Anda di halaman 1dari 9

FILSAFAT HUKUM SEBAGAI LANDASAN MANUSIA BERFIKIR SECARA DASAR

FAUZI AKIL HIBATULLAH


1910003600012
Fakultas Hukum Universitas Ekasakti

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk berpikir, tentu dalam hidupnya tidak bisa lepas dari
aktifitas berpikir. Berpikir kritis atau pemikiran kritis sesuatu keharusan bagi setiap orang
untuk memilikinya. Dengan berpikir kritis seseorang tidak akan terpeleset masuk ke
jurang kenegatifan, dan kepalsuan karena berpikir kritis merupakan pemikiran positip
untuk meraih produk kebenaran dan kejelasan. Berpikir kritis pada hakikatnya bukan
monopoli orang dewasa, anak madrasah atau sekolah pun memiliki ruang untuk berpikir
kritis walau kadar kekritisannya berbeda dengan orang dewasa. Filsafat mengajari
manusia untuk berpikir kritis bahkan mendalam.
Berpikir suatu aktifitas yang tidak bisa dielakkan manusia dalam kehidupannya,
waktu demi waktu manusia selalu berpikir tentang sesuatu. Berpikir tentang dirinya
sendiri atau berpikir di luar dirinya, berpikir tentang mikrokosmos atau makrokosmos
sehingga berpikir suatu keniscayaan bagi manusia. Manusia selalu dituntut untuk
menggunakan akalnya untuk memikirkan ciptaaNya, dan akan terjebak dalam lorong
gelap bilamana ia tidak mau bertadhabur, tidak mau berpikir karena berpikir suatu
aktivitas rohani untuk meraih pengetahuan. Meskipun manusia berpikir sepanjang
perjalanan bersama mentari sejak pagi hingga petang belumlah pasti ia berpikir secara
kritis dan mendalam sampai memahami hakikat sesuatu yang dipikirkan. Hakikat sesuatu
tidak dapat diketahui atau dimengerti dengan berpikir tanpa pola atau berpikir asal-asalan
melainkan harus berpikir secara radikal, berpikir mendalam. Berpikir mendalam
merupakan aktifitas menuju dunia filsafat.
Berkenaan dengan filsafat, banyak orang memberi cap terhadap filsafat dan
seluruh kajian mengenai filsafat sesuatu yang rumit, sulit, bahkan ada beberapa orang
yang berpandangan bahwa kajian filsafat merupakan suatu kajian yang berbahaya karena
bisa menghilangkan iman dalam diri seseorang. Satu hal yang menarik adalah latar
belakang atau hal yang menyebabkan mereka memiliki pandangan tersebut, rata-rata
karena melihat produk atau hasil dari filsafat, bukan karena mereka telah menelaah atau
belajar mengenai filsafat itu sendiri. Tentunya pandangan tersebut tidak bisa dijadikan
sebagai sebuah tolak ukur yang sah dalam menilai filsafat.
Pada dasarnya awal dari pemikiran filsafat adalah pengetahuan, hal ini mengenai
pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu
dan filsafat dimulai dengan keduaduanya. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang
dipelajari untuk bisa mengetahui segala sesuatu di dalam kehidupan. Sering kali
seseorang mempunyai keinginan untuk mengetahui sesuatu. Sesuatu yang ingin diketahui
itu ada dalam kehidupan sehari-hari. Ada kalanya, rasa ingin tahu itu hanya sekedar
keingintahuan yang sebentar. Di sisi lain, terkadang ada juga seseorang yang ingin
mengetahui suatu hal karena memang benar-benar ingin tahu. Sehingga dia akan mencari
apa yang ingin diketahuinya itu sampai dia mendapatkannya. Setelah hal yang dicari itu
didapatkan, itulah yang dinamakan ilmu pengetahuan. Ada lagi saat-saat ketika seseorang
ingin mendapatkan suatu pengetahuan, orang itu akan menemui keraguan dalam
mengambil keputusan. Rasa ragu-ragu inilah yang nantinya akan menghasilkan suatu
kepastian. Pada saat rasa ingin tahu sesorang muncul dan menemui keraguan dalam
membuat keputusan itulah yang memulai adanya filsafat. Pemikiran filsafat didorong
untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang kita belum tahu. Pemikiran
filsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam
kesemestaan yang seakan tak terbatas ini.
