belakang ............................................................................. 2
B. Identifikasi Masalah ..................................................................... 3
C. Pembatasan Masalah .................................................................... 3
D. Rumusan Masalah ........................................................................ 4
E. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
F. Manfaat Penelitian ........................................................................ 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 5
A. Landasan Teori .............................................................................. 5
B. Penelitian yang Relevan ................................................................ 12
C. Kerangka Pikir............................................................................... 13
D. Hipotesis Tindakan ....................................................................... 15
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 16
A. Jenis Penelitian ............................................................................. 16
B. Desain Penelitian ........................................................................... 16
C. Subjek dan Objek Penelitian ......................................................... 19
D. Setting Penelitian .......................................................................... 19
E. Teknik Pengambilan Data ............................................................. 20
F. Teknik Analisis Data ..................................................................... 20
G. Indikator Keberhasilan Penelitian ................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 24

iv
DAFTAR TABEL

halaman
Tabel 3.1 Pedoman Kategori .......................................................................... 21

v
DAFTAR GAMBAR

halaman
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir PTK ................................................... 14

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Matematika merupakan salah satu bidang studi yang memiliki
peranan penting dalam pendidikan. Matematika diajarkan bukan hanya untuk
mengetahui dan memahami apa yang terkandung dalam matematika itu
sendiri, tetapi matematika diajarkan pada dasarnya bertujuan untuk
membantu melatih pola pikir peserta didik agar dapat memecahkan masalah
dengan kritis, logis, dan tepat.
Pembelajaran matematika khususnya di sekolah seharusnya tidak
hanya memberi tekanan pada keterampilan menghitung dan kemampuan
menyelesaikan soal, tetapi juga dalam kemampuan menerapkan matematika
ke dalam kehidupan. Hal tersebut merupakan penopang penting, karena
menurut Jenning dan Dunne (1999) kebanyakan peserta didik mengalami
kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan
nyata.
Dalam proses pembelajaran seringkali dijumpai banyak peserta
didik yang kurang bahkan tidak paham dengan materi yang disampaikan
guru dan pada akhirnya menyebabkan kurang optimalnya suatu informasi
yang diserap yang sering diistilahkan dengan kesulitan belajar. Kesulitan
belajar biasanya ditandai dengan adanya hambatan-hambatan yang
mungkin disadari dan mungkin juga tidak disadari (Mulyadi, 2010).
Dalam pelajaran matematika banyak peserta didik yang tidak mampu
menguasai materi yang diberikan oleh guru yang mengakibatkan peserta didik
tidak mampu mengidentifikasi dan menyelesaikan soal berbentuk cerita.
Untuk menyelesaikan soal matematika bentuk cerita para peserta didik
dapat menentukan pilihan untuk mengubah ke dalam bentuk lain yaitu
kemampuan membuat model matematikanya dan membuat pemecahan
masalah. Kesulitan pada bagian ini terjadi karena peserta didik belum
mampu memahami konsep dari soal yang diberikan serta peserta didik
belum mampu mengidentifikasi jenis soal sehingga peserta didik

1
melakukan kesalahan saat mengerjakan soal seperti misalnya peserta didik
hanya mampu membuat permisalan terhadap data yang diketahui namun
peserta didik tidak mampu mengubah data tersebut menjadi model
matematika.
Dari hasil pengalaman mengajar pada materi Diferensial (turunan)
kelas XI, sebagian besar peserta didik dapat dengan mudah menggunakan
konsep turunan pada soal-soal tipe bukan soal cerita. Namun dalam soal-soal
penerapan turunan yang biasa berbentuk soal cerita, para peserta didik sering
mengalami kesalahan dalam memecahkan permasalahan pada soal tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan, kesalahan bukan pada penggunaan konsep
turunannya tetapi lebih pada kesalahan saat membawa soal tersebut kedalam
model matematikanya. Sangat disayangkan sekali jika dalam penggunaan
konsep peserta didik sudah menguasai namun masih kesulitan dalam
pemodelan matematika untuk soal yang berbentuk cerita.
Model pembelajaran matematika yang lebih sering diterapkan dikelas
yaitu pembelajaran langsung dengan menggunakan metode ceramah.
Keterbatasan waktu mengajar menjadi alasan guru lebih sering menggunakan
model pembelajaran tersebut. Peserta didik hanya mengikuti apa yang
dicontohkan oleh guru. Dengan metode yang demikian, dirasa kurang
memberikan pengalaman belajar sendiri oleh peserta didik.
Dengan kondisi seperti diatas dipandang perlu diadakan perbaikan
pelaksanaan proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan
pemodelan matematika peserta didik, guru harus mampu memilih dan
menggunakan model pembelajaran yang mampu membantu peserta didik
untuk memiliki peran aktif dalam menenmukan konsep, sehingga peserta
didik dapat dengan mudah memahami konsep dari soal berbentuk cerita.
Dengan pemahaman konsep maka akan dengan mudah peserta didik untuk
membawa soal cerita ke dalam pemodelan matematika yang tepat. Salah satu
model pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara aktif dalam
penemuan konsep yaitu model pembelajaran Discovery Learning. Dengan
karakteristik yang dimiliki oleh model pembelajaran ini peniliti ingin

