Anda di halaman 1dari 7

Ruang Lingkup Wawasan

Kefilsafatan

Pengantar Filsafat

Prodi S1 Ilmu Komunikasi


Riana D. Sitharesmi
2021
Pengantar Filsafat

Prodi S1 Ilmu Komunikasi


Riana D. Sitharesmi
2021

Ruang Lingkup Wawasan Kefilsafatan

1. Area Pembahasan dalam Filsafat

Apakah yang dibicarakan di dalam filsafat, dan


bagaimanakah pembagian lebih lanjut dalam filsafat itu?

Filsafat merupakan hasil perenungan seorang filsuf


yang sangat mungkin menggunakan metode-metode tertentu
dalam melakukan perenungan itu. Tetapi apa hal-hal khusus
yang sesungguhnya menjadi perenungan si filsuf itulah yang
Suspendisse potenti.
pada akhirnya memberi gambaran sementara kepada kita
mengenai apa saja yang dibicarakan di dalam filsafat, atau kata lain gambaran mengenai lapangan
penyelidikan filsafat. Uraian mengenai lapangan penyelidikan filsafat dapat diketahui melalui
beberapa pandangan umum tentang filsafat.

Filsafat memiliki makna yang bermacam-macam bagi berbagai macam orang serta pada
berbagai masa di dalam sejarah kehidupan manusia. Berbagai definisi pun telah dicoba untuk
ditampilkan, serta banyak pula yang telah mencoba membatasi corak-corak pertanyaan yang
diajukan oleh seorang filsuf. Sepanjang sejarah peradaban Barat, area pembicaraan filsafat
meliputi banyak hal, mulai dari sikap pribadi orang terhadap dunia di sekitarnya, sampai dengan
seluruh jumlah pengetahuan manusia. Sebagai contoh adalah Aristoteles, filsuf Yunani, yang
menulis tentang metafisika, etika, politik, biologi, fisika, dan bahasa.

Ada satu masa di mana sebagian ilmuwan terutama kaum Positivisme mencoba membatasi
lingkup bahasan filsafat agar hanya berkisar pada pertanyaan-pertanyaan tentang logika dan
sintaksis. Namun, filsuf W.E. Hocking menguraikan definisi filsafat secara panjang lebar, sebagai
berikut:

Ruang Lingkup Wawasan Kefilsafatan


Filsafat, menurut pemahaman saya, pertama-tama merupakan suatu penelitian tentang
kepercayaan, yakni kepercayaan sebagai paham yang kita hayati yang berbeda dari
paham yang kita pertimbangkan. Upaya mengadakan kritik berulang-ulang terhadap
pelbagai kepercayaan kita yang utama ini mendorong kita ke arah suatu kepercayaan
yang bersifat menyeluruh mengenai dunia kita hidup, sehingga filsafat menjadi
penafsiran yang bersifat umum mengenai pengalaman. Melukiskan pengalaman
merupakan sebagian usaha kita, dan yang bertujuan untuk melukiskan secara benar,
suatu penyelidikan yang kritis, yang logis dan tepat mengenai kategori-kategori; tetapi
melukiskan itu saja tidak cukup, kecuali jika melukiskan itu juga berarti menjelaskan.
Karena pada akhirnya keharusan untuk memahami itulah yang mendorong kita ke arah
filsafat; dan apa pun penafsiran manusia terhadap dunia, bagi mereka hal itu
merupakan “filsafat”, baik kita mengakuinya secara demikian maupun tidak.1

Ungkapan Hocking tersebut memberikan gambaran kepada kita mengenai filsafat sebagai
suatu upaya, mungkin juga suatu “percobaan” yang berani dan beresiko, untuk keluar dari dunia
atau berada “di atas” dunia yang kita diami. Artinya, bahwa kita ingin memandang dunia dari sudut
pandang yang lebih tinggi.

Filsafat dan Peradaban

Sebagian orang ada yang mengatakan bahwa mereka yang menganur filsafat merupakan
orang-orang yang “melarikan diri” dari dunia ini. Sebagian besar yang lain beranggapan bahwa
filsafat sesungguhnya berhubungan secara intrinsik dengan inti peradaban manusia dan merupakan
bagian yang menyatu dari upaya kritis manusia menghadapi pertentangan-pertentangan,
kekalahan-kekalahan, maupun kemenangan-kemenangan dalam hidup.