Pada hakikatnya manusia dan filsafat merupakan satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan. Keduanya saling membutuhkan satu sama lain. Karena secara sederhana
filsafat merupakan kegiatan berpikir, dan berpikir merupakan satu bagian penting yang
harus selalu ada dalam diri manusia, agar manusia terus maju dan berkembang. Maka
dari itu, filsafat hukum juga merupakan landasan berpikir manusia.
Berfilsafat berarti selalu berusaha untuk berfikir guna mencapai kebaikan dan
kebenaran, berfikir dalam filsafat bukan sembarang berfikir namun berpikir secara
radikal sampai ke akar-akarnya. Seperti yang dikemukakan diatas bahwa akatifitas
manusia dalam menjalani kehidupan sehari-sehari selalu dihadapkan dalam aktifitas
berpikir, beragam masalah datang untuk kita selesaikan dengan memikirkan cara
penyelesaiannya. Keadaan berpikir sehari-hari yang dilakukan oleh manusia untuk
menyelesaikan setiap permasalahan yang ditemukannya menjadi ciri dari orang tersebut
sedang berfilsafat. Apakah orang lapar dan kemudian berpikir untuk mencari solusi agar
tidak lapar, itu juga merupakan berpikir filsafat. Berpikir filsafat memerlukan latihan dan
pembiasaan yang dilakukan secara terus-menerus sehingga dalam setiap pemikiran setiap
permasalahan atau subtansi akan mendapatkan pencermatan yang mendalam untuk
mencapai kebenaran jawaban, dengan cara yang benar sebagai bentuk kecintaan terhadap
kebenaran. Memahami filsafat dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan maupun
sudut pandang. Pendekatan yang secara umum dimaksudkan adalah sudut pandang
filsafat sebagai proses dan filsafat sebagai produk. Filsafat sebagai proses
menggambarkan suatu cara atau metode berpikir sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir
filsafat, sedangkan filsafat sebagai produk dapat dimaknai sebagai sekumpulan pemikiran
dan pendapat yang dikemukakan oleh para filsuf. Melalui dua sudut pandang ini akan
didapatkan pemahaman tentang filsafat yang sesungguhnya.
Pemikiran tentang Filsafat hukum sebagai landasan berpikir mansuia diperlukan
untuk menelusuri seberapa jauh penerapan arti hukum dipraktekkan dalam hidup sehari-
hari, juga untuk menunjukkan ketidaksesuaian antara teori dan praktek hukum. Manusia
memanipulasi kenyataan hukum yang baik menjadi tidak bermakna karena ditafsirkan
dengan keliru, sengaja dikelirukan, dan disalahtafsirkan untuk mencapai kepentingan
tertentu. Banyaknya kasus hukum yang tidak terselesaikan karena ditarik ke masalah
politik. Kebenaran hukum dan keadilan dimanipulasi dengan cara yang sistematik
sehingga peradilan tidak menemukan keadaan yang sebenarnya. Kebijaksanaan
pemerintah tidak mampu membawa hukum menjadi “panglima” dalam menentukan
keadilan, sebab hukum dikebiri oleh sekelompok orang yang mampu membelinya atau
orang yang memiliki kekuasaan yang lebih tinggi.
Filsafat hukum memfokuskan pada segi filosofisnya hukum yang berorientasi
pada masalahmasalah fungsi dan filsafat hukum itu sendiri yaitu melakukan penertiban
hukum, penyelesaian pertikaian, pertahankan dan memelihara tata tertib, mengadakan
perubahan, pengaturan tata tertib demi terwujudnya rasa keadilan berdasarkan kaidah
hukum abstrak dan konkrit. Pemikiran filsafat hukum berdampak positif sebab
melakukan analisis yang tidak dangkal tetapi mendalam dari setiap persoalan hukum
yang timbul dalam masyarakat atau perkembangan ilmu hukum itu sendiri secara teoritis,
cakrawalanya berkembang luas dan komprehensive. Pemanfaatan penggabungan ilmu
hukum dengan filsafat hukum adalah politik hukum, sebab politik hukum lebih praktis,
fungsional dengan cara menguraikan pemikiran teleologis konstruktif yang dilakukan di
dalam hubungannya dengan pembentukan hukum dan penemuan hukum yang merupakan
kaidah abstrak yang berlaku umum, sedangkan penemuan hukum merupakan penentuan
kaidah konkrit yang berlaku secara khusus

