BAB I
PENDAHULUAN
1. FILSAFAT
a. ARTI FILSAFAT
2
pengetahuan, karena pada mulanya sebagian besar ilmu berawal dari kegiatan
berpikir.
c. OBYEK FILSAFAT
Obyek adalah sesuatu hal, sasaran. obyek dibedakan menjadi 2, yaitu : Obyek
Materiil dan Obyek Formal. Obyek Materiil adalah hal materinya atau hal bendanya, yaitu
sesuatu yang dipelajari atau yang diteliti. Obyek Formal adalah sudut pandang yang
ditujukan kepada obyek materiilnya. Obyek materiil yang sama bila ditinjau dari obyek
formal yang berbeda akan menghasilkan pengetahuan yang berbeda-beda.
Contoh: manusia (sebagai obyek materiil)
1. Ditinjau dari susunan tubuhnya menghasilkan ilmu anatomi.
2. Ditinjau dari ucapan menghasilkan ilmu bahasa.
3. Ditinjau dari jiwanya menghasilkan ilmu psikologi.
4. Ditinjau dari hakekatnya menghasilkan ilmu filsafat.
4
Merenung berarti memikirkan sesuatu atau segala sesuatu tanpa keharusan adanya
kontak langsung dengan obyeknya. Obyek perenungan dapat berupa apa saja,
misalnya tentang:
- Makna hidup
- Kematian
- Keindahan
- Surga, neraka, kebahagiaan, dsb.
Merenung ini cara yang sesuai dengan watak filsafat, yaitu memikirkan segala sesuatu
sedalam-dalamnya. Proses perenungan itu berjalan cukup lama, dalam keadaan:
- Tenang, hening, sungguh-sungguh
- Dalam kesendirian
- Kapanpun dan dimanapun
Perenungan dipakai karena obyeknya tak terbatas dan tujuannya untuk mengerti
hakikat sesuatu. Untuk mengerti sesuatu berarti kita harus menyelami sesuatu secara
mendalam.
2) Metode Speculative
Juga berarti perenungan atau merenung.
Filsafat amat wajar menggunakan metode perenungan itu. Sebab, bukan saja
obyeknya tak terbatas, melainkan juga tujuannya ialah untuk membuat dugaan-dugaan
yang masuk akal mengenai sesuatu karena pertanyaan-pertanyaan filsafat yang
diajukan para filsof sering melampaui batas-batas pengetahuan yang sudah mapan
yaitu dengan berusaha untuk menduga kemungkinan-kemungkinan lain.
Contoh :
a. Demokritos tentang teori atom.
b. Galileo Galilei yang menentang pendapat Ptolomeus tentang pusat berputarnya
benda-benda di langit.
3) Metode Deduktif dan Induktif
Karena obyeknya tak terbatas maka metode yang dipakai juga bersifat deduktif.
Berpikir deduktif ini dimulai dari realita yang bersifat umum, guna mendapatkan
kesimpulan - kesimpulan tertentu yang khusus.
Contoh klasik metode deduktif:
a. Premis Mayor : Semua manusia mengalami kematian
b. Premis Minor : Abas manusia.
c. Kesimpulan : Abas mengalami kematian.
Berpikir induktif dimulaiu dari realitas yang bersifat khusus guna mendapatkan
kesimpulan - kesimpulan tertentu yang bersifat umum
Contoh metode induktif :
a. Premis mayor : Besi dipanaskan memuai.
b. Premis Minor : Perak dipanaskan memuai.
c. Kesimpulan : Jadi semua logam dipanaskan memuai
6
Jadi metode deduktif adalah cara menarik konklusi berdasar dua kebenaran yang pasti
dan tak diragukan yang bertolak dari sifat umum ke khusus. Sedangkan metode
induktif adalah cara menarik konklusi berdasar dua kebenaran yang pasti dan tak
diragukan yang bertolak dari sifat khusus ke umum
Metode utama filsafat memang; Contemplative, Speculative, Deductive dan
Induktif. Namun ini tidak berarti filsafat tidak mempergunakan metode lain. Dalam
filsafat juga menggunakan metode metode lain, untuk mendapatkan kebenaran sesuai
dengan objek kajiannya.
2. CABANG-CABANG FILSAFAT
Dalam definisi filsafat dijelaskan bahwa obyek filsafat ialah segala sesuatu,
mencakup kesemestaan. Scope filsafat yang luas, perlu adanya sistematika atau
pembidangan filsafat, dari yang ada dibagi tetapi disini hanya dipilihkan 4 (empat)
saja yaitu sebagai berikut :
1) ONTOLOGI
Ontologi ini merupakan cabang filsafat yang menyelidiki tentang realita. Ontologi
kadang-kadang disebut/disamakan dengan metafisika (meta berarti di balik atau di
belakang, sedangkan fisika berarti alam) sedangkan maknanya adalah sesuatu yang
ada dibalik alam indera. Alam indera adalah alam yang dapat ditangkap oleh indera
manusia. Pengertian tidak dapat ditangkap bukan berarti karena sesuatu itu ditutupi
dengan sesuatu, tetati tidak dapat ditangkap dengan indera dan hanya dapat ditangkap
oleh akal, pikiran. Sehingga istilah metafisika berkaitan dengan persoalan hakekat
sesuatu. Jadi metafisika itu cabang filsafat yang membahas tentang hakekat sesuatu
yang ada. Dibalik alam nyata itu merupakan hakekat sesuatu yang tidak dapat
ditangkap manusia melalui inderanya tetapi hanya dapat ditangkap dengan akalnya.
Hakekat itu berada pada pikiran manusia, bersifat abstrak, abstraksi dari benda konkrit
dan dianggap sebagai sesuatu yang benar-benar, kebenaran yang paling dalam,
kebenaran yang paling akhir, tak ada yang lebih benar.
Mengenai perwujudan (eksistensi) dari hakekat itu ada beberapa pendapat:
a. Ada yang mengatakan satu, dua, atau banyak.
b. Ada yang mengatakan hakikat segala sesuatu adalah benda (materi), ada yang
mengatakan bukan benda.
c. Bagi yang mengatakan hakikat segala sesuatu adalah air, api, jasmani, atom,
energi, dsb.
7
d. Bagi yang mengatakan hakikat sesgala sesuatu bukan materi, ada yang menyebut
ide, roh, dsb.
Ontologi sebagai ajaran tentang ada/realita mengupas tentang hakekat ada.
Misal:
Apakah sesungguhnya realita ini; apa tujuan ada itu.
Apakah realita yang nampak ini suatu realita materi saja.
Apakah ada sesuatu di balik realita.
Apakah realita itu bersifat tetap.
Apakah realita ini terbentuk atas satu unsur (monisme) atau dua unsur (dualisme).
Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah pertanyaan ontologi atau metafisis.
Ada
Ada mutlak (filsafat – ada mutlak, theodicia)
Ada khusus alam (filsafat alam-cosmologia),
Pandangan Ontologi ini secara praktis akan menjadi masalah utama dalam
pendidikan. Hal ini karena :
- Anak bergaul dengan lingkungan dan punya dorongan yang kuat untuk mengerti
semua hal.
- Anak selalu menghadapi realita, obyek pengalaman mencakup benda hidup dan
benda mati.
Dengan ontologi anak didik diajak memahami bagaimana asas-asas pandangan
religius tentang adanya makhluk-makhluk hidup yang berakhir dengan kematian,
8
bagaimana kehidupan dan kematian dapat dimengerti. Begitu pula realita alam
semesta dan eksistensi manusia yang memiliki jasmani dan rohani. Bahkan
bagaimana eksistensi Tuhan Sang Maha Pencipta.
Jadi anak-anak dibiasakan berpikir untuk menyelami dunia nyata. Kewajiban
pendidik melalui latar belakang ontologi ini adalah membina daya pikir yang tinggi
(dalam), kritis dan jujur.
Implikasinya pandangan ontologi dalam pendidikan adalah:
Bahwa dunia pengalaman manusia harus memperkaya kepribadian, bukan hanya alam
semesta beserta isinya dalam arti pengalaman sehari-hari, melainkan sesuatu yang
tidak terbatas yakni menyangkut fisis, spiritual, hukum-hukum kesemestaan alam
yang menentukan kehidupan manusia.
2) EPISTEMOLOGI
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menelaah asal mula, struktur, metoda dan
syahnya (validitas) pengetahuan. Yang diselidiki antara lain :
- Bagaimana syahnya suatu pengetahuan dapat dinilai
- Bagaimana pengetahuan itu mungkin
- Apa sumbangan akal dan indra
- Apa peran penginderaan
- Apa syarat-syarat pengetahuan
- Apa perbedaan antara pengetahuan apriori dengan pengetahuan eposteriori.
Epistemologi diperlukan antara lain dalam hubungannya dengan penyusunan dasar-
dasar kurikulum. Kurikulum yang diartikan sebagai sarana untuk mencapai tujuan
pendidikan dapat diumpamakan sebagai jalan raya yang perlu dilewati oleh siswa
dalam usahanya mengenal dan memahami pengetahuan. Theodore Brameld
mengatakan epistimologi memberikan kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia
memberikan kebenaran kepada murid-muridnya.
3) LOGIKA
Logika berasal dari bahasa Yunani “logos” yang dapat diartikan sebagai kata, nalar,
atau uraian. Logika adalah teori yang membicarakan tentang aturan-aturan
perbincangan (penalaran) yang lurus. Argument merupakan istilah teknis yang
digunakan dalam logika.
Argument merupakan kegiatan penalaran yang menunjukkan bukti bahwa suatu
keterangan tertentu mengikuti secara runtut dari satu atau lebih keterangan lain.
9
4) AXIOLOGI
Bidang ini membahas tentang nilai. Theodore Bramel membedakan 3 bagian didalam
axiologi, yakni :
a. Moral Conduct (tindak moral) : ini menyangkut tentang baik-buruk
tindakan/tingkah laku. Tindak moral ini dipelajari oleh ethika (ilmu tentang apa
yang baik dan yang buruk)
b. Expresi Keindahan (pola citarasa) ini dipelajari oleh esthetika. simetri
proporsi
harmoni
c. Sosial – Political Life (kehidupan sosial politik). Ini dipelajari oleh filsafat sosial
politik.
Masalah masalah axiology di atas menjelaskan dengan criteria atau prinsip tertentu
apakah yang dianggap baik dalam tingkah laku manusia. Apakah yang dimaksud
indah dalam seni. Demikian juga apakah yang benar dan diinginkan dalam
organisasi sosial kemasyarakatan dan kenegaraan.
Karena dunia nilai menjadi dasar pendidikan juga, sehingga selalu dipertimbangkan
dalam penentuan tujuan-tujuan pendidikan. Disamping itu pendidikan sebagai
fenomena kehidupan sosial, cultural dan keagamaan tidak dapat lepas dari sistem nilai
(Barnadit; 1982; 21)
Implikasi :
Axiology dalam pendidikan adalah menguji dan mengintegrasikan semua nilai
tersebut dan membinanya ke dalam kepribadian anak.
2. Baik ilmu maupun filsafat berpangkal pada akal untuk mencapai suatu
kebenaran
3. Filsafat sebagai suatu ilmu dengan ilmu pengetahuan keduanya memiliki syarat
– syarat ilmiah yaitu memiliki obyek, metode, sistematik dan memiliki kriteria
kebenaran
4. Baik ilmu atau filsafat merupakan sistem pengetahuan manusia yang bersifat
rasional dan sistematis
Perbedaan :
1. Filsafat merupakan induk ilmu pengetahuan sedangkan ilmu tumbuh dan
berkembang melalui filsafat
2. Filsafat bersifat refleksif sedangkan ilmu pengetahuan tidak refleksif
3. Filsafat bersifat spekulatif, artinya mengajukan dugaan dugaan yang rasional
yang melampaui batas – batas faktual sedangkan ilmu hanya menjelaskan fakta,
mendiskripsikan fakta dengan segala hubungannya
4. Filsafat membahas segala sesuatu secara menyeluruh (universal) sedangkan ilmu
hanya membahas pada gejala – gejala yang sangat khusus dari pembahasan yang
khusus pula
5. Ilmu hanya menjelaskan fakta terutama fakta empiris sedangkan filsafat
memahami, mengintepretasikan / menafsirkan fakta secara rasional
6. Filsafat membahas obyek secara menyeluruh , baik meliputi gejala empiris
maupun non empiris sedangkan ilmu hanya membahas gejala – gejala empiris
saja yang bersifat khusus
B. FILSAFAT PENDIDIKAN
1. PENGERTIAN
Ilmu pendidikan atau pedagogik adalah ilmu yang membicarakan
masalah-masalah umum pendidikan, secara menyeluruh dan abstrak.
Pedagogik, selain bercorak teoritis, juga bersifat praktis. Untuk yang teoritis
diutarakanlah hal-hal yang bersifat normatif, ialah menunjuk kepada stadard
nilai tertentu ; sedangkan yang praktis, menunjukan bagaimana pendidikan itu
harus dilaksanakan.
Pedagogik, sebagai ilmu pokok dalam lapangan pendidikan dan sesuai
dengan jiwa dan isinya, agar dapat memenuhi persyaratan landasan konsep dan
fungsinya, sudah barang tentu memerlukan landasan-landasan yang berasal
dari fisafat atau setidak-tidaknya mempunyai hubungan dengan filsafat.
Dikatakan landasan, bila filsafat melahirkan pemikiran-pemikiran yang teoris
11
2. PENDEKATAN :
1) Filsafat pendidikan dapat terbentuk dari adanya ide-ide pendidikan. Ide-ide
pendidikan dalam sejarah fisafat yang muncul dari masa lampau hanya
berlaku di masa lampau. Tetapi ada kalanya juga berlaku dan digunakan
sebagai pegangan bagi masa sekarang, tetapi tentu saja ada gagasan-gagasan
yang tercetus pada masa sekarang dan menjadi pegangan pada waktu
sekarang pula. Dari tokoh-tokoh dalam sejarah disebutkan Plato dalam
Republik, Johan Amos Comenius dengan didactica magna, John Dewey
dengan Education and Society dan Robert Hutchkins dengan The Great
Book Learning. Ide-ide pendidikan yang terpencar dalam tulisan-tulisan itu
sebagai suatu sistem dapat disebut Filsafat Pendidikan menurut Plato, Johan
Amos Comenius, John Dewey, Hutchkins.
2) Filsafat pendidikan dapat terbentuk berdasarkan pendidikan.
Pendidikan dengan problema-problemanya dipilih yang memerlukan
jawaban secara filosofis. Filsafat pendidikan yang timbul demikian ini
biasanya bersifat terbuka untuk kemungkinan-kemungkinan baru ( Imam
Barnadit 1982:5-6)
Misalnya : Untuk apakah sebenarnya sekolah itu didirikan ? Anak didik itu
ada sebagai ia berada, sedangkan masyarakat dan Negara menginginkan anak
didik terbina sesuai dengan ideology yang telah digariskan. Maka timbul
pertanyaan apakah yang seharusnya pendidik lakukan untuk memimpin anak
didik itu untuk mengujudkan tujuan di atas.
Jawaban mengenai pertanyaan pertama seharusnya berkisar pada konsep atau
landasan pikir bahwa pendidikan memerlukan suatu lembaga di luar keluarga,
yang mempunyai peranan bagi terbinanya masyarakat yang ideal. Sedangkan
untuk pertanyaan kedua diperlukan jawaban yang berupa konsep-konsep
tentang isi dan proses pendidikan yang mempertemukan potensi anak didik
dan gambaran manusia ideal menurut masyarakat dan negara itu.
