Anda di halaman 1dari 51

IMPLEMENTASI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE INDEX

CARD MATCH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN


MENYELESAIKAN OPERASI HITUNG PECAHAN
PADA SISWA KELAS V SDN SUMBER 4
TAHUN 2016/2017

ISTIKOMAH
K7113117

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................4
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................4
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................4
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS.......6
A. Kajian Pustaka...........................................................................................6
1. Hakikat Kemampuan Menyelesaikan Operasi Hitung Pecahan dalam
Mata Pelajaran Matematika di SD.............................................................6
2. Hakikat Model Cooperative Learning Tipe Index Card Match...............20
3. Penerapan Model Pembelajaran Index Card Match................................25
4. Penerapan Model Pembelajaran Index Card Match dalam Pembelajaran
Operasi Hitung Pecahan...........................................................................26
5. Penelitian yang Relevan...........................................................................27
B. Kerangka Berpikir....................................................................................28
C. Hipotesis..................................................................................................30
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................31
A. Tempat dan Waktu Penelitian..................................................................31
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian..............................................................33
C. Subjek Penelitian.....................................................................................33
D. Data dan Sumber Data.............................................................................33
E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data........................................................35
F. Teknik Uji Validitas Data........................................................................36
G. Teknik Analisis Data...............................................................................37
H. Indikator Kinerja......................................................................................39

ii
I. Prosedur Penelitian..................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................46

iii
DAFTAR GAMBAR

iv
DAFTAR TABEL

v
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika merupakan alat yang berfungsi untuk membangun penalaran,


pola berpikir logis, kritis, obyektif dan rasional, yang diperlukan baik dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 dikemukakan bahwa,
matematika diajarkan di sekolah bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan memahami konsep matematika, menggunakan penalaran,
memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan, serta memiliki sikap
menghargai matematika. Melalui pemahaman siswa mampu mengetahui bahwa
ide matematika penting dan berguna dalam kehidupan sehari-hari.
Matematika merupakan mata pelajaran yang pada umumnya sering
dianggap sulit. Pernyataan ini diperjelas oleh Fong (2015:1) yang menyatakan
“Mathematics has always been a challeging subject to learn and to teach”.
Maksud dari pernyataan tersebut bahwa matematika selalu menjadi pelajaran yang
menantang untuk dipelajari dan diajarkan. Hal ini diakarenakan materi
matematika didominasi oleh konsep-konsep abstrak. Oleh karena itu mata
pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari
sekolah dasar untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama.
Dalam membelajarkan matematika kepada peserta didik, apabila guru
masih menggunakan paradigma pembelajaran lama dalam arti komunikasi dalam
pembelajaran matematika cenderung berlangsung satu arah umumnya dari guru ke
siswa, guru lebih mendominasi pembelajaran maka pembelajaran cenderung
monoton sehingga mengakibatkan peserta didik merasa jenuh dan tersiksa. Oleh
karena itu dalam membelajarkan matematika kepada peserta didik, guru
hendaknya lebih pandai memilih variasi pendekatan, strategi, metode atau model
yang sesuai dengan situasi sehingga tujuan pembelajaran yang direncanakan akan
tercapai. Namun, perlu diketahui bahwa baik atau tidaknya suatu pilihan model
3

pembelajaran tergantung pada tujuan pembelajarannya, kesesuaian dengan materi


pembelajaran, tingkat perkembangan peserta didik, kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran serta mengoptimalkan sumber-sumber belajar yang ada.
Permasalahan dalam proses belajar mengajar juga terjadi di SD Negeri
Sumber 4, kecamatan Banjarsari, kota Surakarta. Menurut pengamatan peneliti
selama melaksanakan observasi dan wawancara di SD Negeri Sumber 4, peneliti
menemukan permasalahan yaitu rendahnya hasil belajar siswa dalam
menyelesaikan soal matematika. Rendahnya hasil belajar siswa ini ditunjukkan
dari nilai yang didapat pada saat pre-test matematika pada materi operasi hitung
pecahan. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di SD Negeri Sumber 4 yaitu ≥ 70.
Hanya 2 dari 28 siswa atau berkisar 7,14% dari jumlah siswa mampu
mendapatkan nilai sesuai dengan KKM, sedangkan 26 dari 28 siswa atau 92,86%
dari jumlah siswa belum mampu mendapatkan nilai matematika sesuai dengan
KKM.
Hasil observasi yang dilakukan di kelas V SD Negeri Sumber 4
didapatkan bahwa guru hanya menjelaskan konsep dengan metode ceramah
selanjutnya siswa diminta mengerjakan soal latihan yang diberikan oleh guru.
Sehingga pembelajaran berlangsung satu arah yaitu guru ke siswa. Pelaksanaan
pembelajaran oleh guru dengan metode ini mengakibatkan siswa kurang dapat
berpartisipasi dalam pemerolehan konsep materi yang diberikan oleh guru. Selain
itu guru banyak kehilangan kesempatan untuk memperhatikan kebutuhan dan
minat siswa. Padahal minat siswa sangat mempengaruhi antusiasme dalam belajar.
Oleh karena itu perlu adanya model pembelajaran yang pas agar pembelajaran
menjadi lebih efektif sehingga siswa juga terlibat aktif dalam pembelajaran dan
tentunya siswa tidak akan merasa jenuh dalam mengikuti pembelajaran.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang ada, penulis mencoba
untuk menawarkan penyelesaiannya dengan penerapan model Cooperative
Learning tipe Index Card Match. Index Card Match merupakan model
pembelajaran yang menyenangkan dan mengaktifkan siswa ketika meninjau ulang
materi pembelajaran yang telah disampaikan oleh guru. Dalam model Index Card
Match, siswa dituntut untuk menguasai dan memahami konsep melalui pencarian
4

kartu indeks. Sehingga model Index Card Match dapat dimanfaatkan dalam
proses pembelajaran. Model pembelajaran dengan bentuk kartu berpasangan ini
akan menjadikan kelas jauh dari ketegangan sehingga akan memudahkan siswa
menerima pelajaran dan diharapkan siswa lebih mudah mempelajari dan
memahami isi materi tersebut dan akan mampu meningkatkan daya keaktifan
siswa dalam belajar serta dapat mengembangkan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan sehingga dapat berkembang secara mandiri.
Model pembelajaran Index Card Match ini dapat digunakan untuk
mengulangi materi pembelajaran yang telah diberikan sebelumnya. Selain untuk
mengulangi materi pembelajaran, model ini juga mengajak siswa belajar dengan
menyenangkan karena ketika mencari kartu pasangan siswa bisa berkeliling kelas
sesuai waktu yang ditentukan oleh guru dan berdiskusi dengan temannya. Dengan
Index Card Match diharapkan juga siswa dapat belajar dengan teman sebayanya,
sehingga terbentuk kerjasama antar teman sebaya. Komunikasi antar siswa akan
terbangun, hal ini juga akan melatih mereka dalam menghargai pendapat siswa
lain. Pembelajaran juga tidak berlangsung searah, karena ada transfer ilmu dari
guru ke siswa, maupun antar siswa itu sendiri. Siswa juga tidak akan merasa
bosan, karena tidak terus menerus ada di tempat duduknya. Hal ini diharapkan
dapat meningkatkan minat dan keaktifan siswa .
Hal ini diperkuat lagi dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Ridlo
Purwanto (2014) yang menyatakan bahwa hasil belajar matematika siswa yang
mendapatkan model Index Card Match lebih baik dibanding pembelajaran
konvensional. Selain itu, penelitian juga dilakukan oleh Septiana Tri Kusuma
(2015) menyatakan bahwa adanya peningkatan hasil belajar matematika setelah
menggunakan model Index Card Match. Maka, dapat disimpulkan bahwa
penerapan model Index Card Match mampu meningkatkan hasil belajar
matematika.
Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tindakan kelas dengan judul “Implementasi Model Cooperative
Leraning Tipe Index Card Match Untuk Meningkatkan Kemampuan
5

Menyelesaikan Operasi Hitung Pecahan Pada Siswa Kelas V SDN Sumber 4


Surakarta Tahun 2016/2017”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada
peneitian ini adalah “apakah model cooperative leraning tipe index card match
mampu meningkatkan kemampuan menyelesaikan operasi hitung pecahan pada
siswa kelas V SDN Sumber 4 Surakarta?”

C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
“mengetahui apakah model cooperative leraning tipe index card match mampu
meningkatkan kemampuan menyelesaikan operasi hitung pecahan pada siswa
kelas V SDN Sumber 4 Surakarta.”