2. Tujuan Kegiatan
Berikut tujuan dari penelitian ini adalah :
1) Untuk mengetahui lebih rinci tentang filsafat hukum
2) Untuk mengetahui hubungan antara filsafat hukum dengan landasan berpikir
manusia
3) Untuk mengetahui apa itu filsafat hukum sebagai cara berpikir

3. Pemecahan Masalah
1) Apa yang dimaksud dengan filsafat hukum?
2) Bagaimana hubungan antara filsafat hukum dengan landasan berpikir manusia?
3) Apa yang dimaksud dengan filsafat hukum sebagai cara beripikir?
B. Pembahasan
1. Definisi filsafat hukum
Memasuki pusaran perbincangan filsafat bagaikan memasuki lautan yang kacau
balau dilanda badai dan topan. Bermula dengan keheranan dan berakhir dengan
kebingunan. Dalam satu pokok permasalahan saja terdapat ragam pendapat yang
saling berlawanan antara satu persatunya, secara samar maupun secara tajam. Hal itu
terjadi, berawal dari ketidaksepakatan para ahli tentang definisi filsafat itu sendiri.
Filsafat, secara harfiah, berarti cinta akan kebijaksanaan. Inggris : philosophy;
Yunani: Philoshophia (cinta akan kebijaksanaan); philos (cinta) atau philia
(persahabatan, tertarik kepada) dan shopos (kebijaksanaan, pengetahuan, ketrampilan,
pengalaman praktis, intelegensi). Nama itu sendiri menunjukkan bahwa manusia
tidak pernah secara sempurna memiliki pengertian menyeluruh tentang segala
sesuatu yang dimaksudkan kebijaksanaan, namun terus menerus harus mengejarnya.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah
cabang filsafat, yaitu filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat
hukum. Dengan kata lain, filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum
secara filosofis. Jadi obyek filsafat hukum adalah hukum, dan obyek tersebut dikaji
secara mendalam sampai kepada inti atau dasarnya, yang disebut hakikat.
Lili Rasyidi menyebutkan pertanyaan yang menjadi masalah filsafat
hukum, antara lain: (1) Hubungan hukum dan kekuasaan, (2) Hubunganhukum
dengan nilai-nilai social budaya, (3) Apa sebab Negara berhak menghukum
seseorang, (4) Apa sebab orang menaati hukum, (5) Masalah pertanggungjawaban,
(6) Masalah hak milik, (7) Masalah kontrak, dan (8) Masalah peranan hukum sebagai
sarana pembaharuan masyarakat.
Sedangkan menurut Otje Salman, yang dimaksud dengan filsafat hukum adalah
induk dari semua disiplin yuridik, karena filsafat hukum membahas dan menganalisis
masalah-masalah yang paling fundamental yang timbul dalam hukum, karena sangat
fundamentalnya, filsafat hukum bagi manusia tidak terpecahkan, karena masalahnya
melampaui kemampuan berpikir manusia. Filsafat hukum akan selalu berkembang
dan tidak pernah berakhir, karena akan mencoba memberikan jawaban pada
pertanyaan-pertanyaan abadi. Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang yang dihasilkan
dari jawaban-jawaban pertanyaan sebelumnya, dan begitu seterusnya. (Otje Salman
dan Anton F Susanto, 2005; 64) Konsepsi hukum sebagai sasaran pokok dari
perenungan kefilsafatan adalah setua sejarah filsafat itu sendiri. Mulai dari zaman
Yunani kuno sampai masa-masa kemudian, hukum selalu dibahas dan dipersoalkan,
