Anda di halaman 1dari 3

CIRI-CIRI BERPIKIR FILSAFAT

Tujuan :
1. Mengetahui ciri-ciri berpikir filsafat
2. Mengaplikasikan berpikir filsafat sebagai metode dalam berpikir dan bekerja

Prolog
Disepanjang zaman filsafat dicaci sebagai sekuler, atheis, gila,
anarkis – karena membuka selubung dalam ideologis, dari baju necis
sampai baju gamis – dari institusi agama sampai rezim penguasa semua
memburu mereka yang berfilsafat. Kini di era kita label tersebut sudah
tidak lagi berlaku akan tetapi hal ini menyisakan sebuah permasalahan
yaitu ketakutan anak manusia untuk belajar filsafat karena filsafat terlalu
membosankan, memusingkan kepala dan aktivitas kurang kerjaan???
Untuk menjawab berbagai keraguan dan permasalahana tersebut
penting bagi kita untuk mengetahui ciri berpikir filsafat atau ciri filsafati.
Memang para filsuf-filsuf terdahulu dari Thales sampai Plato, dari Cicero
sampai Max tidak pernah secara eksplisit menetukan bagaimana ciri-ciri
berpikir filsafati. Tapi Orang-orang setelah mereka lah yang kemudian
merumuskan ciri-ciri kefilsafatan atau berpikir filsafat. Ciri filsafati atau
berpikir filsafat merupakan metode untuk mempermudah kita dalam
mempelajari filsafat. Artinya apakah filsafat benar seperti klaim-klaim di
atas atau filsafat memang benar-benar sebagai metode untuk mencari
azas terdalam, kebenaran tertinggi atau pengetahuan terdalam atas
segala sesuatu.
Tentu kita bisa bayangkan bagaimana jika hidup ini tanpa
berfilsafat, ibarat sayur tanpa garam – terasa hambar dan begitu pula
hidup kita akan terasa dahaga akan pengetahuan karena kita telah
menyia-nyiakan luasnya semesta alam dan tentunya tanpa tersadari kita
telah mulai berfilsafat……..

1
Apa itu Filsafat???
Secara etimologis, istilah “filsafat“ merupakan padanan kata
falsafah (bahasa arab) dan philosophy (bahasa inggris), yang berasal
dari bahasa Yunani philoshopia. Philosopia terdiri dari dua kata yaitu
philos dan shopia. Yang berarti cinta atau sahabat, dan kebijaksanaan,
kearifan, dan pengetahuan.
Lahirnya filsafat dan ilmu pengetahuan bermula dari aktivitas
berpikir yang diolah oleh otak melalui penangkapan panca indera. Tapi
tidak semua aktivitas berpikir dapat dikatakan berfilsafat. Berpikir yang
dimaksud berfilsafat adalah berpikir yang mempunyai ciri-ciri tertentu,
yakni berpikir yang radikal, sistematis, dan universal. Tujuannya adalah
untuk mencapai suatu pengetahuan, yakni pengetahuan yang
menyangkut kebenaran. Sehingga manusia dengan berfilsafat sampai
pada kebenaran.
Menurut sejarah, istilah philosopia pertama kali digunakan oleh
Phytagoras (sekitar abad ke-6 SM). Ketika diajukan sebuah pertanyaan
kepadanya, “apakah anda termasuk orang yang bijaksana???”. Dengan
rendah hati Phytagoras menjawab, “Saya hanya seorang philosopos,
“pecinta kebijaksanaan”, atau dalam sumber lain, Phytagoras menjawab,
“Saya hanya orang yang mencintai pengetahuan”. Hal ini merupakan
bentuk reaksi dari Phytagoras kepada kaum shopis yang menghujah
lawan-lawannya untuk mengalahkan berdebat. Lebih dari itu, kaum
shopis menjual kepandaiannya pada masyarakat atau lawan debatnya
untuk meminta imbalan.
Objek Filsafat dapat dibagi menjadi dua, yaitu material dan formal.
1. Objek material filsafat ialah segala sesuatu yang menjadi masalah,
segala sesuatu yang dipermasalahkan oleh filsafat.
Lapangan kerja filsafat bukan main luasnya, tulis Louis Kattsoff,
yaitu “meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu
yang ingin diketahui manusia”.
2. Objek formal filsafat ialah usaha untuk mencari keterangan secara
radikal (sedalam-dalamnya, sampai ke akar-akarnya) tentang
objek material filsafat.1

1Ali Maksum. 2008. Pengantar Filsafat; dari Klasik hingga Modern. Yogyakarta. Ar-
Ruzz Media. Hal. 24
2
Ciri-ciri Berpikir Filsafat :
1. Logis
Yang disebut logis adalah masuk akal sehat. Artinya kita tidak dapat
berfilsafat tentang sesuatu yang tidak logis atau tidak dapat diterima
oleh akal sehat manusia.

2. Koheren - konsisten
Artinya berpikir filsafat atau belajar filsafat harus runtut. Yang dimaksud
runtut ialah tidak meloncat dari pembahasan pokok, jika salah satu dari
pembahasan terlewatkan maka hal itu tidak bisa dikatakan koheren.

3. Korelasi
Yang dimaksud dengan korelasi ialah adanya hubungan antara satu
fenomena dengan fenomena lain. Ketika kita menghadapi sebuah
permasalahan, maka disamping hal-hal yang sudah dinyatakan diatas,
maka salah satu yang tidak boleh terlewatkan adalah melihat
keterhubungan antara masalah yang ada dengan sesuatu yang
menyebabkan masalah itu ada (kausalitas).

4. Holistic
Yang dimaksud dengan holistic ialah berpikir secara menyeluruh, tidak
parsial dalam melihat sebuah fenomena ataupun sebuah permasalahan.
Berpikir secara menyeluruh akan membawa kita terbiasa dalam melihat
sebuah realita yang terjadi, sehingga dalam pengambilan kesimpulan
dan aplikasi pemecahan masalah dapat ditangani secara tepat.

5. Radikal
Berasal dari kata radiks yang artinya mendasar, atau sampai ke akar-
akarnya. Berpikir secara radikal berarti tidak memandang suatu
kejadian, fenomena atau segala sesuatu yang ada sekedar tampak
dipermukaan (vulgar).

Anda mungkin juga menyukai