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan manfaat praktis. Adapun
manfaat-manfaat tersebut tersaji sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis penelitian ini adalah:
a) Memberikan informasi empirik tentang hal-hal yang mempengaruhi
kemampuan menyelesaikan operasi hitung matematika siswa.
b) Memberikan wawasan tentang penggunaan Model Cooperative Learning
tipe Index Card Match dalam pembelajaran matematika.
c) Dapat dijadikan sumber informasi untuk penelitian-penelitian berikutnya
yang relevan.
2. Manfaat praktis penelitian ini adalah:
a) Bagi Penulis
1) Sebagai bahan informasi seberapa besar peningkatan kemampuan
menyelesaikan operasi hitung matematika melalui Model
Cooperative Learning tipe Index Card Match
b) Bagi Guru
6

1) Memberikan arah dan pedoman dalam proses belajar mengajar yang


berkaitan dengan variasi pengajaran supaya kemampuan
menyelesaikan operasi hitung siswa dapat ditingkatkan.
2) Sebagai sumbangan pemikiran dan pertimbangan dalam menentukan
model pembelajaran yang tepat dalam mengajar.
3) Membantu guru dalam meningkatkan praktik pembelajaran di
kelasnya sebagai salah satu upaya peningkatan kemampuan
menyelesaikan operasi hitung.
c) Bagi siswa
1) Dapat membuka wawasan siswa bahwa matematika itu bukanlah
pelajaran yang sulit untuk dipelajari.
2) Siswa tidak hanya mengembangkan kemampuan ranah kognitif
tetapi juga ranah afektif dan psikomotor.
3) Meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran
matematika
d) Bagi Sekolah
1) Memberikan kontribusi positif bagi sekolah dalam meningkatkan
kualitas pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
yang inovatif dan menyenangkan.
2) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi para guru
di SD lain untuk menggunakan Model Cooperative Learning tipe
Index Card Match dalam pembelajaran matematika.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka
1. Hakikat Kemampuan Menyelesaikan Operasi Hitung Pecahan dalam
Mata Pelajaran Matematika di SD
a. Pengertian Kemampuan
Setiap individu yang dilahirkan pasti mempunyai suatu
kemampuan. Namun kemampuan yang dimiliki setiap individu berbeda-
beda antara yang satu dengan yang lainnya. Kemampuan tersebut dapat
membantu seseorang dalam memenuhi kebutuhannya.
Gagne (Kamsiyati, 2012:12) menytakan bahwa kemampuan adalah
kecakapan untuk melakukan suatu tugas khusus dalam kondisi yang telah
ditentukan. Kemampuan seseorang dapat terlihat dari bagaimana seseorang
tersebut menuntaskankan tugas-tugas yang lebih luas.
Sunarto & Hartono (2008:120) menyatakan bahwa kemampuan
adalah daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari
pembawaan dan latihan. Apabila latihan dikembangkan secara optimal
maka kemampuan dapat dikembangkan sepenuhnya di masa mendatang.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa kemampuan
seseorang tidak akan optimal tanpa suatu latihan sehingga kemampuan
seseorang tersebut tidak akan berkembang sepenuhnya.
Pendapat lain juga disampaikan oleh Gordon (Mulyasa, 2006:39)
yang menyatakan bahwa kemampuan adalah sesuatu yang dimiliki oleh
individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan
kepadanya. Tugas yang dimaksud dalam pernyataan tersebut merupakan
suatu tanggungjawab yang harus diselesaikan oleh individu.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa kemampuan adalah suatu kecakapan yang dimiliki oleh setiap

7
8

individu untuk melakukan tugas tertentu yang merupakan sebuah


pembawaan dan latihan.
b. Pengertian Operasi Hitung Pecahan dalam Mata Pelajaran
Matematika di SD
1) Pembelajaran Matematika di SD
Dalam kurikulum Depdiknas 2004 disebutkan bahwa standar
kompetensi matematika di sekolah dasar yang harus dimiiki siswa
setelah melakukan kegiatan pembelajaran bukanlah penguasaan
matematika, namun yang diperlukan ialah dapat emahami dunia
sekitar, mampu bersaing, dan berhasil dalam kehidupan. Standar
kompeteni ini mencakup pemahaman konsep matematika, komunikasi
matematis, koneksi matematis, penalaran dan pemecahan masalah,
serta sikap dan minat yang positif terhadap matematika.
Menurut Susanto (2012:186) pembelajaran matematika
adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk
mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir siswa, serta dapat menngkatkan kemampuan
mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan
penguasa yang baik terhadap materi matematika. Dari pernyaataan
tersebut maka siswa dalam memperoleh pengetahuannya tidak
menerima dengan pasif, melainkan pengetahuan dibangun oleh siswa
sendiri secara aktif.
Selanjutnya, teori belajar Bruner dalam Kamsiyati (2012: 4)
mendukung metode belajar dengan penemuan. Dengan metode ini,
siswa didorong untuk memahami suatu fakta atau hubungan matematik
yang belum dipahami sebelumnya. Metode penemuan melibatkan
kegiatan mengorganisasikan kembali materi pembelajaran yang telah
dikuasai. Tahap perkembangan belajar siswa dibagi menjadi tiga tahap
yaitu: (1) tahap benda nyata /konkret (enactive). Pada tahap ini, siswa
belajar menggunakan benda-benda nyata yang dimanipulasi dengan
cara mencoba. Siswa akan lebih mudah menerima suatu konsep
9

berdasarkan pengalaman langsung atau berdasarkan peristiwa di


sekitarnya; (2) tahap gambar bayangan (iconic); (3) tahap simbolik
(symbolic). Siswa dapat memahami simbol-simbol dan dapat
menjelaskan dengan bahasanya sendiri merupakan ciri tahap ini.
Menurut Brunner (dalam Heruman, 2008:4) bahwa dalam
pembelajaran matematika siswa harus menemukan sendiri berbagai
pengetahuan yang diperlukannya. Sesuai dengan uraian di atas, berarti
pembelajaran matematika diharuskan untuk melihat berbagai contoh
penggunaan matematika sebagai alat untuk memecahkan masalah,
dalam kehidupan kerja maupun kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian para ahli di atas mengenai pembelajaran
matematika di SD maka dapat disimpulan bahawa pembalajaran
matematika di SD tidak hanya tentang penguasaan matematika
melainkan penalaran dan pemecahan masalah dalam kehidupan yang
diperoleh dari pengalaman langsung sehingga siswa mampu
menemukan sendiri pengetahuan barunya.
2) Pembelajaran Pecahan di SD
Pecahan merupakan salah satu materi yang wajib dipelajari
pada pembelajaran matematika di SD. Dalam Permendiknas No. 23
Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan
Pendidikan Sekolah Dasar dan Menengah, kompetensi atau
kemampuan umum pembelajaran matematika di sekolah dasar, sebagai
berikut: (1) Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi
hitung dan sifat-sifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan
masalah hkehidupan sehari-hari; (2) Memahami bangun datar dan
bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan sifat-sifatnya, serta
menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari; (3)
Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas,
volume, sudut, waktu, kecepatan, debit, serta mengaplikasikannya
dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari; (4) Memahami
konsep koordinat untuk menentukan letak benda dan menggunakannya
10

dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari; (5) Memahami


konsep pengumpulan data, penyajian data dengan tabel, gambar dan
grafik (diagram), mengurutkan data, rentangan data, rerata hitung,
modus, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan
sehari-hari; (6) Memiliki sikap menghargai matematika dan
kegunaannya dalam kehidupan; (7) Memiliki kamampuan berpikir
logis, kritis, dan kreatif.
Konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-
sifatnya serta penggunaan dalam pemecahan masalah kehidupan
sehari-hari menjadi kemampuan atau kompetensi wajib yang ada di
SD. Hal ini sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
yang terdapat pada kelas V semester II. Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar yang berkaitan dengan pecahan yang harus dikuasai
pada kelas V dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
5. Menggunakan pecahan dalam 5.2. Menjumlahkan dan
pemecahan masalah mengurangkan berbagai
bentuk pecahan

Tabel 2.1 menunjukka bahwa pada kelas V semester II. Pada


pembelajaran matematika terdapat Standar Kompetensi menggunakan
pecahan dalam pemecahan masalah dan Kompetensi Dasar
menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan. SK dan
KD tersebut menunjukkan bahwa kemampuan dalam menyelesaikan
operasi hitung pecahan, yaitu penjumlahan dan pengurangan pecahan.
Penjumlahan meliputi penjumlahan pecahan berpenyebut sama dan
tidak sama, penjumlahan pecahan campuran, serta penjumlahan
pecahan desimal. Sedangkan pengurangan pecahan meliputi
pengurangan pecahan berpenyebut sama dan tidak sama, penguranga
pecahan campuran, serta pengurangan pecahan desimal.
11

3) Pengertian Pecahan
Kata pecahan yang berrarti bagian dari keseluruhan berasal
dari bahasa latin fractio yang berarti memecah menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil. Terdiri dari pembilang dan penyebut. Pembilang
merupakan bilangan terbagi, dan penyebut merupakan bilangan
pembagi.
_______ (2010: 91) menyatakan, “A fraction is a ratio of two
numbers”. Maksud dari pernyataan tersebut yaitu pecahan merupakan
perbandingan antara dua angka.
Iulia & Teodoru Gugoiu (2006: 5) juga berpendapat, “A
fraction represents a part of a whole”. Maksud dari pernyataan
tersebut yaitu pecahan digambarkan sebagai bagian dari keseluruhan.
Menurut Alon (2014: 231) yang berpendapat bahwa:
The precise fraction definition provided is:
I. Something must be selected to represent the whole, and it
is always given the value of ‘1’.
II. The whole is separated (partitioned) into a number of
equal parts that is indicated by the denominator
III. A certain number of those equal parts is selected for
consideration and is always indicated by the numerator.

