Anda di halaman 1dari 48

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN INDEX CARD MATCH (ICM)

UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA KELAS IV


MUATAN PELAJARAN IPA SD LABSCHOOL UNIMUDA KABUPATEN
SORONG

PROPOSAL

Oleh :

FANI SANTIKA SARI


NIM. 148620618054

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH SORONG
2022
DAFTAR ISI

Daftar Isi…………………………………………………………………………. ii
Daftar Tabel ………………………………………….…………………………. iii
Daftar Gambar …………………………..………………………………………. iv
BAB I PENDAHULUAN……..…………………………………..…………….. 3
1.1 Latar belakang ………………………………………………...………. 3
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………... 6
1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………………........ 6
1.4 Hipotesis Penelitian …………………………………….………….…. 7
1.5 Manfaat Penelitian …………………………………………………..… 7
1.6 Definisi Operasional ……………………………………………….…. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………..…………. 9
2.1 Kajian Teori …………………………………….……………….….... 9
2.1.1Pengertian Pembelajaran ………………………………….….….. 9
2.1.2Model Pembelajaran ……………………………………...…….. 10
2.1.3Pengertian Index Card Macth …………………………...……… 11
2.1.4Pengertian Belajar ……………………………………………….
17
2.1.5Keaktifan Belajar …………………………………….…………. 18
2.1.6Pembelajaran Tematik Kelas IV …………………………...…… 29
2.1.7Pengertian Pengolahan Sampah …………………………………
29
2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan …………………………………..... 30
2.3 Kerangka Penelitian ………………………………………...………. 31
BAB III PENUTUP ……………………………………………………….……. 33
3.1Jenis Dan Desain Penelitian ………………………………….......... 33
3.2Variabel Penelitian ………………………………………………… 34
3.3Waktu Dan Tempat Penelitian ………………………………...…... 34
3.4Populasi Dan Sampel Penelitian ……………………………..…..... 34
3.5Sumber Data ……………………………………….…….……...…. 35
3.6Teknik Dan Instrumen Pengumpulan Data …………………...…... 35
3.7Teknik Analisis Data …………………………………..................... 36
Daftar Pustaka ...................................................................................................... 45

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Skema One Group Pertest-Postest Design ………….……...………... 35


Tabel 3.2 Sampel Penelitian ………………………………...………….………. 35
Tabel 3.3 Kisi- Kisi Observasi Keaktifan Belajar Peserta Didik ……...……….. 36
Tabel 3.4 Lembar Observasi Keaktifan Belajar Peserta Didik …………...…..... 37
Tabel 3.5 Kisi-Kisi Angket Keaktifan Belajar Peserta Didik ……….……...….. 38
Tabel 3.6 Lembar Angket Keaktifan Belajar Peserta Didik …………………….
39
Tabel 3.7 Pedoman Penskoran Keaktifan Belajar Peserta Didik ……….….…... 40
Tabel 3.8 Skala Likert …………………………………………………...…....... 40
Tabel 3.9 Kriteria Nilai N-Gain ……………………………….……….............. 43
Tabel 3.10 Kategori Tafsiran Efektifitas N-Gain ……………….……..……….. 43

1
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian ………………………………………………. 32


Gambar 3.1 Rumus Uji N-Gain …………………………………………..……. 42

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran
yang berkaitan dengan mengetahui alam secara sistematis. IPA bukan hanya
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-
prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA di
sekolah dasar yang diharapkan menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari
dirinya sendiri dan alam sekitarnya. Oleh sebab itu, menurut Depdiknas (UU
No. 23 Tahun 2003) “Pendidikan menjadi usaha sadar yang rencana guna
untuk menciptakan keadaan belajar dan proses pada pembelajaran dapat
mengakibatkan peserta didik aktif dalam mengembangkan potensi yang ada
dalam dirinya untuk memiliki sikap spiritual, kepribadian, kecerdasan, akhlak,
serta keterampilan.”
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu komponen yang
sangat penting dalam peningkatan sumber daya manusia. IPA diberikan pada
setiap jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar untuk mempersiapkan
peserta didik agar siap menghadapi perubahan dalam kehidupan yang selalu
berkembang pesat dengan melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran
secara logis, rasional, cerdas, cermat, jujur, efektif, dan efisien. Selain itu IPA
mempunyai peran besar dalam kehidupan.
Oleh karena itu pentingnya peranan IPA, maka pengajaran IPA berbagai
jenjang pendidikan formal perlu mendapat perhatian dan penanganan yang
lebih serius. Para siswa dari berbagai jenjang pendidikan termasuk sekolah
dasar dituntut untuk dapat menguasai IPA, Bahkan lebih dari siswa dituntut
untuk memiliki nilai IPA yang tinggi.
Namun terkadang siswa menganggap bahwa IPA adalah pelajaran yang
kadang sulit bahkan membosankan. Siswa merasa malas belajar, malu
bertanya, dan kurangnya minat untuk bertanya guru maupun teman-teman
yang lebih memahami materi tersebut. Hal ini mengakibatkan siswa tidak

3
termotivasi untuk belajar IPA yang akibatnya berdampak pada rendahnya
aktivitas belajar IPA siswa. Rendahnya aktivitas belajar khususnya IPA ini
disebabkan strategi pembelajaran maupun pendekatan yang digunakan oleh
guru kurang efektif dalam proses belajar mengajar.
Salah satu pendekatan yang paling sering digunakan di sekolah adalah
proses pembelajaran tatap muka. Pendidikan IPA yang disampaikan oleh guru,
pusat belajar, dan sumber belajar adalah salah satu alasan siswa
kecenderungan untuk menghafal. Dalam hal penguasaan mata pelajaran,
menghafal dikatakan efektif untuk pembelajaran jangka pendek, tetapi tidak
membantu siswa memecahkan masalah jangka panjang.
Pembelajaran IPA di SD Labschool UNIMUDA Kabupaten Sorong Guru
masih menggunakan model pembelajaran yang belum cukup maksimal kurang
kreatif dalam mengajar, kurangnya media pembelajaran dan lain-lain.
Sehingga pembelajaran hanya berpusat pada guru, Hal ini menyebabkan
peserta didik cenderung pasif dalam mengikuti pelajaran. Guru lebih
cenderung memerintahkan siswa untuk membaca buku padahal siswa tidak
tertarik membaca buku salah satunya buku IPA.
Hasil wawancara dengan beberapa siswa mengatakan bahwa mereka tidak
terlalu berminat dengan pembelajaran IPA karena semakin sulit dan siswa
lambat dalam menangkap materi yang dijelaskan, beberapa siswa mengaku
meskipun belum mengerti materi sebelumnya tapi mereka berusaha untuk
memahami namun sebagian siswa timbul rasa malas mengikuti pembelajaran
IPA dan memilih sibuk dengan kegiatan yang lain sehingga sebagian besar
siswa tidak menguasai materi pembelajaran IPA yang berakibat pada
rendahnya nilai siswa.
Mengatasi permasalahan yang telah dipaparkan, guru dapat menggunakan
model pembelajaran yang dapat membuat siswa lebih aktif, dan memahami
materi yang diajarkan sehingga dapat mengembangkan potensi dan
kemampuan yang dimilikinya. Model pembelajaran saat ini, keberhasilan
pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh guru saja melainkan peran siswa
merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai tujuan pembelajaran.

4
Tujuan penting dari proses pembelajaran adalah untuk meningkatkan hasil
belajar yang maksimal dalam kegiatan belajar mengajar.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan
pembelajaran IPA adalah dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat
untuk berinteraksi secara aktif dan meningkatkan hasil belajar dan partisipasi.
Model pelaksanaannya memiliki partisipasi siswa yang dikaitkan dengan
pembelajaran kelompok. Hal ini memungkinkan siswa untuk secara aktif
belajar, mengambil tanggung jawab, mengembangkan kreativitas, dan
menggunakan diskusi kelompok untuk memecahkan masalah yang membantu
mereka mencapai tujuan belajar mereka. Pembelajaran kooperatif
memungkinkan guru untuk fokus pada siswa dan membangun hubungan yang
lebih dekat antara guru dan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa lainnya.
Model pelatihan pemetaan kartu atau pengambilan pasangan kartu sangat
menarik karena menggunakan materi yang telah disediakan di atas. Menurut
Suprijono (2013: 120) Index Card Match (mencari pasangan kartu) adalah
suatu strategi yang cukup menyenangkan digunakan untuk memantapkan
pengetahuan siswa terhadap materi yang dipelajari. Sedangkan Sagita
(2018:169) menyatakan bahwa model Index Card Match adalah siswa dituntut
untuk bekerjasama dengan pasangannya. Setiap siswa memperoleh satu kartu
berupa kartu soal atau kartu jawaban, Kemudian siswa mencari pasangannya
Temuan ini didukung oleh peneliti Suharni (2014) menyimpulkan bahwa
model pembelajaran Index Card Match dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
Model pembelajaran Index Card Match atau model mencari pasangan
kartu cukup menyenangkan dimana untuk mengulangi materi pembelajaran
yang telah diberikan sebelumnya. Model pembelajaran Index Card Match
merupakan suatu cara yang digunakan pendidik dengan maksud mengajak
peserta didik untuk menemukan jawaban yang cocok dengan pertanyaan yang
sudah dipersiapkan. Index Card Match merupakan suatu pembelajaran yang
menggunakan kartu, dimana separuh kertas ditulis soal dan sepenuhnya yang
lain ditulis jawaban. Untuk penggunaannya, kartu tersebut dibagikan kepada