2
mengadakan penelitian yang dapat meningkatkan kemampuan peserta didik
dalam pemodelan matematika pada soal cerita.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti mengangkat judul
Meningkatkan Kemampuan Pemodelan Matematika Peserta Didik Kelas XI
MIPA 1 SMA Negeri 1 Sokaraja pada Soal Cerita Melalui Model
Pembelajaran Discovery Learning.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diidentifikasi masalah
yang muncul adalah sebagai berikut :
1. Peserta didik yang kurang tertarik pada soal-soal berbentuk soal cerita.
2. Peserta didik yang kurang terlibat aktif dalam penemuan konsep pada
materi pembelajaran.
3. Peseta didik yang sulit memahami soal-soal berbentuk soal cerita.
4. Peserta didik yang merasa kesulitan dalam pemodelan matematika pada
soal cerita.
5. Proses pembelajaran lebih bersifat satu arah (teacher centered)

C. Pembatasan Masalah
Luasnya ruang lingkup pembelajaran menjadi salah satu faktor yang
menghambat penelitian, karena nantinya diperlukan waktu yang panjang.
Sehingga perlu dilakukan pembatasan masalah dalam pelaksanaan
penelitian. Peneliti membatasi masalah pada penelitian yang difokuskan
pada rendahnya kemampuan peserta didik dalam pemodelan matematika
pada soal cerita. Masalah tersebut menjadi fokus dari penelitian karena
merupakan langkah awal dalam pemecahan masalah dalam penyelesaian soal
kontekstual berbentul soal cerita sehingga hasil belajar dari peserta didik
menjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan.

3
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah tersebut, maka masalah yang akan
dipecahkan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
“Apakah melalui model pembelajaran Discovery Learning dapat
meningkatkan kemampuan pemodelan matematika peserta didik kelas XI
MIPA 1 SMA Negeri 1 Sokaraja pada soal cerita?”

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini
adalah: “Untuk mengetahui apakah kemampuan pemodelan matematika soal
cerita peserta didik dapat meningkat dengan penerapan model pembelajaran
Discovery Learning pada peserta didik kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 1
Sokaraja tahun pelajaran 2019/2020.”

F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan oleh peneliti dari hasil penelitian ini adalah:
1. Bagi guru
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada guru
untuk merancang desain pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil
belajar matematika peserta didik.
2. Bagi peserta didik
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar
matematika peserta didik.
3. Bagi Sekolah
Dengan dilaksanakannya penelitian tindakan kelas ini menjadi
inovasi baru tentang suatu strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan
hasil belajar matematika peserta didik.

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Pengertian Model Pembelajaran
Menurut Joyce, Weil, dan Shower (1992: 4), model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang dapat digunakan
untuk mendesain pengajaran tatap muka di kelas atau tutorial dan untuk
membentuk perangkat pembelajaran, misalnya buku, film, program
komputer, dan kurikulum. Menurut Arends (1998: 226), model
pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada suatu strategi,
metode atau prosedur. Model Pembelajaran mempunyai empat ciri
khusus yaitu : (1) rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para
pencipta atau pengembangnya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan
bagaimana peserta didik belajar; (3) tingkah laku mengajar dan belajar
yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil;
dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu
dapat tercapai. Joyce (1992) berpendapat, model pembelajaran
merupakan suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran serta untuk menentukan
perangkat-perangkat pembelajaran.

2. Model Pembelajaran Discovery Learning


a. Pengertian Model Pembelajaran Discovery Learning
Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang
disajikan oleh guru dengan memberikan rangsangan atau pemicu
pada peserta didik agar daya nalar dan daya pikir peserta didik
teroptimalkan. Menurut Asis Saefuddin dan Ika Berdiati dalam
buku Pembelajaran Efektif (2014: 56), menyatakan bahwa Model
Pembelajaran Discovery Learning didefinisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi bila pembelajar tidak disajikan dengan
pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi melalui proses menemukan.