Dua jenis pertanyaan mengenai pendidikan di atas bersifat filosofis yang
memerlukan jawab filosofis pula. Maka dari itu dimasukkan ke dalam bidang
filsafat pendidikan.
badan. Untuk dapat lepas dari badan yang kotor, jiwa harus membersihkan diri
dengan berperilaku yang baik.
d. Realisme
Ini merupakan aliran filsafat yang timbul pada jaman modern dan
sering disebut seagai anak dari naturalisme. Aliran ini berpandangan banyak
obyek atau dunia luar itu adalah nyata pada sendirinya kenyataan tidak
tergantung dari jiwa yang mengetahi, tetapi hasil dari pertemuan dengan
obyeknya. Alam itu dunia materi dan merupakan obyek pengetahuan. Semua
yang rokhani itu tidak ada. Rokhani itu hanya bentuk atau fungsi dari materi.
Alam itu seperti mesin, demikian pula manusia merupakan benda alam dan
juga produk dari alam. Tokoh realisme antara lain Aristoteles
e. Pragmatisme
Aliran ini memandang bahwa sesuatu itu tidak dapat dirumuskan
sesuatu itu mutlak/kekal tetapi harus dirumuskan bahwa sesuatu itu dalam
pandangan yang relatip/tidak mutlak. Tentang realita itu sebagi suatu proses
dalam waktu, yang berarti orang yang mengetahui mempunyai peranan untuk
menciptakan atau mengembangkan hal – hal yang diketahui. Ini berarti bahwa
tindakan yang dilakukan oleh orang yang memiliki pengetahuan tersebut dapat
menjadi penentu untuk mengembangkan pengetahuan itu pula.
Filsafat berusaha untuk mengadakan penyelidikan mengenai hakekat
dari segala sesuatu. Hal ini berarti bahwa filsafat berusaha mempelajari mana
yang paling utama dari segala sesuatu itu. Tokoh pragmatisme adalah William
James (1842 – 1910) yang berpendapat bahwa keputusan atau pengertian itu
benar jika dalam praktek dapat digunakan.
dan dengan cara ini demi menemukan cita-cita tertinggi suatu filsafat
dan melembagakannya di dalam kehidupan mereka “.
Dari segi lain fungsi filsafat pendidikan dikemukakan oleh Kilpatric
sebagai berikut :
Filsafat pendidikan adalah menyelidiki perbandingan pengaruh-
pengaruh (i) dari filsafat-filsafat yang bersaingan di dalam proses
kehidupan dan (ii) dari kemungkinan proses-proses pendidikan dan
pembinaan watak keduanya mengusahakan menemukan pengelolaan
pendidikan yang dikehendaki untuk membina watak yang paling
konstruktif bagi kaum muda dan tua.
Secara lebih khusus dan agak detail peranan filsafat pendidikan
diuraikan oleh Prof. Brauner dan Prof. Burns dalam buku “ Problems
in Education and Philosophy, ” sebagai berikut :
Suatu komponen (sebagai) aktivitas (ber) filsafat ialah untuk
membantu tujuan-tujuan pedagogis yang dapat kita tetapkan meliputi
empat aspek yang saling berhubungan yaitu : fungsi analisa, evaluasi,
spekulatif dan integratif.
Hampir sependapat dengan uraian di atas, Prof. Brameld juga
berpendapat tentang fungsi filsafat pendidikan sebagai berikut :
Kita harus membawa filsafat guna mengatasi persoalan-persoalan
pendidikan secara efisien, jelas dan sistematis sedapat mungkin. Marilah
kita pertimbangkan dan perhatikan beberapa sifat yang lebih elementer
dari ilmu yang amat berpengaruh ini. Bertolak dari definisi dan
penjelasan kita tentang filsafat itulah kita akan pergunakan filsafat itu.
sosial serta kondisi dan kebutuhan hidup telah mendidik mereka. Akan tetapi, yang
paling diharapkan ialah pendidikan formal yang relatif baik, dilengkapi dengan
suasana pendidikan informal yang relatif baik pula. Ini ternyata usaha pemerintah,
pendidik dan para orang tua untuk membina masyarakat keseluruhan sebagai satu
kehidupan yang sehat lahir dan batin. Sebab, krisis apapun yang terjadi di dalam
masyarakat akan berpengaruh negatif bagi manusia, terutama anak-anak, generasi
muda.
Scope dan peranan pendidikan dalam arti luas seperti dimaksud di atas,
dilukiskan oleh Prof. Rickey dalam buku “ Planning for Teaching, an Introduction to
Education” antara lain sebagai berikut :
Istilah “ pendidikan” berkaitan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan
dan perbaikan kehidupan suatu masyaraat terutama membawa warga
masyarakat yang baru (generasi muda) untuk menuanaikan kewajiban dan
tanggungjawabnya di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses
yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja.
Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang essensial yang memungkinkan
masyarakat tetap ada dan berkembang. Di dalam masyarakat yang komplek
dan modern fungsi pendidikan ini mengalami proses sosialisasi dan
melembaga dengan pendidikan formal, yang tetap berhubungan dengan proses
pendidikan informal di luar sekolah.
Uraian ringkas di atas memberikan orientasi bagi kita bahwa pendidikan-
formal selalu berhubungan dengan pendidikan informal. Paling tidak hubungan
tersebut adalah hubungan yang wajar, yakni bahwa pendidikan di sekolah adalah
untuk mempersiapkan tenaga-tenaga yang mampu memangku suatu fungsi sosial di
dalam masyarakat.
Hubungan itu dapat pula lebih ideal, yakni pendidikan formal harus mampu
meningkatkan dan memajukan masyarakat baik dalam arti ketrampilan, berpikir,
maupun mental.
1. Ruang Lingkup Pendidikan
Untuk mengerti ruang-ruang lingkup dan peranan pendidikan ada baiknya
dikemukakan beberapa pokok pikiran yang ditulis oleh Prof. Lodge dalam buku
“ Philosophy of Education ” antara lain sebagai berikut :
Perkataan “ Pendidikan ” kadang-kadang dipakai dalam pengertian yang lebih
luas, kadang-kadang dalam arti yang lebih sempit. Dalam pengertian yang
luas, semua pengalaman dapat dikatakan sebagai pendidikan.
23
..…. Seorang anak mendidik orangtuanya, seperti pula halnya seorang murid
mendidik gurunya, bahkan seekor anjing mendidik tuannya. Segala sesuatu
yang kita katakan, pikirkan atau kerjakan mendidik kita, tak berbeda daripada
apa yang dikatakan atau dilakukan sesuatu kepada kita, baik dari benda-benda
hidup maupun benda-benda mati termasuk mahluk infrahuman (kedudukannya
dibawah derajat manusia) contohnya jam mendidik manusia untuk disiplin.
Dalam pengertian yang lebih luas ini, hidup adalah pendidikan, dan
pendidikan adalah hidup.
Selanjutnya dalam pengertian yang lebih sempit Prof. Lodge menulis antara
lain :
Dalam pengertian yang lebih sempit, “ Pendidikan ” dibatasi pada fungsi
tertentu di dalam masyarakat yang terdiri atas penyerahan adat istiadat
(tradisi) dengan latar belakang sosialnya, pandangan hidup masyarakat
generasi berikutnya, dan demikian seterusnya.
…… dalam pengertian yang lebih sempit ini, pendidikan berarti, dalam
prateknya, identik dengan sekolah, “ yaitu pengajaran formal dalam kondisi-
kondisi yang diatur.”
bahan (materi) mengandung nilai didik. Yang menjadi pertanyaan ialah seberapa
jauh kedua materi-ilmu itu-jika benar-benar berbeda-dapat membina aspek
kepribadian anak didik. Pada hakekatnya, letak perbedaan nilai pendidikan atau efek
pedagogis suatu materi-ilmu, tergantung pada tujuan yang hendak dicapai apakah
proses ilmu praktisnya (nilai ilmiahnya) atau aspek-aspek kepribadiannnya yang
hendak dipandang sebagai tujuan.
bagi pribadi, sosial mampu bagi nilai-nilai yang berlaku (moral). Dengan demikian
pendidikan atau pengajaran itu sebagai proses akan ditentukan oleh tujuan yang
hendak dicapai.
Dari pengertian pendidikan di atas, sekurang-kurangnya tiap pribadi manusia
terlibat dengan pengaruh pendidikan dalam arti yang lebih luas. Sebab, tiap manusia
kenyataannya sekaligus adalah warga masyarakat, dan pendidikan dalam arti luas itu
berlangsung di dalam dan oleh proses masyarakat. Bahkan menurut Lodge, “ hidup
adalah pendidikan, dan pendidikan adalah hidup. ” dengan demikian scope
pendidikan meliputi seluruh umat manusia, sepanjang sejarah adanya manusia,
sepanjang hidup manusia. Jadi pendidikan informal ini tak terbatas, seperti pula
pengaruhnya tak terukur.
BAB II
PANDANGAN FILSAFAT TENTANG HAKEKAT MANUSIA
bahwa struktur jiwa merupakan satu integritas tiga lapisan, yang secara teoritis
analitis dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Bagian yang disebut das Es atau bagian dasar (the Id) . Bagian das Es ialah
bagian a-sadar yang amat berperan di dalam tingakh laku manusia. Sesuai
dengan letaknya yang paling dasar, das Es ini merupakan sumber nafsu
kehidupan , yakni hasrat biologis (libido-sexualis). Das Es ini terisolasi dari luar
dalam arti ia mementingkan diri sendiri (egocentris) yang menuntut pemuasan
tuntutan-tuntutan nafsu biologis berupa kesenangan, kepuasan (lust-principle).
Semua tuntutan das Es semata-mata demi kepuasan, tanpa mempertimbangkan
nilai-nilai sosial yang berlaku, tanpa pertimbangan baik dan buruk. Dorongan-
dorongan das Es ini sedemikian kuat dan tak terkendalikan. Karena itu jika
hasrat-hasrat itu tak terpenuhi, pemuasan belum tercapai, maka akan terjadi
ketegangan-ketegangan, konflik-konflik di dalam pribadi seseorang. Akibat ini
dapat berupa macam-macam bentuk tingkah laku yang menyimpang, dan dapat
pula berupa psychosomatic.
Konflik-konflik psikis itu terjadi karena jiwa manusia terdiri pula atas bagian-
bagian lain yang lebih sadar nilai, lebih sosial dibandingkan dengan das Es
yang a sosial dan amoral. Didorong oleh prinsip pemuasan nafsu-nafsu dasar
maka das Es ini merupakan prototype watak individualistis manusia, egoistis, a-
sosial bahkan amoral. Dan jika manusia semata-mata menuruti dorongan das Es
yang demikian, maka martabat manusia tiada berbeda dengan makhluk
alamiah yang lain. Bagian jiwa yang dinamakan das Es ini dapat dianggap
sebagai aspek individual manusia.
b. Bagian jiwa yang disebut das ich (= aku, ego). Bagian ini terletak diantara das
es dan das uber ich, jadi ditengah-tengah. Letaknya ini paralel pula dengan
sifatnya, yakni menjadi penengah antara kepentingan das es dan tujuan-tujuan
das uber ich. Dengan perkataan lain, das ich berfungsi sebagai badan sensor
antara kehendak - kehendak das es yang lust-principle dengan tujuan-tujuan das
uber ich yang normatif. Ini berarti pula das ich ini bersifat realistis dan
obyektif. Dengan adanya fungsi das ich yang realistis antara kepentingan das es
yang berprinsip pemuasan dan tujuan-tujuan das uber ich yang ethis itu, maka
pribadi seseorang akan seimbang, harmonis. Proses pertimbangan dan
keputusan das ich semata-mata demi kepentingan pribadi, terlepas daripada
prinsip-prinsip kesenangan das es dan prinsip normatif das uber ich. Akan tetapi,
fungsi das ich mampu menjadi penengah, menuju keputusan-keputusan yang
27
kompromis antara dua pola kepentingan yang bertentangan itu. Sesuai dengan
letaknya, das ich ini dapat mengerti dunia a-sadar yang a-sosial dan a-moral
daripada das es disamping juga mengerti hasrat luhur das uber ich yang ethis
dan sadar norma. Kesadaran aku yang menjadi watak das ich ini lebih bersifat
sosial bila dibandingkan dengan das es yang egoistis; tetapi das ich ini belum
ethis bila dibandingkan dengan das uber ich. Karena itu bagian jiwa yang disebut
das ich ini dapat disamakan sebagai aspek sosial kepribadian manusia.
c. Bagian atas atau das Uber Ich (superego)
Bagian ini merupaan bagian jiwa yang paling tinggi (atas) letaknya. Demikian
pula sifatnya, paling sadar norma, paling luhur. Bagian ini ialah yang lazim
disamakan dengan budinurani (consciencia, gewesen). Bagian jiwa yang disebut
superego ini tidak hanya menyadari realita sosial, melainkan juga mengerti dan
mendukung norma-norma sosial. Yakni nilai-nilai yang berlaku di dalam antar
hubungan dan antar aksi dimana setiap pribadi menjadi warga suatu masyarakat.
Setiap motif, cita-cita dan tindakan das uber ich selalu didasarkan atas asas-
asas normative itu. Superego atau das uber ich ini selalu menjunjung tinggi
nilai-nilai, baik nilai etika, maupun nilai-nilai religious. Ia bersikap loyal kepada
nilai-nilai , bahkan ia membuka diri akan nilai-nilai dalam arti telah menjadi
wataknya untuk sadar nilai. Dengan demikian superego adalah bagian dari jiwa
yang paling sadar terhadap makna kebudayaan, membudaya dalam arti erutama
sadar nilai-nilai moral. Watak superego ialah susila. Dan jiwa arti susila atau
ethis itu merupakan terminologis ilmiah dan filosofis, maka dapat juga
ditafsirkan bahwa superego itu sadar nilai-nilai religious dalam arti keagamaan.
Dengan demikian adalah sudah watak kodrati atau secara apriori kepribadian
mansuia itu bersifat luhur (suci, ethis, religious). Inilah aspek asusila
kepribadian manusia ditinjau dari struktur kejiwaannya.
Berdasarkan analisis atas struktur jiwa manusia atau kepribadian itu nyatalah
bahwa tingkahlaku manusia bersumber dan ditentukan oleh ketiga bagian
tersebut. Setiap motif, cita-cita dan tingkahlaku manusia bersumber atas
dorongan-dorongan asasi ketiga bagian jiwa itu. Oleh sebabitu pengertian kita,
istimewa pendidikan, wajib diperdalam untuk lebih memahami tingkah laku atau
watak seseorang.