5
seluruh siswa dan siswa sejenak berpikir apa yang cocok untuk jawaban
pertanyaan yang ada di kartu tersebut dan mencari jawabannya di kartu yang
lainnya. Kelebihan model ini yaitu akan terciptanya suasana gembira dalam
belajar, sehingga menyebabkan keaktifan belajar semakin meningkat.
Keaktifan belajar dapat didefinisikan proses pembelajaran yang dilakukan
oleh siswa karena pada dasarnya siswa merupakan anak-anak yang memiliki
kepekaan terhadap lingkungannya dan aktif dalam mencari informasi agar
mengerti dan memahami. Siswa yang memiliki keterlibatan akif dalam
pembelajaran sangat penting, karena dalam IPA banyak pemecahan masalah.
Oleh karena itu guru memiliki peranan yang penting dalam menumbuhkan
keaktifan belajar pada siswa dalam kegiatan pembelajaran. Keaktifan belajar
dapat diartikan sebagai sebuah peristiwa dimana siswa terlibat langsung secara
intelektual dan emosional sehingga siswa secara nyata berperan dan
berparisipasi aktif di dalam suatu kegiatan yang dilakukan selama proses
pembelajaran berlangsung. Siswa dapat dikatakan memiliki keaktifan apabila
siswa dalam kegiatan secara intelektual dan emosional dengan penggunaan
model pembelajaran yang berorientasi diantaranya cara memberi tugas secara
individu atau kelompok, mengadakan sesi tanya jawab serta diskusi.
Berdasarkan pemikiran yang telah dipaparkan di atas, pembelajaran IPA
akan lebih efektif apabila menggunakan model pembelajaran Index Card
Match (ICM), melalui penelitian tentang model pembelajaran Index Card
Match (ICM) untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa pada muatan
pelajaran IPA kelas IV SD Labschool UNIMUDA Kabupaten sorong.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
dirumuskan masalah penelitian yaitu “Apakah penggunaan model
pembelajaran Index Card Match (ICM) dapat meningkatkan keaktifan belajar
IPA siswa kelas IV SD Labcshool UNIMUDA Kabupaten sorong”.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk “Mengetahui penggunaan model pembelajaran

6
Index Card Match (ICM) dalam meningkatkan keaktifan belajar IPA siswa
kelas IV SD Labcshool UNIMUDA Kabupaten sorong”.
1.4 Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini, hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut :
H Statistik :
Ha >H0 atau Ha ≠H0
Hα : Penggunaan Model Index Card Match dapat meningkatkan keaktifan
belajar IPA siswa kelas IV SD Labschool UNIMUDA Kabupaten Sorong.
H0 : Penggunaan Model Index Card Match tidak dapat meningkatkan
keaktifan belajar IPA siswa kelas IV SD Labschool UNIMUDA Kabupaten
Sorong.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Penelitian secara teoritis
Memberikan pengetahuan yang lebih dalam mengenai penggunaan
model pembelajaran Index Card Match (ICM), serta implementasinya
terhadap peningkatan keaktifan belajar siswa.
2. Manfaat praktis
a. Praktisi pendidikan (guru)
Sebagai bahan informasi kepada pihak sekolah yang dapat
dijadikan masukan mengenai salah satu strategi pembelajaran yang
efektif serta dapat diterapkan dalam program pembelajaran
selanjutnya.
b. Siswa
Sebagai salah satu media alternatif pendukung pembelajaran yang
dapat merangsang motivasi siswa dan mempermudah siswa dalam
memahami materi yang disampaikan dalam proses pembelajaran,
sehingga dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa.
c. Peneliti
Untuk memperdalam wawasan keilmuan serta mengetahui sejauh
mana efektivitas penggunaan model pembelajaran Index Card Match

7
(ICM) terhadap peningkatan keaktifan belajar siswa pada mata
pelajaran IPA di sekolah dasar.
1.6 Definisi Operasional
1.6.1 Model Pembelajaran Index Card Match
Model Index Card Match adalah suatu cara yang digunakan oleh
pendidik untuk dengan maksud mengajak peserta didik untuk
menemukan jawaban yang cocok dengan pertanyaan yang sudah
disiapkan. Index Card Match merupakan strategi pembelajaran yang
menggunakan kartu, dimana kartu tersebut berisi soal dan jawaban.
1.6.2 Keaktifan belajar
Keaktifan belajar adalah aktivitas fisik diantaranya yakni siswa hadir
pada saat pembelajaran, partisipasi aktif dalam melaksanakan tugas
belajarnya, terlibat dalam pemecahan masalah, bertanya kepada siswa
lain/ kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapi,
berusaha mencari berbagai informasi yang diperoleh untuk pemecahan
masalah, melaksanakan diskusi kelompok, menilai kemampuan dirinya
dan hasil yang diperolehnya, melatih diri dalam memecahkan soal atau
masalah, yaitu siswa dapat mengerjakan soal atau masalah dengan
mengerjakan LKS, kesempatan menggunakan/ menerapkan apa yang
diperolehnya dalam menyelesaikan tugas/ persoalan yang di hadapinya.
1.6.3 Pengolahan sampah
Tema 4. Berbagai Pekerjaan, Subtema 3. Pekerjaan orang tuaku adalah
materi pembelajaran IPA yang diteliti pada kompetensi dasar 3.8
menjelaskan pentingnya upaya keseimbangan dan pelestarian sumber
daya alam dan lingkungan dan 4.8 melakukan kegiatan upaya
pelestarian sumber daya alam bersama orang-orang di lingkungannya.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah
usaha mempengaruhi emosi, intelektual, dan spiritual seseorang agar
mau belajar dengan kehendaknya sendiri. Melalui pembelajaran akan
terjadi proses pengembangan moral keagamaan, aktivitas, dan
kreativitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman
belajar. Pembelajaran berbeda dengan mengajar yang pada prinsipnya
menggambarkan aktivitas guru, sedangkan pembelajaran
menggambarkan aktivitas peserta didik.
Pembelajaran harus menghasilkan belajar pada peserta didik dan
harus dilakukan suatu perencanaan yang sistematis, sedangkan
mengajar hanya salah satu penerapan strategi pembelajaran diantara
strategi-strategi pembelajaran yang lain dengan tujuan utamanya
menyampaikan informasi kepada peserta didik. Kalau diperhatikan,
perbedaan kedua istilah ini bukanlah hal yang sepele, tetapi telah
menggeser paradigma pendidikan, pendidikan yang semula lebih
berorientasi pada “mengajar” (guru yang lebih banyak berperan) telah
berpindah kepada konsep “pembelajaran” (merencanakan kegiatan-
kegiatan yang berorientasi kepada siswa agar terjadi belajar dalam
dirinya).
Jadi yang sebenarnya diharapkan dari pengertian pembelajaran
adalah usaha membimbing peserta didik dan menciptakan lingkungan
yang memungkinkan terjadinya proses belajar untuk belajar. Dengan
cara demikian, maka peserta didik bukan hanya diberikan ikan,
melainkan diberikan alat dan cara menggunakannya untuk menangkap
ikan, bahkan diberikan juga kemampuan untuk menciptakan alat unuk
menangkap ikan.

9
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar
dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar
dilakukan oleh pihak peserta didik atau murid. Pembelajaran sebagai
proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan
kreativitas peserta didik yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir
peserta didik, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi
pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang lebih
baik terhadap materi pembelajaran.
2.1.2 Model Pembelajaran
Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman
dalam merencanakan di kelas maupun tutorial. Syaiful Sagala (2009:
148) menyatakan bahwa model pembelajaran ialah kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan
berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran guru dalam
merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Sedangkan menurut (Suprijono, 2009) Model pembelajaran dapat
diartikan sebagai pola yang digunakan untuk menyusun kurikulum,
pengaturan materi dan memberi petunjuk kepada guru di kelas.
Adapun ciri-ciri model pembelajaran yang baik adalah sebagai berikut :
1. Adanya keterlibatan intelektual ± emosional siswa melalui kegiatan
mengalami, menganalisis, berbuat, dan pembentukan sikap.
2. Adanya keikutsertaan siswa secara aktif dan kreatif selama
pelaksanaan model pembelajaran.
3. Guru bertindak sebagai fasilitator, koordinator, mediator, dan
motivator kegiatan belajar siswa.
Melalui model pembelajaran guru dapat membantu siswa
mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan
mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai
pedoman bagi para perancang dan para guru dalam merencanakan
aktivitas belajar mengajar.

10
Guru perlu memahami model pembelajaran agar dapat menerapkan
pembelajaran pada kegiatan pembelajaran lanjutan. Dalam
pembelajaran ini, setiap model pembelajaran memiliki tujuan, prinsip,
dan titik pusat tekanan yang berbeda, sehingga model pembelajaran
harus diterapkan sesuai kebutuhan.
Model pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu bentuk
pembelajaran yang sengaja diperagakan dan disajikan oleh guru dari
awal sampai akhir. Dengan kata lain, model pembelajaran adalah gaya
pendidikan yang menggunakan model pembelajaran dan teknologi
untuk menciptakan lingkungan di mana siswa berinteraksi, mengingat,
dan berinteraksi dalam proses pembelajaran.
2.1.3 Pengertian Index Card Match
Index Card Match adalah mencari pasangan kartu cukup
menyenangkan digunakan untuk mengulangi materi pembelajaran yang
telah diberikan sebelumnya. Model pembelajaran ini mengajak siswa
mnjadi lebih aktif dalam pembelajaran dan juga memiliki jiwa tanggung
jawab dalam kelompok belajarnya.
Hal–hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan
dengan Index Card Match adalah kartu–kartu. Kartu–kartu tersebut
terdiri dari kartu yang berisi pertanyaan–pertanyaaan dan kartu–kartu
lainnya yang berisi jawaban dari pertanyaan–pertanyaan tersebut.
Biasanya pendidik dalam kegiatan belajar mengajar memberikan
banyak informasi kepada siswa agar materi ataupun topik dalam
program pembelajaran dapat terselesaikan tepat waktu, namun pendidik
terkadang lupa bahwa tujuan pembelajaran bukan hanya materi yang
selesai tepat waktu tetapi sejauh mana materi yang telah disampaikan
dapat diingat kembali oleh siswa.
Dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan peninjauan ulang
atau review untuk mengetahui pemahaman siswa yang mendalam
tentang materi IPA. Salah satu cara yang paling meyakinkan untuk
menjadikan belajar tepat adalah menyertakan waktu untuk meninjau