5
Guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk belajar secara aktif,
sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan
mengarakan kegiatan belajar peserta didik sesuai dengan tujuan.
Menurut J. Richard dalam Roestiyah N.K. (2012: 20)
menyatakan bahwa Discovery Learning suatu cara mengajar yang
melibatkan peserta didik dalam proses kegiatan mental melalui tukar
pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mecoba
sendiri, agar anak dapat belajar sendiri. Sehingga situasi belajar
mengajar berpindah dari situasi teacher centered learning menjadi
situasi student centered learning.
Discovery learning merupakan suatu model pemecahan
masalah yang akan bermanfaat bagi anak didik dalam
menghadapi kehidupannya dikemudian hari. Penerapan model
Discovery Learning ini bertujuan agar peserta didik mampu
memahami materi perubahan wujud benda dengan sebaik
mungkin dan pembelajaran lebih terasa bermakna, sehingga hasil
belajar peserta didik pun akan meningkat. Karena model
Discovery Learning ini dalam prosesnya menggunakan kegiatan
dan pengalaman langsung sehingga akan lebih menarik perhatian
anak didik dan memungkinkan pembentukan konsep-konsep
abstrak yang mempunyai makna, serta kegiatannya pun lebih
realistis (Ilahi, 2012).
Berdasarkan definisi Discovery Learning yang telah
dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat ditarik kesimpulan bahwa
discovery learning adalah proses pembelajaran dimana peserta didik
tidak langsung dihadapkan pada hasil akhir dari pembelajaran,
namun peserta didik dituntut untuk dapat menemukan sendiri
hasil akhir pembelajaran melalui rangsangan berupa pertanyaan-
pertanyaan yang mengarahkan peserta didik.

6
b. Karakteristik Discovery Learning
Dalam setiap model pembelajaran tentunya memiliki
karakteristiknya masing-masing, sehingga guru dapat
menyesuaikan model pembelajaran yang dipilih dengan
kebutuhannya. Menurut Asis Saefuddin dan Ika Budiarti (2014: 57-
58) model pembelajaran Discovery Learning memiliki kelebihan dan
kekurangan antara lain:
1) Kelebihan pada model Discovery Learning dapat disimpulkan
sebagai berikut:
a) Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan
meningkatkan keterampilan‐keterampilan dan proses‐proses
kognitif.
b) Model ini memungkinkan peserta didik berkembang
dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
c) Meningkatkan tingkat penghargaan pada peserta didik,
karena unsur berdiskusi.
d) Mampu menimbulkan perasaan senang dan bahagia karena
peserta didik berhasil melakukan penelitian.
e) Membantu peserta didik menghilangkan skeptisme (keragu‐
raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan
tertentu atau pasti.
2) Sementara itu kekurangannya menurut Kemendikbud (2013)
adalah :
a) model ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan
pikiran untuk belajar. Bagi peserta didik yang kurang
memiliki kemampuan kognitif yang rendah akan
mengalami kesulitan dalam berfikir abstrak atau yang
mengungkapkan hubungan antara konsep‐konsep, yang
tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan
menimbulkan frustasi.
b) Model ini tidak cukup efisien untuk digunakan dalam
mengajar pada jumlah peserta didik yang banyak hal ini

7
karena waktu yang dibutuhkan cukup lama untuk kegiatan
menemukan pemecahan masalah.
c) Harapan dalam model ini dapat terganggu apabila peserta
didik dan guru telah terbiasa dengan cara lama.
d) Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir
yang akan ditemukan oleh peserta didik karena telah dipilih
terlebih dahulu oleh guru.
e) model pengajaran discovery ini akan lebih cocok dalam
pengembangkan pemahaman, namun aspek lainnya kurang
mendapat perhatian.
c. Langkah – Langkah Model Pembelajaran Discovery Learning
Adapun langkah-langkah model pembelajaran Discovery
Learning dalam proses pembelajaran di dalam kelas, yaitu :
1) Stimulation (Memberikan Rangsangan)
Pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk
tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk
menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai
kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran
membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada
persiapan pemecahan masalah.
2) Problem Statement (Identifikasi Masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah
guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda masalah yang
relevan dengan bahan ajar, kemudian salah satunya dipilih dan
dirumuskan dalam bentuk hipotesis.
3) Data Collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru memberi kesempatan
kepada para peserta didik untuk mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya yang relevan. Pada tahap ini berfungsi
untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya

8
hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk
mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan,
membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara
sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
4) Data Processing (Pengolahan Data)
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data
dan informasi yang telah diperoleh para peserta didik lalu
ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi,
semuanya diolah, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila
perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada
tingkat kepercayaan tertentu.
5) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan
secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis
yang ditetapkan dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan
hasil data processing. Verification bertujuan agar proses
belajar berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menemukan suatu konsep, teori, pemahaman melalui contoh yang
ia jumpai dalam kehidupannya.
6) Generalization (Menarik Kesimpulan)
Tahap generalisasi adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku
untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi
maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.