John Dewey (1859 – 1952) mengatakan bahwa filsafat harus dipandang sebagai suatu
ungkapan perjuangan manusia dalam “upaya yang sudah dilakukan sejak lama, tetapi sekaligus
selalu baru”; artinya adalah bahwa upaya-upaya itu selalu menyesuaikan sebagian besar tradisi
yang membentuk akal pikiran manusia dengan kecenderungan-kecenderungan ilmiah, serta hasrat-
hasrat yang baru yang sudah tidak cocok lagi dengan yang sudah diperoleh.2

1 W.E. Hocking, “What Philosophy Is and Says”, Philosophical Review, XXXVIII, 140 – 155.
2 John Dewey, “Role of Philosophy in the History of Civilization,” dalam
E.S. Brightman (ed.), Proceedings of the Sixth
International Congress of Philosophy, (New York: Longmans, Green & Co., 1972), hal. 536.

Ruang Lingkup Wawasan Kefilsafatan 2


Filsafat merupakan perjuangan yang berlangsung terus menerus untuk menyesuaikan yang
lama dengan yang baru di dalam suatu kebudayaan. Filsafat merupakan suatu upaya untuk
mengadakan penyesuaian-penyesuaian terhadap fakta perubahan kebudayaan. Secara khusus
pula, filsafat merupakan hasil dari hasrat atau lebih tepatnya disebut tuntutan, yang menginginkan
bahwa hidup itu mengandung makna. Dewey melihat bahwa filsafat mempunyai dua segi, yaitu
filsafat melihat ke masa yang lampau, juga ke masa yang akan datang.

Filsafat merupakan suatu kebijaksanaan yang sifatnya berupa usaha untuk mengetahui.
Mengetahui dalam arti yang paling penuh serta paling tegas, yaitu mengetahui dengan kepastian
dan dapat menyatakan bahwa barang sesuatu itu seperti keadaannya dan tidak dapat lain daripada
mengetahui berdasarkan sebab-sebabnya. Filsafat dengan perkataan lain merupakan ilmu
pengetahuan tentang hal-hal pada sebab-sebabnya yang pertama, sejauh sebab-sebab ini
termasuk dalam ketertiban alam.

2. Objek Filsafat

Tujuan berfilsafat ialah menemukan kebenaran yang sebenar-benarnya, yang terdalam. Jika
hasil pemikiran disusun, maka susunan itulah yang kita sebut sebagai sistematika filsafat.
Sistematika atau struktur filsafat secara garis besar terdiri ata ontology, epistemologi dan aksiologi.
Isi setiap cabang filsafat ditentukan oleh objek apa yang diteliti (dipikirkan)-nya. Pemikiran
mengenai pendidikan di dalam area filsafat tentunya menjadi Filsafat Pendidikan. Jika yang
dipikirkannya adalah hukum maka hasilnya tentu menjadi Filsafat Hukum. Pemikiran mengenai
pengetahuan maka jadilah Filsafat Ilmu, atau memikirkan etika maka jadilah Filsafat Etika.

Objek penelitian filsafat lebih luas dari objek penelitian ilmu pengetahuan yang lain. Ilmu
pengetahuan atau sains hanya meneliti objek yang ada, sedangkan filsafat meneliti objek yang ada
dan yang mungkin ada. Filsafat juga meneliti objek-objek yang ada dan empiris, dan yang ada
tetapi tidak empiris (abstrak). Secara mendasar dikatakan bahwa objek di dalam filsafat ada dua,
yaitu objek material dan objek formal. Objek material filsafat berkenaan dengan fokus pemikirannya
baik yang bersifat konkret (empiris) maupun abstrak (tidak empiris), seperti misalnya permasalahan
sosial, pendidikan, kebudayaan, seni, tradisi, nilai moral, keindahan, dan sebagainya. Objek formal

Ruang Lingkup Wawasan Kefilsafatan 3


filsafat adalah esensi dari apa yang dipikirkan (objek material), dengan meletakkan titik perhatian
terhadap problem-problem mendasar.