11
kembali materi yang sudah dipelajari. Materi yang dibahas oleh siswa
cenderung lima kali lebih melekat di dalam pikiran daripada materi
yang tidak dibahas.
Menurut Silberman (2001:79) Index Card Match adalah: “Cara
menyenangkan lagi aktif untuk meninjau ulang materi pelajaran. Ia
membolehkan peserta didik untuk berpasangan dan memainkan kuis
dengan kawan sekelas”.
Model Index Card Match dikenal juga dengan istilah “mencari
pasangan kartu”. Unsur permainan yang terkadang dalam model ini
tentunya membuat belajar tidak membosankan. Tentu saja penjelasan
aturan permainan perlu diberikan kepada murid agar model ini menjadi
lebih efektif. Model ini sangat tepat untuk mengulangi materi pelajaran
yang telah diberikan.
Dengan demikian, model ini menitikberatkan pada siswa aktif
berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran, sehingga meningkatkan
aktivitas belajar siswa. Siswa bekerja sama dan saling membantu
memecahkan pertanyaan dan mengajukan pertanyaan dari pasangan
lain. Kegiatan belajar bersama ini dapat membantu merangsang
keterampilan belajar dan mengajar secara aktif melalui kegiatan
kolaboratif dalam kelompok-kelompok kecil yang membangun
pemahaman dan penguasaan materi. Kegiatan belajar kelompok ini
dapat membantu merangsang pembelajaran aktif dan kemampuan
mengajar kegiatan kolaboratif dalam kelompok kecil yang membangun
pemahaman dan penguasaan materi.
2.1.3.1 Tujuan Pembelajaran Index Card Match
Model yang dipilih guru tidak boleh bertentangan dengan tujuan
pembelajaran. Model harus mengambil alih di mana interaksi
pendidikan berlangsung untuk mencapai tujuan. Tujuan utama
belajar adalah untuk mengembangkan kapasitas individu anak
sehingga ia dapat memecahkan setiap masalah yang dihadapinya.

12
Pemilihan model pembelajaran tertentu untuk memberikan cara
yang terbaik bagi pelaksanaan dan keberhasilan kegiatan
pembelajaran. Sedangkan dalam konteks lain, model bisa jadi
merupakan data yang diperlukan untuk pengembangan suatu ilmu.
Dalam hal ini, model bertujuan untuk lebih memudahkan proses
pembelajaran dan hasil sehingga apa yang telah direncanakan dapat
tercapai dengan sebaik-baiknya dan semudah mungkin.
Jadi, jelas bahwa model ini sangat berguna dalam memberikan
materi pembelajaran. Penting juga untuk dicatat bahwa ada dokumen
yang terkait dengan dimensi emosional dan mental, dan ada
dokumen yang terkait dengan dimensi emosional, yang semuanya
memerlukan pendekatan yang berbeda.
2.1.3.2 Manfaat Model Index Card Match
Manfaat yang bisa didapat ketika menerapkan model
pembelajaran dengan menggunakan model Index Card Match
adalah Guru dapat menciptakan suasana belajar yang mendorong
anak untuk saling membutuhkan, itulah yang dimaksud dengan
saling ketergantungan positif (positive interdependence). Saling
ketergantungan positif ini dapat dicapai melalui ketergantungan
tujuan, ketergantungan tugas, ketergantungan sumber belajar,
ketergantungan peran, dan ketergantungan penghargaan.
2.1.3.3 Prinsip-prinsip Model Index Card Match
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan ketika guru menerapkan
model Index Crad Match adalah sebagai berikut :
1. Memahami sifat peserta didik
Pada dasarnya peserta didik memiliki sifat ingin tahu atau
berimajinasi. Kedua sifat ini merupakan dasar bagi
berkembangnya sikap/berpikir krisis dan kreatif. Untuk itu
kegiatan pembelajaran harus dirancang menjadi lahan yang
subur bagi berkembangnya kedua sifat tersebut.
2. Mengenal peserta didik secara perorangan

13
Peserta didik berasal dari latar belakang dan kemampuan yang
berbeda. Perbedaan individu harus diperhatikan dan garis
tercermin dalam pembelajaran. Semua peserta didik dalam
kelas tidak harus selalu mengerjakan kegiatan yang sama,
melainkan berbeda dengan kecepatan belajarnya. Peserta didik
yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk
membantu temannya yang lemah (tutor sebaya).
3. Memanfaatkan perilaku peserta didik dalam berorganisasi
belajar.
Peserta didik selain alami bermain secara berpasangan atau
kelompok. Perilaku yang demikian dapat dimanfaatkan oleh
guru dalam perorganisasian kelas. Dengan berkelompok akan
mempermudah merek auntuk berinteraksi atau bertukar pikiran.
4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif
mampu memecahkan masalah.
Pada dasarnya hidup adalah memecahkan masalah, untuk itu
peserta didik perlu dibekali kemampuan berpikir kritis dan
kreatif untuk menganalisis masalah, dan kreatif untuk
melahirkan alternatif pemecahan masalah. Jenis pemikiran
tersebut sudah ada sejak lahir, guru diharapkan dapat
mengembangkannya.
5. Menciptakan ruangan kelas sebagai lingkungan belajar yang
menarik.
Ruangan kelas yang menarik sangat disarankan dalam Index
Card Match. Hasil pekerjaan peserta didik sebaiknya dipajang
di dalam kelas, karena dapat memotivasi peserta didik untuk
bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi berbagai peserta
didik yang lain. Selain itu, pajangan dapat juga dijadikan bahan
ketika membahas materi pelajaran yang lain.
6. Memanfaatkan ruangan kelas sebagai lingkungan belajar yang
menarik.

14
Lingkungan (fisik, sosial, budaya) merupakan sumber yang
sangat kaya untuk bahan belajar peserta didik. Lingkungan
dapat berfungsi sebagai media belajar serta objek belajar
peserta didik.
7. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan
kegiatan.
Pemberian umpan balik dari guru kepada peserta didik
merupakan suatu interaksi antar guru dengan peserta didik.
Umpan balik hendanya lebih mengungkapkan kekuatan dan
kelebihan peserta didik dari pada kelemahannya. Umpan balik
juga harus dilakukan secara santun dan elegan sehingga tidak
meremehkan dan menurunkan motivasi.
8. Membedakan antara aktif-fisik dengan aktif mental.
Dalam pembelajaran Index Card Match, aktif secara mental
lebih diinginkan dari pada aktif fisik. Karena itu, aktifitas
sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain,
mengemukakan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental.
2.1.3.4 Langkah-langkah penerapan Index Card Match
Model ini merupakan strategi yang cukup menarik untuk
digunakan untuk mengulang materi yang telah diberikan
sebelumnya. Namun mata pelajaran baru tetap dapat diajarkan
sesuai dengan strategi ini dengan satu jenjang kelas, siswa
ditugaskan untuk meneliti terlebih dahulu mata pelajaran yang
akan diajarkan, sehingga ketika memasuki kelas mereka sudah
memiliki inventarisasi pengetahuannya sendiri.
Langkah-langkah dalam penerapan model Index Card Match,
yaitu :
1. Pada kartu index card terpisah tulislah peranyaan apa yang
diajarkan di dalam kelas. Buatlah kartu pertanyaan yang dapat
menyamai satu setengah jumlah siswa.

15
2. Pada kartu terpisah buatlah jawaban bagi setiap pertanyaan-
pertanyaan tersbut.
3. Capurlah dua jenis kartu tersebut hingga benar-benar
tercampur.
4. Berikan satu kartu pada setiap peserta didik. Jelaskan bahwa ini
adalah latihan permainan, sebagian memegang pertanyaan,
sebagian lagi memegang jawaban.
5. Perintahkan kepada siswa untuk menemukan kartu
permainannya. Ketika permainan dibentuk perintahkan siswa
untuk mencari tempat duduk bersama (beritahu mereka untuk
tidak mengatakan kepada siswa yang lain apa yang ada pada
kartunya).
6. Ketika semua pasangan permainan telah menempati tempatnya,
perintahkan setiap pasangan menguji peserta didik yang lain
dengan cara membaca keras pertanyaan dan mentantang teman
kelas untuk menginformasikan jawaban kepadanya.
2.1.3.5 Kelebihan dan Kekurangan Model Index Card Match
Setiap tipe pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan
kekurangan, begitu juga tipe pembelajaran Index Card Macth ini,
adapun kelebihan dan kekurangan tipe ini yaitu:
 Kelebihan Model Index Card Match
Adapun kelebihan model Index Card Match yaitu:
1) Menumbuhkan kegembiraan dalam kegiatan belajar
mengajar.
2) Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik
perhatian siswa.
3) Mampu menciptakan suasana belajar yang aktif dan
menyenangkan.
4) Kerja antar sesama siswa terwjud dengan dinamis.
5) Munculnya dinamika gotong royong yang merata diseluruh
siswa.