3. Pemodelan Matematika
Pemodelan adalah sebuah aktivitas, yaitu aktivitas kognitif
yang mana kita berpikir dan menyususn model untuk mendeskripsikan
bagaimana perilaku suatu alat atau objek. Pemodelan matematika dapat
diartikan sebagai proses penyusunan model, yang berangkat dari situasi

9
nyata menjadi model matematika, atau merupakan keseluruhan dari
penerapan proses pemecahan masalah atau suatu jenis pengkaitan antara
dunia nyata dengan matematika.
Pemodelan matematika menghasilkan suatu model yang
merupakan deskripsi atau representasi situasi yang diambil dari disiplin
matematika. Hasil dari proses tersebut berupa model matematika. Model
matematika sebagai hasil dari proses pemodelan adalah ungkapan
masalah yang diekspresikan dengan menggunakan bahasa matematika.
Bahasa matematika memiliki ciri antara lain menggunakan banyak
simbol, tidak emotif, singkat, padat, dan tidak bermakna ganda. Suatu
model matematika berada pada berbagai cabang matematika seperti
aljabar, geometri, dan statistik. Harus diingat bahwa matematika yang
tercakup dalam model harus dapat dinalar atau masuk akal (reasonable)
dalam dua hal yaitu tidak hanya masalah ketelitiannya yang terkait
dengan bidangnya, tetapi juga mereprsentasikan situasi dunia nyata.
Pembelajaran yang berkaitan dengan pemodelan matematika
ada pada penyelesaian soal cerita atau aplikasi materi matematika.
Pemodelan matematika sangat penting pada penyelesaian soal cerita atau
aplikasi materi matematika sebab fenomena kehidupan yang termuat
dalam soal cerita terlalu abstrak sehingga dibutuhkan gambaran atau
simbol untuk menyelesaikan masalah tersebut, dalam hal ini
menggunakan bentuk atau simbol matematika. Penyelesaian soal cerita
dapat menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah matematika
yang meliputi: (1) mengetahui; (2) menanya; (3) menyelesaikan masalah;
dan (4) meninjau kembali (Polya, 1973).
Proses pemodelan bertujuan untuk menyederhanakan suatu
permasalahan agar lebih mudah dimengerti oleh siswa. Secara garis
besar langkah-langkah membuat model (Zarlis, 2008) adalah sebagai
berikut: 1) Pecahkan masalah melalui penyederhanaan. 2) Nyatakan
objek dengan pernyataan-pernyataan yang jelas, karena objek akan
sangat menentukan model. 3) Cari analog-analog dari sistem yang
lain, atau model yang sudah ada untuk mempermudah

10
mengkontruksinya. 4) Tentukan komponen-komponen yang
dimasukkan ke dalam model. 5) Tentukan mana variabel, parameter,
konstanta, dan hubungan fungsional di antaranya, serta batasan dan
fungsi-fungsi kriterianya. 6) Untuk membuat model matematik, harus
dipikirkan pula untuk menyatakan masalah secara numerik jika ingin
disimulasi dengan komputer digital. 7) Nyatakan dalam simbol-
simbol. 8) Tuliskan persamaan matematiknya. 9) Bila model terlalu
rumit sederhanakanlah, sebaliknya bila terlalu sederhana
sempurnakanlah.
Langkah pemodelan matematika oleh Blum dan Kaiser yaitu :
1) Memahami masalah dan membentuk model berdasarkan realita.
2) Membangun model matematika dengan menggunakan model nyata.
3) Menjawab pertanyaan matematika dengan menggunakan model
matematika yang terbentuk. 4) Menginterprestasikan hasil matematika
yang diperoleh di dunia nyata. 5) Memvalidasi solusi.
Indikator dalam kemampuan pemodelan matematika, yaitu
sebagai berikut:
1) Mengindentifikasi masalah: mengetahui informasi yang didapatkan
dari soal, mengetahui konsep yang terkandung dalam soal,
mengetahui kata kunci dalam soal.
2) Pembentukan model matematika: dapat memisalkan unsur-unsur
yang diketahui ke dalam variabel, dapat menyusun model
matematika sesuai dengan infomasi yang didapatkan dari soal
yang telah dipahami, dapat menyederhanakan model matematika.
Dari uraian di atas, peneliti menggunakan beberapa indikator
yang menunjukkan kemampuan pemodelan matematika peserta didik
yang terangkum dalam 3 indikator dalam pokok bahasan Diferensial
(Turunan Fungsi) yaitu 1) memisalkan unsur-unsur yang diketahui ke
dalam variabel, 2) menyusun model matematika sesuai dengan
infomasi yang didapatkan dari soal yang telah dipahami, 3)
menyederhanakan model matematika.