Secara khusus untuk tujuan-tujuan pendidikan, memahami hakekat manusia,
kepribadian, berarti mengerti kepentingan-kepentingan individu, minat cita-cita,
potensi dan identitas pribadi. Pengertian itu merupakan dasar bagai efektifnya
28
susah” atau “aku hendak bergembira, sepuluh menit saja”, atau menganjurkan orang yang
sedang sedih dan atau menangis untuk “jangan susah, jangan menangis” atau
menganjurkan kepada kawan kawannya “kawan kawan marilah kita bersedih hati, lima
menit saja” demikian seterusnya. Itu semua tidak mungkin. Dalam hal perasaan kita semata
mata pasif, tahu-tahu kita sudah senang sedih atau gembira., cinta atau benci begitu
seterusnya. Apabila dengan angan-angan atau fikiran (seperti tersebut di muka), kita dapat
memperoleh ketetapan tentang kebenaran atau kesalahan maka dengan kesaktian rasa
dalam jiwa kita , kita dapat memperoleh ketentuan tentang apa yang baik dan apa yang
jelek. Yaitu baik atau jelek bagi kita masing-masing. Kalau dalam soal fikiran kita dapat
melakukan perdebatan dalam kemungkinan kelaknya dalam mencapai ketetapan atau
keputusan bersama maka dalam soal perasaan tidak mungkin kita berdebat-debatan dalam
mencapai kesatuan rasa. Kebenaran atau kesalahan dapat ditetapkan, diperlihatkan, atau di
buktikan. Sebaliknya dalam hal kebaikan dan kejelekan tiap-tiap orang mempunyai
konsepsi atau penerimaan sendiri-sndiri. Kalau kita minum teh yang kental kita boleh
diperdebatkan dan kemudian ditetapkan apakah teh tadi berwarna merah atau kuning tua
(dengan memakai skala warna) akan tetapi teh tadi kurang manis atau terlampau manis, hal
itu kita masing masing mempunyai rasa sendiri-sendiri yang mungkin berlainan. Rasa
jasmani (panca indera) dalam hal ini sama keadaanya dengan rasa batin.
Sekarang tentang adanya kemauan, kesaktian jiwa manusia yang ketiga. Kemauan
atau karsa selalu timbul disamping dan seakan akan sebagai hasil buah fikiran dan
perasaan. Sebenarnya kemauan itu menjadi lanjutan daripada hawa nafsu kodrati yang ada
didalam jiwa manusia namun sudah dipertimbangkan oleh pikiran dan diperhalus oleh
perasaan, hingga tak lagi bersifat “instincten” yang mentah ataupun dorongan dorongan
kasar yang rendah. Kemauan adalah permulaan segala perbuatan dan tindakan yang pasti
dan tertentu daripada manusia yang berbudi. Sebenarnya bersatunya fikiran dan perasaan,
dan kemauan itulah yang merupakan budi manusia. Ketiga tiganya kesaktian tadi adalah
syarat-syarat mutlak untuk mewujudkan manusia susila atau makhluk yang berbudi dan
beradab.
C. Masalah Rohani dan Jasmani
Meskipun pendekatan secara elementer ini bukan tujuan penyelidikan dan
pengertian yang ideal yang hendak kita anut. Namun sebagai bahan perbandingan
untuk memperkaya pemahaman kita atas manusia, ada baiknya kita ikuti uraian
pokok-pokok pikiran masing-masing aliran.
1. Aliran Monisme
30
yang berpusat pada central nervos system, yakni “mind”. Tetapi “ mind ”
disini lebih mendekati makna pusat susunan syaraf yang bersifat neurologis,
dan bukan psikis. Sebagai penutup pandangan materialism ini, kami kutip
uraian Brubacher :
Teori ini tak hanya bersifat materialistis, melainkan juga mekanistis. Belajar
terutama adalah masalah proses menganalisis suatu keseluruhan (totalitas)
menjadi bagian-bagian; dan proses menyusun atau membentuk hubungan
antara stimulus dengan response. Terbentuknya hubungan-hubungan
tersebut, terbinanya kebiasaan-kebiasaan, umumnya semata-mata karena
pengulangan-pengulangan.
b. Faham Idealisme
Termasuk di dalam faham atau aliran monisme yang kedua ini ialah
idealisme, spirirualisme, rasionalisme. Bagi penganut aliran ini maka fungsi
mental ialah apa yang nampak dalam tingkah laku; karena itu jasmani atau
tubuh (materi, zat) merupakan alat jiwa untuk melaksanakan tujuan,
keinginan dan dorongan jiwa (rohani, spirit, rasio) manusia.
Karena itu hakekat manusia adalah suatu kesemestaan yang merupakan asasi
manusia ialah jiwanya, yakni mind. Mind ini sesungguhnya suatu entity, suatu
wujud, yang mampu menyadari dunianya, bahkan seabagai pendorong dan
pengerak semua tingkah laku manusia. Faham idealism ini meliputi variasi -
variasi : rasionalisme, mereka yang memandang mind sebagai satu entity,
juga yang berpendapat bahwa mind itu suatu non-entity. Juga mereka yang
menganut bahwa jiwa itu ialah suatu aktivitas kesadaran. Akhirnya,
termasuk pula mereka yang berpendapat bahwa jiwa ialah “ The power to
understand things in term of the use made of them ” (5:51) artinya
kemampuan untuk mengerti segala sesuatu yang berkenaan dengan
penggunaan segala sesuatu tersebut.
Jiwa ialah asas primer yang menggerakkan semua aktivitas manusia;
sedangkan jasmani tanpa jiwa akan tiada berdaya sama sekali.
Oleh sebab itu pendidikan harus dilaksanakan berdasarkan kodrat dan
kebutuhan asas rohaniah, terutama untuk membina rasio, perasaan,
kemauan dan spirit manusia. Pendidikan, proses dan isinya harus mengarah
kepada pembinaan potensi rohaniah itu. Sebab asas rohaniah adalah
sumber potensi bagi semua kreasi manusia yang tercermin di dalam
kebudayaan. Kepribadian manusia terutama ditentukan oleh potensi
rohaniah yang dimilikinya, misalnya intelegensi. Pendidikan bukanlah
32
2. Aliran Dualisme
Aliran ini melihat realita semesta sebagai sintesa kedua kategori animate dan
inanimate, makhluk hidup dan benda mati. Demikian pula manusia merupakan
kesatuan rohani dan jasmani, jiwa dan raga. Penganut aliran ini tidak
mempertentangkan realita benda mati disatu pihak, dengan makhluk hidup di
lain pihak. Adalah memang sudah kodrat alam bahwa realita benda (zat
materi) berbeda dengan asas non-materiil, yang rohaniah. Misalnya ada
persoalan : dimana letaknya mind (jiwa, rasio) dalam pribadi manusia. Mungkin
jawaban umum akan menyatakan bahwa rasio itu terltak pada otak. Akan tetapi
timbul problem, bagaimana mungkin suatu immaterial entity ( sesuatu yang
non-materiil) yang tiada membutuhkan ruang, dapat ditempatkan di dalam
sesuatu yang meteriil ( tubuh, jasmani ) yang berada di dalam ruang, wadah
tertentu. Problem lebih lanjut ialah : bagaimana sesuatu yang non-materiil
seperti rasio, pikiran dapat melaukan antaraksi dengan suatu yang materiil
seperti jasmaniah. Usaha pengertian tentang sintesa atau kesatuan rohani-
jasmaniah tidaklah untuk menjawab bagaimana proses kesatuan itu terjadi.
Pengertian tentang kesatuan itu terutama untuk menyadari, bahwa pribadi
manusia justru bukanlah sesuatu realita yang sederhana sebagaimana realita
lainnya di dalam alam semesta ini. Pribadi manusia adalah satu totalitas, sebagai
satu individu dengan kepribadian yang unik, baik sebagai umat manusia
keseluruhan dan maupun sebagai satu pribadi.
Pandangan aliran dualisme atau realisme ini secara umum mengakui adanya
potensi hereditas di samping realita lingkungan sebagai faktor luar.
Keduanya adalah satu realita yang sungguh-sugguh ada, yang dapat
dimengerti tiap manusia. Keduanya menentukan kepribadian. Penganut aliran
teori dualistis ini melaksanakan prinsip psikologi pendidikan yang meliputi :
Asas rasional sebagai fenomena mental, atau fungsi dan aktivitas mental.
Asas dinamis sebagai fenomena phisik, yakni aktivitas, gerak dan tingkah
laku jasmaniah.
33
Bagi aliran ini pendidikan adalah masalah latihan jiwa (mind) yakni daya-daya
jiwa. Meskipun demikian, jasmani tetap mengambil peranan aktif yang
penting dalam semua aktivitas. Dengan demikian semua aktivitas manusia
merupakan hasil kerjasama asas rohaniah dan asas jasmaniah.
Perbedaan-perbedaan antara lain aliran-aliran tersebut nampaknya amat
prinsipil. Akan tetapi kaena semuanya berusaha untuk mencari pengertian
tentang hakekat manusia itu demi tujuan pembinaan manusia itu sendiri, maka
sebagian dari mereka berusaha pula mensintesakan semua pokok-pokok ajaran
masing-masing aliran untuk tujuan pendidikan. Pikiran demikian tersimpul
dalam uraian Brubacher :
Beberapa penganut aliran realisme dan naturalis mengakui bahwa pandangan-
pandangan materialisme dan mekanisme merupakan satu-satunya jalan untuk
mengakhiri kebingungan dan perpecahan pendapat antara mereka. Kodrat atau
hakekat manusia akan tetap tinggal sebagai satu teka-teki jika manusia berpikir
atas pandangan-pandangan mentalistis, yakni ingin mengerti manusia semata-
mata melalui pernyataan-pernyataan jiwa, kesadaran dan sejenisnya. Bagi
mereka jalan satu-satunya untuk kejelasan tentang kodrat hakekat manusia
ialah melalui pandangan yang menempatkan manusia sebagai bagian dan
lanjutan daripada alam phisis. Dengan demikian pemahaman atas manusia,
melalui hukum-hukum yang berlaku dalam ilmu pengetahuan alam.
34
BAB III
PANDANGAN ANTHROPOLOGI METAFISIKA
Manusia yang mempunyai potensi-potensi lahir batin, cipta, rasa dan karsa dapat
menghasilkan karya dan prestasi tertentu. Karya dan prestasi tersebut dapat terjadi karena
faktor-faktor subjektif (cinta dan pengabdian, bahkan karena alasan-alasan moral-
tanggungjawab), kewajiban, harga diri dan nilai-nilai tertentu.
Anthropologia metafisika berkesimpulan bahwa hakekat manusia merupakan integritas
kesadaran-kesadaran :
Manusia sebagai makhluk individu
Manusia sebagai makhluk sosial, dan
Manusia sebagai mekhluk susila.
Inilah dimensi kesadaran manusia; atau ketiga kesadaran ini merupakan esensia martabat
manusia (the essense of human dignity). Pandangan anthroplogia metafisika di atas dapat
kita jelaskan secara ringkas sebagai berikut :
A. Manusia sebagai makhluk individu (individual being)
Kesadaran manusia akan diri sendiri merupakan perwujudan individualitas manusia.
Kesadaran diri sendiri yang dimulai dengan kesadaran adanya pribadi diantara segala
realitas adalah pangkal segala kesdaran terhadap segala sesuatu. Dengan bahasa
filsafat dinyatakan self-existence ini mencakup pengertian yang amat luas, terutama
meliputi : kesadaran adanya diri di antara semua realita, self respect, self-narcisme,
egoisme, martabat kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan pribadi lain,
khususnya kesadaran akan potensi-potensi pribadi yang menjadi dasar bagi self –
realisasi.
Manusia sebagai individu, sebagai pribadi adalah satu kenyataan yang paling riel dalam
kesadaran manusia. Malahan ada kecenderungan bahwa manusia menganggap pusat
orientasi, melalui intropeksi dan proyeksi ( istilah dalam ilmu jiwa ) adalah dirinya
sendiri sebagai subyek. Orientasi berpikir demikian malahan diakui oleh filsafat
Existensialisme, dan anthropocentrisme secara tak langsung.
Makin manusia sadar akan diri sendiri sesungguhnya makin sadar manusia akan
kesemestaan, karena posisi manusia adalah bagian yang tak terpisahkann dari semesta.
Antar hubungan dan antar aksi pribadi itulah pula yang melahirkan konsekuensi-
35
konsekuensi seperti hak (asasi) dan kewajiban, norma-norma moral, nilai-nilai sosial,
bahkan juga nilai-nilai supernatural berfungsi untuk menusia.
Dengan demikian kesadaran manusia sebagai pribadi merupakan kesadaran yang
paling dalam, sumber kesadaran subyek yang melahirkan kesadaran yang lain.
Makna individualitas menurut Allport, menunjukkan wujud berdiri sendiri dan sifat
otonom serta sifat unik (uniqueness) tiap pribadi (personality). Dan makna personality
ialah bagaimana manusia itu dalam antar hubungan dan antar aksi dengan
lingkungannya. Personality juga berarti keseluruhan sifat dan keseluruhan phase
perkembangan manusia.
Yang dimaksud oleh kesimpulan pertama anthropologia metafisika manusia sebagai
makhluk individu, dapat kita tafsirkan sebagai meliputi kedua makna tersebut. Manusia
dengan self-existence dan self-consciousness menyadari dirinya sebagai real-self,
sebagaimana adanya; bahkan juga sebagaimana idealnya, (keinginan dan cita-citanya),
yang mendorong perkembangan manusia.
B. Manusia sebagai makhluk sosial (Social Being)
Perwujudan manusia sebagai makhluk sosial terutama nampak dalam kenyataan bahwa
tak pernah ada manusia yang mampu hidup (lahir dan proses dibesarkan) tanpa bantuan
orang lain. Orang lain dimaksud paling sedikit ialah orang tuanya, keluarganya sendiri.
Realita ini menunjukkan bahwa manusia hidup dalam kondisi interdependensi, dalam
antar hubungan dan antaraksi. Di dalam kehidupan manusia selanjutnya, selalu ia hidup
sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga masyarakat, warga negara, warga suatu
kelompok kebudayaan, warga suatu aliran kepercayaan, warga suatu ideologi politik dan
sebagainya.
Manusia sebagai makhluk sosial di samping berarti bahwa manusia hidup bersama
(Gemeinschafts, kebersamaan), maka sifat interdependensi itu merupakan watak inherent
kesadaran sosial. Sebab, manusia tidak hanya interdependensi dalam arti materiil-
ekonomis demi kebutuhan-kebutuhan biologis jasmaniah. Melainkan lebih-lebih
mengandung makna psikologis, yakni dorongan-dorongan cinta dan dicintai, dimana
kebahagiaan terutama terletak dalam kepuasan rohani ini.
Hidup bersama dalam antar hubungan, antaraksi, interdependensi itu mengandung pula
konsekuensi-konsekuensi sosial baik dalam arti positif maupun negatif. Ideal dalam hidup
bersama itu ialah keadaan harmonis, rukun dan sejahtera. Tetapi dapat pula segi-segi
negatif antar hubungan dan antaraksi ituterjadi dalam kehidupan sosial. Keadaan positif
dan negatif ini adalah perwujudan daripada nilai-nilai dan sekaligus watak individualitas
manusia. Proses disharmoni terjadi hanyalah sebagai akibat pergeseran-pergeseran yang
36
tajam dan bahkan mungkin pertentangan-pertentangan yang terjadi di dalam proses antar
hubungan dan antaraksi sosial karena sifat-sifat individualitas manusia. Menyadari hal ini
secara mendalam oleh tiap-tiap pribadi dapat menghindarkan disharmoni itu. Tiap
individu harus rela mengorbankan sebagian daripada hak individualitasnya demi
kepentingan bersama. Kesadaran demikian adalah prasyarat bagi hidup bersama.
Kehidupan individu di dalam antar hubungan sosial memang tidak usah kehilangan
identitasnya. Sebab kehidupan sosial adalah realita sama riilnya dengan kehidupan
individu itu sendiri.
Urgensi kedua-duanya harus dimengerti dalam proporsi masing-masing. Kehidupan
sosial adalah realita dimana individu tiada menonjolkan identitasnya, malahan sebaliknya
tenggelam dalam kebersamaan. Yang nampak sebagai perwujudan kebersamaan ialah
identitas sosial, dengan sifat pluralistis.