16
 Kekurangan Model Index Card Match
Adapun kekurangan model Index Card Match yaitu:
1) Membutuhkan waktu yang lama bagi siswa untuk
menyelesaikan tugas.
2) Pendidik meluangkan waktu yang lebih untuk membuat
persiapan.
3) Pendidik harus memiliki jiwa demokrasi dan keterampilan
yang memadai dalam hal pengelolaan kelas.
4) Mentuntut sifat terntu dari siswa atau kecendrungan untuk
bekerjasama dalam menyelesaikan masalah.
5) Suasana kelas menjadi gaduh sehingga dapat menganggu
kelas yang lain.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran Index Card Macth adalah model pembelajaran
berkelompok yang dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa dan
membuat siswa merasa menyenangkan dalam proses pembelajaran.
2.1.4 Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu kekuatan atau sumber daya yang tumbuh
dari dalam diri seorang (individu). Belajar adalah proses perubahan
perilaku akibat interaksi dengan lingkungannya, Jadi perubahan
perilaku adalah hasil belajar. Artinya seorang dikatakan belajar, jika ia
dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sebelumnya.
Perilaku itu meliputi aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan
keterampilan (psikomotorik). Hasil belajar pada aspek pengetahuan
adalah dari tidak tahu menjadi tahu, dari aspek sikap dari tidak mau
menjadi mau, dari aspek keterampilan dari tidak mampu menjadi
mampu (Munir 2008: 146).
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2013) belajar merupakan suatu
tindakan dan perilaku murid yang komplek, maka belajar hanya
dialami oleh murid sendiri. Menurut Rusman (2017: 1) belajar adalah
suatu proses interaksi terhadap semua situasi individu siswa, baik

17
dalam pross melihat, mengamati, menalar, mencobakan,
mengkomunikasikan, dan memahami sesuatu.
Dari perbedaan konsep belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengubah aspek
perilaku belajar dan kepribadian individu melalui interaksi dengan
orang dan lingkungan sekolah melalui tindakan sederhana. Perubahan
hasil belajar karena interaksi antara manusia dan lingkungan
Perubahan perilaku harus menjadi hasil belajar yang positif, dan
belajar adalah disiplin belajar yang mencakup semua aspek proses
pembelajaran serta organisasi dan perilaku dalam proses tersebut.
Penggunaannya membutuhkan persiapan mental dan, psikis
merupakan keterampilan untuk mempelajari materi pembelajaran IPA.
2.1.5 Keaktifan Belajar
2.1.5.1 Pengertian Keaktifan Belajar
Menurut Yamin (2007: 81), belajar aktif merupakan fungsi
interaksi antar individu dan situasi di sekitarnya yang ditentukan
oleh indikator pengembangan dari kompetensi dasar. Belajar aktif
ditandai bukan hanya melalui keaktifan belajar siswa yang belajar
secara fisik, namun juga keaktifan mental. Belajar aktif adalah
suatu usaha manusia untuk membangun pengetahuan dalam
dirinya. Dalam proses pembelajaran terjadi perubahan dan
peningkatan mutu kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan
siswa, baik dalam ranah kognitif, psikomotorik, afektif. Belajar
aktif merupakan perkembangan dari teori Dewey Learning by
doing, yang berarti bahwa siswa perlu terlibat dan berpartisipasi
secara spontan. Keinginan siswa akan hal-hal yang belum
diketahuinya mendorong keterlibatan siswa secara aktif dalam
suatu proses pembelajaran.
Menurut Yamin (2007: 77), keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang
dimilikinya, berpikir, kritis, dan dapat memecah permasalahan-

18
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu
pengajar dapat merekayasa sistem pembelajaran secara sistematis,
sehingga merangsang keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
Menurut Uno (2012: 76), untuk menciptakan pembelajaran
aktif, anak belajar dari pengalamannya, selain anak harus belajar
memecahkan masalah yang dia peroleh, anak-anak dapat belajar
dengan baik dari pengalaman mereka. Keterlibatan yang aktif
dengan objek atau pengalaman mereka dapat mendorong akivitas
mental mereka untuk berpikir, menganalisa, menyimpulkan, dan
menemukan pemahaman konsep baru dan mengintergasikan
dengan konsep yang sudah mereka ketahui sebelumnya
Dalam penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa
keaktifan belajar adalah kegiatan yang melibatkan fisik dan mental
siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang direncanakan.
2.1.5.2 Karakteristik Keaktifan Belajar
Sekolah merupakan pusat kegiatan belajar di ruangan. Dengan
demikian, sekolah merupakan ruang untuk mengembangkan
kemampuan aktif dan kreatif siswa. Jenis kegiatan siswa kurang
lebih tidak hanya mencakup mendengarkan, memahami, dan
menulis topik dalam proses pembelajaran.
Menurut Diedrich (Sardiman, 2008: 101) beberapa kegiatan
siswa berikut antara lain dapat digolongkan sebagai berikut : 1)
Visual acitities, misalnya membaca, memperhatikan gambar
demostrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. 2) Oral Acitities,
seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,
mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi. 3)
Listening actities, sebagai contoh mendengarkan, uraian,
percakapan, pidato, musik. 4) Writing actities, seperti misalnya
menulis cerita, karangan, laporan dan angket. 5) Drawing actities,
misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram. 6) Motor
actities, yang termasuk Motor actities di dalamnya antara lain:

19
melakukan percobaan, membuat konstruksi, bermain, berkebun,
beternak. 7) Mental actities, misalnya menanggapi, mengingat,
memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil
keputusan. 8) Emotional actities, misalnya minat, merasa bosan,
gembira, bersemangat, berani, tenang, gugup.
Kegiatan-kegiatan di atas saling terkait, misalnya dalam setiap
kegiatan motorik terdapat kegiatan kognitif yang disertai dengan
emosi tertentu. Berdasarkan klasifikasi yang diuraikan di atas,
menunjukkan bahwa kegiatan di sekolah memiliki hubungan yang
cukup beragam dan saling ketergantungan. Dari berbagai kegiatan
yang dapat diciptakan di sekolah, pembelajaran akan lebih hidup,
tidak membosankan, dan menjadi fokus kegiatan pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran modern kini yang lebih
dibutuhkan adalah bagaimana keterlibatan siswa atau peserta didik
dalam proses pembelajaran secara independen. Menurut Uno
(2008: 49) ciri/kadar dari proses pembelajaran yang lebih
mengaktifkan siswa, antara lain : 1) siswa aktif mencari atau
memberikan informasi, bertanya bahkan dalam membuat
kesimpulan. 2) adanya interaksi aktif secara terstruktur dengan
siswa. 3) adanya kesempatan bagi siswa untuk menilai hasil
karyanya sendiri. 4) adanya pemanfaatan sumber belajar secara
optimal.
Adapun ciri-ciri siswa yang aktif (Uno, 2008: 51) antara lain
adalah : 1) siswa akan terbiasa belajar teratur walaupun tidak ada
ulangan. 2) siswa mahir memanfaatkan sumber-sumber belajar
yang ada. 3) siswa terbiasa melakukan sendiri kegiatan belajar
seperti di laboratorium, bengkel dan lain-lain, di bawah bimbingan
guru. 4) siswa mengerti bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber
belajar.
Jika konsep ini diterapkan dengan baik oleh guru, maka
pembelajaran yang mendorong keaktifan siswa tersebut dapat

20
memberikan hasil secara optimal sebagai berikut : 1) siswa dapat
mentransfer kemampuannya kembali (kognitif, efektif, dan
psikomotor). 2) adanya tindak lanjut berupa keinginan mencari
bahan yang telah dan akan dipelajari. 3) tercapainya tujuan belajar
minimal 80%.
Aktivitas belajar menurut Djamarah (2008: 38) ada sebelas
kegiatan, yaitu 1) mendengarkan, 2) memandang, 3) meraba,
membau, dan mencicipi/mengecap, 4) menulis atau mencatat, 5)
membaca, 6) membuat ikhtisar atau ringkasan dan
menggarisbawahi, 7) mengamati tabel-tabel, diagram-diagram, dan
bagan-bagan, 8) menyusun paper atau tugas kerja, 9) mengingat,
10) berpikir, 11) latihan atau praktek. Kesebelas aktivitas belajar
ini diuraikan sebagai berikut :
1. Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Setiap orang
yang belajar di sekolah pasti ada aktivitas mendengarkan.
Ketika seorang guru menggunakan metode ceramah, maka
setiap siswa diharuskan mendengar apa yang guru sampaikan.
Di sela-sela ceramah itu, ada aktivitas mencatat hal-hal yang
dianggap penting. Diakui memang bahwa aktivitas mendengar
bukan satu-satunya aktivitas belajar. Hal ini disebabkan karena
ada orang tuna rungu yang belajar tidak mempergunakan
aktivitas mendengarkan, tetapi hanya melalui visual
(penglihatan). Mereka belajar hanya melalui gerakan-gerakan
tangan dengan menggunakan simbol tertentu yang telah
dibakukan.
2. Memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek.
Aktivitas memandang berhubungan erat dengan mata. Tanpa
mata tidak mungkin aktivitas memandang dapat dilakukan.
Dalam pendidikan, aktivtas memandang termasuk kategori
aktivitas belajar. Di kelas, seorang siswa memandang papan
tulis yang berisikan tulisan yang baru saja ditulis guru. Tulisan

21
yang pelajar pandang itu menimbulkan kesan dan selanjutnya
tersimpan di dalam otak. Tapi perlu diingat bahwa tidak semua
aktivitas memandang berarti belajar. Aktivitas memandang
dalam arti belajar di sini adalah aktivitas memandang yang
bertujuan sesuai dengan kebutuhan untuk mengadakan
perubahan tingkah laku yang positif. Aktivitas memandang
tanpa tujuan bukanlah termasuk perbuatan belajar. Meski
pandangan tertuju pada objek, tetapi tidak adanya tujuan yang
ingin dicapai, maka pandangan yang demikian tidak termasuk
belajar.
3. Aktivitas meraba, membau, dan mengecap adalah indera
manusia yang dapat dijadikan sebagai alat untuk kepentingan
belajar. Artinya aktivitas meraba, membau, dan mengecap
dapat memberikan kesempatan bagi seseorang untuk belajar.
Tentu saja aktivitasnya harus disadari oleh suatu tujuan.
Dengan demikian, aktivitas-aktivitas meraba, aktivitas
membau, ataupun aktivitas mengecap dapat dikatakan belajar,
apabila semua aktivitas itu didorong oleh kebutuhan, motivasi
untuk mencapai tujuan dengan menggunakan situasi tertentu
untuk memperoleh perubahan tingkah laku.
4. Menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak
terpisahkan dari aktivitas belajar. Namun, tidak semua kegiatan
mencatat adalah belajar. Aktivitas mencatat yang bersifat
menjiplak atau mengcopy tidak dapat dikatakan sebagai
aktivtas belajar. Mencatat yang termasuk sebagai aktivitas
belajar yaitu apabila dalam mencatat itu orang menyadari
kebutuhan dan tujuannya, serta menggunakan seperangkat
tertentu agar catatan itu nantinya berguna bagai pencapaian
tujuan belajar. Dalam mencatat tidak sekedar mencatat, tetapi
mencatat yang dapat menunjang pencapaian tujuan belajar.
Catatan sangat berguna untuk menampung sejumlah informasi,