11
4. Materi
Pokok bahasan materi yang akan digunakan peneliti utnuk
penelitian adalah Diferensial (Turunan Fungsi). Kompetensi dasar dan
indikator pencapaian kompetensidari materi tersebut adalah :
a. Kompetensi Dasar
3.9 Menganalisis keberkaitan turunan pertama fungsi dengan nilai
maksimum, nilai minimum dan selang kemonotonan fungsi.
4.9 Menggunakan turunan pertama fungsi untuk menentukan titik
maksimum, titik minimum, dan selang kemonotonan fungsi
serta kemiringan garis singgung kurva persamaan garis singgung
dan garis normal kurva berkaitan dengan masalah kontekstual.
b. Indikator Pencapaian Kompetensi
3.9.1 Menguji keterkaitan penggunaan turunan pertama fungsi
dengan nilai maksimum, nilai minimum dan selang
kemonotonan fungsi, serta kemiringan garis singgung kurva
dengan grafik fungsi.
4.9.1 Menentukan titik maksimum dan titik minimum dengan
turunan fungsi dari aktivitas kontekstual.

B. Penelitian yang Relevan


Hasil penelitian yang mendukung direkomendasikannya model
pembelajaran Discovery Learning untuk meningkatkan kemampuan
pemodelan matematika siswa kelas XI IPA 1 di SMA N 1 Sokaraja yaitu hasil
penelitian Eka Pratiwi (2015) tentang Peningkatan Hasil Belajar Matematika
Siswa Melalui Model Pembelajaran Discovery Di Kelas X Smk
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung.
Penelitian tersebut menunjukkan ketuntasan hasil belajar kognitif
peserta didik kelas X mencapai KKM 82.53%, afektif 87.5%, dan
keterampilan 82.35%.
Perbedaan dengan penelitian tersebut adalah untuk meningkatkan
kemampuan pemodelan matematika siswa secara tertulis dan untuk melihat
kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran Discovery

12
Learning. Kesamaan dengan penelitian tersebut adalah penerapan model
pembelajaran Discovery Learning untuk meningkatkan hasil belajar peserta
didik.

C. Kerangka Pikir
Selaras dengan judul penelitian yang diambil oleh peneliti, yaitu
“Meningkatkan Kemampuan Pemodelan Matematika Peserta Didik Kelas XI
MIPA 1 SMA Negeri 1 Sokaraja Pada Soal Cerita Melalui Model
Pembelajaran Discovery Learning”, maka dapat diidentifikasi bahwa
permasalahan yang menjadi fokus kerja peneliti adalah belum menemukan
model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan pemodelan
matematika peserta didik pada soal cerita. Aktivitas belajar matematika juga
masih rendah, hal ini dikarenakan terbatasnya kegiatan peserta didik untuk
ikut berperan dalam proses pembelajaran. Sejalan dengan hal ini diharapkan
adanya model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan
pemodelan matematika peserta didik pada mata pelajaran matematika. Oleh
karena itu, peneliti kemudian menerapkan model pembelajaran Discovery
Learning yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemodelan
matematika peserta didik pada soal cerita dalam pembelajaran matematika
yang nantinya akan berdampak pada hasil belajar yang optimal.
Berdasarkan pemikiran tersebut diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa pemilihan model pembelajaran Discovery Learning diharapkan dapat
berperan dalam meningkatkan kemampuan pemodelan matematika peserta
didik pada soal cerita dipembelajaran matematika.

13
HASIL BELAJAR RENDAH

1. Siswa mengalami kesulitan dalam pemodelan matematika


pada soal cerita, dengan indikator :
a. memisalkan unsur-unsur yang diketahui ke dalam
variabel
b. menyusun model matematika sesuai dengan infomasi
yang didapatkan dari soal yang telah dipahami
c. menyederhanakan model matematika
2. Kegiatan Pembelajaran berjalan satu arah

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN


DISCOVERY LEARNING PADA
PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Siswa berperan aktif (student centered) dalam setiap langkah


pembelajaran, dengan sintaks model pembelajaran :
1. Stimulation (Memberikan Rangsangan)
2. Problem Statement (Identifikasi Masalah)
3. Data Collection (Pengumpulan Data)
4. Data Processing (Pengolahan Data)
5. Verification (Pembuktian)
6. Generalization (Menarik Kesimpulan)

PENINGKATAN KEMAMPUAN
PEMODELAN MATEMATIKA SISWA
PADA SOAL CERITA

HASIL BELAJAR MENINGKAT

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Meningkatkan Kemampuan Pemodelan


Matematika Siswa pada Soal Cerita Melalui Model
Pembelajaran Discovery Learning.