Akan tetapi, meskipun demikian tidaklah berarti individu sudah lenyap, lebur di dalam
identitas sosial itu. Realita sosial kebersamaan itu tidak hanya terbentuk oleh individu-
individu. Bahkan integritas sosial itu akan goyah bilamana hak-hak individu diperkosa.
Individualitas manusia bukanlah bertentangan dengan wujud sosialitas manusia.
Melainkan individualitas itu dalam perkembangan selanjutnya akan mencapai kesadaran
sosialitas. Tiap manusia sadar akan kebutuhan hidup bersama segera setelah masa kanak-
kanak yang egosentris berakhir.
Essensia manusia sebagai makhluk sosial ialah adanya kesadaran manusia tentang status
dan posisi dirinya dalam kehidupan bersama dan bagaimana tanggung jawab dan
kewajibannya di dalam kebersamaan itu. Adanya kesadaran interdependensi dan saling
membutuhkan serta dorongan-dorongan untuk mengabdi sesamanya adalah asas sosialitas
itu.
C. Manusia sebagai makhluk susila (moral being)
Asas pandangan bahwa manusia sebagai makluk susila bersumber pada kepercayaan
bahwa budi nurani manusia secara apriori adalah sadar nilai dan pengabdi norma-norma.
Pendirian ini sesuai pula bila kita lihat pada analisa ilmu jiwa-dalam tentang struktur jiwa
(das Es, dan Ich dan das Uber Ich). Struktur jiwa yang disebut das Uber Ich yang sadar
nilai-nilai essensia manusia sebagai makhluk susila. Kesadaran susila (sense of morality)
tak dapat dipisahkan dengan realitas sosial, sebab, justru adanya nilai-nilai, efektifitas
nilai-nilai, berfungsinya nilai-nilai hanyalah di dalam kehidupan sosial. Artinya
kesusilaan atau moralitas adalah fungsi sosial. Tiap hubungan sosial mengandung
hubungan moral. Atau dengan kata-kata “Tiada hubungan susila tanpa hubungan sosial”.
37
Hubungan sosial harus diartikan dalam makna yang luas dan hakiki. Yakni hubungan
sosial-horizontal, ialah hubungan sesama antar manusia. Dan hubungan sosial-vertikal
yaitu hubungan pribadi dengan Tuhan. Hubungan sosial-vertikal ini bersifat
transcendental, hubungan rohaniah pribadi. Akan tetapi kedua antar hubungan sosial
tersebut sama-sama riil di dalam kehidupan manusia, keduanya pasti dialami semua
manusia. Hubungan sosial-vertikal sering disebut hubungan religious yang dianggap
hubungan pribadi dan bersifat perseorangan bukan masalah sosial.
Hubungan sosial-horizontal ialah hubungan sosial dalam arti biasa, maksimal ialah pada
taraf ethis atau kesusilaan (ethika, nilai-nilai filsafat, adat istiadat, hukum). Tetapi yang
jelas semua nilai-nilai itu, atau prinsip pembinaan kesadaran asas normatif itu menjadi
kewajiban utama pendidikan. Asas kesadaran nilai, asas moralitas adalah dasar
fundamental yang membedakan hidup manusia daripada hidup makhluk-makhluk
alamiah yang lain. Rasio dan budi nurani menjadi dasar adanya kesadaran moral itu. Dan
bila moralitas ditafsirkan meliputi nilai-nilai religius, maka rasio, budi nurani akan
dilengkapi pula dengan kesadaran-kesadaran supernatural yang superrasional.
Ketiga essensia tersebut di atas sebagai satu integritas adalah kodrat manusia secara
potensial. Artinya oleh kondisi-kondisi lingkungan hidup manusia potensi-potensi
tersebut dapat berkembang menjadi realita (akualisasi) atau sebaliknya tidak terlaksana.
Inilah sebabnya ada kriteria di dalam masyarakat antara pribadi yang baik, yang ideal;
dengan pribadi yang dianggap buruk a-susila, tingkah laku yang tidak dikehendaki.
BAB IV
KEBUDAYAAN SEBAGAI ISI PENDIDIKAN
Sepanjang sejarah tiap masyarakat, tiap bangsa berada di dalam proses perkembangan
kebudayaan, baik dalam arti menerima warisan-sosial dari generasi sebelumnya maupun
38
mengembangkannya, menciptakan yang baru. Bahkan tidak mustahil pula membuang unsur
kebudayaan lama yang tidak sesuai dengna kemajuan berfikir atau kebutuhan zamannya.
Manusia sebagai makhluk budaya secara alamiah (kodrat) dengan potensi kemanusiaannya itu
hidup di dalam alam-budaya secara kontinue. Manusia tak terpisahkan dengan kebudayaan,
karena kebudayaan inilah yang membedakan secara prinsipil tata kehidupan manusia daripada
kehidupan alamiah makhluk lainnya.
Manusia sebagai subyek di dalam alam semesta, bahkan menikmati semesta ini karena
potensi manusia yang melahirkan kebudayaan. Sepanjang sejarah ada manusia, generasi demi
generasi, tidak saja sebagai proses regenerasi subyek (manusia), melainkan juga sebaga suatu
proses estafet, pengoveran kebudayaan secara terus-menerus. Lembaga yang paling efekti
melaksanakan fungsi tersebut terutama pendidikan. Karena itu kebudayaan dan pendidikan
adalah aspek-aspek kehidupan manusia yang tak terpisahkan.
pendidikan mewariskan semua aspek kebudayaan kepada manusia dalam waktu yang
relatif terbatas ?
Pendidikan, terutama pendidikan tinggi memusatkan program aktivitasnya
pada pengoperan, pengembangan atau pembinaan ilmu dan research (penelitian). Atau
di negara Indonesia tersimpul dalam tridharma perguruan tinggi : pendidikan,
pengajaran, penelitian, pengembangan, dan pengabdian pada masyarakat.
Wujud kebudayaan menjadi isi (curriculum) pendidikan dikenal sebagai ilmu
pengetahuan (knowledge). Karena luasnya scope kebudayaan dibandingkan dengan
keterbatasan waktu, fasilitas dan tenaga pendidikan, maka demi suksesnya fungsi
pendidikan harus ada ketetapan unsur kebudayaan apa yang urgen dididikkan.
Program pendidikan dibatasi oleh tujuan yang hendak dicapai sebagai target.
Demikian pula kemampuan dan minat individual, membatasi bidang apa yang hendak
dipilih seseorang sebagai lapangan pendidikannya. Faktor-faktor inilah yang
melahirkan bidang-bidang atau jurusan-jurusan pendidikan atau keahlian seseorang.
Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas berkembanglah apa yang dikenal sebagai ilmu
pengetahuan.
Pengertian knowledge (Ilmu Pengetahuan) di atas ialah meliputi semua ilmu,
apakah ilmu social, ilmu eksakta, ilmu filsafat, dan sebagainya. Sedangkan istilah
science (kadang-kadang diartikan ilmu pnegetahuan juga), telah mempunyai arti ilmu
tertentu, sebagai dijelaskan oleh “American Peoples Encyclopedia” sebagai berikut :
…..apa yang disebut science modern terdiri atas beberapa cabang ilmu
pengetahuan, tiap cabang mempunyai suatu kelompok obyek atau dengan
obyek khusus, yang semua itu dapat dikategorikan dalam tiga bidang utama
penyelidikan : matematika, ilmu alam, dan ilmu biologi.
Dewasa ini istilah science dipakai dalam arti ketiga bidang pokok diatas.
Sedangkan socal-science para ahli berbeda pendapat tentang scope dan maksudnya.
Ada ahli lain yang berpendapat bahwa social-science meliputi : sejarah, jurisprudence,
linguistik dan filsafat. Ada pula ahli lain yang menganggap social-science itu :
anthropologi-budaya, psikologi social, ekonomi, geografi (khususnya demography),
ilmu politik, hukum internasional, ilmu perbandingan agama, archeology, business
administration, public administration, sociology dan sebagaimya (28 : 17 – 068).
Ada baiknya jika tetapkan, bahwa social-science ialah ilmu-ilmu selain yang
tersimpul di dalam ilmu-ilmu eksakta.
C. KURIKULUM (CURRICULUM)
Kurikulum atau secara sederhana kita sebut isi pendidikan adalah “jalan”
terdekat untuk sampai pada tujuan pendidikan. Sebaliknya, tanpa isi pendidikan, tanpa
41
kurikulum tidak ada proses pendidikan dan pengajaran. Dengan perkataan lain, tiada
pendidikan tanpa kurikulum. Karena itu kurikulum adalah bagian yang amat penting di
dalam pendidikan.
Brubacher menguraikan kurikulum sebagai berikut :
Dengan tujuan atau arah proses pendidikan yang ditetapkan, langkah
selanjutnya sudah jelas yaitu cara-cara dan alat-alat untuk mencapai tujuan
tersebut. Di antara semua itu maka kurikulum meminta perhatian pertama.
Sesuai dengan asal pengertiannya, menurut bahasa Latin, kurikulum ialah suatu
“landasan terbang”, suatu arah yang dilalui seseorang untuk mencapai tujuan,
seperti di dalam suatu pelombaan. Bentuk pelajaran ini dimasukkan di dalam
istilah pendidikan sebagai kurikulum, atau kadang-kadang disebut bahan
pelajaran. Apapun namanya, namun kurikulum itu menggambarkan landasan di
atas maka murid dan guru berjalan mencapai tujuan pendidikan.
Nyatalah bahwa menetapkan kurikulum harus berorientasi kepada tujuan
pendidikan yang hendak dicapai.
Meskipun ilmu pengetahuan sebagai bagian dari kebudayaan yang harus menjadi
kurikulum pendidikan, namun keterbatasan waktu dan fasilitas untuk suatu tingkat
pendidikan maka harus ada skala prioritas.
Hubungan antara tujuan pendidikan dan kurikulum ialah hubungan antara tujuan
dan isi pendidikan. Suatu tujuan baru akan tercapai bila isi pendidikan tepat, relevan.
Dengan perkataan lain, hanya hanya isi yang tepat, kurikulum yang tepat yang akan
mengantarkan pendidikan mencapai tujuannya. Dalam hubungan demikian berarti pula
tujuan akan menentukan isi atau kurikulum pendidikan. Atau menurut Brubacher
hubungan kurikulum dengan tujuan pendidikan dilukiskan sebagai berikut :
Kurikulum sedemikian tergantung kepada tujuan pendidikan, dan sangat
mengejutkan bila kita akan mengetahui bahwa mempelajari kurikulum pada
hakekatnya sama dengan mencapai tujuan pendidikan itu. Dalam kenyataannya,
sedemikian erat hubungan antara tujuan pendidikan dan kurikulum, sehingga
dapat dikatakan bahwa kurikulum tak lain daripada tujuan pendidikan atau nilai-
nilai yang termaktub dalam bentuk yang luas.
Oleh karena itu kurikulum merupakan isi dan jalan untuk mencapai tujuan
pendidikan, maka sesungguhnya kurikulum yang menyangkut masalah-masalah : nilai,
ilmu, teori, skill, praktek, pembinaan sikap mental dan sebagainya. Ini berarti
kurikulum harus mengandung isi-pengalaman yang kaya demi realisasi tujuan.
Dengan perkataan lain, kurikulum harus kaya dengan pengalaman-pengalaman yang
bersifat membina kepribadian.
42
Kebudayaan disamping sebagai kreasi dalam arti ciptaan manusia (umat manusia
sepanjang sejarah), terutama adala karya, prestasai dan achievement seorang pribadi
yang sedikit banyak terdidik. Pendidikan mempunyai fungsi rangkap untuk
kebudayaan :
- Menciptakan yang belum ada melalui pembinaan manusia yang kreatif
- Mengoperkan kebudayaan (yang sudah ada) kepda generasi demi generasi dalam
rangka proses sosialisasi pribadi manusia.
BAB V
(kekuatan batin, karakter, pikiran (intellect) dan tubuh anak (Ki Hadjar Dewantara, 2011 :
14). Selanjutnya Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa mendidik anak tidak boleh
dipisahkan dengan dunia anak, hal ini dimaksudkan agar pendidik dapat memajukan
kesempurnaan hidup anak didik. Pendidikan ialah pemeliharaan dengan sebesar perhatian
untuk mendapatkan tumbuhnya hidup anak lahir, batin menurut kodratnya sendiri. Dasar
pendidikan yang mendasarkan pada kodrat anak berarti bahwa nilai-nilai budaya bangsa
sendiri harus digunakan untuk membentuk watak dan kepribadian anak didik. Pendidikan
yang menggunakan budaya bangsa sendiri akan membawa anak didik tidak terasing
teraleniasi) dari budaya bangsanya dan akan peka terhadap aspirasi dan penderitaan
rakyatnya.
45
Mendirikan perguruan bagi anak-anak bukan hanya berarti membangun masyarakat dan
budaya bangsa, tetapi juga mewujudkan sistem pendidikan nasional. (30 Tahun Taman
Siswa, 1981: 17). Untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan Ki Hadjar Dewantara
dalam keluarga, akan menempatkan orang tua sebagai guru atau pemimpin laku
Henrich Pestalozzi yaitu Bapak Sistem Sekolah Modern pada zaman pertengahan,
yang baik dan perlu ditiru harus disesuaikan dengan kodrat alam dan pendidikan
yang sangat penting karena di alam sekolah ini anak didik harus menguasai ilmu
46
konsep pendidikan atau sistem pendidikan yang disebut sistem among. Sistem
menggerakkan kekuatan lahir batin anak, agar dapat memiliki pribadi yang
sistem Tutwuri Handayani. Dalam sistem Tutwuri Handayani ini maka setiap pamong
Tutwuri Handayani, ing madya mangun karsa dan ing ngarsa sung tulodho (Ki
Suratman, 1990 : 8). Sistem among merupakan sistem pendidikan yang merupakan
kesatuan organis sebagai gagasan, cara usaha dan ikhtiar untuk mewujudkan tujuan
pendidikan yang meliputi filsafat, dasar, tujuan pendidikan, peralatan metoda (cara
penyajian, suasana, guru dan murid) jadi dalam sistem among meliputi segala
kegiatan dalam perguruan secara menyeluruh sedang metode merupakan salah satu
pemuda. Tetapi para ketua pemuda perlu bertindak jika ada bahaya yang tidak dapat
dan memasukkan kebudayaan dalam diri anak. Proses pendidikan kebudayaan inilah
2 Trilogi Kepemimpinan
membimbing atau membina dari belakang, tidak boleh hanya mendikte. Pendidikan
kepemimpinan ini diberlakukan sampai dengan tingkat Taman Muda (Sekolah Dasar). Ing
madya mangun karso mengandung pengertian seorang guru atau pamong dapat
Ing ngarsa sung tulodho yang mengandung pengertian seorang guru atau pamong
wajib menjadi suri tauladan bagi siswa dalam kegiatan belajar mengajar (Dwiarso, 2012:
5).
karakter pemimpin yang ideal di masa depan untuk anak-anak didik. Karena anak-anak
3. Tri Na
diri anak ke dalam kebudayaan mulai sejak dini yaitu Taman Indria (balita). Konsep
belajar ini adalah Tri No yaitu nonton, niteni dan nirokke. Nonton (cognitive), nonton
48
disini adalah secara pasif dengan segenap pancaindera. Nonton dalam arti mengindrai
tingkah laku guru, baik guru formal, informal maupun non formal. Niteni (afectif) adalah
menandai, mempelajari, mencermati apa yang ditangkap panca indera dan nirokke
anak (Dwiarso, 2012 : 1). Tri Na dalam arti nonton, niteni dan nambahi berlaku bagi
4. Tri Nga
Bila anak didik sudah menginjak pada pendidikan Taman Muda (Sekolah Dasar),
Dewantara adalah Ngerti, Ngroso lan Nglakoni Tri Nga) Model pendidikan ini
dimaksudkan supaya anak tidak hanya dididik intelektualnya saja (cognitive) istilah Ki
Hadjar Dewantara ngerti) melainkan harus ada keseimbangan dengan ngroso (afektif)
serta nglakoni (psycomotoric). Jadi anak diharapkan setelah menjalani proses belajar
mengajar dapat mengerti dengan akalnya memahami dengan perasaannya dan dapat
masyarakat.