22
tidak hanya bersifat fakta-fakta, melainkan juga terdiri atas
materi hasil analisis dari bahan bacaan.
5. Aktivitas membaca adalah aktivitas yang paling banyak
dilakukan selama belajar di sekolah atau di perguruan tinggi.
Membaca disini tidak mesti membaca buku belaka, tetapi juga
membaca koran, jurnal-jurnal hasil penelitian, catatan hasil
belajar dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan kebutuhn
studi. Kalau belajar adalah untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan, maka membaca adalah jalan menuju pintu ke
ilmu pengetahuan. Ini berarti untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan tidak ada cara lain yang harus dilakukan kecuali
memperbanyak membaca.
6. Banyak orang yang merasa terbantu dalam belajarnya karena
menggunakan ikhtisar-ikhtisar materi yang dibuatnya. Ikhtisar
atau ringkasan ini memang dapat membantu dalam hal
mengingat atau mencari kembali materi dalam buku untuk
masa-masa yang akan datang. Sementara membaca pada hal-
hal yang penting perlu diberi garis bawah (underling). Hal ini
sangat membantu menemukan kembali materi itu di kemudian
hari, bila diperlukan.
7. Dalam buku ataupun pada sumber lain sering dijumpai tabel-
tabel, diagram, ataupun bagan. Materi non verbal semacam ini
sangat berguna bagi seseorang dalam mempelajari materi yang
relevan. Demikian pula gambar, peta dan lain-lain dapat
dijadikan bahan ilustratif yang membantu pemahaman
seseorang tentang sesuatu hal.
Semua tabel, diagram, dan bagan dihadirkan di buku tidak
lain adalah dalam langkah memperjelas penjelasan yang
penulis uraikan. Dengan menghadirkan tabel, diagram, atau
bagan dapat menumbuhkan pengertian dalam waktu yang

23
relatif singkat. Tabel, diagram, atau bagan biasanya diletakkan
tidak jauh dari tulisan yang dibuat oleh penulis buku.
8. Menyusun paper atau tugas kerja adalah kegiatan belajar yang
berhubungan erat dengan masalah tulis menulis. Penulisan
yang baik sesuai dengan prosedur ilmiah dituntut dalam
penulisan paper ini. Penggunaan bahasa indonesia yang baik
dan benar dapat menghasilkan karya tulis yang bermutu tinggi.
9. Mengingat merupakan gejala psikologis. Untuk mengetahui
bahwa seseorang sedang mengingat sesuatu, dapat dilihat dari
sikap dan perbuatannya. Ingatan itu sendiri adalah
kemampuasn jiwa untuk memasukkan (learning), menyimpan
(retention), dan menimbulkan kembali (remembering) hal-hal
yang telah lampau. Jadi, mengenai ingatan tersebut ada tiga
fungsi, yaitu memasukkan, menyimpan, dan mengangkat
kembali ke alam sadar.
Mengingat adalah salah satu aktivitas belajar. Tidak ada
seorang pun yang tidak pernah mengingat dalam belajar.
Perbuatan mengingat jelas sekali terlihat ketika seseorang
sedang menghafal bahan peajarannya, berupa dalih, kaidah,
pengertian, rumus, dan sebagainya.
10. Berpikir adalah termasuk aktivitas belajar, dengan berpikir
orang memperoleh penemuan baru, sehingga orang menjadi
tahu tentang hubungan antara sesuatu. Berpikir bukanlah
sembarang berpikir, tetap ada taraf tertentu, dari taraf berpikir
yang rendah samapai taraf berpikir yang tinggi.
11. Latihan atau praktek merupakan perwujudan aktivitas belajar
learning by doing adalah konsep belajar yang menghendaki
adanya penyatuan usaha mendapatkan kesan-kesan dengan cara
berbuat. Belajar sambil berbuat dalam hal ini termasuk latihan.
Latihan termasuk cara yang baik untuk memperkuat ingatan.
Misalnya, siswa yang mempelajari rumus fisika. Kemungkinan

24
besar rumus-rumus itu akan mudah terlupakan bila tidak di
dukung dengan latihan. Di sinilah diperlukan latihan sebanyak-
banyaknya. Dengan demikian, aktivitas latihan dapat
mendukung belajar yang optimal.
Sesuai dengan beberapa uraian tentang belajar di atas, Peneliti
menyimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan selama interaksi antara
guru dan siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditentukan. Keaktifan yang dimaksud berpusat pada
siswa, Karena Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan
tercipta situasi belajar yang positif. Keaktifan yang akan diamati
dalam penelitian ini,yaitu : (1) Visual activities (aktivitas
pandang) yaitu membaca, memperhatikan gambar yang
dilukis/ditampilkan guru. (2) Oral activities (aktivitas lisan)
yaitu bertanya, menjawab pertanyaan, diskusi,
mempresentasikan hasil kerja. (3) Listening activities (aktivitas
dengar) yaitu mendengarkan penjelasan/uraian guru. (4) Writing
activities (aktivitas menulis) yaitu mencatat penjelasan/uraian
guru. (5) Drawing activities (aktivitas menggambar) yaitu
mencatat gambar yang dilukis/ditampilkan guru. (6) Motor
activities (aktivitas gerak) yaitu praktikum/melakukan
percobaan. (7) Mental activities (aktivitas mental) yaitu
menanggapi. (8) Emotional activities (aktivitas mental) yaitu
merasa bosan dan bersemangat. Kegiatan pembelajaran yang
dilakukan pendidik terhadap siswa memiliki pegaruh dalam
mengaktifkan suasana yang menyenangkan dalam proses
belajar. Proses belajar yang dimaksud yaitu siswa dapat
mencari, mengolah, dan memahami pengetahuan yang telah
didapatkan dari proses kegiatan belajar.
2.1.5.3 Faktor Keaktifan Belajar

25
Keaktifan belajar siswa dalam suatu proses pembelajaran dapat
merangsang serta mengembangkan bakat yang dimilikinya, siswa
dapat juga berlatih dengan berfikir kritis, dan dapat memecahkan
permasalahan di dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, guru
dapat juga meningkatkan sistem pembelajaran secara sismatis,
sehingga merangsang keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
Menurut Syah (2012: 146) bahwa faktor yang mempengaruhi
keaktifan belajar siswa dapat digolongkan menjadi tiga macam,
yaitu faktor internal (faktor dari dalam siswa), faktor eksternal
(faktor dari luar siswa), dan faktor pendekatan belajar (approach to
learning). Secara sederhana faktor-faktor yang mempengaruhi
keaktifan belajar siswa tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Faktor internal siswa, merupakan faktor yang berasal dari
dalam diri siswa itu sendiri, yang meliputi:
a) Aspek Fisiologis, yaitu kondisi umum jasmani dan tonus
(tegangan otot) yang memadai tingkat kebugaran organ-
organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi
semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.
b) Aspek Psikologi, Belajar pada hakikatnya adalah proses
psikologis. Oleh karena itu, semua keadaan dan fungsi
psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang.
Adapun faktor psikologis siswa yang mempengaruhi
keakifan belajarnya adalah sebagai berikut: 1) inteligensi,
tingkat kecerdasan atau inteligensi (IQ) siswa tidak dapat
diragukan lagi dalam menenukan keaktifan dan
keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna bahwa semakin
tinggi tingkat inteligensinya maka semakin besar
peluangnya untuk meraih sukses, begitu juga sebaliknya; 2)
sikap, adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara
yang relatif tetap berhadap objek orang, barang, dan

26
sebagainya, baik secara positif maupun negatif; 3) bakat,
adalah potensi atau kecakapan dasar yang dibawa sejak
lahir yang berguna untuk mencapai prestasi sampai ke
tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing; 4)
minat, adalah kecenderungan atau kegairahan yang tinggi
atau keinginan yang besar terhadap sesuatu; dan 5)
motivasi, adalah kondisi psikologis yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi belajar
adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk
belajar.
2) Faktor eksternal siswa, merupakan fakor dari luar siswa yakni
kondisi lingkungan di sekitar siswa. Adapun yang termasuk
dari fakor eksternal di antaranya adalah: 1) lingkungan sosial,
yang meliputi: para guru, para staf administrasi, dan teman-
teman sekelas; serta 2) lingkungan non sosial, yang meliputi:
gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga
siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu
belajar yang digunakan siswa.
3) Faktor pendekatan belajar, merupakan segala cara atau strategi
yang digunakan siswa dalam menunjang kefektifan dan
efisiensi proses pembelajaran materi tertentu.
2.1.5.4 Manfaat Keaktifan dalam Pembelajaran
Ada beberapa keuntungan menggunakan bahan pembelajaran
aktif, antara lain:
1) Siswa sendiri meneliti pengalaman dan mengalaminya secara
langsung.
2) kerja mandiri akan mengembangkan seluruh aspek kepribadian
siswa.
3) mempromosikan kerjasama yang harmonis di antara siswa,
yang pada gilirannya dapat memfasilitasi kerja kelompok.