14
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir tersebut maka penulis merumuskan
hipotesis sebagai berikut:
Model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan kemampuan
pemodelan matematika peserta didik kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 1
Sokaraja pada soal cerita.

15
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas. Jenis penelitian tindakan kelas dipilih karena
dinilai dapat dijadikan solusi dalam memecahkan permasalahan yang
terjadi pada saat kegiatan belajar mengajar di sekolah.

B. Desain Penelitian
Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian tindakan dengan
rangkaian siklus-siklus yang terkandung di dalamnya, dimana indikator yang
dimaksud yaitu kemampuan pemodelan matematika dari peserta didik
mengalami peningkatan dalam persentase tertentu. Sedangkan apabila pada
siklus I indikator dari keberhasilan belum tercapai, maka akan dilanjutkan
dengan siklus berikutnya berdasarkan pada hasil refleksi dari siklus
sebelumnya.
Berikut pembahasan lebih rinci mengenai tahapan-tahapan dari
penelitian ini :
1. Perencanaan (planning)
Pada tahap perencanaan merupakan tahapan awal sebelum
melakukan tindakan berdasarkan pada masalah yang telah dirumuskan.
Tujuan dari disusunnya rencana guna mempersiapkan segala sesuatu
yang menunjang penelitian. Hal-hal yang diperlukan dan harus
dipersiapkan dalam proses penelitian ini meliputi:
a. Perangkat pembelajaran, meliputi:
1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan
mengimplementasikan model pembelajaran Discovery Learning.
2) Membuat Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) beserta kunci
jawaban.

16
b. Instrumen penelitian, meliputi:
1) Lembar observasi pelaksanaan model pembelajaran Discovery
Learning
2) Soal tes terkait kemampuan pemodelan matematika peserta didik
yang diberikan pada akhir siklus. Tes yang disusun mencakup
indikator kemampuan pemodelan matematika peserta didik .
2. Pelaksanaan Tindakan
Tahap pelaksanaan, dilaksanakan sesuai skenario pembelajaran
yang telah direncanakan yaitu pembelajaran menggunakan model
pembelajaran Discovery Learning sebagai berikut :
a. Persiapan materi dan pembagian siswa dalam kelompok yang terdiri
dari 4-5 siswa.
b. Penyampaian materi pelajaran, meliputi hal-hal sebagai berikut :
1) Pendahuluan
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, memberikan
apersepsi serta memotivasi siswa agar berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran.
2) Kegiatan Inti
(i) Stimulation
Setiap kelompok diberikan satu Lembar Kerja Peserta
Didik (LKPD) untuk memusatkan perhatian siswa. Peserta didik
dalam kelompoknya mengamati permasalahan yang disajikan
Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menanyakan
hal-hal yang belum dipahami terkait dengan pengerjaan LKPD
yang diberikan.
(ii) Problem Statement
Peserta didik mengidentifikasi pemasalahan yang
ada pada LKPD. Peserta didik dalam kelompoknya
melakukan brainstroming dengan cara saling bertukar
informasi dan klarifikasi informasi tentang permasalahan
tersebut. Diharapkan muncul pertanyaan dari peserta didik
terkait penyelesaian kegiatan pada LKPD.

17
(iii) Data Collection
Peserta didik mengumpulkan informasi yang relevan
untuk menjawab pertanyaan yang muncul baik melalui buku
teks, internet atau sumber-sumber lainnya.
(iv) Data Processing
Peserta didik mengolah informasi yang sudah
dikumpulkan pada kegiatan sebelumnya maupun dari
kegiatan yang sedang berlangsung dengan panduan berupa
pertanyaan yang ada di LKPD. Peserta didik bersama
kelompoknya berdiskusi menyelesaikan permasalahan pada
LKPD.
(v) Verification
Peserta didik perwakilan dari kelompok yang
ditunjuk oleh pendidik, mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya. Dan peserta didik dari kelompok lain aktif
menanggapi dan ditanggapi kembali oleh kelompok penyaji.
Pendidik memberi penegasan kepada peserta didik tentang
LKPD yang telah dikerjakan dan dipresentasikan. Peserta
didik kembali ke dalam kelompok bekerjasama
menggunakan konsep yang telah ditemukan untuk
menyelesaikan Latihan Soal pada LKPD untuk mengetahui
penguasaan peserta didik.
(vi) Generalization
Dengan tanya jawab pendidik mengarahkan peserta
didik pada kesimpulan. Pendidik meminta peserta didik
untuk mencatat unsur-unsur yang penting dalam kegiatan
pembelajaran yang telah dilaksanakan. Pendidik
memberikan soal tes kepada peserta didik dan meminta
peserta didik untuk mengerjakan secara individu.
3) Penutup
Guru memberikan penghargaan kepada kelompok
yang berhasil mencapai rata-rata skor tertinggi. Pemberian