yaitu mengenai keberadaannya dan realitanya. Bagi orang yang berhasrat untuk
mengetahui hukum secara mendalam, maka ia harus berusaha membicarakan tentang
hakikat dan asal usul hukum, hubungan hukum dengan Refleksi dan Relevansi
Pemikiran Filsafat Hukum .
2. Hubungan antara filsafat hukum dengan landasan berpikir manusia
Filsafat membantu memahami bahwa sesuatu tidak selalu tampak seperti apa
adanya. Filsafat membantu untuk mengerti tentang diri sendiri dan dunia, karena
filsafat mengajarkan bagaimana bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar.
Filsafat membuat seseorang lebih kritis. Hubungan antara filsafat hukum dengan
landasan berpikir manusia adalah sama-sama berupaya memecahkan persoalan dalam
artian filsafat hukum menciptakan hukum yang lebih sempurna, serta membuktikan
bahwa hukum mampu memberikan penyelesaian persoalan-persoalan yang hidup dan
berkembang di dalam masyarakat dengan menggunakan sistim hukum yang berlaku
suatu masa, disuatu tempat sebagai Hukum Positif.
Selain sebagai landasan berpikir filsafat ternyata juga sebagai pandangan hidup
(Weltsanchaung) merupakan suatu pandangan hidup yang dijadikan dasar setiap
tindakan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari, juga dipergunakan untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi dalam kehidupan.
Filsafat hukum sudah sering digunakan sebagai landasan dalam upaya berfikir kritis.
Adapun ciri-ciri pemikiran filsafat yaitu sebagai berikut :
1) Berpikir Rasional, Sebagaimana diketahui, berfilsafat adalah berpikir. Meskipun
demikian, tidak semua kegiatan berpikir dan hasil berpikir dimaksud dapat
dikategorikan sebagai berfilsafat. Ciri pemikiran filsafat pertama-tama harus
bersifat rasional, bukan perasaan subyektif, khayalan, atau imajinasi belakah.
Ciri pemikiran rasional menunjukkan bahwa baik kegiatan berpikir maupun hasil
pemikiran filsafat itu sendiri harus dapat diterima secara akal sehat, bukan
sekedar mengikuti sebuah common sense (pikiran umum). Ciri pemikiran filsafat
yang rasional itu membuat filsafat disebut sebagai pemikiran kritis atau “ilmu
kritis”.
2) Berpikir Radikal.
3) Kreativ dan inovatif.
4) Berfikir sistematis dan analisis
5) Berfikir Universal (Luas)
6) Kompherensif dan holistik (menyeluruh dan utuh)
7) Berfikir abstrak dan spekulatif.
8) Berfikir reflektif (pertimbangan) dan humanistik.
9) Berfikir konstektual, eksistensial, dan kontemplatif.
Ciri-ciri diatas menyebutkan bahwa dalam berfikir kritis ala filsafat hukum
memiliki pemikiran secara lengkap hingga akar-akarnya. Tidak serta merta
hanya berfikir secara sederhana, akan tetapi berfikir secara universal bagi masa
sekarang dan masa yang akan datang. Untuk itu ketika menerima suatu informasi
sebisa mungkin didiskusikan terlebih dahulu dan dievaluasi dengan pemikiran
filsafat hukum.
Filsafat hukum berupaya memecahkan persoalan, menciptakan hukum
yang lebih sempurna, serta membuktikan bahwa hukum mampu memberikan
penyelesaian persoalan-persoalan yang hidup dan berkembang di dalam
masyarakat dengan menggunakan sistim hukum yang berlaku suatu masa,
disuatu tempat sebagai Hukum Positif.