27
4) siswa belajar dan bekerja sesuai minat dan kemampuannya
sendiri, sehingga sangat bermanfaat dalam rangka melayani
perbedaan individu.
5) memperkuat disiplin akademik dan suasana belajar yang
demokratis.
2.1.5.5 Indikator Keaktifan Belajar
Keaktifan memiliki beraneka ragam bentuk-bentuk keaktifan
siswa berupa kegiatan fisik yang mudah diamati sampai kegiatan
psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik dapat berupa membaca,
mendengar, menulis, berlatih keterampilan sedangkan kegiatan
psikis berupa berdiskusi dalam kelompok, melibatkan diri dalam
tanya jawab dan turut mnyimpulkan pembelajaran. Menurut
Sanjaya (dalam Rusman, 2013: 395) menyebutkan contoh kegiatan
keaktifan meliputi: kegiatan mendengarkan, berdiskusi, bermain
peran, melakukan pengamatan, melakukan eksperimen, membuat
sesuatu, menyusun laporan, memecahkan masalah, dan praktik
melakukan sesuatu.
Dengan demikian indikator keaktifan siswa dalam penelitian
ini adalah keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar yang
beraneka ragam meliputi: 1) mencatat, memperhatikan,
mendengarkan penjelasan materi atau instruksi guru; 2)
bekerjasama dalam kelompok; 3) bertanya pada guru atau teman
apabila belum memahami materi; 4) mencari informasi dari
berbagai sumber belajar untuk memecahkan masalah; 5)
menerapkan langkah-langkah cara kerja aau instruksi dari guru; 6)
melatih diri memecahkan soal atau mengerjakan soal LKS; 7)
mampu mengkomunikasikan hasil diskusi kelompok.
2.1.6 Pembelajaran Tematik Kelas IV
Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang disusun
dalam bentuk tema-tema berdasarkan gabungan dari mata pelajaran
yang dipadukan (Rusman, 2012). Tema merupakan tempat untuk

28
mengenalkan berbagai konsep materi kepada peserta didik secara
menyeluruh. Dalam pembelajaran tematik, guru harus mampu
membangun suatu bagian keterpaduan melalui satu tema. Tema
hendaknya diambil dari lingkungan kehidupan para peserta didik, agar
proses pembelajaran menjadi lebih dan tidak monoton (Hidayah, 2015).
Pada pembelajaran tematik kelas IV terdapat beberapa tema yang akan
dipelajari, salah satu tema tersebut terdapat pada semester 2 dan juga
sebagai salah satu tema yang akan diteliti oleh peneliti yaitu tema 4:
peristiwa dalam kehidupan. Di dalam tema 4, terdapat beberapa muatan
pelajaran, salah satu mata pelajaran yang akan diteliti pada peneltiian
ini adalah mata pelajaran IPA dengan materi pembahasan IPA tentang
pengolahan sampah yang terdapat pada subtema 3.
2.1.7 Pengertian Pengolahan sampah
Pemilahan sampah, yaitu memisahkan kelompok sampah organik
dan non organik untuk kemudian ditempatkan dalam wadah yang
berbeda. Pemilahan ini juga penting untuk mengetahui sampah yang
masih dapat digunakan atau dimanfaatkan. Kegiatan ini lebih baik
dilakukan sejak dari sumbernya seperti rumah tangga, sekolah, industri,
fasilitas umum, dll.
Beberapa Tata Cara Pengolahan Sampah antara lain yaitu; Reduce,
Reuse, Recycle.
1. Reduce (pengurangan) yaitu usaha mengurangi segala sesuatu
yang dapat menimbulkan sampah serta mengurangi sampah-
sampah yang sudah ada, seperti mengurangi penggunaan kantong
kresek ketika berbelanja.
2. Reuse (penggunaan kembali) yaitu menggunakan sampah-
sampah terentu yang masih memungkinkan untuk, dipakai,
seperti menggunakan kembali botol-botol bekas.
3. Recycle (daur ulang) yaitu menggunakan sampah-sampah
tertentu untuk diolah menjadi barang yang memiliki nilai guna,

29
seperti sampah organik diolah menjadi kompos, sampah plastik
diolah menjadi kerajinan.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
1. Suharni, 2014 dalam skripsi beliau yang berjudul “Peningkatan Hasil
Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Index Card Match Pada Murid
Kelas V SD Inpres Pare-pare”. Dalam penelitian ini memiliki tujuan yang
sama yaitu mengkaji tentang model pembelajaran Index Card Match,
namun pada penelitian ini memiliki perbedaan dalam pengkajian yakni
hasil belajar. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa model
pembelajaran Index Card Match dapat meningkatkan hasil belajar dapat
dilihat sebagai berikut :Secara kuantitatif, siswa kelas V SD Inpres Pare-
pare Kabupaten Gowa. Dimana skor rata-rata hasil belajar siswa pada
siklus II meningkat menjadi 85,69, Secara kualitatif, terjadi perubahan
pada sikap murid, Penggunaan pendekatan kooperatif tipe Index Card
Match dalam pembelajaran dapat meningkatkan perhatian, motivasi, dan
minat serta rasa percaya diri murid untuk lebih meningkatkan hasil belajar
IPS mereka.
2. Wulandari, 2017 dalam skripsinya “Pengaruh penerapan pembelajaran
Guided Discovery terhadap hasil belajar dan aktivitas belajar Ilmu
Pengetahuan Alam pada murid kelas IV SD Inpres Minasa Upa 1 Kota
Makassar”. Dalam penelitian ini memiliki tujuan yang sama yaitu
mengkaji aktivitas, perbedaan terletak pada salah kajian penelitian yakni
hasil belajar dan model pembelajaran. Peneliti menyimpulkan bahwa
metode Guide Discovery dapat meningkatkan aktivitas belajar, hasil
belajar dapat dilihat dari peningkatan skor perolehan kemampuan aktivitas
siswa melalui pembelajaran Guide Discovery pada siklus I dalam kategori
cukup baik menjadi kategori sangat baik pada siklus II.
3. Auliatul Muslimah Ariza, 2018 dalam skripsinya “Pengaruh model
pembelajaran Index Card Mach (ICM) terhadap aktivitas belajar pada
mata pelajaran PKn siswa kelas IV madrasah ibtidaiyah muhammadiyah
panampu”. Dalam penelitian ini memiliki tujuan yang sama yaitu

30
mengkaji peningkatan aktivitas belajar siswa, terdapat perbedaan yang
signifikan antara model pembelajaran konvensional dan model
pembelajaran Index Card Match. Hal tersebut dapat dilihat dari analisis
data deskriptif kuantitatif dapat diketahui secara umum bahwa data hasil
presentase pretest 44,2 % dan postest 74,5% setelah diberi perlakuan
(tretament). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan H1
diterima.
Dengan demikian, maka peneliti mencoba menggunakan model
pembelajaran Index Card Match (ICM) terhadap Kegiatan belajar siswa
mengacu pada penelitian sebagaimana dijelaskan dalam penelitian terkait
di atas dan dengan perbedaan antara ketiga referensi penelitian tersebut di
atas, penelitian ini jauh dari kesan plagiasi.
2.3 Kerangka penelitian
Kerangka penelitian merupakan arahan penalaran untuk dapat sampai pada
pemberian jawaban sementara atas masalah yang telah dirumuskan. Untuk
mengetahui keberhasilan siswa selama proses belajar mengajar perlu
dilakukan evaluasi keaktifan belajar siswa yang dilakukan secara kontinue,
yang hasilnya berupa prestasi belajar siswa.
Banyak faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar siswa, salah satunya
adalah model pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar
harus membawa hasil yang bermanfaat bagi kehidupan masa depan dan dapat
menciptakan hasil yang positif bagi siswa yang berkualitas. Selama ini kita
tahu bahwa pengajaran yang diberikan oleh guru kebanyakan menggunakan
model pengajaran konvensional, sehingga anak lebih pasif. Pembelajaran yang
berpusat pada guru adalah pembelajaran yang memberikan informasi tentang
materi pelajaran, oleh karena itu pembelajaran bersifat sepihak, guru tidak
mengizinkan siswa untuk berpartisipasi walaupun siswa memiliki kesempatan
untuk bertanya, hanya sedikit yang melakukannya. Selain itu, kurangnya
partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran.

31
Model pembelajaran yang sesuai dengan penelitian ini adalah model
pembelajaran Index Card Match ini diharapkan membantu siswa berperan
aktif dalam pembelajaran dan dapat meningkatkan prestasi belajar.

Proses pembelajaran IPA Kelas IV


SD Labschool UNIMUDA
Kabupaten Sorong

Fakor pembelajaran Faktor peserta didik


 Kurang efektifnya model  Peserta didik kurang
pembelajaran di kelas aktif dalam proses
 Kurangnya variasi model belajar
pembelajaran di kelas  Peserta didik merasa
jenuh dan bosan

Keaktifan belajar kurang

Penerapan Model Index Card Macth


Kelebihannya: peserta didik memiliki inisiatif sendiri dalam memupuk rasa tangung
jawab, mendorong peserta didik untuk memperdalam pemahaman dan menambah
keaktifan dengan waktu yang digunakan tidak hanya sebatas jam-jam pelajaran di sekolah

Hasil yang diperoleh memiliki pengaruh yang


signifikan terhadap model Index Card Macth
pada keaktifan belajar pesera didik.