5. Tri Pantangan
Manusia yang dimaksud adalah manusia yang bermoral Taman Siswa yaitu mampu
Penyalahgunaan kewenangan atau kekuasaan ini antara lain tindakan kolusi dan
nepotisme yaitu mengutamakan kerabat terdekat untuk mendapat fasilitas tertentu dari
tanpa sanksi yang berarti. Tindakan lain misalnya membuat kebajikan yang semata-
sendiri dengan mengambil uang organisasi atau menerima suap dari orang lain
keuangan.
mengatur dan mengendalikan nafsu hewani. Contoh pelanggaran semacam ini misalnya
perselingkuhan
6. Trikon
melalui petunjuk “Trikon” yaitu kontinyu dengan alam masyarakat Indonesia sendiri.
Artinya secara kontinyu kebudayaan harus diestafetkan atau diberikan kepada generasi
penerus secara terus menerus. Tetapi juga konvergen dengan budaya luar. Artinya
penerima nilai-nilai budaya dari luar, dengan selektif dan adaptatif dan akhirnya
bersatu dengan alam universal, dalam persatuan yang konsentris yaitu bersatu namun
adalah kebudayaan yang maju tetapi tetap berkepribadian Indonesia ( Dewantara, 1994 :
371).
7. Tri Hayu
Konsep pengembangan kebudayaan Ki Hadjar Dewantara dikenal dengan Konsep Tri
Hayu yang terdiri dari memayu hayuning sarira, memayu hayuning bangsa, dan memayu
hendaknya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, bermanfaat bagi bangsa, dan
50
menguntungkan dirinya saja maka akan terjadi sesuatu yang sangat individualistik.
a. Memayu Hayuning Sarira
Manusia harus mampu memanfaatkan dan mengatur alam semesta dengan proses
yang berkelanjutan dan tidak dengan cara serta merta. Manusia terlebih dahulu harus
norma yang berlaku serta ajaran agama yang dianutnya, mencari jati dirinya untuk
nafsunya manusia akan menuju pada tingkatan langkah berikutnya yaitu bagaimana
dengan baik. Pada tahapan yang lebih luas, keluarga akan menjadi anggota
Masyarakat yang baik, tangguh dan berkwalitas akan mempunyai peran yang
alam. Manusia harus sadar bahwa keberadaan setiap individu dalam tatanan alam
raya ini tidaklah berdiri sendiri. Mereka memiliki kaitan yang erat dengan seluruh
komponen alam yang saling bergantung dalam struktur yang rapi dan bertingkat.
Falsafah tepa selira akan menciptakan lingkungan yang sejuk dan harmonis.
Jadi, Ki Hadjar Dewantara melalui Tri Hayu telah mengajarkan pendidikan yang
bersifat universal.
Ki Hajar Dewantara mengatakan antara pendidikan dan pengajaran itulah laku yang
semata-mata bersifat “ kulturil ”. Jadi orang harus memahami arti perkataan “ kultur”
Pengertian kultur atau kebudayaan atau kultur manusia adalah semua benda buatan
manusia, baik benda batin maupun benda lahir yang dapat timbul karena kemasakan budi
manusia. Sedang pekerjaan kulturil yaitu semua usaha untuk mempertinggi derajat
kemanusiaan, sedang pokoknya adalah budi manusia (veredelen).
Menurut Ki Hajar Dewantara cita-cita kulturil yang penting agar anak-anak kita lekas
pandai menulis, pandai berhitung, pandai menggambar, pandai berpikir, agar mereka
menjadi orang yang berbudi, menjadi manusia yang baik, yang luhur, yang dapat
bermanfaat bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakatnya demikian seterusnya.
Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan kulturil yaitu kemajuan rokhani dan jasmani
anak-anak kita caranya dengan memelihara, memajukan hidupnya, memperbaiki jenisnya
serta memperbesar faedah dari hidupnya terhadap anak-anak kita.
1) Yang mengenai moril atau kebatinan yakni agama, hidupnya rakyat di dalam
negeri, aturan perikehidupan sosial, adat istiadat karena yang bisa menimbulkan
tertib dan damai.
2) Yang mengenai kemajuan, angan-angan yaitu : pengajaran bahasa, kesusasteraan
dan pengetahuan lainnya.
3) Yang mengenai kepandaian atau kecakapan manusia yaitu bercocok tanam,
pekerjaan tangan, industri, perdagangan, pelajaran kesenian dll.
Jadi jelaslah disini bahwa maksud dari kultur yaitu berdaya upaya untuk memperbaiki
segala dasar-dasar kebatinan (bakat) segala kekuasaan atau kepandaian dan segala
kekuatan yang ada dalam hidup manusia, perbaikan yang dimaksud harus harmonis
(patut, runtut, laras) dan sempurna, matang, dan masak ( Ki Hajar Dewantara, 2011 :
318-324).
C. Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
1. Konsep Kihadjar Dewantara Tentang Pendidikan
a. Konsep Ki Hadjar Dewantara tentang Tri pusat pendidikan yaitu Pendidikan
Pendidikan sekolah menggunakan sistem among yaitu bahwa sistem among yang
baiknya.
2. Kemerdekaan sebagai syarat menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir
dan batin anak, agar dapat memiliki pribadi yang kuat dan dapat berfikir
Perkembangan yang sesuai dengan kodrat alam akan berjalan lancar dan wajar.
Karena pada hakikatnya manusia itu sebagai makhluk adalah satu dengan
kodrat alam. Manusia atau anak tidak bisa lepas dari kehendakNya, tetapi akan
bahagia jika dapat menyatukan diri dengan kodrat alam yang mengandung
pohon yang kemudian berkembang menjadi besar dan akhirnya hidup dengan
53
keyakinan bahwa dharmanya akan dibawa hidup terus dengan tumbuhnya lagi
kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi masalah yang
bersifat menekan atau mengancam manusia itu sendiri. Oleh karena itu Ki
Hadjar Dewantara menentang pendidikan yang bercorak otoriter, karena hal itu
Esa kepada manusia dengan memberikan hak untuk mengatur dirinya sendiri
vrede) hidup masyarakat. Menurut Priyo Dwiarso Siswa harus memiliki jiwa
merdeka dalam arti merdeka lahir dan batinnya serta tenaganya, jiwa merdeka
ini sangat diperlukan sepanjang zaman agar bangsa Indonesia tidak didikte
negara lain. Sistem among melarang adanya hukuman dan paksaan kepada
mengembangkan bakat, kreatifitas dan kemampuan yang ada dalam dirinya agar
bimbingan dalam hidup tumbuhnya jiwa raga anak didik agar dalam garis-
adalah buah budi manusia sebagai hasil perjuangannya terhadap pengaruh alam
54
dan jaman atau kodrat dan masyarakat. Budi adalah jiwa yang sudah matang,
sudah cerdas. Oleh karena itu sanggup menciptakan budi manusia yang
mempunyai dua sifat istimewa yaitu luhur dan halus, maka segala ciptaan budi
senantiasa mempunyai sifat luhur dan halus juga. Jadi kebudayaan merupakan
yang mengatakan bahwa kemajuan atau progress menjadi inti perkataan bahwa
umum yaitu ilmu hayat, antropologi, psikologi, dan ilmu alam maka kesenian
untuk prasekolah dan Tri Nga setelah Sekolah Dasar ke atas berarti pengetahuan
didapatkan anak didik dengan nonton (cognitif). Nonton disini menonton secara pasif
anak. (Dwiarso, 2012 : 1). Sedangkan untuk Sekolah Dasar ke atas bahwa
pengetahuan didapatkan dengan Tri Nga yaitu ngerti (kognitif) dengan akal, ngrasa
(psychomotor) yaitu bertindak secara terpimpin. Bagi tingkat yang lebih tinggi lagi
55
pengalaman yaitu panca indera. Setelah ditangkap panca indera kemudian masuk ke
dalam jiwa, dalam jiwa diolah oleh trisakti jiwa yang unsur-unsurnya adalah cipta,
rasa dan karsa. Jadi pengetahuan merupakan aktualisasi cipta, rasa dan karsa yang
hasilnya berupa budaya. Budaya ini ada yang bersifat budaya lahir dan ada yang
pengetahuan. Sedang budaya batin berupa cara berpikir, cara merasa, dan cara
bertindak. Jadi pandangan Ki Hadjar Dewantara lebih lengkap karena pengetahuan itu
adalah hasil cipta, rasa dan karsa apabila dibandingkan dengan teori pragmatisme.
Pusat Pendidikan. Bahwa anak didik harus tidak semata-mata belajar di sekolah
tetapi juga dalam keluarga dan masyarakat (dalam alam pemuda). pendidikan alam
keluarga akan mendidik anak-anaknya dengan sebaik mungkin yang meliputi jasmani
tolong menolong dalam keluarga, menjaga saudara yang sakit, kebersamaan dalam
persoalan sangat diupayakan dalam keluarga. Dalam alam keluarga orang tua dapat
dalam jiwa anak. Ini adalah hak orang tua yang paling utama dan tidak boleh dicegah
orang lain. Jadi orang tua berperan sebagai guru (pemimpin laku adab), sebagai
56
pengajar (pemimpin kecerdasan serta pemberi ilmu pengetahuan) dan menjadi contoh
laku kesosialan.
Selanjutnya dalam alam perguruan, yang merupakan institusi yang berkewajiban
tidak hanya mementingkan intelek sehingga bersifat zakelijk atau tak berjiwa, yang
bahwa pendidikan intelektual harus disesuaikan dengan kodrat alam dan pendidikan
keluarga. Sedang pendidikan alam pemuda atau dalam masyarakat, dimana para
agama, bidang politik, dalam kebangsaan, maka cukuplah sistem Tri Pusat
ini yang berkarakter ing ngarsa sung tulodho, ing madya mangun karsa dan tut wuri
handayani. Para pemimpin yang diidealkan Ki Hadjar Dewantara ini dimasa depan
atau kekuasaan, tidak akan melakukan manipulasi keuangan atau korupsi dan tidak
dasar yang digunakan dalam sistem among yaitu kemerdekaan. Secara paedagogis
perkembangan pribadi yang kuat pada anak didik yang kuat. Anak didik dengan
masalah-masalah yang dihadapi anak didik akan membahayakan anak didik itu
permasalahan tersebut.
Hanya saja pada sistem tutwuri handayani, Ki Hadjar Dewantara berbeda dengan
aliran filsafat pendidikan progressivisme karena apabila kebebasan anak didik dalam
pada teori terbuka rasa dari John Loeke mengatakan bahwa anak lahir seperti kertas
hereditas (bawaan) anak didik yang menjadikan karakter manusia tumbuh menjadi
manusia yang ideal. Teori ini berasal dari Arthur Schopenhaver pendidik maupun
karakter yang ideal karena disamping pembawaan atau hereditasnya tetapi karena
58
usaha dari pendidikan dan lingkungan. Teori ini oleh Ki Hadjar Dewantara dinamakan
untuk memberikan nilai-nilai kebatinan, yang ada dalam hidup rakyat yang
berkebudayaan, kepada tiap-tiap turunan baru (penyerahan kultur), tidak hanya berupa
sendiri mulai dari Taman Indria, anak-anak diajarkan membuat pekerjaan tangan,
misalnya : topi (makuto), wayang, bungkus ketupat, barang-barang hiasan dll, dengan
bahan dari rumput atau lidi, bunga dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan agar anak
melatih ketangkasan, melihat, mendengar dan bertindak sebagai latihan panca indera.
suara, tari dan drama. Drama dari cerita-cerita rakyat seperti Timun Emas, Bawang
Untuk anak-anak yang sudah besar misalnya Taman Dewasa atau Sekolah
Menengah Pertama dan Taman Madya atau Sekolah Menengah Atas akan diberikan
pelajaran olah gending. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat dan memperdalam
rasa kebangsaan. Tari Serimpi dan tari bedoyo diberikan kepada anak didik karena
merupakan kesenian yang amat indah yang mengandung rasa kebatinan, rasa kesucian
dan rasa keindahan. Gadis-gadis kraton jaman dulu diwajibkan mempelajari Tari
59
Serimpi. Disamping tari Serimpi juga diajarkan sandiwara atau drama yang dalam
Langendriyan, Langen Wanara, Langen Asmara Suci dll ( Dewantara, 2011 : 347-
348).
lain Ki Hadjar Dewantara mengatakan kesenian yang kita pakai sebagai alat
rangkaiannya dengan keluhuran dan kehalusan sehingga layak bagi hidup manusia
yang beradab dan berbudaya. Jadi ada perkembangan jiwa anak “ dari natur ke
kebudayaan yang diwariskan merupakan kebudayaan yang telah teruji oleh segala
Nilai-nilai budaya Jawa dalam keraton maupun dalam masyarakat Jawa juga
merupakan nilai-nilai budaya yang sudah teruji oleh waktu dan sejarah bahkan
masih ada sampai sekarang. Nilai-nilai tersebut bukan berarti statis tetapi juga
diberikan kepada generasi penerus secara terus menerus. Tetapi juga konvergen
dengan budaya luar. Artinya penerima nilai-nilai budaya dari luar, dengan selektif
dan adaptatif dan akhirnya bersatu dengan alam universal, dalam persatuan yang
konsentris yaitu bersatu namun tetap mempunyai kepribadian sendiri. Jadi dapat
60
adalah nilai-nilai budaya yang telah teruji oleh waktu yaitu yang adanya sejak beliau
dilahirkan yaitu pada masa Adipati Paku Alam III yaitu tahun 188. Jadi merupakan
teori-teori barat yang ada dalam filsafat pendidikan progresivisme terutama pandangan
lampau yang sudah mapan. Sedangkan budaya sebagai alat pendidikan Ki Hadjar
memasukkan anak ke dalam kebudayaan supaya anak menjadi makhluk yang insani.
BAB VI
A. Pengantar
Perkembangan dan perubahan dalam lapangan pendidikan menumbuhkan tantangan agar
para pendidik mempunyai sikap tertentu yang telah bersendikan atas pendirian tertentu pula.
Menurut Theodore Brameld dalam bukunya. “Philosophies of Educations in Cultur
Perspektif” bahwa pemikiran dunia filsafat pendidikan dapat diketahui melalui aliran – aliaran
filsafat pendidikan seperti : Progresivisme, Essensialisme, Perenialisme dan
Rekonstruksionisme. Lebih lanjut beliau mengemukakan bahwa ada kemungkinan-
kemungkinan seperti sikap konsevatip, bebas dan modifikatif, regressif, atau radikal
rekontruktif.
61
Penjabaran dari sikap-sikap tersebut dalam pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Menghendaki pendidikan yang pada hakekatnya progressif. Tujuan pendidikan
hendaklah diartikan sebagai rekontruksi pengalaman yang terus-menerus.