Berdasarkan pendapat para ahli mengenai pecahan maka dapat


disimpulkan bahawa pecahan adalah suatu bilangan yang merupakan
bagian dari keseluruhan yang berupa perbandingan dua angka yang
bernilai 1 yang terdiri dari pembilang dan penyebut.
4) Macam-macam Pecahan
Secara simbolik pecahan dapat dinyatakan sebagai salah satu
dari:
a) Pecahan Biasa
Pecahan biasa adalah lambang bilangan yang dipergunakan
untuk melambangkan bilangan pecah dan rasio (perbandingan).
Pecahan biasa dapat digunakan untuk menyatakan makna dari
setiap bagian dari yang utuh.
12

1 1
1
2 2

1 1 1 1 1 1 1
3 3 3 4 4 4 4

b) Pecahan Desimal
_________ (2008: 9) menyatakan, “Decimals are
constrained equivalent fractions in that the denominators are
restricted to tenths, hundredths, thousandths, etc. Decimals can
also be used to compare fractions”. Maksud dari pernyataan
tersebut adalah desimal sama dengan pecahan dengan penyebut 10,
100, 1000, dan seterusnya. Desimal dapat digunakan untuk
membandingkan pecahan.
1 1 2
Contoh: = 0.3, so . kurang dari (0.4).
3 3 5
c) Pecahan Persen
_________ (2008: 47) menyatakan, “Percent is another
name for hundredths, so by converting a fraction to a fraction
involving hundredths”. Maksud dari pernyataan tersebut adalah
persen merupakan nama lain dari seratus, jadi mengubah pecahan
menjadi pecahan perseratus.
45
Contoh: = 45%
100
d) Pecahan Campuran
Iulia & Teodoru Gugoiu (2006: 9) menyatakan, “A mixed
number is an addition of wholes and a part of a whole”. Maksud
dari pernyataan tersebut adalah pecahan campuran merupakan
penjumlahan dari bilangan utuh dan sebagian dari bilangan utuh.
13

3 3
Contoh: 1 terdiri dari bilangan bulat 1 dan pecahan
4 4
5) Operasi Hitung Pecahan
Operasi hitung pecahan terdiri dari penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian pecahan. Materi pembelajaran pada
penelitian ini berkaitan dengan penjumlahan dan pengurangan pecahan
biasa, campuran dan desimal sesuai dengan Kompetensi Dasar
menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan
Kompetensi Dasar tersebut menunjukkan bahwa kemampuan atau
kompetensi yang ditekankan adalah kemampuan dalam menyelesaikan
operasi hitung pecahan, yaitu penjumlahan dan pengurangan berbagai
bentuk pecahan. Penjumlahan pecahan meliputi penjumlahan pecahan
berpenyebut sama dan tidak sama, penjumlahan pecahan campuran
serta penjumlahan pecahan desimal. Sedangkan pengurangan pecahan
meliputi pengurangan pecahan berpenyebut sama dan tidak sama,
penjumlahan pecahan campuran serta pengurangan pecahan desimal.
a) Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Biasa
(1) Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Berpenyebut
Sama

Anthony Weaver (2012:


Berdasarkan pernyataan para ahli di atas mengenai
penjumlahan pecahan biasa dengan penyebut sama dapat
disimpulkan bahwa dalam penjumlahan dan pengurangan pecahan
biasa dengan penyebut sama dilakukan dengan menjumlahkan atau
mengurangakan pembilangannya saja dan penyebutnya tetap serta
perlu kehati-hatian dalam cara menyampaikan kepada siswa
sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.
(2) Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Berpenyebut
Tidak Sama
14

Penjumlahan dan pengurangan dengan penyebut yang


berbeda dapat dilakukan dengan menyamakan penyebut
terlebih dahulu baru kemudian menjumlahkan atau
mengurangkan.
Contoh:
1 1
+ =⋯
4 6
KPK dari kedua penyebut adalah 12
1 1 1 . 3 1.2
+ = +
4 6 4 .3 6 .2
3 2
¿ +
12 12
3+2
¿
12
5
¿
12

7 2
− =⋯
10 5
KPK dari kedua penyebut adalah 10
7 2 7 . 1 2 .2
− = −
10 5 10 . 1 5 . 2
7 4
¿ −
10 10
7−4
¿
10
3
¿
10

Department of Mathematical Sciences (2010: 128-129)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa


penjumlahan dan pengurangan dengan penyebut yang tidak sama
dilakukan dengan menyamakan terlebih dahulu penyebutnya
15

dengan mencari KPK dari kedua penyebut, kemudian


menjumlahkan atau mengurangkan pembilangnya saja.
b) Penjumlahan Dan Pengurangan Pecahan Campuran
(1) Penjumlahan Pecahan Campuran
Kemampuan prasyarat yang harus dimiliki siswa
sebelum mempelajari penjumlahan pecahan campuran adalah
konsep pecahan campuran dan penjumlahan pecahan
berpenyebut tidak sama.
Contoh:
1 1
1 +2 =…
2 4
Cara penyelesaiannya:

1 1
1 2
2 4

Adapun penulisan dalam bentuk bilangannya menjadi:


16

1 1 2 1
(
2 1
1 +2 =( 1+2 ) + + =3+ + =3
2 4 4 4 4 4
3
4 )
Heruman (2008: 68-69)
(2) Pengurangan Pecahan Campuran
Kemampuan prasyarat yang harus dimiliki siswa
sebelum mempelajari pengurangan pecahan campuran adalah
konsep pecahan campuran dan pengurangan pecahan
berpenyebut tidak sama.
Contoh:
1 1
2 +1 =…
2 4
Cara penyelesaiannya sebagai berikut:

1 1
2 akan diambil 1
2 4

1
2
2

2–1=1

Adapun penulisannya dalam bentuk bilangan menjadi:


1 1 1 1
(
2 1
2 −1 = (2−1 ) + − =1− − =1
2 4 2 4 4 4
1
4 ) ( )
Heruman (2008: 72-73)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa


dalam penjumlahan dan pengurangan pecahan campuran tidak
dilakukan dengan mengubah ke bentuk pecahan murni karena akan
17

membuat penyelesaian selanjutnya menjadi lebih rumit melainkan


dengan cara menjumlahkan bilangan bulat dengan bilangan bulat,
dan pecahan dengan pecahan
c) Penjumlahan dan Penguranga Pecahan Desimal
(1) Penjumlahan Pecahan Desimal
Soenarjo (2008:152) menyatakan bahwa dalam
operasi penjumlahan pecahan desimal, kita harus
memperhatikan nilai tempat.
Contoh:
0,3 + 0,4 = . . .
0,3
0,4
+
0,7
Jadi, 0,3 + 0,4 = 0,7
(2) Pengurangan Pecahan Desimal
Soenarjo (2008:152) menyatakan bahwa dalam
operasi pengurangan pecahan desimal, kita harus
memperhatikan nilai tempat.
Contoh:
0,8 – 0,5 = . . .
0,8
0,5
0,3
Jadi, 0,8 – 0,5 = 0,3

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa


penjumlahan dan pengurangan pecahan desimal dapat dilakukan
dengan memperhatikan terlebih dahulu nilai tempat angka-angka
yang dijumlahkan atau yang dikurangkan sehingga tidak terjadi
salah konsep.
18