2.1 Gambar Kerangka penelitian

32
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian


3.1.1 Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, penelitian yang digunakan adalah penelitian
Kuantitatif dengan jenis penelitian Eksperimen. Menurut (Sugiyono,
2018) penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik
pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random.
Pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data
bersifat kuantitatif/ statistik dengant ujuan unuk menguji hipotesis yang
telah ditetapkan.
3.1.2 Desain Penelitian
Desain penelitian menggunakan One-Group Pretest- Post Test
Design menurut Sugiyono (2013: 74) desain ini hanya menggunakan
satu kelompok saja yaitu kelompok Eksperimen tanpa kelompok
kontrol. Sebelum diberikan perlakuan (treatment) terlebih dahulu
diberikan pretest, kemudian diberikan perlakuan (treatment) dengan
menggunakan model pembelajaran Index Card Match. Desain
penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3.1 Skema One-Group Pretest- Post Test Design
Pre Test Treatment Post Test
O1 X O2

Keterangan :
O1 : Tes awal (Pretest) sebelum diberikan perlakuan
X : Perlakuan (treatment) diberikan kepada peserta didik dengan
menggunakan media pembela aran Index Card Match
O2 : Tes akhir (Post Test) dilakukan setelah diberikan perlakuan

33
3.2 Variabel Penelitian
Pada dasarnya variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk
apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut. Kemudian dapat ditarik kesimpulannya. Dalam
penelitian ini terdapat dua variabel diantaranya Variabel Bebas (Variabel
Independen) dan Variabel Terikat (Variabel Dependen). Adapun variabel
bebas dalam penelitian ini adalah penggunaan model Index Card Macth (X),
sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah keaktifan belajar peserta
didik (Y)
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 28 maret - 28 April 2022 di
SD Labschool UNIMUDA Kabupaten Sorong, Jalan Herlina, Distrik
Mayamuk, Kabupaten Sorong. Penelitian ini dilakukan pada peserta didik
kelas IV Semester 2 Tahun Ajaran 2021-2022.
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian
3.4.1 Populasi Penelitian
Menurut (Sugiyono, 2018) Populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan
karakterisik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi pada penelitian ini adalah
seluruh peserta didik SD Labschool UNIMUDA Kabupaten Sorong
yang berjumlah 25 peserta didik.
3.4.2 Sampel Penelitian
Menurut (Sugiyono, 2018) sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakerisik yang dimiliki oleh populasi. Sedangkan yang dijadikan
sampel penliti menggunakan teknik purposive sampling. Menurut
(Sugiyono, 2018) purposive sampling adalah teknik pengambilan
sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Alasan
menggunakan purpose sampling adalah karena tidak semua anggota
populasi memiliki kriteria sesuai dengan fenomena yang diteliti.

34
Sampel yang digunakan dalam Penelitian ini adalah kelas IV yang
berjumlah 15 orang dengan pertimbangan peneliti.
Tabel 3.2 Sampel Penelitian
No. Kelas Jenis kelamin
L P Banyak siswa
1 IV 8 7 15 orang
Sumber : Arsip data siswa SD Labcshool UNIMUDA Kabupaten Sorong
3.5 Sumber data
Sumber data adalah segala yang dapat memberikan informasi mengenai
data. Sumber data yang diperoleh melalui tes, angket, dan observasi dari
responden yang dapat memberikan informasi yang relevan. Peneliti
menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi langsung tentang
pengaruh model pembelajaran Index Card Macth terhadap keaktifan belajar
peserta didik.
3.6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
3.6.1 Teknik Pengumpulan Data
3.6.1.1 Non Tes
Peneliti akan menggunakan teknik non tes dalam peneliti ini.
Teknik non tes merupakan teknik dalam mengenali dan memahami
peserta didik sebagai individu. Teknik non tes berkaitan dengan
prosedur penggumpulan data untuk memahami pribadi peserta didik.
Terdapat empat metode yang digunakan dalam pengumpulan data
melalui teknik non tes, yaitu: observasi, angket, wawancara, dan
sosiometri. Tetapi dalam penelitian ini, peneliti akan data dengan cara
sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan secara sengaja,
sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis
untuk kemudian dilakukan perencanaan. Tujuan penggunaan teknik
ini adalah untuk melihat secara langsung fenomena-fenomena yang
terjadi di lapangan dan ikut serta di lapangan, sehingga dapat

35
menyakinkan hal-hal yang terjadi berkaitan dengan penelitian ini.
Alat yang digunakan untuk observasi berupa lembaran pengamatan
berbentuk checklist (√). Dalam penelitian ini teknik observasi
dilakukan dengan pengamatan langsung tentang penggunaan model
Index Card Macth pada saat pembelajaran IPA, tindakan
pengamatan dilakukan berdasarkan pada lembar observasi yang
telah dibuat.
2. Angket
Angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat peranyatan tertulis kepada responden
unuk dijawabnya (Sugiyono, 2011). Angket merupakan teknik
pengumpulan data yang efisien untuk meneliti sebuah variabel yang
akan diukur dan tahu apa yang tidak diharapkan oleh responden.
3.6.2 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen Pengumpulan Data adalah cara-cara yang dapat digunakan
oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Instrumen sebagai alat bantu
dalam menggunakan metode pengumpulan data merupakan sarana yang
dapat diwujudkan dalam benda, misalnya angket, perangkat tes,
pedoman wawancara, pendoman observasi, dan sebagainya. Instrumen
penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini meliputi:
3.6.2.1 Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan sebagai lembar pengamatan yang
digunakan untuk mengukur kemandirian belajar peserta didik selama
proses pembelajaran berlangsung. Adapun lembar observasi unuk
peserta didik sebagai berikut:
Tabel 3.3 Kisi-kisi Observasi Keaktifan Belajar Peserta Didik
No Indikator No item
1 Mencatat, memperhatikan, mendengarkan penjelasan A
atau materi atau instruksi dari guru
2 Bekerjasama dalam kelompok B
3 Bertanya pada guru atau teman apabila belum C

36
memahami materi
4 Mencari informasi dari berbagai sumber belajar untuk D
memecahkan persoalan
5 Menerapkan langkah-langkah cara kerja atau instruksi E
dari guru
6 Melatih diri memecahkan soal atau mengerjakan soal F
di LKS
7 Mampu mengkomunikasikan hasil diskusi kelompok G
Total

Keterangan :
A : Mencatat, memperhatikan, mendengarkan penjelasan materi atau
instruksi dari guru
B : Bekerjasama dalam kelompok
C : Bertanya pada guru atau teman apabila belum memahami materi
D : Mencari informasi dari berbagai sumber belajar untuk memecahkan
persoalan
E : Menerapkan langkah-langkah cara kerja atau instruksi dari guru
F : Melatih diri memecahkan soal atau mengerjakan soal di LKS
G : Mampu mengkomunikasikan hasil diskusi kelompok

Tabel 3.4 Lembar Observasi Keaktifan Belajar Peserta Didik

Nama sekolah : SD Labcshool UNIMUDA Kabupaten


Sorong
Nama peserta didik :
Kelas/ semester :
Petunjuk penggunaan :
1. Amati proses belajar mengajar di dalam kelas.
2. Berikan anda checklist (√) pada kolom YA atau TIDAK sesuai
dengan keadaan yang diamati.

37
Aspek yang Diamati
Kelompok Nama
A B C D E F G
1                
2                
3                
4                
5                
Total              

3.6.2.2 Angket Keaktifan Belajar


Instrumen non tes yang digunakan adalah lembar angket minat peserta
didik. Angket ini digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang
keaktifan belajar peserta didik terhadap penggunaan model pembelajaran
Index Card Macth pada pembelajaran IPA materi cara pengolahan
sampah. Peserta didik sebagai responden memberikan anda checklist (√),
pada pilihan jawaban setiap item yang terdapat dalam angket. Supaya
diperoleh data kuantitatif, maka siap alternatif jawaban diberi skor yakni
sangat setuju bernilai 5, setuju 4, jarang 2, dan sangat jarang 1. Sebelum
menyusun instrumen penelitian, peneliti perlu membuat kisi-kisi terlebih
dahulu.
Selanjutnya, kisi-kisi tersebut dikembangkan sebuah instrumen
penelitian dengan menyusun butir-butir penilaian instrumen. Setelah itu,
instrumen dikonsultasikan kepada dosen pembimbing, ahli media, dan ahli
materi sehingga instrumen mendapat jaminan dan persetujuan layak
digunakan dalam langkah pengumpulan data. Adapaun kisi-kisi yang
dijadikan dasar dalam menyusun angket sebagai berikut:
Tabel 3.5 Kisi-Kisi Angket Keaktifan Belajar Peserta Didik
No Indikator No Item
1. Mencatat, memperhatikan, mendengarkan 1, 5, 10
penjelasan materi atau instruksi dari guru
2. Bekerjasama dalam kelompok 2, 3, 4, 12,
13
3. Beranya kepada guru atau teman apabila belum 6

38
memahami materi
4. Mencari informasi dari berbagai sumber belajar 11
untuk memecahkan persoalan
5. Menerapkan langkah-langkah cara kerja atau 8
instruksi dari guru
6. Melatih diri memecahkan persoalan atau 7, 14, 15
mengerjakan soal di LKS/ Lembar evaluasi
7. Mampu mengkomunikasi hasil diskusi kelompok 9

Tabel 3.6 Lembar Angket Keaktifan Belajar Peserta Didik


No
Skor
. Perilaku Yang Tampak
 S  S
S  S  J J
1 Saya membaca materi pelajaran di kelas        
2 Saya berani menyampaikan pendapat dalam kelompok        
3 Saya dapat memecahkan masalah dalam kelompok        
Saya mendengarkan pendapat teman saat diskusi
4 kelompok        
Saya mencatat semua hal yang penting saat
5 pembelajaran berlangsung        
Saya bertanya kepada guru dan teman ketika
mengalami kebingungan dalam memahami materi
6 pelajaran        
7 Saya mengerjakan tes dengan sungguh-sungguh        
Saya menerapkan langkah-langkah cara kerja atau
8 instruksi dari guru        
9 Saya berani menyampaikan hasil diskusi kelompok        
Saya mencatat, memperhatikan dan mendengarkan
10 penjelasan materi atau instruksi guru        
11 Saya menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru        
Saya menunjukkan sikap kerjasama terhadap teman
12 satu kelompok        
Saya memberikan respon atau bantuan terhadap teman
13 yang mengalami kesulitan        
14 Saya melatih diri mnjawab item di LKS        
15 Saya mengerjakan item dengan bersungguh-sungguh
Rata-rata
Keterangan.