Pendidikan hendaklah bukan menyampaikan pengetahuan kepada anak didik untuk
diterima saja, melainkan yang lebih penting dari itu adalah:
melatih kemampuan berpikir dengan memberikan stimuli-stimuli.Yang dimaksud
dengan berpikir adalah penerapan cara- cara ilmiah seperti mengadakan analisa
( penyelidikan thd. sesuatu untuk mengetahui keadaan sebenarya ), mengadakan
pertimbangan, dan memilih di antara beberapa alternatif yang tersedia.
Semua itu diperlukan oleh pendidikan agar orang yang melaksanakan dapat maju
atau mengalami suatu progress. Dengan demikian orang akan dapat berbuat sesuatu
dengan inteligen dan mampu mengadakan penyesuaian sesuai dengan tuntutan dari
lingkungan.
Pendidikan dari Progresivisme ini penekanannya membina manusia dan warga
negara yang hidup di atas asas- asas filosofis sesuai dengan tuntutan- tuntutan masa
depan umat manusia.Sekolah adalah sebagai lembaga yang merupakan wadah
pembinaan anak yang paling efektif.
Progresivisme memandang bahwa pendidikan dianggap mampu mengubah dan
menyelamatkan manusia demi masa depan yang lebih baik.
Aliran ini disebut Progressivisme karena selalu meninjau dan mendasarkan
konsepnya ke depan. Hal-hal yang sudah lampau tidak mesti menentukan bagi
jalannya pendidikan sekarang dan yang akan dating. Progressivesme sangat
dipengaruhi oleh aliran filsafat: Naturalisme ( Suatu faham yang yang meyatakan
bahwa kenyataan yang sebenarnya adalah alam semesta ini dan bukan kenyataan
spiritual ) dan Pragmatisme ( Suatu aliran filsafat yang berpandangan bahwa
kebenaran segsla sesuatu terletak pada kegunaan praktis ).
2. Pandangan yang menghendaki pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai dan
norma hakiki kedudukannya dalam kebudayaan. Nilai-nilai dan norma tersebut
sudah teruji dan tahan hidup lama.Menginginkan agar manusia kembali pada
kebudayaan lama, karena kebudayaanlama telah memberi kebaikan pada manusia.
Tugas Pendidikan adalah:
sebagai perantara atau pembawa “nilai” yang ada di dalam “gudang” di luar ke jiwa
anak didik.Ini bearti bahwa anak didik itu perlu dilatih agar mempunyai
kemampuan absorbsi ( daya serap ) yang tinggi. Menginginkan agar manusia
kembali pada kebudayaan lama. Hal ini karena kebudayaan lama telah memberi
kebaikan pada manusia.
Dengan demikian pendidikan itu harus mendasarkan atas hal-hal yang bersifat
esensial dari kebudayaan.
62
Progressivisme telah memberi sumbangan yang besar dalam dunia pendidikan, dimana
telah meletakkan dasar- dasar kemerdekaan, kebebasan kepada peserta didik. Anak
didik diberi kebebasan untuk megembangkan bakat, kreativitas, kemampuan tanpa
dihambat oleh orang lain.Progresivisme disebut sebagai naturalisme, yang punya
pandangan bahwa kenyataan yang sebenarnya adalah alam semesta ini ( yakni
dunia yang nampak ini bukan kenyataan spiritual dan supernatural ).
Naturalisme dapat menjadi materialisme, karena memandang bahwa jiwa manusia
dapat menurun kedudukannya menjadi dan mempunyai hakikat seperti unsur
materi.
Progressivisme menganggap pendidikan sebagai cultural transisi. Ini berarti bahwa
pendidikan dianggap mampu merubah dalam arti:membina kebudayaan baru yang
dapat menyelamatkan manusia bagi hari depan yang lebih baik. Pendidikan adalah
lembaga yang mampu membina manusia untuk menyesuiakan diri dengan perubahan-
perubahan budaya dan tatanan jaman.Menurut Progresivisme,pendidikan harus
membawa kemajuan,tidak konservatif dan otoriter.Pendidikan harus memperhatikan
kemampuan-kemampuan dasar manusia yang merupakan motor penggerak bagi
kemajuan dirinya.
Progresivisme berpijak pada aliran filsafat Pragmatisme, yaitu aliran yang berpendapat
bahwa kebenaran segala sesuatu ada pada kegunaan praktisnya.Atas dasar
pandangaanya ini, Pragmatisme memandang, bahwa :
1. Realita bukanlah semesta atau ide yang sifanya abstrak, tetapi merupakan sesuatu
yang berupa proses, bukan sesuatu yang tetap.
2. Hakikat sesuatu dipandang dari segi kegunaannya.
3. Tak ada pengetahuan yang tetap.
4. Manusialah yang menjadi penentu pengembangan pengetahuan.
Penyumbang pikiran dalam pengembangan Progresivisme,antara lain :Francis
Bacon( telah menanamkan metode experiment ),John Locke ( terkenal teorinya
Empirisme ),Rousseau( yang meyakini kebaikan kodrat manusia dan juga menghormati
perkembangan alamiah manusia ) ,Kant dan Hegel.Bacon menanamkan metotde
eksperimen.John Locke menyumbang gagasan ttg.kemerdekaan yang menghormati hak
azasi,Rousseau meyakini ttg.kodrat manusia yang dapat berbuat baik,Kant memuliakan
martabat manusia.Sedangkan Hegel peletak dasar penyesuaian manusia dengan alam
dan masyarakat bersifat dinamis dalam proses penyesuaian dan perubahan yang tak
pernah berhenti.
a. Ciri-ciri utama Progressivisme.
64
c.Pengalaman itu spatial, terjadi di suatu tempat tertentu dalam lingkungan hidup
manusia.
d.Pengalaman itu plurlistis. Ini karena subyek yang mengalami pengalaman itu,
menangkapnya dengan rasa,karsa dan pikir serta panca inderanya. Sehingga
pengalaman itu memang bersifat pluralis.
Timbul pertanyaan. Pengetahuan yang bagaimanakah yang harus diberikan pada anak
didik ?.Jawabnya adalah : bukan pengetahuan yang abstrak, tetapi yang berhubungan
dengan pengalaman anak.
Bagi Progresivisme pengetahuan punya arti dalam kehidupan apabila bersifat
operasional dan berguna bagi kehidupan.
d. Pandangan Progressivisme tentang Nilai
Bagi Progresivisme nilai tak ada yang mutlak.Mendasarkan nilai Empiris (sesuatu
harus dicocokkan dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat), tak mengakui/tak
menaruh perhatian terhadap nilai-nilai yang non Empiris seperti nilai- nilai
supernatural, nilai agama yang bersumber dari wahyu Tuhan. Soal nilai tak dapat
dipisahkan dengan realita,nilai harus diuji secara empirik.
Progresivisme memandang nilai/norma bukan sebagai ide murni dan harus diuji secara
empirik,yaitu dicocokkan dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Nilai lahir
dari keinginan perasaan dan watak manusia.Nilai itu menurut Progresivisme bersifat
relatif, temporal dan dinamis.
Yang menjadi pandangan Progressivisme tentang nilai adalah nilai yang bersifat
instrinsif (terkandung didalamnya). Oleh karena itu nilai yang bersifat instrinsik itu
baru diketahui kesungguhannya apabila:
dapat terbukti dalam praktek dan dalam kenyataan Dan nilai yang dapat terbukti dalam
praktek itu disebut:
nilai instrumental (nilai yang berguna dalam kehidupan manusia)
Catatan: Tiap nilai yang berguna di dalam kehidupan manusia ialah nilai
instrumental. Sesuatu itu bernilai karena dapat mengantarkan manusia kepada
tujuan. Misalnya vitamin/obat adalah bernilai instrumental, sebab dapat
mewujudkan kesehatan.Kesehatan dapat mendatangkan kesejahteraan.
Di samping itu ada juga nilai sosial dan nilai individu.
Kedua nilai tersebut hanya dapat dibedakan saja tak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini
karena suatu nilai yang kita perkirakan bersifat individual tidak jarang menunjukkan
sifat sosialnya.
Misal:
Orang yang sehat itu sebenarnya orang tersebut merasakan nilai tersebut (sehat)
bukan hanya dirinya sendiri. Sebab dengan baiknya kesehatan seseorang itu secara
tidak langsung juga menambah kesehatan masyarakat.
Jadi dua macam nilai tersebut dapat dibedakan, tetapi sukar dipisahkan. Dengan
demikian Progresivisme cenderung untuk meniadakan pemisahan tentang
pengertian, nilai instrinsik dan instrumental serta individual dan sosial. Juga
berpendapat bahwa nilai itu tidak bersifat mutlak
Karena Progresivisme didukung oleh naturalime, maka dalam bidang etika
menekankan pada segi kegunaan.Sesuatu dipandang benar bila berguna bagi
kehidupanengandung kebaikan, terutama berguna bagi manusia.
69
Suatu nilai berguna bila dapat menghatarkan manusia kesuatu tujuan, misal vitamin
bernilai instrumental karena dapat mewujudkan kesehatan.
Bagi Progresivisme nilai/norma arus duji secara empirik, dicocokkan dengan
kenyataan daam masyarakat.
Agar kita dapat membandingkan dengan faham- faham lama mengenai kurikulum ini,
perlu kiranya diketahui adanya beberapa macam kurikulum, yakni :
1.Organisasi dalam sesuatu mata pengetahuan tertentu.Organisasi ini sebagai kesatuan
yang berdiri sendiri- sendiri untuk tiap- tiap mata pengetahuan tersebut.
2.Korelasi antara dua atau lebih matapelajaran, misal antara ilmu bumi dan sejarah.
3.Pengelompokan dan integrasi antara pengetahuan- pengetahuan yang saling
berhubungan dalam lapangan pengetahuan yang luas.
4.Core Curikulum.
5.Kurikulum yang berpusat pada pengalaman, yaitu yang melepaskan semua garis
mata pelajaran dan menekankan kepada unit- unit.
1. ESENSIALISME .
A. Ciri-ciri Utama:
Esensialisme mempunyai tinjauan yang berbeda dengan Progressivisme mengenai
kebudayaan dan pendidikan. Kalau Progressivisme beranggapan/ berpandangan bahwa
banyak hal itu mempunyai sifat yang serba fleksibel (mencala) dan nilai-nilai itu selalu
berubah dan berkembang, Essensialisme menganggap bahwa dasar pijak semacam itu kurang
tepat. Pandangan Progressivisme itu dapat menyebabkan keadaan pendidikan menjadi kurang
stabil; serba tidak menentu yang pada hakekatnya sukar untuk dikontrol dan diawasi.
Oleh karena itu Essensialisme menghendaki agar pendidikan berlandaskan atas nilai-nilai
yang dapat mendatangkan kestabilan, agar dapat terpenuhi maksud tersebut, maka nilai-nilai
dan norma tersebut harus dipilih nilai dan norma yang sudah hidup ber-abad-abad dan tahan
lama serta teruji oleh waktu (bersifat konservatif).Jadi Esensialisme menghendaki agar
pendidikan bersendikan atas nilai-nilai dan norma-norma yang hakiki ( esensial) dalam
budaya dan nilai dan norma tsb.telah ter-uji oleh jaman dan tahan uji.
Pandangan Esensialisme terhadap manusia adalah bahwa manusia adalah makhluk
budaya dan juga mahluk rasional( manusia sebagai anamal rational ).Manusia selalu
berada di tengah budaya dan ia aktif ber-interaksi dan berpartisipasi dengan nilai dan
norma. Nilai yang diperhatikan adalah nilai yang telah menunjukkan kemantapan dan tahan
uji.Maksudnya nilai dan norma tsb. telah terbukti tangguh. Contohnya bila di negara kita
adalah perumusan Pancasila sebagai norma dan nilai dapat disepakati karena telah ada sejak
ber-abad- abad.
Esensialime itu muncul pertama kali merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan
dogmatisme abad pertengahan ( th 100 – 1600 ) .Maka, disusunlah konsepsi yang sistematis
dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta , yang memenuhi tuntutan zaman
modern.
72
Pemikir- pemikir besar yang dianggap sebagai peletak dasar asas- asas filsafat aliran ini
adalah : Plato ( peletak dasar Idealisme ), Aritoteles ( peletak dasar Realisme ).
gagasan- gagasannya, manusia dapat mencapai kebenaran, yang sumbernya adalah Tuhan
sendiri.
Dari Realisme: titik berat tinjauannya adalah alam dan dunia fisik.Hakikat
kenyataan adalah “ hal “ atau benda. Jadi bukan sesustu yang dilepaskan dari
pemiliknya.Dalam pendidikanpun realisme berpendapat bahwa pendidikan itu pada
hakikatnya merupakan upaya untuk mengembangkan potensi yang ada dan dimiliki anak
didik menjadi optimal. Bila Idealisme pandangan bersifat spiritual.
Realisme memandang bahwa realita sebagai kenyataan yang obyektif /kenyataan ada
pada sendirinya dan manusia dapat menginsyafi kenyataan alam tergantung dari pada
kemampuan usahanya. Bila usahanya benar maka dia akan mampu mencapai keobyeknya dari
pada kebenaran. Jiwa diumpamakan sebagai cermin yang menerima gambar dari dunia fisik.
Pada abad 15 dan 16 dua aliran tersebut bertemu dan bersama-sama mempunyai
perhatian yang sejenis terhadap perkembangan kebudayaan dan masyarakat yang pada waktu
itu menampakkan sifat keduniawian, materialistik dan proses industrialisasi. Untuk
menghadapi perkembangan tersebut maka kedua aliran tersebut menyusun kepercayaan yang
dapat menjadi penuntun manusia dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan keadaan tersebut.
Kerpercayaan yang disusun diusahakan tahan lama, kaya akan isi dan punya dasar yang kuat.
Konsep yang berasal dari Realisme banyak dipengaruhi oleh dua lapangan ilmu
pengetahuan :
a. Phisika dan ilmu-ilmu yang sejenis yang telah diletakkan oleh Newton (dengan
percobaan untuk mengetahui rahasia dunia). Dari alam fisik ini dapat dipahami
adanya tata yang jelas, misalnya adanya daya tarik bumi, dsb
b. Biologi, ini ditapsirkan atas teori evolosi dari Charles Darwin. Oleh Darwin
dinyatakan bahwa setiap makhluk hidup di dunia mengalami perkembangan yang
teratur mengikuti hukum mekanis (otomatis menurut kerja mesin).Hukum mekanis
ini suatu teori yang menyataan bahwa dunia sendir berjalan atas dasar sebab – akibat,
tarikan dan tekanan dari pada mesin yang amat besar. Dunia dianggap sebagai mesin,
karena dapat bergerak terus-menerus daipada kekuatannya sendiri. .Demikian pula
manusia adalah makhluk hidup yang mengalami perkembangan yang berlangsung
dengan teratur dan beproses menurut hukum mekanis. Dalam hal meneruskan
kelangsungan hidupnya di dunia, pada manusia berlaku / berlangsung:
Struggle for life dan Struggle for existence.Atau
Survival of the fittest dan Struggle for existence. Dalam perjuangan hidup akan
diseleksi oleh alam dan tinggalahyang kuat yang dapat menyesuaikan diri dengan
alam.
Istilah survival of the fittest itu berasal dari Herbert Spencer yang melukiskan hasil
perjuangan untuk mempertahankan hidup/ kelangsungan hidup.