3. Prinsip Dasar Kefilsafatan


Berfilsafat selalu terkait dengan pengalaman umum manusia. Berfilsafat tidak sama dengan
melamun, tidak berpijak pada kenyataan, atau istilahnya populernya tidak “menginjak bumi”.
Seringkali aktivitas filsafat melampaui pengalaman-pengalaman konkret, namun hal ini bukan
berarti bahwa berfilsafat itu menjauhi kenyataan-kenyataan yang ada di sekitar kita. Cara berfilsafat
yang baik memang bermula dari hal-hal yang dialami sendiri oleh calon filsuf. Filsafat menurut
Aristoteles, dimulai dari suatu thauma (rasa kagum) yang timbul dari suatu aporia, yakni masalah
yang sulit dicarikan jalan keluarnya. Dalam hal inilah prinsip atau asas-asas dalam berfilsafat
menjadi penting perannya, agar calon filsuf mendapatkan hasil yang optimal.

Terdapat 5 (lima) prinsip penting dalam berfilsafat, yaitu:

• Pertama, meniadakan kecongkakan maha tahu sendiri. seseorang yang ingin mulai
berfilsafat harus mampu mengendalikan dirinya untuk menjauhkan diri dari sikap merasa
diri sudah tahu tentang hal yang akan dipelajari;

• Kedua, perlunya sikap mental berupa kesetiaan pada kebenaran (a loyalty to truth). Sikap
ini dapat melahirkan keberanian untuk mempertahankan kebenaran ynag
diperjuangkannya;

• Ketiga, memahami dengan sungguh-sungguh persoalan-persoalan filsafati serta berupaya


memikirkan jawabannya;

• Keempat, latihan intelektual dilakukan secara aktif dari waktu ke waktu dan diungkapkan
baik secara lisan maupun tertulis. Proses mempelajari filsafat itu mencakup belajar
memecahkan persoalan-persoalan filsafati oleh diri kita sendiri, misalnya: Bagaimana
pemahaman kita tentang keadilan? Apakah pengertian keadilan yang dipahami secara
hukum itu sudah cukup memuaskan pemikiran kita;

Ruang Lingkup Wawasan Kefilsafatan 4


• Kelima, sikap keterbukaan diri, artinya orang-orang yang mempelajari fislafat seyogyanya
tidak dihinggapi oleh prasangka tertentu atau pandangan sempit yang tertuju ke satu arah
saja. Dalam hal ini sama dengan sikap yang tidak terburu-buru memihak pada suatu
pandangan tertentu.

Materi direkonstruksi & diadaptasi dari:


Kattsoff, Louis O. 2004. Pengantar Filsafat. (Terj. Soejono Soemargono dari Elements of
Philosophy). Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana; hlm. 65 – 67.
Mustansyir, Rizal & Misnal Munir. 2013. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; hlm. 36 – 38.
Tafsir, Ahmad. (2004). Filsafat Ilmu: Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Ilmu
Pengetahuan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya; hlm. 80 – 82.

Ruang Lingkup Wawasan Kefilsafatan 5


Bibliography
Bahm, Archie j., 1986. Metaphysics: An Intoduction. Albuquerque: Harper and Row Publisher.
______________., 1995. Epistemology: Theory of Knowledge. Albuquerque: Harper and Row
Publishers.
Bertens, Karl., 1992. Tantangan Kemanusiaan Universal. dalam Moedjanto, dkk (ed.). Cetakan ke-
2. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Cottingham, John, 1996. Western Philosophy. Cambridge: Blacwell.
Heraty, Toeti, 1994. “Dialog Filsafat dengan Ilmu-Ilmu Pengetahuan: Suatu Pengantar Meta-
Metodologi”. Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Sastra Universitas Indonesia,
Jakarta.
Sugiharto, Bambang, 2014. “Filsafat dan Pengalaman”, pengantar untuk Dunia Sophie: Sebuah
Novel Filsafat, diterj. dari Sophie’s World karya Jostein Gaarder. Bandung: Penerbit Mizan.
White, Alan R, 1987. Methods of Metaphysics. New York: Croom Helm Ltd.
Wittgenstein, Ludwig,1969. Tractacus Logico-Philosophicus. London: Routledge & Kegan Paul Ltd.

Ruang Lingkup Wawasan Kefilsafatan 6

Anda mungkin juga menyukai