6) Kemampuan Menyelesaikan Operasi Hitung Pecahan dalam Mata


Pelajaran Matematika di SD
Kemampuan adalah suatu kecakapan yang dimiliki oleh
setiap individu untuk melakukan tugas tertentu yang merupakan
sebuah pembawaan dan latihan.
Operasi hitung pecahan terdiri dari penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian pecahan. Materi pembelajaran
pada penelitian ini berkaitan dengan penjumlahan dan pengurangan
pecahan biasa, pecahan campuran dan pecahan desimal.
Berdasarkan uraian di atas mengenai pengertian kemampuan
dan operasi hitung dapat disimpulkan bahwa kemampuan
menyelesaikan operasi hitung dalam penelitian ini merupakan
kecakapan yang dimiliki oleh setiap individu untuk menyelesaikan
penjumlahan dan pengurangan pecahan biasa, pecahan campuran, serta
pecahan desimal.
Pembelajaran matematika di SD harus diperhatikan cara
penyampaian konsep serta karakteristik siswa agar siswa dapat
memahami materi yang abstrak sehingga pembelajaran bisa
berlangsung secara efektif dan efisien. Salah satu materi matematika
yang disampaikan pada jengjang SD kelas V adalah materi pecahan.
Untuk dikatakan mampu memahami materi pecahan yang ada di SD,
indikator-indikator dalam pembelajaran pecahan harus tercapai. Pada
penelitian ini, siswa dikatakan mampu menyelesaikan operai hitung
pecahan jika memenuhi indikator sebagai berikut:
a) Dapat menentukan pecahan senilai
b) Dapat menjumlahkan pecahan dengan penyebut yang sama
c) Dapat menjumlahkan pecahan dengan penyebut yang tidak sama
d) Dapat mengurangkan pecahan dengan penyebut yang sama
e) Dapat mengurangkan pecahan dengan penyebut yang tidak sama
f) Dapat menjumlahkan pecahan campuran
g) Dapat mengurangkan pecahan campuran
19

h) Dapat menjumlahkan pecahan desimal


i) Dapat mengurangkan pecahan desimal
2. Hakikat Model Cooperative Learning Tipe Index Card Match
a. Pengertian Model Pembelajaran
Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kreativitas
guru dalam mengembangkan model-model pembelajaran yang berorientasi
pada peningkatan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran.
Fathurrohman (2015:29) menyatakan bahwa model pembelajaran
adalah kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan melukiskan
prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi
sebagai pedoman dalam perencanaan pembelajaran bagi para pendidik
dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran. Berdasarkan pernyataan
tersebut, dapat dikatakan bahwa model pembelajaran menentukan
kesuksesan dalam pelaksanaan pembelajaran karena model pembelajaran
merupakan gambaran rancangan bagaimana pembelajaran akan
dilaksanakan.
Suprijono (2015:64) menyatakan bahwa model pembelajaran ialah
pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran
di kelas maupun turorial. Dengan kata lain, model pembelajaran digunakan
unntuk menyusun kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk
kepada guru di kelas.
Pengertian lain mengenai model pembelajaran juga disampaikan
oleh Joyce dan Weil dalam Fathurrohman (2015:30) yang mendefinisikan
bahwa model pembelajaran sebagai suatu perencanaan atau suatu pola
yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran di
kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-
perangkat pembelajaran.
Berdasarkan pengertian para ahli di atas mengenai model
pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan
20

suatu kerangka konseptual yang digunakan pendidik untuk menentukan


perangkat-perangkat pembelajaran dalam melaksankan pembelajaran di
dalam kelas.
b. Pengertian Model Cooperative Learning
Dalam proses pembelajaran tentang bagaimana cara guru untuk
berinteraksi atau menyampaikan materi pembelajaran terhadap siswa agar
tercapai interaksi edukatif dibutuhkan suatu penerapan model yang
inovatif. Sedangkan pemilihan model pembelajaran perlu memperhatikan
kesesuaian materi yang diajarkan dan karakteristik siswa agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan optimal.
Menurut Rusman (2011: 202) menyatakan bahwa cooperative
learning mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan
bersama. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan
bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-keompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari
dua sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.
Keberhasilan belajar dan kelompok tergantung pada kemampuan dan
aktivitas anggota kelompok, baik secara individu maupun secara
kelompok.
Cooperative learning tidak hanya sekedar bekerja dalam kelompok.
Suprijono (2015:48) menyatakan bahwa cooperative learning merupakan
pembelajaran yang beraksentuasi pada arti penting proses sosial yang
asosiatif dalam belajar untuk mencapai tujuan belajar yang diharapkan.
Oleh karena itu, setiap anggota kelompok harus menyadari bahwa mereka
memiliki satu tujuan yang sama sehingga apabila mereka mempunyai
suatu masalah maka semua anggota kelompok harus terlibat dalam diskusi
untuk memecahkan masalah tersebut.
Pendapat lain juga disampaikan oleh Taniredja (2011: 55-56) yang
menyatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar
belajar kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan
atau tugas yang bersifat koopratif sehingga memungkinkan terjadinya
21

interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdependensi


efektif di antara anggota kelompok.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas mengenai pengertian
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah bentuk pembelajaran yang dilakukan
secara berkelompok sehingga menciptakan suatu interaksi terbuka antara
anggota kelompok untuk memecahkan suatu masalah sehingga
keberhasilannya bergantung pada kemampuan dari setiap kelompok.
c. Pengertian Model Cooperative Learning Tipe Index Card Match
Menurut Fathurrohman (2015:196) menyatakan bahwa model
index card match merupakan cara yang menyenangkan dan mengaktifkan
siswa saat ingin meninjau ulang meteri pembelajaran yang telah diberikan
sebelumnya.
Suprijono (2013:120) menjelaskan index card match (mencari
pasangan kartu) adalah suatu strategi yang cukup menyenangkan
digunakan untuk memantapkan pengetahuan siswa terhadap materi yang
dipelajari. Sedangkan menurut Hamruni (2011:162) menyatakan bahwa
index card match adalah cara menyenangkan lagi aktif untuk meninjau
ulang materi pelajaran.
Anwar dan Astriyanti (2016:45) menyatakan “Index Card Match
strategy is fun, enjoy and good strategy that can make the students more
active in learning process.”
Berdasarkan pendapat para ahli di atas mengenai pengertian model
pembelajaran index card match maka dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran index card match adalah model pembelajaran yang
menyenangkan, aktif, dan baik untuk mengulang kembali materi pelajaran
yang telah dipelajari dalam proses pembelajaran.
d. Langkah-langkah Model Cooperative Learning Tipe Index Card Match
Prosedur penerapan model coopertaive learning tipe index card
match menurut Silberman (2016:250-251) dengan urutan sebagai berikut:
(1) pada kartu indeks yang terpisah, tulislah pertanyaan tentang apapun
22

yang diajarkan di kelas dengan jumlah yang sama dengan setengah jumlah
siswa, (2) pada kartu terpisah, tulislah jawaban atas masing-masing
pertanyaan itu, (3) campurkan dua kumpulan kartu itu dan kocoklah
beberapa kali agar benar-benar tercampur aduk, (4) berikan satu kartu
untuk satu siswa, (5) perintahkan siswa untuk mencari kartu pasangan
mereka, dan (6) bila semua pasangan yang cocok telah bersama,
perintahkan tiap pasangan untuk memberikan kuis kepada siswa yang lain.
Menurut Fathurrohman (2015:196-197) menyatakan bahwa
langkah-langkah model pembelajaran index card match adalah sebagai
berikut: (1) buatlah potongan-potongan kertas sejumlah siswa dalam kelas,
(2) bagi jumlah kertas-kertas tersebut menjadi dua bagian yang sama, (3)
tulis pertanyaan tentang materi yang telah diiberikan sebelumnya pada
pertengahan bagian kertas yang telah disiapkan, (4) separuh kertas lain,
tulis jawaban dari pertanyaan yang telah dibuat, (5) kocok semua kertas,
(6) beri setiap siswa satu kertas, (7) mintalah siswa untuk menemukan
pasangan mereka, (8) setelah siswa menemukan pasangan dan duduk
berdekatan, minta setiap pasangan secara bergantian untuk membacakan
soal kepada teman-teman yang lain, dan (9) akhiri dengan membuat
klarifikasi dan kesimpulan.
Pendapat lain mengenai langkah-langkah penerapan model index
card match juga disampaikan oleh Suprijono (2015:139-140) yang
menyatakan bahwa langkah-langkahnya sebagai berikut: (1) buatlah
potongan-potongan kertas sebanyak siswa dalam kelas, (2) bagi kertas-
kertas tersebut menjadi dua bagian yang sama, (3) pada separuh kertas,
tulis materi yang akan dibelajarkan, (4) separuh kertas lain, tulis
jawabannya, (5) kocoklah semua kertas, (6) setiap siswa diberi satu kertas,
(7) mencari pasangan, (8) secara bergantian membacakan soal kepada
teman yang lain, dan (9) klarifikasi dan kesimpulan.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas mengenai langkah-
langkah model pembelajaran index card match dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah penerapan model pembelajaran index card match adalah
23

sebagai berikut: (1) pembuatan kartu pertanyaan dan kartu jawaban


masing-masing sebanyak setengah dari seluruh jumlah siswa, (2)
campurkan semua kartu., (3) berikan kepada setiap siswa satu kartu, (4)
mencari pasangan kartu, (5) membacakan soal kepada teman yang lain,
dan (6) klarifikasi dan kesimpulan.
e. Kelebihan dan Kekurangan Model Cooperative Learning Tipe Index
Card Match
Sanjaya (2008:163) menyatakan bahwa kelebihan dari index card
match yaitu sebagai berikut: (1) menumbuhkan kegembiraan dalam
kegiatan belajar mengajar, (2) materi pelajaran yang disampaikan lebih
menarik perhatian siswa, (3) mampu menciptakan suasana belajar yang
aktif dan menyenagkan, (4) mampu meningkatkan hasil belajar siswa
mencapai taraf ketuntasan belajar, (5) penilaian dilakukan bersama
pengamat dan pemain. 
Sanjaya (2008:163) juga menyatakan bahwa kekurangan index
card match yaitu sebagai berikut: (1) membutuhkan waktu yang lama bagi
siswa untuk menyelesaikan tugas dan prestasi (2) guru harus meluangkan
waktu yang lebih lama untuk membuat persiapan, (3) menuntut sifat
tertentu dari siswa atau kecenderungan untuk bekerja sama dalam
menyelesaikan masalah.
3. Penerapan Model Pembelajaran Index Card Match
Berdasarakan uraian di atas mengenai model pembelajaran Index Card
Match, maka penerapan model Index Card Match dilakukan dengan cara
mengadakan pencocokan kartu indeks. Penerapan model pembelajaran Index
Card Match dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Langkah-langkah Penerapan pembelajaran Index Card
Match
No. Langkah Keterangan
1. Persiapan Guru mempersiapkan kartu indeks yang akan
dimainkan. Kaertu indeks berisi pertanyaan dan
jawaban terkait materi pelajaran, sehingga siswa
24

harus menguasai materi pelajaran.