Jadi realita menurut realism diartikan atas dasar pandangan yang: mekanis dan
evolosionistis (suatu pandangan bahwa segala bentuk kehidupan berkembangan
74
menumbuhkan aliran-aliran psikologi yang dikenal dengan nama assosiasi, behaviarisme dan
konektiorisme.Menurut Assosiasi gagasan atau isi jiwa adalah asosiasi daripada unsur- unsur,
yang semuanya itu merupakan atom- atom dari pada pengamatan.Sedang Behaviorisme
menyatakan bahwa kehidupan mental itu tercermin pada tingkah laku ( behavior ) dan pula
dinyatakan bahwa berpikir adalah proses syarat otot.Kehidupan manusia semata-mata
ditentukan oleh hukum alam.Sedang konektionisme menyatakan bahwa semua makhluk
termasuk manusia, tingkah lakunya ditentukan oleh pola- pola hubungan antara stimulus dan
respon. Hukum yang menentukan adalah : the lawof exercise dan the law of effect. Ketiga
aliran tersebut berprinsip pada stimulus dan respon – jadi bersifat mekanistis.Jadi disini
Realisme menafsirkan manusia dalam rangka hukum alam,demikian pula aktivitas pikir
manusia dianggap sebagai satu mekanika. Pengetahuan bersumber pada pengalaman dan
kenyataan yang ada disekelilingnya. Jadi pengetahuan harus diperoleh dari dunia luar
dengan metode induktif. Metode ini dimulai dengan usaha untuk menemukan
pengetahuan dan kebenaran yang bersifat kusus, ber-angsur- angsur sampai kepada
kesimpulan- kesimpulan yang sifatnya umum.
Oleh Realisme pendidikan dipandang sebagai upaya pengembangan potennsi yang ada
dan dimiliki peserta didik menjadi optimal.
C.2. Dari Idealisme.Menurut Idealisme bahwa rokhani manusia adalah kunci kesadaran
tentang realita.Manusia mengetahui sesuatu hanya melalui jiwa /ide/ jiwa. Aliran filsafat ini
pandangannya tentang pengetahuan bersendi pada pengertian bahwa:
a. Manusia adalah makhluk yang adanya merupakan refleksi dari Tuhan dan yang timbul
dari hubungan antara makrokosmos dan mikrokosmos.
b. Jasmani merupakan subjek jiwa.
c. Sebagai akibat dari b perikehidupan yang bersifat kejiwaan itu ditempatkan lebih tinggi
dari pada hal yang bersifat kejasmanian.
Maka daripada itu pengetahuan yang bersifat spiritual dan kejiwaan juga punya
kedudukan yang tinggi dari pada yang bersifat phisik/kejasmanian
Menurut Idealisme pendidikan bertujuan pencapaian manusia yang berkepribadian dan
memiliki kehidupan kerokhanian yang tinggi dan ideal..
Jadi Idealisme menekankan bahwa rokhani adalah kunci kesadaran tentang
realita.Esensialisme memandang manusia sebagai animal rational.
Baik idealisme maupun Realisme mencari nilai yang sifatnya turun- temuruan.
Dari Idealisme:
Tuhan merupakan sumber nilai terakhir dan tertinggi. Jadi pandangan Idealime
tentang nilai berdasar hukum moral ( bahwa tiap manusia harus selalu melakukan
sesuatu yang oleh semua manusia tindakan itu wajib dilakukan dimana dan kapanpun.
Misal tindakan: rendah hati, bijaksana, menghormati orang lain, rasa malu,
jujur,dsb. ).Perbuatan – perbuatan tersebut adalah menjadi keharusan bagi kita. Nilai
yang sesungguhnya adalah nilai yang melekat pada exsisten ( pengertian adanya
76
sesuatu ) itu dan nilai yang yang demikian bersifat ideal.Jadi Idealisme menekankan
adanya nilai yang tetap dan idealistik.
Dari Realisme:
Menurut Realisme kualitas nilai tidak dapat ditentukan secara konseptual lebih dahulu,
melainkan tergantung atau bagaimana keadaan bila dihayati oleh subyek tertentu dan
tergantung dari lingkungan. Jadi disini sikap subyek (yang menghayati nilai) ikut
menentukan hakekat nilai. Disini tingkah laku dan ekspresi perasaan juga
mempunyai hubungan dengan kualitas baik atau buruk.
Contoh: Orang yang berpakaian serba formal seperti dalam upacara yang
membutuhkan suasana tenang, harus bersikap formal dan teratur. Untuk itu perasaan-
perasaan yang mencerminkan adanya serba kesungguhan terhadap pakaian resmi-
menunjukkan keindahan baik pakaian dan seragam tersebut.
Menurut Realisme lingkungan turut menentukan soal baik atau buruk. Hal ini karena
manusia selalu berhubungan dengan lingkungan.
E. Pandangan Essensialisme tentang Pendidikan.
Menurut Essensialisme pendidikan dipandang sebagai pemeliharaan kebudayaan
(Education as Cultural Concervation). Karena dalil tersebut maka aliran tersebut
dianggap sebagai “ Concervative road to culture “, yakni aliran yang ingin kembali
pada kebudayaan lama, warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikannya bagi
manusia.Pendidikan dari Esensialisme mendasarkan pada nilai-nilai yang esensial
yaitu nilai yang telah teruji oleh waktu atau oleh jaman dan sejarah.
Bagi Idealisme tujuan pendidikan adalah sebagai pencapaian manusia yang
berkepribadian mulia dan memiliki taraf kehidupan kerokhanian yang edeal/tinggi.
Sedang Realisme menyatakan bahwa perhatian yang utama dalam pendidikan adalah
apa yang ada pada peserta didik.
Yang ingin dibina oleh Esensialisme melalui pendidikan adalah:
kebajikan,kejujuran,sikap hormat,tahu kewajiban dan pengabdian.
Sedang tujuan pendidikan dari Esensialisme adalah:
membentuk pribadi yang bahagia didunia dan diakherat.
Bila Esensialisme ditinjau dari sejarahnya nampak jelas bahwa timbulnya
Esensialisme mempunyai sifat yang negative dan positif.
Sifat negative karena aliran ini berusaha menghindarkan diri dari cara berpikir dari
sifat pendidikan abad pertengahan ( th. 100 sampai 1600 ) yaitu sifat yang otoriter dan
absolut.
Sifat positip meski menghindarkan diri dari semua keadaan abab pertengahan, aliran
Esensialisme berusaha untuk mengisi dan menciptakan hal-hal baru yang sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan kebudayaan.
Tokoh-tokoh pendidikan Esensialisme yang menciptakan/mengajukan hal-hal
yang baru dan menyebarkan aliran Esensialisme, antara lain :
1. Desiderius Eramus (hidup pada akhir abad 15 dan permulaan abad 16 atau th. 1466
– 1536 dan seorang Humanis asal Belanda). Beliau hidup dalam jaman kontradiksi
alam pikiran, yakni alam pikiran abad pertengahan yang dogmatis dengan alam
pikiran yang humanis, hidup dengan kebebasan dan harga diri. Berontak terhadap
77
pandangaan hidup yang berpijak pada “dunia lain”. Tokoh ini berusaha agar
kurikulum di sekolah bersifat humanities (bersifat kemanusiaan, bila humanisme
adalah aliran yang bertujuan menghidupkan rasa perikemanusiaan dan mencita-
citakan pergaulan yang lebih baik) dan dapat diikuti oleh kaum tengah dan
Aristokrat.
2. Johan Amos Comenius. Beliau hidup pada 1592 – 1670 dan merupakan seorang
realis yang dogmalis. Ia berpendapat bahwa segala sesuatu yang diajarkan pada
anak melalui indera, karena indera adalah pintu gerbang jiwa. Realis yang
dogmatis. Belajar harus melalui pengamatan. Tugas pendidik membina kesadaran
manusia akan alam semesta untuk menuju Tuhan.
3. John Locke (1632 – 1704) tokoh dari Inggris dan dikenal sebagai pemikir dunia. Ia
mengatakan bahwa pendidikan hendaknya selalu dekat dengan situasi dan
kondisi.Beliau juga mendirikan sekolah kerja untuk anak-anak miskin. Beliau
merupakan peletak dasar pendidikan modern yang mengutamakan peran vital
dari pada lingkungan dalam rangka penyesuaian manusia kepada alam semesta
yang natural dan super natural. Menurut Jonh Lock pendidikan harus selalu dekat
dengan situsi dan kondisi.John Locke adalah tokok Realis.
4. Johan Henrich Pestalozi (1746 – 1827) Ia mengatakan bahwa manusia mempunyai
hubungan transendental (hubungan yang bersifat kerokhanian) dengan Tuhan.
Segala sesuatu berasal dari Tuhan oleh Tuhan dan menuju Tuhan. Manusia secara
kodrati baik. Menjadi jelek karena pendidikan yang salah.
5. Friederich Frobel (1782 – 1852) Pandangannya bersifat transendintal
( transendental maksudnya sukar dipahami; bersifat kerokhanian atau diluar
kesanggupan manusia ). Ia berpendapat bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan dan
merupakan bagian dari alam ini.Frobel memandang bahwa anak sebagai makhluk
yang berekspresi kreatif. Dalam pendidikan anak harus diarahkan kearah kesadaran
diri sendiri. Anak dibiasakan aktif.
Tujuan pendidikan secara umum dari Esensialisme adalah membetuk pribadi yang
bahagia didunia dan si akherat.
Yang ingin dibina melalui pendidikan menurut Esensialisme adalah : sifat
kebajikan,kejujuran,sikap hormat,tahu kewajiban dan pengabdian.
adalah sebagai perantara antara bahan yang telah ditentukan berdasar standardengan
murid sebagai penerima.
- Tujuan pendidikan membentuk pribadi bahagia di dunia dan akherat.
Proses belajar dipandang sebagai proses penyerapan apa yang berasal dari luar,yaitu
dari warisan-warisan sosial yang disusun di dalam kurikulum dan guru berperan
sebagai perantara.Jadi dalam belajar anak dituntut aktif untuk mengerti dan
menguasai “sesuatu “ Dalam bejar perlu ditekankan pada disiplin mental.
Jadi belajar menurut Ensensialisme adalah menerima dan mengenal dengan sungguh –
sungguh nilai – nilai sosial oleh angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan
dikurangi dan diteruskan kepada angkatan berikutnya.
F.1. Pandangan dari Idealisme:
Dengan pengertian macro dan micro kosmos dapat ditarik kesimpulan bahwa Idealis
sebagai filsafat hidup selalu ber-orientasi pada pribadi individual yang menitik
beratkan pada pengertian aku. Dalam belajar mula-mula harus memahami akunya
sendiri terus bergerak keluar memahami dunia yang lebih luas , dari mikrokosmos
menuju makrokosmos.
Microcosmos adalah cerminan dari pada macrocosmos, sedang macrocosmos lebih
luas dan lebih sempurna dari pada microcosmos.
Ini berarti:
Microsmos selalu bertenden/berkecenderungan untuk lebih memahami dan
mengetahui tentang macrosmos -> itulah prinsip belajar (disini anak harus aktif ->
Belajar pada hakekatnya adalah pemahaman dari hal yang sempit kearah yang
lebih luas (mengetahui akunya sendiri) yang selanjutnya meluas menuju pada
macrokosmos).Jadi belajar menurut Idealisme dimulai dengan pribadi sebagai subyek
yang kreatif.Individu mulai memahami dirinya,ini dilakukan untuk dapat mengerti
antar hubungan dengan sesuatu dalam makrokosmos. Jadi Idealis memberikan
tekanan pada prinsipnya bahwa belajar itu adalah realisasi diri sendiri.
Menurut Idealis hakikat anak adalah makhluk spiritual.
F.2. Pandangan dari Realisme.
Menurut Realisme belajar meliputi proses pengenalan kepada warisan-warisan masa
lampau ( nilai-nilai , moral )sebagi dasar penafsiran bagi realita sekarang.Jadi belajar
adalah menerima dan mengenal dengan sungguh- sungguh nilai- nilai sosial oleh
angkatan yang timbul untuk ditambah dan dikurangi dan diteruskan kepada angkatan
berikutnya.
Pandangannya didasarkan pada dua doktrin dan dua doktrin tersebut dapat digunakan
untuk bersikap pada anak.
Doktrin tersebut:
a. Doktrin tentang jiwa
b. Doktrin desterminisme
Ad. Doktrin tentang jiwa:
Dasar pikirannya:
Manusia mempunyai superioritas terhadap obyek-obyek lain dan hal ini karena
manusia memiliki akal budi dan kehidupan mental. Hidup dibagi dua:
79
a. aktivitas
b.isi
Karena itu dalam belajar harus dijamin bahwa jiwa anak harus bergerak se olah-olah
merupakan tindakan. Dalam tindakan ini yang berperan adalah kehendak dan
perasaan. Isi dalam pelajaran harus diberi bahan-bahan yang sesuai yang dapat
diungkap anak (jadi disesuaikan dengan perkembangan anak).
Ad. Doktrin tentang determinisme
Menurut Realisme ada dua macam determinisme ( Determinisme adalah faham yang
menganggap setiap kejadian/ tindakan, merupakan konsekuensi kejadian sebelumnya
dan diluar kemauan ).
1. Determinisme mutlak ada dalam alam ini terdapat kekuatan-kekuatan/ keadaan
yang tak dapat dibantah/dihalang-halangi.
Dalam hal belajar menunjukkan bahwa belajar adalah mengenal hal yang tak
dapat dihalangi-halangi adanya, jadi harus ada permasalahan, ini perlu diikuti
oleh penyesuaian supaya dapat tercipta suasana hidup yang harmonis.
Contoh gejala-gejala yang mutlak:
- keteraturan perjalanan matahari
- letak kawasan yang sekaligus membawa perbedaan kawasan yang sekaligus
membawa perbedaan jenis sifat musim terhadap gejala tersebut manusia harus
menyesuaikan. (belajar tak lain adalah menyesuaikan terhadap yang ada).
2. Determinisme terbatas, artinya dalam alam ini terdapat kekuatan yang bersifat
causatif artinya:
Kekuatan yang timbul semata-mata atas dasar sebab-akibat.
Karena sebab-akibat dapat dibuat bila sebab berubah, akibat juga berubah.
Oleh karena itu manusia mempunyai kemampuan berinisiatif/ mengadakan
pengawasan terhadap keadaan yang demikian.
Ini berarti bahwa belajar itu dapat ditingkatkan dari sifat mengetahui kearah
mengawasi dan ber-inisiatif (jiwa harus aktif)
Pandangan belajar tercermin dari teori-teori konekstivisme, Behaviorisme.
Dengan demikian Realisme menekankan bahwa dalam belajar individu
harus aktif.
2. PERENIALISME
sebagai pegangan hidup. Yang dimaksud jaman dahulu adalah masa kebesaran para
filsof sebelum Masehi dan masyarakat Eropa pada jaman pertengahan.Ada dua
macam pegangan yang diperlukan manusia, yakni kepercayaan yang bersumber
pada Tuhan dan kepercayaan hasil ratio.Esensi kepercayaan Perenialisme adalah
berpegang pada nilai dan norma yang bersifat abadi/ kekal.