39
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
J : Jarang
SJ : Sangat Jarang

Angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur keaktifan


belajar siswa dengan menyediakan empat jawaban yaitu Sangat Setuju
(SS), Setuju (S), Jarang (J), Sangat Jarang (SJ). Penentuan penskoran pada
masing-masing jawaban adalah 5 untuk skor 88,4 untuk skor S, 2 untuk
skor J, dan 1 untuk skor SJ. Penelitian sengaja tidak mencantumkan skor
3, Hal tersebut dimaksudkan agar siswa tidak memberikan skor netral.
berikut ini merupakan pedoman penskoran pada angket dapat dilihat pada
tabel 3.7
Tabel 3. 7 Pedoman Penskoran Keaktifan Peserta Didik
Kualifikasi Skor
Sangat Setuju 5
Setuju 4
Jarang 2
Sangat jarang 1

Tabel 3.8 Skala Likert


No Skala Pernyataan Skala Pernyataan
positif negatif
1. Sangat Setuju 4 Sangat Tidak 1
Setuju
2. Setuju 3 Tidak Setuju 2
3. Tidak Setuju 2 Setuju 3
4. Sangat Tidak 1 Sangat Setuju 4
Setuju
Sumber: (Sugiyono, 2015)
3.7 Teknik Analisis Data

40
3.7.1 Uji Validitas Instrumen
Instrumen non tes sebelum diberikan sampel penelitian, angket
minat belajar yang dibuat akun diuji validitas dan realibilitas. Uji
tersebut merupakan uji persyaratan kelayakan instrumen penelitian.
Adapun uji persyaratan sebagai berikut:
1. Uji Validitas
Uji Validitas merupakan uji yang diberikan untuk mengukur
kevalidan bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian. Hasil
penelitian yang dikatakan valid ketika memiliki kesamaan antara
data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya pada objek
penelitian (Sugiyono, 2013). Untuk mengukur validitas pada
penelitian ini, peneliti menggunakan expert Judgement (pakar ahli).
Validator pada penelitian ini terdiri dari satu dosen pendidikan IPA,
dan satu dosen program studi bahasa Inggris.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan uji yang dilakukan untuk mengtahui
tingkat kepercayaan dalam mengukur variabel yang diteliti akan
menghasilkan data yang sama dalam waktu berbeda. Uji reliabilitas
yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan bantuan program
SPSS. Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan metode Alpha
Cronbach. Adapun dasar pengambilan keputusan dalam uji
reliabilitas adalah sebagai berikut:
a. Jika nilai Cronbach’s Alpha > 0,60 maka instrumen
dinyatakan reliabel atau konsisten.
b. Jika nilai Cronbach’s Alpha < 0,60 maka instrumen
dinyatakan tidak reliabel atau tidak konsisten.
3.7.2 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengtahui apakah data yang terjaring
dari masing-masing variabel berdistribusi normal atau tidak. Uji
normalitas ini menggunakan Shapiro-Wilk karena jumlah peserta didik
yang diteliti kurang dari 20. Uji normalitas ini dengan bantuan aplikasi

41
SPSS for windows versi 26. Dalam menguji daa menggunakan Shapiro-
Wilk dengan bantuan statistik sebagai berikut:
1) Menentukan hipotesisi nol dan hipotesis alternatif serta taraf
signifikan α = 0,05 (5%).
2) Analisis data menggunakan software statistik for windows.
3) Pengambilan keputusan (kesimpulan) pada out put.
4) Pengambilan keputusan dari hasil uji normalitas menggunakan
metode Shapiro Wilk adalah jika nilai signifikannya > 0,05 dapat
disimpulkan bahwa data berdistribusi normal dan jika
signifikannya < 0,05 dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi
tidak normal (Sumbono, 2014).
3.7.3 Uji Hipotesis
Uji hipotesis ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya
keefektifan akibat dari penerapan model pembelajaran Index Card
Macth pada materi cara pengolahan sampah. Uji hipotesis pada
penelitian ini menggunakan uji N-Gain dan Uji t.
3.7.3.1 Uji N-Gain
Apabila data yang dimiliki berdisribusi normal maka ahap
selanjunya adalah uji N-Gain. Uji N-Gain untuk mengtahui
selisih skor keaktifan belajar peserta didik sebelum dan sesudah
diterapkan pembelajaran dengan menggunakan media
pembelajaran Index Card Macth. Rumus uji Normalized Gain
sebagai berikut:
Gambar 3.1 Rumus Uji N–Gain
skor pos te s t=skor pr te s et
N-Gain ¿
maksimun skor−skor pr te s et

Sumber: www.spssIndonesia.com

Tabel 3.9 Kriteria Nilai N-Gain

42
Nilai N-Gain Kriteria
N-Gain ≥ 0,70 Tinggi
0,30 < N-Gain < 0,70 Sedang
N-Gain ≤ 0,30 Rendah
Sumber: www.spssIndonesia.com

Tabel 3.10 Kategori Tafsiran Efektifitas N-Gain


Persentase Tafsiran
< 40 Tidak Efektif
40 – 55 Kurang
56 -75 Cukup
>75 Efektif
Sumber: www.spssIndonesia.com

3.7.3.2 Uji One Sample T-Test


Setelah N-Gain selesai, tahap selanjunya yaitu Uji One Sample
T-Test, uji ini merupakan uji yang digunakan untuk satu
sampel data. Hasil dari satu sampel tersebut dibandingkan
dengan suatu value atau nilai konstanta terentu sehingga dari
perbandingan tersebut dapat diketahui apakah sampel data
yang kita punya lebih tinggi atau lebih rendah dari value yang
ditetapkan. Sayaratnya dalam uji ini adalah data yang
digunakan merupakan data kuantitatif dan distribusi normal.
Dasar pengambilan keputusan uji ini yaitu:
Hα Diterima jika signifikan < 0,50 dan Thitung > Ttabel
H0 Diterima jika signifikan > 0,50 dan Thitung < Ttabel

Hα : Penggunaan Model Index Card Match dapat


meningkatkan keaktifan belajar IPA siswa kelas IV SD
Labschool UNIMUDA Kabupaten Sorong.

43
H0 : Penggunaan Model Index Card Match tidak dapat
meningkatkan keaktifan belajar IPA siswa kelas IV SD
Labschool UNIMUDA Kabupaten Sorong.

44
DAFTAR PUSTAKA

Abidin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran (Jakarta: Kencana,


2009), 85.
Agus Suprijono, Cooperative Learning …., hlm 120.
A.M., Sadirman. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo
Persada: Jakarta.
Anggara, Anggi st,dkk. 2017. Berbagai Pekerjaan: Buku Tematik Terpadu
Kurikulum 2013 Untuk SD/MI Kelas IV, Jakarta: Kementrian Pendidikan
Dan Kebudayaan.
Aulilatul Muslimah Ariza,”Pengaruh Model Index Card Macth (ICM) Terhadap
Aktivitas Belajar Pada Mata Pelajaran Pkn Kelas IV Madrasah Ibtidaiyah
Muhammadiyah Panampu:, 1054885713, Auliatul Muslimah Ariza,
Skripsi, (Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar, 2018).
Depdiknas. (2003). Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
Dimyati dan Mudjono (2013). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Djamarah. 2008. Guru dan anak didik. Jakarta: penerbit Rineka Cipta
Evelin Siregar & Hartini Nara, Teori Belajar Dan Pembelajaran (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2010), 14.
Ibid., 87.
Ifaul Badi’atus Zahro,”Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Index
Card Macth Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fiqih Siswa Kelas V MIN
Pandansari Nguti Tuluagung Tahun Ajaran 2014/2015”, Skripsi
(Tuluagung: IAIN Tuluagung, 2015), hlm 33-34
Munir, (2018), Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi,
Alfabeta, Bandung.
Raharjo, S. (2019, April). Cara Menghitung N-Gain Score Kelas Eksperimen Dan
Kelas Kontrol Dengan Spss. Rectrieved from SPSS Indonesia:
https://www.spssIndonsia.com/2019/04/-cara-menghitung-n-gain-score-
spss-hmtl?m=1

45
Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Professionalisme
Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Rusman. (2013). Model Pembelajaraan. Jakarta: Rajawali Pers.
Rusman, (2017), Belajar Dan Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Karisma Putra Utama.
Sagala, Syaiful. 2019. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV.
Alfabeta.
Sugiyono. (2018), Metode Pendidikan: Pendidikan Kualitatif, Kuantitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta
Suharni,”Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Index
Card Macth Pada Minat Kelas V SD Inpres Pare-Pare, Skripsi,
(Makassar: 2014)
Suprijono, Agus. 2009. Cooperatif Learning (Teori Dan Aplikasi Paikem).
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Syaiful Sigala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Bandung: Alfabeta, 2010), 62.
Syah, Muhibbin. (2012). Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Uno, Hamzah B. 2008. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar
Mengajar Yang Kreatif Dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Uno, H. (2012). Belajar dengan Pendekatan PAIKEM. Jakarta: Paragutama Jaya.
Yamin, M. (2017). Kiat pembelajaran siswa. Jakarta: Gang Persada.
Wulandari, Pengaruh Penerapan Pembelajaran Guided Discovery Terhadap
Hasil Belajar Dan Akivitas Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Pada Murid
Kelas IV SD Inpres Minahasa Upa 1 Kota Makassar, Skripsi, (Makassar:
2017).

46

Anda mungkin juga menyukai