2. Pelaksanaan Dalam proses pencocokan kartu, guru berperan
sebagia fasilitator. Sebagian siswa mendapat kartu
pertanyaan dan sebagian lagi mendapat kartu
jawaban. Kemudian dilakukan pencocokan kartu.
Setelah itu, antar siswa siap menjawab pertanyaan
dari siswa lain.
3. Evaluasi Setelah pencocokan kartu dan tukar pertanyaan
selesai, tahap terakhir yang dilakukan guru adalah
melakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan secara
menyuluruh, yaitu mulai dari awal pembagian
kartu hingga akhir. Ada beberapa yang harus
disampaikan guru dalam evaluasi tersebut, antara
lain evaluasi harus menyinggung kembali
kemamfaatan dan tujuan yang telah dicapai,
menyinggung kembali kesalahan-kesalahan yang
terjadi dalam pelaksanaan, dan mengaitkan teori
pelajaran yang ada di buku.

4. Penerapan Model Pembelajaran Index Card Match dalam Pembelajaran


Operasi Hitung Pecahan
Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, penerapan model pembelajaran
Index Card Match dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Guru membagi materi operasi hitung pecahan menjadi 4 sub bab materi
yaitu penjumlahan pecahan biasa, penjumlahan pecahan campuran,
penjumlahan pecahan desimal, pengurangan pecahan biasa,
pengurangan pecahan campuran, dan pengurangan pecahan desimal.
b. Guru menyampaikan materi mengenai operasi hitung pecahan secara
klasikal.
25

c. Guru membagikan kartu kepada setian siswa diaman sebagian siswa


mendapatkan kartu pertanyaan dan sebagian lagi mendapatkan kartu
jawaban.
d. Siswa melakukan pencocokan kartu pertanyaan dan jawaban.
e. Guru mengarahkan kepada siswa yang telah mendapatkan pasangan
kartu untuk mencari tempat duduk.
f. Guru menunjuk beberapa pasangan untuk menyampaikan kartu
pertanyaan, kemudian pasangan yang lain bersiap untuk menjawab.
g. Siswa bersama guru mengadakan evaluasi bersama membahas hasil
diskusi.
h. Guru memberikan pemantapkan materi agar siswa dapat memahami
materi yang diajarkan dengan baik.
i. Siswa diminta untuk mengerjakan soal evaluasi.
j. Siswa dan guru melakukan refleksi mengenai pembelajaran yang telah
dilakukan.
5. Penelitian yang Relevan
Pada penelitian yang membahas tentang implementasi model
cooperative learninng tipe index card match untuk meningkatkan kemampuan
menyelesaikan operasi hitung pecahan ini terdapat 2 hal yang menjadi pokok
penelitian yaitu model index card match dan kemampuan menyelesaikan
operasi hitung pecahan.
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain adalah
penelitian Nugroho (2013) yang berjudul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran
Pecahan Melalui Model Kooperatif Tipe Teams Games Tournament
Berbantuan Media Komik Pada Kelas V SD Tugurejo 03”. Pada penelitian ini
terdapat permasalahan tentang kualitas pembelajaran pecahan yang diperbaiki
dengan penerapan model kooperatif tipe teams games tournament berbantuan
media komik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model
kooperatif tipe teams games tournament berbantuan media komik hingga
siklus II diperoleh data 86,1% telah tuntas sehingga proses pembelajaran
matematika dengan menggunakan model model kooperatif tipe teams games
26

tournament berbantuan media komik dipandang dapat meningkatkan hasil


belajar siswa. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama
pada variabel terikatnya yaitu pembelajaran pecahan. Perbedaannya terletak
pada variabel bebasnya yaitu pada penelitian ini menggunakan model
cooperative learning tipe index card match.
Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian
Kusuma (2015) yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Matematika Materi
Operasi Hitung Pecahan Desimal Melalui Model Active Learning Tipe Index
Card Match (ICM) Pada Siswa Kelas V SD Negeri Brosot Kulon Progo
Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015”. Pada penelitian tersebut terdapat
permasalahan tentang hasil belajar matematika materi opersi hitung pecahan
yang diperbaiki dengan penerapan model Active Learning Tipe Index Card
Match. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model Active
Learning tipe Index Card Match hingga siklus II diperoleh data > 75% dari
seluruh siswa mendapat nilai ≥ 70 sehingga proses pembelajaran matematika
dengan menggunakan model Active Learning tipe Index Card Match
dipandang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Persamaan dengan
penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama meningkatkan kemampuan
dalam menyelesaikan operasi hitung pecahan dengan menggunakan model
pembelajaran index card match. Perbedaannya terletak pada variabel
terikatnya, yaitu penelitian ini akan meningkatkan kemampuan menyelesaikan
operasi hitung pecahan pada pokok materi penjumlahan dan pengurangan
pecahan.
Penelitian lain yang relevan juga yaitu penelitian Sutinah (3013) yang
berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pada Operasi
Penjumlahan Pecahan Melalui Pendekatan Contextual Teaching Learning
Pada Siswa Kelas IVB MIN Kebonagung Imogiri Bantul”. Pada penelitian
tersebut terdapat permasalahan tentang hasil belajar matematika pada operasi
penjumlahan pecahan yang diperbaiki dengan penerapan pendekatan
Contextual Teaching Learning. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pembelajaran matematka melalui pendekatan Contextual Teaching Learning
27

mampu meningkatkan hasil belajar siswa sampai dengan siklus II sebesar


94,12% ketuntasan belajar siswa. Persamaan dengan penelitian yang akan
dilakukan adalah sama pada variabel terikatnya yaitu operasi penjumlahan
pecahan. Perbedaannya terletak pada variabel bebasnya yaitu pada penelitian
ini menggunakan model cooperative learning tipe index card match.

B. Kerangka Berpikir
Menurut Sugiyono (2015:60) kerangka berpikir yang baik akan
menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti, pertautan
anatara variabel tersebut selanjutkan dirumuskan ke dalam bentu paradigma
penelitian.
Pembelajaran matematika di SD Negeri Sumber 4 khususnya kelas V,
selama ini masih menggunakan pembelajaran dengan pola interaksi konvensional.
Pembelajaran dengan pola interaksi konvensional ini berupa penyampaian materi
yang masih menggunakan metode ceramah, diskusi maupun penugasan tanpa
menggunakan model atau metode pembelajaran yang menarik dalam proses
pembelajarannya. Pola interaksi konvensiional tersebut berpengaruh pada
rendahnya kemampuan siswa dalam mengerjakan soal-soal matematika khususnya
materi operasi hitung pecahan. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji pra tindakan
siswa mengenai materi operasi hitung pecahan yang masih rendah. Berdasarkan
hasil uji pra tindakan diperoleh bahwa kemampuan menyelesaikan operasi hitung
pecahan dari 28 siswa hanya 2 siswa yang nilainya mencapai KKM sebesar >70
dengan presentase ketuntasan klasikal 7,14%. Sedangkan, 26 siswa masih belum
mencapai KKM memperoleh nilai <70 dengan presentase klasikal 92,86%.
Berdasarkan kondisi awal yang terjadi di dalam proses pembelajaran di
SD Negeri Sumber 4, maka dilakukan tindakan dalam pembelajaran matematika
kelas V pada materi operasi hitung pecahan dengan menerapkan model
pembelajaran index card match.
Penerapan model cooperative learning tipe index card match dilakukan
dengan cara mencocokkan kartu pertanyaan dengan kartu jawaban. Dengan
adanya pelaksanaan pembelajaran dengan model index card match diharapkan
28

dapat meningkatkan partisipasi siswa dan kemampuan berpikir siswa dalam


pembelajaran.
Pelaksanaan tindakan ini akan dilaksanakan oleh peneliti dan guru kelas.
Tindakan ini akan dilaksanakan pada siklus I, siklus II, siklus III, dan dilanjutkan
siklus ke-n. Kondisi akhir yang diharapkan dari penelitian ini adalah dengan
penerapan model pembelajaran index card match dalam pembelajaran matematika
kelas V SD Negeri Sumber 4 pada materi operasi hitung pecahan diharapkan
dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan operasi hitung
pecahan. Berdasrakan uraian di atas, kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:

Guru mengajar Kemampuan menyelesaikan


dengan operasi hitung pecahan siswa
menggunakan pola kelas V SD Negeri Sumber 4
Kondisi interaksi rendah
Awal konvensional dengan
metode pembelajran
ceramah,
demonstrasi, dan Siklus I
pemberian tugas. (Pengenalan konsep dan
aplikasi model index card
match)
Perencanaan
Tindakan
Guru menerapkan
Observasi
model pembelajaran Refleksi
index card match
Tindaka
pada materi operasi
n
hitung pecahan
Siklus II
(Pengenalan konsep dan
aplikasi model index card
match)
Perencanaan
penerapan model Tindakan
pembelajaran index Observasi
card match dapat Refleksi
meningkatkan
kemampuan siswa
Kondisi dalam
Siklus ke-n
Akhir menyelesaikan
operasi hitung
pecahan pada siswa
kelas V SD Negeri
Sumber 4
29

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir

C. Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir di atas, maka dapat


dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas ini sebgai berikut: Penerapan
model cooperative learning tipe index card match dapat meningkatkan
kemampuan menyelesaikan operasi hitung pecahan pada siswa kelas V SD N
Sumber 4 Tahun Ajaran 2016/2017.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini akan dilaksanakan di SD Negeri
Sumber 4. Lokasi penelitian tersebut berada di desa , Kecamatan Banjarsari,
Kota Surakarta. Penelitian ini khususnya akan dilaksanakan di kelas V.
Pemilihan SD Negeri Sumber 4 sebagai lokasi penelitian berdasarkan
pertimbangan bahwa:
a. Sekolah tersebut mengalami permasalahan yang cukup penting untuk
segera diatasi yaitu rendahnya kemampuan menyelesaikan operasi
hitung pecahan.
b. Sekolah tersebut belum pernah digunakan sebagai objek penelitian
sejenis sehingga terhindar dari penelitian ulang.
c. Lokasi SD Negeri Sumber 4 mudah dijangkau oleh peneliti karena
letaknya tidak jauh dari tempat tinggal peneliti sehingga meringankan
biaya dan tenaga.
d. Peneliti pernah bekerja sama dengan pihak sekolah.
e. Kemudahan mencari informasi dari pihak-pihak yang terkait.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester II tahun 2017
selama enam bulan yaitu mulai bulan Desember 2016 s..d. bulan Mei 2017
karena Kompetensi Dasar (menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk
pecahan) dalam penelitian ini terselenggara pada waktu tersebut. Tahap
persiapan dimulai pada bulan Desember. Pelaksanaan tindakan penelitian pada
bulan Maret. Analisis data dilaksanakan pada bulan April dan penyusunan
laporan dilaksanakan pada bulan Mei. Terakhir tahap sidang skripsi hingga
penggandaan laporan dilaksanakan pada bulan Mei.

30
31

Jadwal penelitian secara rinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.1 Rincian Waktu Kegiatan
Tahun
Tahun 2017
2016
No. Kegiatan Bulan
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Pengumpulan
1.
data
Pengajuan
2.
Judul
Penyusunan
3.
dan Pengajuan
Proposal
Mengurus ijin
4.
penelitian
Persiapan
5.
Penelitian
Pelaksanaan
6.
Siklus I
Pelaksanaan
7.
Siklus II
Pelaksanaan
8.
Siklus III
Pengolahan
9.
dan analisis
data
10. Penyusunan
Laporan
Ujian Skripsi
11.
dan Revisi
Penggandaan
12.
dan
Pengumpulan
laporan
32

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kulaitatif dengan jenis penelitian


berupa Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Wina Sanjaya (2011: 26) mengatakan
bahwa penelitian tindakan kelas dapat diartikan sebagai proses pengkajian
masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk
memecahkan masalah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan yang
terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan
tersebut.

C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam PTK adalah orang yang dikenai tindakan.
Subjek dalam peelitian ini adalah guru kelas V SD Negeri Sumber 4 bernama
Sujiati, S.Pd dan seluruh siswa kelas V SD Negeri Sumber 4 semester II tahun
ajaran 2016/2017 dengan jumlah siswa 27, terdiri dari 12 siswa perempuan dan 15
siswa laki-laki. Peneliti berkolaborasi dengan guru kelas untuk merencanakan,
mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan penelitian
sehingga pembelajaran terlaksana sesuai harapan.

D. Data dan Sumber Data


1. Data
Data merupakan bukti atau fakta dari suatu peristiwa yang digunakan
sebagai bahan untuk memecahkan suatu permasalahan. Menurut Arikunto, dkk
(2015:161) menyatakan bahwa data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang
berupa fakta ataupun angka. Adapun data penelitian ini berupa data kuantitatif
dan data kualitatif.
a. Data kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang penyajiannya dalam bentuk simbol
angka atau bilangan. Data kuantitatif yang dikumpulkan dalam penelitian ini
berupa data nilai hasil tes kemampuan siswa dalam menyelesaikan operasi
hitung pecahan, nilai observasi aktivitas siswa, dan nilai observasi kinerja
guru dalam pembelajaran yang disajikan dalam angka-angka.
33

b. Data kualitatif
Data kualitatif merupakan data yang penyajiannya berbentuk kalimat
verbal bukan berupa simbol angka atau bilangan. Data kualitatif yang
dikumpulkan dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dan beberapa
dokumen seperti RPP, silabus, dan hasil dokumentasi berupa foto dan video
pembelajaran matematika.
2. Sumber Data
Menurut Sugiyono (2015:193) menyatakan pengumpulan data dapat
dilakukan melalui berbagai sumber. Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sumber data primer dan sekunder.
a. Data primer
Menurut Sugiyono (2015:193) sumber data primer adalah sumber
data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Sumber data
primer diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara).
Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini antara lain siswa,
guru, dan peristiwa proses pembelajaran.
b. Data sekunder
Menurut Sugiyono (2015:193) sumber data sekunder adalah
sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data.
Sumber data sekunder ini dapat berupa hasil pengolahan lebih lanjut dari
data primer yang disajikan dalam bentuk lain atau dari orang lain. Sumber
data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber yang telah ada, seperti:
hasil wawancara terhadap guru kelas V SD Negeri Sumber 4 sebelum dan
sesudah menerapkan model pembelajaran index card match, arsip berupa
silabus, RPP, hasil nilai prasiklus, siklus I, siklus II, dan siklus III, serta
hasil observasi aktivitas siswa ketika pembelajaran berlangsung.

E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data


34

Menurut Sugiyono (2015:308) teknik pengumpulan data merupakan


langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian
adalah mendapatkan data. Jadi teknik pengumpulan data merupakan suatu cara
untuk mendapatkan suatu data. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan
dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1. Tes
Tes merupakan alat pengukur data yang berharga dalam penelitian.
Tes adalah seperangkat rangsangan (stimuli) yang diberikan kepada
seseorang dengan maksud untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang
dijadikan penetapan skor angka. Menurut Widoyoko (2016: 45) dalam
pembelajaran objek ini bisa berupa kecakapan peserta didik, minat, motivasi,
dan sebagainya.
Tes ini dilakukan untuk mendapatkan data mengenai kemampuan
siswa dalam menyelesaikan operasi hitung pecahan dan untuk mengetahui
perkembangan atau keberhasilan pelaksanaan tindakan.
2. Observasi
Pengamatan atau observasi adalah proses pengambilan data dalam
penelitian dimana peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian. Observasi
sangat sesuai digunakan dalam penelitian yang berhubungan dengan kondisi/
interaksi belajar mengajar, tingkah laku, dan interaksi kelompok (Wijaya
Kusumah dan Dedi Dwitagama, 2012: 66).
Observasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data
tentang partisipasi siswa maupun kinerja guru di SD Negeri Sumber 4 dan
penerapan model index card match dalam kegiatan pembelajaran mengenai
pembelajaran operasi hitung pecahan.
3. Wawancara
Wawancara atau interview adalah alat pengumpul data dengan cara
mengajukan pertanyaan secara lisan dan dijawab secara lisan pula, yaitu
kontak langsung dengan tatap muka antara pencari informasi dengan sumber
informasi. Wawancara dilakukan terhadap guru matematika kelas V dan
beberapa siswa kelas V, guna menggali informasi untuk memperoleh data
35

yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran operasi hitung pecahan


dalam pembelajaran matematika sebelum dan sesudah penerapan model
pembelajaran index card match.
4. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan kegiatan menghimpun dan menganalisis
dokumen berupa dokumen tertulis maupun elektronik. Menurut Arikunto
(2013: 158) menyatakan bahwa di dalam melaksanakan metode dokumentasi,
peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku, majalah, peraturan-
peraturan, notulen rapat, catatatn harian, dan sebagainya.
Dalam penelitian ini, dokumentasi digunakan untuk mencari data
berupa silabus matematika kelas V, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) matematika kelas V, dan untuk mengetahui bagaimana proses
pembelajaran yang berlangsung serta hasil tes siswa kelas V di SD Negeri
Sumber 4.