4. Pendidikan dipandang sebagai jalan/proses mengembalikan keadaan manausia
sekarang seperti dalam kebudayaan yang dimaksud.Pendidikan menurut
Perenialisme harus dapat mengembalikan manusia pada kebudayaan masa
lampau yang dianggap ideal ( regressiv road to culture atau kembali atau mundur
kepada kebudayaan masa lampau yang masih ideal )’
5. Kebudayaan yang dimaksud (4) adalah kebudayaan kuno (masa kebesaran para
filsof terkenal pada masa sebelum tahun Masehi antara th 600 S.M sampai 500
sesudah Masehi) dan kebudayaan abad pertengahan(zaman berkembangnya agama-
agama besar).Motivasi yang mendorong Perenialisme kembali ke masa silam
itu,bukan suatu sikap nostalgia,sikap mengenang nilai-nilai lampau yang
agung.Melainkan untuk membina kembali kepercayaan yang teguh kepada nilai-
nilai asasi abad pertengahan yang prktis dan vital bagi abad 20.Prinsip yang
diambil yang bersifat umum dan ideal adalah yang berhubungan dg.ilmu
pengetahuan,realita dan moral yang punya peran penting bagi pembangunan
kebudayaan abad 20 ini.Prinsip tersebut bersifat aksiomatis ( sesuatu yang diterima
sebagai kebenaran ). Prinsip ini tidak terikat oleh waktu dan tetap berlaku dalam
perjalanan sejarah.Perenialsme menekankan agar kita terus mempelajari dengan
saksama methafisika, logika, dan estetika, karena ilmu inilah yang menjadi inti
dari pada kebudayaan abad 20.Untuk mempelajari inti tersebut kita harus
mempelajari dengan saksama pendirian – pendirian Plato, Aristoteles dan Thomas
Aquinas.
Perenialisme memandang manusia sebagai “ personal conciousness “ ( kesadaran
pribadi ) yang memiliki kemampuan daya cipta terbatas, dan Tuhan sebagai yan
Maha Kesadaran Mutlak ( Absolut Conciousness ).
“Nilai-nilai, norma-norma yang bersifat kekal abadi”. Jadi kita perlu kembali
kepada asas kebudayaan silam yang abadi. (mendasarkan ajaran Plato, Aristoteles
dan Thomas Aquinas).
Jadi esensi filsafat Perenialisme adalah berpegang pada nilai- nilai atau norma- norma
yang bersifat abadi.
Plato ( 427 – 347 SM ),adalah filsuf idealis, yang memandang dunia idea sebagai
dunia kenyataan ( Menurut Plato ide adalah realitas. Oleh karena itu filsafatnya
dipandang beraliran idealis yang realistis ), dikenal juga ajaran tentang
masyarakat/Negara yang ideal. Ajarannya tersimpul dalam buku: Republik.Dalam
buku tersebut Plato mengemukakan pandangan spekulatif tentang masyarakat.Plato
berkesimpulan bahwa suatu masyarakat / Negara akan stabil dan adil sejahtera
apabila setiap w.n. melaksanakan funfsi sosianya sesuai dengan tingkat
kedudukan dan sesuai dengan kemampuan pribadinya.Hanya mereka yang paling
bijaksana dan paling baik yang pantas menduduki kepemimpinan
tertinggi.Kelompok tsb.adalah mereka yang memiliki potensi pikir yang
tinggi.Sebaliknya,orang yang tidak bijaksana,tidak cendekiawan harus berada
pada posisi paling bawah( sebagai pekerja,rakyat jelata. Pada kelompok ini( kelas
rendah/ bawah ) menurut Plato adalah orang-orang yang hidupnya didorong oleh
nafsu.Dan bagi mereka yang sedang,biasa berada diatara kelas atas dan
bawah,yakni dipandang sebagai kelas menengah (mereka ini adalah kelompok
prajurit,pengusaha ).Kelompok menengah ini oleh Plato dikategorikan orang-
orang /manusia yang kemaunnya kuat.
-Aristoteles (384 – 322 SM).
Beliau merumuskan prinsip-prinsip ajarannya sebagai norma kehidupan.Ajaran
Aristoteles tersimpul dalam karyanya yang berjudul : “Etika dan Politika “
Etika membimbing tingkah laku manusia pribadi dalam hubunga dengan
sesama. Politika membimbing kehidupan bernegara atas prinsip-prinsip hukum
konstitusional yang membatasi nafsu subyektif kaum penguasa atas kaum yang
diperintah.Aristoteles mengatur antar hubungan penguasa dengan yang
diperintah,sebagai” prototype”demokrasi.
Thomas Aquinas.
Menurut Thomas segala yang ada diciptakan Tuhan, tergantung pada Tuhan dan
kembali ke Tuhan.Pengetahuan manusia berasal dari wahyu, juga pengalaman dan
ratio.
Berhubung dengan itu maka sifat dari pada Perenialisme adalah regressif ( regressive
road to culture atau kembali / mundur kepeda kebudayaan lama yang masih ideal ).
Disebut demikian karena berusaha mengembalikan konsepsi ttg pendidikan kepada
konsep- konsep yang lama yang masih ideal
Istilah Perenialisme kata asalnya adalah perenial yang bearti terus ada tidak ber-akhir
(abadi ) Jadi mudah dimengerti bahwa konsep- konsep Perenialisme thd
berbagailapangan itu selalu menggunakan dasar- dasar yang sangat hakiki yang
sedapat mungkin terus ada dari jaman ke jaman.
Perenialisme berpendapat bahwa “ realita itu bersifat universal,bahwa realita itu ada dimana
saja dan sama di setiap waktu “; Menurut Perenialisme, kenyataan itu ada dibalik alam dan
kenyataan tertnggi itu bersifat kedamaian ( spiritual ) yakni berada pada Tuhan.
Konsep dasar ontologi Perenialisme bersendikan atas pengertian-pengertian sebagai berikut
atau Ontologi dari pada Perenialisme antara lain terdiri dari pengertian- pengertian sebagai
berikut :
1. Benda individual( adalah benda yang nampak dihadapan kita yang dapat ditangkap dengan
indera,seperti batu,kerbau,dsb.yang nampak bentuk dan warnanya.
2. Essensi -> wujud hakiki dari realita( ensensi ini merupakan
kualitas yang menjadikan benda itu lebih intrinsik sebagaihalnya.Inti / essensi sesutu itu
hanya ditangkap dengan pikiran lepas dari hal yang kongkrit.
Misal,bila manusia ditinjau dari esensinya adalah makhluk berpikir.Kedudukan esnsi lebih
penting dari pada badannya.
3. Aksident.(Ada secara kebetulan;keadaan kusus yang dapat ber-ubah dan sifatnya kurang
penting.Misal,hari ini Johan berpakain bagus,dsb
4. Asas teleologis; realita cenderung bergerak dari potensial menuju aktualitas -> Biji
cenderung tumbuh dst.Segala yang ada itu mengandung penuh tujuan.
Yang menjadi titik perhatian adalah akhir teringgi dan terakhir dari realita.Itu semuanya
terletak dibalik dunia yang sifatnya penuh kedamaian, supernatural.
Jadi kenyataan / realita menurut Perenialisme ada dibalik alam.Kenyataan tertinggi itu
bersifat kedamaian / spiritual. Kedamaian itu tak lain adalah Tuhan sendiri.
Self evident merupakan bukti yang ada pada diri itu sendiri; jadi bukti tidak pada materi atau
realita yang lain.
Self eviden itu azas untuk pengetahuan; artinya pengetahuan benar ialah buktinya ada di
dalam pengetahuan atau kebenaran ilmu itu.
Misal pengetahuan tentang Tuhan, eksistensi Tuhan, ialah bersifat self –evidence.
Ini artinya adanya Tuhan tak perlu dibuktikan dengan bukti-bukti lain, sebab Tuhan itu self
evidence.
a. Menitik beratkan pada hal-hal yang bersifat spiritual; menerima nilai universal dan abadi.
b. Tuhan merupakan sumber nilai dan oleh karenanya nilai tsb.bersifat teologis.Ukuran baik
buruk berasal dari Tuhan.
Jadi pandangan Perenialisme terhadap nilai adalah bersifat spiritual dan Tuhan adalah sumber
nilai.Oleh Perenialisme ditekankan bahwa manusia dalam hidupnya harus berusaha mencapai
kebahagiaan tertinggi, sedang kebaikan tertinggi adalah nilai yang merupakan kesatuan
dengan Tuhan.Dalam hidupnya manusia harus berbuat kebajikan.
Menurut Aristoteles bahwa kebajikan itu ada dua ( 2 ) kelas kebajikan, yaitu :
a. Kebajikan Intelektual. Kebajikan ini didapat melalui pengajaran.Ini merupakan
kebajikan rational.
b. Kebajikan moral. Kebajikan ini didapat melalui kebiasaan – kebiasaan.
b. Aristoteles.
- Ia lebih mendekatkan pada dunia realita.
- Ia lebih menitik beratkan pembinaan berpikir melalui media ilmu pengetahuan.
- Pembinaan kebiasaan merupakan hal yang mendasari terutama kesadaran disiplin atau
moral -> ini harus dimulai sejak dini.Jadi semenjak usia muda anak perlu ditanamkan
aturan- aturan moral. Hal ini dapat menjadi fondamen penting bagi perkembangan
anak.Aturan- aturan moral lebih mudah ditanamkan pada anak pada tahun- tahun muda.
- Ia ingin mengembangkan individu secara bulat/totalitas (menyangkut aspek jasmani, emosi,
intelek).Tujuan pendidikan menurut Aristoteles adalah kebahagiaan. Unrutk mencapai
tujuan tsb.aspek jasmani,intelek dan emosi harus dikembangkan secara
seimbang,bulat,dan totalitas.
Thomas Aquinas menerima hakikat rokhani – jasmai berdasar teori hilomorfisme dari
Aristoteles, tetapi mendasarkan pada iman kepercayaan dan wahyu.
Titik tolak belajar adalah bahwa manusia adalah makhluk rasional.Rasionalitas itu sifat
umum manusia. Titik tolak kemampuan manusia adalah kemampuan pikirnya. Belajar adalah
persoalan latihan dan disiplin mental.Materi hanya sebagai alat untuk mengembangkan
kemampuan dasar anak.Kalau kemampuan anak telah berkembang maka anak akan mampu
menghadapi dan memecahkan masalah yang dihadapi.
Belajar bahasa melalui kata: Bahasa -> sebab bahasa lambang isi yang dapat dipahami.Yang
diutamakan dalam belajar :
a. Mengutamakan mental dan disiplin jiwa.
b. Menekankan asas berpikir dan kemerdekaan.
Dalam belajar dikembangkan berpikir logis, deduktif, induktif.
Manusia dipandang sebagai makhluk rasionalis.
Sifat Rational d/p manusia ini melahirkan konsep dasar tentang kebebasan dengan rationya
manusia dapat mencapai kebebasan dari berbagai belenggu yang dapat menurunkan martabat
seperti:
kebodohan ; keragu-raguan
Jadi dengan senjata yang bersifat rational manusia dapat menghilangkan rintangan yang
dihadapi, maka ia (manusia) menjadi: merdeka
Belajar menurut Perenialisme dibedakan menjadi 2:
A. Belajar karena pengajaran.Disini guru tak hanya memberi penerangan dan
pengetahuan tetapijuga menunjukkan implikasi dari mata pelajaran yang diberikan.
B. Belajar karena penemuan sendiri.Disini anak tak memerlukan guru.Jadi atas dasar
kemampuan peserta didik sendiri.Belajar dengan cara ini sangat diutamakan.
Menurut Perenialisme belajar dilakukan sebagai persiapan untuk hidup.
Kurikulum bersifat subject centeret yakni kurikulum yang berpusat pada mata
pelajaran. Materi harus uniform dan universal.
Kurikulum merupakan alat untuk mengembangkan akal dan ingatan( memory ).
A. Tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak kearah kemasakan. Masak disini
berarti hidup akalnya. Dalam belajar memorisasi tak dikesampingkan. Memorisasi diperlukan
karena benih-benih yang diberikan guru dapat berada dengan baik dalam jiwa sebelum dapat
berakar dan tumbuh.Bimbingan kearah kemasakan dimulai di Sekolah dasar.
B. Sekolah Dasar harus memberikan pendidikan dan pengetahuan yang serba
dasar.Perenialisme berpendapat bahwa pendidikan adalah persiapan bagi kehidupan di
dalam masyarakat.Latar belakang teori yang yang dipegang adalah: seorang anak adalah
bersifat potensial, maka kewajiban pendidikan adalah mempersiapkannya kearah kemasakan,
yaitu hidup akalnya. Pelajaran yang penting dan mendasar:
87
5. Tentang Belajar:
-Titik tolaknya: manusia makhluk Rasionalis
-Belajar adalh persoalan latihan dan disiplin mental pribadi dan sosial, yang tersimpul
dalam bukunya: Etika dan Politik
-Etika membimbing t.l. pribadi dalam hubungannya dengan sesama.
-Politik membimbing kehidupan bernegara atas dasar prinsip hukum konstituasional yang
membatasi nafsu subyektif.
88
3. REKONSTRUSIONISME.
Sebenarnya, aliran ini sepaham dengan aliran Perenialisme dalam menghadapi krisis
kebudayaan modern.Bedanya cara yang dipakai berbeda dengan yang ditempuh oleh
perenialisme.Perenialisme memilih jalan kembali ke alam kebudayaan abad pertengahan,
maka Rekonstruksionisme berusaha membina suatu kosensus yang paling luas dan paling
munkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.
Untuk mencapai tujuan itu Rekonstruksionisme berusaha mencari kesepakatan semua
orang mengenai tujuan utama yang dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu
tatanan baru seluruh lingkungannya. Maka, melalui lembaga dan proses pendidikan, aliran ini
ingin merombak tata sususnan lama, dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang
sama sekali baru.
Tujuan tersebut hanya mungkin diwujudkan melalui usaha bersama dan bekerjasama
semua bangsa didunia.Pengikut aliran ini percaya bahwa bangsa-bangsa di dunia ini telah
tumbuh kesadaran dan sepakat menciptakan satu dunia baru dengan kebudayaan baru, di
89
bawah satu kedaualatan dunia serta di bawah pengawasan mayoritas umat manusia.Itulah ide-
ide yang tersimpul dalam aliran Rekonstruksionisme.
Tampaknya, hari depan bangsa- bangsa, yaitu suatu dunia yang diatur dan diperintah
oleh rakyat secara demokratis, bukan oleh satu golongan saja.Trnyata, cita- cita sebagaimana
yang diinginkan aliran ini tidak hanya teori, melainkan menjadi kenyataan dan terlaksana
dalam praktek.Hanya melalui usaha bersama dan bekerjasama antar bangsa, dapat diwujudkan
satu dunia yang memiliki potensi- potensi teknologi.Usaha tersebut diharapkan mampu
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran dalam bidang- bidang kesehatan, keamanan,
jaminan hukum, dan peningkatan jalur- jalur ekonomi dan perdagangan antar negara, tanpa
membedakan warna kulit, agama, dan negara besar dan kecil.
Dengan singkat, dapat dikemukakan bahwa aliran ini ( Rekonstruksionisme ) bercita-
cita untuk mewujudkan suatu dunia di mana kedaulatan dalam pengayoman serta kedaulatan
dan otorita international.Ailra ini, juga berita- cita mewujudkan dan melaksanakan satu
sintesis, yakni perpaduan ajaran agam Kristen dengan demokrasi, teknologi modern dalam
satu kebudayaan yang dibina bersama oleh bangsa- bangsa di dunia.
RANGKUMAN.
Perguruan tinggi yang ideal , menurut perenialisme adalah yang diselenggarakan mirip
dengan perguruan tinggi pada abad petengahan. Pendidikan dan kegiatannya bersendi pada
filsafat.