18
penghargaan tiap kelompok ini dapat ditentukan berdasarkan
rata-rata skor pencapaian indikator yang dicapai setiap individu
dalam kelompok. Pemberian penghargaan ini diberikan pada
pertemuan berikutnya.
3. Observasi
Observasi dilakukan dengan mengamati secara langsung
bagaimana aktivitas belajar peserta didik dalam pembelajaran matematika
selama proses pembelajaran. Pada saat observasi peneliti telah
mempersiapkan lembar observasi aktivitas belajar peserta didik dengan
menggunakan model pembelajaran Discovery Learning selama proses
belajar mengajar berlangsung.
4. Refleksi
Pada tahap refleksi dilakukan pengkajian terhadap hasil
maupun data yang telah diperoleh dalam mencapai tujuan yang
diinginkan. Refleksi dimanfaatkan untuk memahami proses,
permasalahan, serta berbagai kendala yang dialami pada siklus hingga
diperoleh dasar untuk melakukan perbaikan rencana pada siklus
berikutnya apabila kemampuan pemodelan matematika dari peserta didik
masih belum terlihat mengalami peningkatan. Namun apabila kemampuan
pemodelan matematika peserta didik telah mencapai indikator
keberhasilan yang ditentukan maka siklus dihentikan.

C. Subjek dan Objek Penelitian


Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas
XI MIPA 1 SMA Negeri 1 Sokaraja tahun pelajaran 2019/2020, dengan
jumlah peserta didik 35 orang. Objek penelitian adalah kemampuan
pemodelan matematika peserta didik pada soal cerita melalui model
pembelajaran Discovery Learning.

D. Setting Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan di kelas X MIPA
1 SMA Negeri 1 Sokaraja, pada semester genap tahun pelajaran 2019/2020.

19
E. Teknik Pengambilan Data
Berdasarkan sumber data yang digunakan, ada dua metode atau
teknik yang digunakan untuk pengambilan data dalam penelitian ini, yaitu :
1. Observasi
Observasi dilakukan dengan tujuan untuk mengamati aktivitas
belajar matematika yang dilakukan oleh siswa. Observasi ini digunakan
dengan tujuan agar dapat memperoleh data aktivitas belajar
matematika menggunakan model pembelajaran Discovery Learning.
Observasi dilakukan pada setiap kegiatan pembelajaran pada setiap
siklusnya dengan menggunakan lembar observasi yang disusun
berdasarkan aspek-aspek yang diamati sesuai dengan tujuan penelitian.
Pada pelaksanaan observasi, observer mengamati aktivitas belajar peserta
didik pada pembelajaran matematika selama proses pembelajaran.
2. Tes
Dalam penelitian ini, metode tes digunakan untuk mengetahui
peningkatan hasil belajar matematika peserta didik sebagai dampak dari
kemampuan pemodelan matematika peserta didik. Tes dilakukan pada
akhir siklus yaitu setelah penerapan pembelajaran dengan model
pembelajaran Discovery Learning.
Tes yang digunakan sebagai instrumen tes dalam penelitian ini
merupakan tes tertulis yang berbentuk uraian. Tes berupa soal-soal yang
masing-masing mengandung permasalahan dan menuntut penguraian
sebagai jawabannya. Tes diberikan kepada seluruh peserta didik kelas XI
MIPA 1 SMA Negeri 1 Sokaraja. Tes berisi tentang soal matematika
yang terkait dengan materi penerapan turunan fungsi.

F. Teknik analisis data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Analisis Data Observasi Aktivitas belajar peserta didik
Data hasil observasi dianalisis dengan mendeskripsikan aktivitas
belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran yaitu menggunakan lembar
observasi. Analisis hasil observasi aktivitas belajar peserta didik

20
akan dianalisis yaitu untuk jawaban “ya” akan diberi skor 1 dan jawaban
“tidak” diberi skor 0. Persentase hasil observasi aktivitas belajar peserta
didik tiap pertemuan dapat diketahui dengan menghitung persentase yang
dicapai oleh setiap siswa pada setiap aspek dengan rumus berikut.
Pi1
Pn   100%
Pi 2
Keterangan:
Pn = presentase aktivitas belajar siswa pada aspek ke-i
Pi1 = skor yang dicapai pada aspek ke-i
Pi2 = skor maksimum pada aspek ke-i
Setelah itu dicari rata-rata persentase yang diperoleh oleh setiap
siswa kemudian dikategorikan pada kategori tinggi, sedang, dan rendah
berdasarkan tabel pedoman berikut:

Tabel 3.1 Pedoman Kategori


Presentase Kategori
66,67% ≤ P < 100% Tinggi
33,33% ≤ P < 66,67% Sedang
0% ≤ P < 33,33% Rendah

Persentase yang diperoleh setiap siswa dapat dicari menggunakan


rumus berikut.
jumlah presentase yang diperoleh dari seluruh indikator
𝑃=
banyak indikator
G. Arikunto (2010: 132)

2. Analisis data hasil belajar matematika peserta didik


Data hasil belajar hasil belajar matematika peserta didik
diperoleh dari hasil tes akhir siklus. Tes diselenggarakan pada pertemuan
terakhir tiap siklus. Lembar soal tes merupakan instrument tes yang
digunakan untuk mengetahui kemampuan pemodelan matematika siswa
secara tertulis.

21
Pengembangan soal tes kemampuan pemodelan matematika
peserta didik secara tertulis meyangkut ke dalam indikator kemampuan
komunikasi matematis secara tertulis yang telah ditentukan, yaitu :
a. Memisalkan unsur-unsur yang diketahui ke dalam variabel.
b. Menyusun model matematika sesuai dengan infomasi yang
didapatkan dari soal yang telah dipahami.
c. Menyederhanakan model matematika.
Setelah hasil belajar siswa terkumpul, maka mencari
presentase dan nilai rata-rata :
a. Untuk menghitung nilai kemampuan pemodelan matematika peserta
didik digunakan rumus :
∑ Skor yang diperoleh siswa
Nilai = ∑ Skor maksimum
𝑥 100

(Sudjiono, 2009)
b. Untuk menghitung nilai rata-rata kelas digunakan rumus sebagai
berikut:

X 
x i

n
Keterangan :
X = nilai rata-rata
xi = nilai siswa
n = jumlah siswa
(Heriyanto, dkk, 2009)
c. Untuk menghitung presentase ketuntasan belajar secara klasikal
siswa digunakan rumus sebagai berikut:
n
Presentase Ketuntasan = 𝑥 100%
N

Ket :
n = Jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 66
N = Jumlah seluruh siswa

22
G. Indikator Keberhasilan Penelitian
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, peneliti
menentukan indikator keberhasilan penelitian sebagai berikut :
Penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil apabila kemampuan
pemodelan matematika siswa pada soal cerita kelas XI IPA 1 SMA N 1
Sokaraja melalui model pembelajaran Discovery Learning meningkat ditandai
dengan meningkatnya rata-rata nilai siswa setiap siklusnya dan presentase
ketuntasan belajar siswa mencapai 75%.

23
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara


Arends, Richard I. 2007. Learning To Teach Seventh Edition. New York:
McGraw Hill Companies.
Joyce, Bruce, Weil, Marsha, Calhoun, Emily. 2009. Model-Model Pengajaran.
Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Materi Pelatihan Guru
Implementasi Kurikulum 2013. Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta.
Meier, Dave. 2002. The Accelerated Learning Handsbook : Panduan Kreatif dan
Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan. Diterjemahkan
oleh Rahmani Astuti. Bandung : Kaifa
Muflihah, Siti Miftahul. 2015. Analisis Kesalahan Siswa Menyelesaikan Soal
Matematika dalam Bentuk Cerita Ditinjau dari Gaya Belajarnya.
Malang.
Mulyadi. 2010. Diagnosis Kesulitan Belajar dan Bimbingan Belajar
Terhadap Kesulitan Belajar khusus. Yogyakarta: Nuha Litera.
Pratiwi, Eka. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa Melalui Model
Pembelajaran Discovery Di Kelas X Smk Muhammadiyah 2 Bandar
Lampung. Bandar Lampung : UNILA [Jurnal]
Polya, G. 1973. How To Solve It: A New Aspect of Mathematical Method.
Princeton, New Jersey: Princeton University Press.
Pengembangan Modul Pemodelan Matematika pada Materi Aplikasi Turunan
Fungsi di SMA Kelas XI. http://eprints.umm.ac.id/34887/
Roestiyah, N.K.1989. Didaktik Metodik. Bandung: Jemaars.
Rusman. 2009. Manajemen Kurikulum. Jakarta: Rajawali Pers.
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: Rajawali Press
Sudijono, A. 2009. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada

24

Anda mungkin juga menyukai