F. Teknik Uji Validitas Data


Suatu informasi yang dijadikan data penelitian perlu diperiksa
validitasnya sehingga data yang didapat dapat dipertanggungjawabkan dan dapat
dijadikan sebagai dasar yang kuat untuk menarik kesimpulan. Menurut Widoyoko
(2016:98) alat ukur dinyatakan valid apabila alat ukur itu dapat dengan tepat
mengukur apa yang hendak diukur. Teknik validitas data yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik validitas isi dan teknik triangulasi.
1. Validitas Isi
Teknik validitas isi digunakan untuk peneliti untuk menvalidasi soal
tes, pedoman wawancara guru, pedoman wawancara siswa serta pedoman
observasi yang digunakan untuk mengukur kemampuan menyelesaikan
operasi hitung pecahan siswa kelas V SD Negeri Sumber 4 Kota Surakarta.

2. Teknik Triangulasi
Menurut Sugiyono (2015:330) triangulasi adalah teknik pengumpulan
data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dan sumber data yang telah
36

ada. Dalam rancangan penelitian ini, teknik triangulasi yang digunakan


adalah triangulasi sumber dan triangulasi teknik.
a. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber merupakan cara pengumpulan data yang
dilakukan oleh peneliti dengan mengumpulkan data dari beberapa sumber
untuk menguji kebenaran data yang diperoleh. Dalam penelelitian ini,
peneliti memperoleh data dari beberapa sumber, diantaranya, guru kelas
dan siswa kelas, serta nilai pembelajaran matematika tentang
menyelesaikan operasi hitung pecahan siswa kelas V SD Negeri Sumber
4.
b. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik merupakan cara pengumpulan data yang
dilakukan oleh peneliti dari sumber data yang sama melainkan dengan
teknik atau cara yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu dengan cara
observasi, wawancara, kajian dokumen, tes, dan angket. Data yang
diperoleh dari beberapa teknik pengumpulan data tersebut lalu
dibandingkan untuk memperoleh data yang kredibel.

G. Teknik Analisis Data


Menurut Sugiyono (2015: 337) teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalan model analisis interaktif. Aktivitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai
tuntas sehingga datanya sudah jenuh. Alur kegiatan dalam analisis data meliputi:
1. Reduksi data (data reduction)
Mereduksi data merupakan proses mengurangi data yang kurang
relevan dengan fokus penelitian. Mereduksi data berarti merangkum, memilih
hal yang pokok, fokus pada hal yang penting, mencari pola dan tema serta
membuang yang tidak diperlukan. Sehingga dengan kegiatan tersebut dapat
memberika gambaran yang jelas dan dapat mempermudah peneliti dalam
melakukan pengumpulan data selanjutnya.
37

Reduksi data dalam penelitian ini dilakukan dengan pemilihan dan


penyederhanaan data kondisi SD Negeri Sumber 4, data nilai kemampuan
siswa dalam menyelesaikan operasi hitung pecahan, dan data hasil observasi
siswa dan guru kelas V SD Negeri Sumber 4.
2. Penyajian data (data display)
Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang telah tersusun dapat
memberikan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Men-
display data, hasil reduksi data disajikan dalam berbagai cara visual sehingga
data dapat memperjelas data, yaitu dengan grafik, diagram, dan sejenisnya.
Penyajian data dalam penelitian ini berbentuk tabel, grafik, dan dinarasikan
dalam pembahasan penelitian. Data yang disajikan dalam penelitian ini
meliputi:
a. Data nilai kemampuan menyelesaikan operasi hitung pecahan siswa kelas
V SD Negeri Sumber 4
b. Data hasil observasi aktivitas siswa dan kinerja guru kelas V SD Negeri
Sumber 4
c. Data hasil wawancara siswa dan guru kelas V SD Negeri Sumber 4
sebelum dan sesudah penerapan model pembelajaran index card match.
3. Penarikan kesimpulan (verification)
Kesimpulan adalah rumusan konseptual yang dapat menjawab
rumusan masalah yang sudah dibangun sejak awal. Kesimpulan masih
bersifat sementara sehinga masih bisa berubah. Menarik kesimpulan dari
verifikasi dilakukan dengan melihat kembali laporan yang ingin dicapai.
Penarikan kesimpulan tentang peningkatan yang terjadi dilaksanakan secara
bertahap mulai dari kesimpulan sementara, kesimpulan yang ditarik pada
akhir siklus I, pada akhir siklus II, pada akhir siklus III, dan kesimpulan pada
akhir siklus ke-n.
Visualisasi hubungan interaksi antara unsur-unsur kerja analisis
tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
38

Data Collection

Data Display

Data Reduction

Conclution drawing/verfying

Gambar 3.1 Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman (Sugiyono,


2015:338)

H. Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan penelitian ini ditandai dengan adanya peningkatan
kemampuan menyelesaikan operasi hitung pecahan pada siswa kelas V SD Negeri
Sumber 4. Penelitian dikatakan berhasil apabila peningkatan kemampuan
menyelesaikan operasi hitung pecahan siswa mencapai ≥ 85% dari 28 siswa yang
mencapai nilai KKM yaitu ≥70. Dengan arti kata partisipasi belajar siswa berhasil
bila mencapai persentase sangat baik sehingga siklus dapat dihentikan.
Tabel 3.2 Indikator Kinerja Penelitian
Aspek yang Presentase Siswa
Cara Mengukur
Diukur yang ditargetkan

Kemampuan 85% Diukur dari hasil tes kemampuan


menyelesaikan menyelesaikan operasi hitung pecahan
operasi hitung dan dihitung dari jumlah siswa yang
pecahan dapat mencapai KKM, yaitu ≥85% dari
28 siswa pada tes evaluasi kemampuan
menyelesaikan operasi hitung pecahan.

I. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian merupakan suatu rangkaian tahap penelitian yang


dilakukan mulai dari awal hingga akhir penelitian. Menurut Arikunto (2015:42)
prosedur penelitian dilakukan melalui empat tahap, yaitu perencanaan (planning),
39

tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Secara jelas


langkah-langkah tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Perencanaan

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi SIKLUS III Pelaksanaan

Pengamatan

Gambar 3.2 Model Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, 2015:42)

Indikator yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah meningkatnya


kemampuan menyelesaikan operasi hitung pecahan siswa kelas V SD Negeri
Sumber 4 melalui penerapan model pembelajaran index card match. Untuk
memperoleh indikator yang ingin dicapai, prosedur penelitian ini mencakup
beberapa tindakan. Setiap tindakan dirancang dalam satu unit sebagai satu siklus.
Setiap siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu perencanaaan, pelaksanaan,
40

pengamatan, dan refleksi. Penelitian ini menggunakan 3 siklus yang masing-


masing siklus terdiri 2 kali pertemuan dan setiap pertemuan (satu mata pelajaran)
adalah 2 x 35 menit. Siklus tersebut meliputi:
1. Siklus I
b. Perencanaan
1) Menentukan pokok bahasan, yaitu penjumlahan dan pengurangan
pecahan biasa dengan penyebut sama maupun berbeda
2) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan
model pembelajaran index card match.
3) Menyusun lembar observasi guru dan siswa.
4) Mengembangkan format evaluasi pembelajaran.
5) Menyusun lembar kerja siswa (kartu pertanyaan dan kartu jawaban).
6) Membuat soal evaluasi, kunci jawaban, dan instrumen penilaiannya.
7) Menetapkan indikator ketercapaian yang dilaksanakan dalam proses
pembelajaran.
c. Tindakan
Tindakan pada siklus I ini dilaksanakan dalam dua kali
pertemuan, yakni pertemuan pertama mempelajari tentang penjumlahan
pecahan biasa, sedangkan pertemuan kedua mempelajari pengurangan
pecahan biasa. Adapun langkah-langkah tindakannya adalah sebagai
berikut:
1) Guru menjelaskan kepada siswa mengenai materi penjumlahan dan
pengurangan pecahan biasa dengan penyebut yang sama dan dengan
penyebut berbeda.
2) Guru membagikan kartu pertanyaan dan jawaban kepada siswa,
masing-masing siswa mendapat satu kartu.
3) Siswa ditugasi untuk mencari kartu pasangan mereka.
4) Guru menunjuk beberapa pasang siswa untuk menyampaikan
pertanyaan kepada siswa lain.
5) Guru mengajak siswa untuk membahas soal-soal yang dikerjakan
secara klasikal.
41

6) Siswa bersama guru menyimpulkan mengenai pembelajaran yang


telah disampaikan.
7) Guru meminta siswa untuk mengerjakan soal evaluasi
8) Guru memberikan penilaian dan penguatan.
d. Pengamatan
Kegiatan pengamatan dilakukan untuk pengambilan data agar
mengetahui sejauh mana efek tindakan dalam mencapai target. Tahap
pengamatan dilakukan dengan mengamati kegiatan belajar mengajar
yang meliputi aktivitas guru dan siswa selama dilakukan tindakan. Selain
itu, pengamatan juga dilakukan terhadap hasil evaluasi siswa di setiap
akhir pertemuan. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan lembar
observasi yang telah disiapkan.
e. Refleksi
Refleksi pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran serta menentukan langkah
tindakan selanjutnya untuk perbaikan.
Peneliti akan berdiskusi dengan guru kelas mengenai kelebihan
dan kekurangan yang terjadi pada siklus I dan untuk membantu
menemukan permasalahan pembelajaran yang akan digunakan sebagai
dasar untuk menemukan tindakan perbaikan dalam perencanaan siklus
selanjutnya.
2. Siklus II
a. Perencanaan
1) Melakukan identifikasi masalah pada siklus I dan menetapkan
alternatif pemecahan masalah yang akan dilaksanakan pada siklus II.
2) Menyusun kembali RPP dengan materi penjumlahan dan pengurangan
pecahan campuran.
3) Menyiapkan instrumen berupa lembar kerja siswa, soal evaluasi,
lembar observasi, dan lembar penilaian yang digunakan dalam
pembelajaran.
42

4) Menetapkan indikator ketercapaian yang dilaksanakan dalam proses


pembelajaran.
b. Tindakan
1) Memperbaiki tindakan berdasarkan hasil refleksi siklus I
2) Guru menjelaskan kepada siswa mengenai materi penjumlahan
pecahan campuran dengan penyebut yang sama dan dengan penyebut
berbeda pada pertemuan pertama dan pengurangan pecahan campuran
dengan penyebut yang sama dan dengan penyebut berbeda
3) Guru membagikan kartu pertanyaan dan jawaban kepada siswa,
masing-masing siswa mendapat satu kartu.
4) Siswa ditugasi untuk mencari kartu pasangan mereka.
5) Guru menunjuk beberapa pasang siswa untuk menyampaikan
pertanyaan kepada siswa lain.
6) Guru mengajak siswa untuk membahas soal-soal yang dikerjakan
secara klasikal.
7) Siswa bersama guru menyimpulkan mengenai pembelajaran yang
telah disampaikan.
8) Guru meminta siswa untuk mengerjakan soal evaluasi
9) Guru memberikan penilaian dan penguatan.
c. Pengamatan
Kegiatan pengamatan dilakukan untuk pengambilan data agar
mengetahui sejauh mana efek tindakan dalam mencapai target. Tahap
pengamatan dilakukan dengan mengamati kegiatan belajar mengajar
yang meliputi aktivitas guru dan siswa selama dilakukan tindakan
perbaikan. Selain itu, pengamatan juga dilakukan untuk mengetahui
apakah kemampuan siswa dalam menyelesaikan operasi hitung pecahan
sudah mencapai indikator kinerja atau belum.
d. Refleksi
Refleksi berarti penilaian dan pengkajian terhadap semua hasil
evaluasi data yang kaitanynnya dengan indikator kinerja siklus II.
Kekurangan-kekurangan pada siklus I diperbaiki pada siklus II dan
43

kekurangan-kekurangan yang terdapat pada siklus II akan diperbaiki


pada sikus III.
3. Siklus III
a. Perencanaan
1) Melakukan identifikasi masalah pada siklus II dan menetapkan
alternatif pemecahan masalah yang akan dilaksanakan pada siklus III.
2) Menyusun kembali RPP dengan materi penjumlahan dan pengurangan
pecahan desimal
3) Menyiapkan instrumen berupa lembar kerja siswa, soal evaluasi,
lembar observasi, dan lembar penilaian yang digunakan dalam
pembelajaran.
4) Menetapkan indikator ketercapaian yang dilaksanakan dalam proses
pembelajaran.
b. Tindakan
1) Memperbaiki tindakan berdasarkan hasil refleksi siklus II
2) Guru menjelaskan kepada siswa mengenai materi penjumlahan
pecahan desimal pada pertemuan pertama dan pengurangan pecahan
desimal pada pertemuan kedua.
3) Guru membagikan kartu pertanyaan dan jawaban kepada siswa,
masing-masing siswa mendapat satu kartu.
4) Siswa ditugasi untuk mencari kartu pasangan mereka.
5) Guru menunjuk beberapa pasang siswa untuk menyampaikan
pertanyaan kepada siswa lain.
6) Guru mengajak siswa untuk membahas soal-soal yang dikerjakan
secara klasikal.
7) Siswa bersama guru menyimpulkan mengenai pembelajaran yang
telah disampaikan.
8) Guru meminta siswa untuk mengerjakan soal evaluasi
9) Guru memberikan penilaian dan penguatan.
44

c. Pengamatan
Kegiatan pengamatan dilakukan untuk pengambilan data agar
mengetahui sejauh mana efek tindakan dalam mencapai target. Tahap
pengamatan dilakukan dengan mengamati kegiatan belajar mengajar
yang meliputi aktivitas guru dan siswa selama dilakukan tindakan
perbaikan. Selain itu, pengamatan juga dilakukan untuk mengetahui
apakah kemampuan siswa dalam menyelesaikan operasi hitung pecahan
sudah mencapai indikator kinerja atau belum.
d. Refleksi
Refleksi berarti penilaian dan pengkajian terhadap semua hasil
evaluasi data yang kaitanynnya dengan indikator kinerja siklus III.
Kekurangan-kekurangan pada siklus I diperbaiki pada siklus II dan
kekurangan-kekurangan yang terdapat pada siklus II diperbaiki pada
sikus III. Apabila kemampuan siswa dalam menyelesaikan operasi hitung
pecahan belum mencapai indikator kinerja makan akan diperbaiki pada
siklus berikutnya.
45

DAFTAR PUSTAKA

_________. (2010). Core Mathematics I. Department of Mathematical Sciences:


Kent State University

_________. (2008). Teaching Fractions, Desimals, and Percentages. New


Zealand: Ministry of Education.

Alon, Sandy. (2014). Evaluating the effectiveness of a fraction definition model to


promote abilities of preservice elementary teachers to solve fraction
verbal problems. William Paterson University. Volume 9, Issue 3

Anwar dan Astriyanti. (2016). Improving Students’ Ability In Vocabulary Mastery


Through Index Card Match. English Education Department of IKIP
PGRI Pontianak. Vol. 14, No. 1

Arikunto, Suharsimi. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Teknik.


Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S., Suhardjono, & Supardi. (2015). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:
PT Bumi Aksara.

Aunurrahman. (2010). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Fathurrohman, M. (2015). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Ar-


Ruzz Media

Fong, S.N. (2015). Case of Mathematics Professional Development in East Asian


Countries. Singapura: Springer

Heruman. (2008). Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Iulia & Teodoru Gugoiu . (2006). The Book of Fractions. Canada: La Citadelle

Kamsiyati, Siti. (2012). Pendidikan Matematika I untuk Guuru SD dan Calon


Guru SD. Surakarta: UNS Press.

Kusuma, Septiana Tri. (2015). Peningkatan Hasil Belajar Matematika Materi


Operasi Hitung Pecahan Desimal Melalui Model Active Learning Tipe
Index Card Match (ICM) Pada Siswa Kelas V SD Negeri Brosot Kulon
Progo Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015. Yogyakarta: UNY

Mulyasa. (2006). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Rosdakarya


46

Nugroho. (2013). Peningkatan Kualitas Pembelajaran Pecahan Melalui Model


Kooperatif Tipe Teams Games Tournament Berbantuan Media Komik
Pada Kelas V SD Tugurejo 03.

Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran. Depok: Rajagrafindo.

Sanjaya ,Wina. (2011). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Prenada Media


Group.

Sanjaya, Wina. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta: Kencana

Silberman, Melvin L. (2016). Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif.
Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia

Soenarjo, R.J. (2008). Matematika 5. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Sunarto & Hartono, A. (2008). Pengembangan Peserta Diidik. Jakarta: PT Rineka


Cipta

Suprijono, Agus. (2015). Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Susanto, Ahmad. (2013). Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar.


Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP

Sutinah. (2013). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pada Operasi


Penjumlahan Pecahan Melalui Pendekatan Contextual Teaching
Learning Pada Siswa Kelas IVB MIN Kebonagung Imogiri Bantul.
Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga

Taniredja, dkk. (2011). Model-Model Pembelajaran Inovatif dan Efektif.


Bandung: Alfabeta

Widoyoko, Eko Putro. (2016). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta:


Pustaka Belajar.

Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama. (2012). Mengenal Penelitian Tindakan


Kelas. Jakarta: PT Indeks.
47

Anda mungkin juga menyukai