3. Filsafat hukum sebagai cara beripikir


Filsafat hukum sebagai cara berpikir dikarenakan berpikir untuk memahami
hakikat dari kenyataan dalam rangka menemukan kebenaran sejati. Selain itu, Tugas
utama filsafat hukum adalah menjelaskan nilai-nilai dasar dan kaidah hukum secara
filosofis yang mampu mewujudkan cita-cita keadilan, kebenaran dan ketertiban di
dalam tatanan kehidupan masyarakat. Hampir setiap manusia dapat dikatakan sebagai
seorang filsuf, artinya bahwa setiap orang itu mempunyai filsafatnya sendiri-sendiri.
Setiap diri yang berkesadaran tentu mempunyai pandangan khas terhadap alam
semesta.
Tugas filsafat hukum masih relevan untuk menciptakan kondisi hukum yang
sebenarnya, sebab tugas filsafat hukum adalah menjelaskan nilai-nilai, dasardasar
hukum secara filosofis serta mampu memformulasikan cita-cita keadilan, ketertiban
di dalam kehidupan yang relevan dengan kenyataankenyataan hukum yang berlaku,
bahkan tidak menutup kemungkinan hukum menyesuaikan, guna memenhui
kebutuhan perkembangan hukum pada suatu masa tertenu, suatu waktu dan pada
suatu tempat.
C. Penutup
1. Kesimpulan
Filsafat hukum sebagai landasan berpikir manusia memberikan perspektif bahwa
keadilan diwujudkan dalam hukum. Filsafat hukum berupaya memecahkan persoalan,
menciptakan hukum yang lebih sempurna, serta membuuktikan bahwa hukum mampu
memberikan penyelesaiaan perosalan-persoalan yang hidup dan berkembang di dalam
masyarakat dengan menggunakan sistem hukum yang berlaku suatu masa. Tugas
filsafat hukum masih relavan untuk menciptakan kondisi hukum yang sebenarnya,
sebab tugas filsafat hukum adalah menjelaskan nilai-nilai, dasar-dasar hukum secara
fisiologis serta mampu memformulasikan cita-cita keadilan Pada dasarnya hakekat
hukum yang ideal sebagai obyek filsafat hukum tentunya mempersoalkan pertanyaan-
pertanyaan yang bersifat dasar dari hukum. Pertanyaan-pertanyaan tentang
“hakikat hukum”, tentang “dasar -dasar bagi kekuatan mengikat dari hukum”,
merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat mendasar itu. Atas dasar yang
demikian itu, filsafat hukum bisa dihadapkan kepada ilmu hukum positif. Sekalipun
sama-sama menggarap bahan hukum, tetapi masing-masing mengambil
sudut pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu hukum positif hanya berurusan
dengan suatu tata hukum tertentu dan mempertanyakan konsistensi logis asas-asas,
peraturan-peraturan, bidang-bidang serta sistem hukumnya sendiri.

2. Saran
Sebagai bentuk saran dari penulis hubungannya dengan hakekat, pengertian
hukum sebagai obyek telaah filsafat hukum yakni sebagai insan yang berpikir
tentunya dapat membedakan yang mana yang haq dan mana yang bathil, mana yang
salah dan mana yang benar. Utamanya kepada para penegak hukum, haruslah
mengetahui akan makna hukum itu sendiri agar tidak terjebak dalam dinamika
perdebatan akan makna hukum itu, sehingga dengan demikian mereka mampu
menegakkan hukum secara ideal yang mengedepankan keselarasan antara keadilan,
kemanfaatan, serta kepastian hukum.
Daftar Pustaka

Laurensius Arliman S, Antropologi Hukum, Deepublish, Yogyakarta, 2023.


Laurensius Arliman S, Filsafat Hukum, Deepublish, Yogyakarta, 2023.
Laurensius Arliman S, Pendidikan Kewarganegaraan : Tantangan Warga Negara
Milenial Menghadapi Revolusi Industri 4.0, , Deepublish, Yogyakarta, 2019.
Laurensius Arliman S, Pengaturan Kelembagaan Hak Asasi Manusia Terhadap Anak
Di Indonesia, Disertasi Fakultas Hukum, Universitas Andalas, Padang, 2022.
Laurensius Arliman S, Kajian Naratif Antropologi Dan Pendidikan, Ensiklopedia
Education Review, Nomor 2, Nomor 1, 2020.
Laurensius Arliman S, Participation Non-Governmental Organization In Protecting
Child Rights In The Area Of Social Conflict, Ushuluddin International Conference
(USICON) 1, 2017.
Laurensius Arliman S, Penyelesaian Konflik Antar Umat Beragama (Studi Pada
Komnas HAM Perwakilan Sumatera Barat), Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum,
Volume 2, Nomor 2, 2015.
Laurensius Arliman, Ernita Arif, Pendidikan Karakter Untuk Mengatasi Degradasi
Moral Komunikasi Keluarga, Ensiklopedia of Journal, Volume 4, Nomor 2, 2022.
Laurensius Arliman S, Pendidikan Karakter Dalam Tinjauan Psikologi, Ensiklopedia
of Journal, Volume 3, Nomor 3, 2021.
Handayani, 2018. peranan filsafat hukum dalam mewujudkan keadilan. Jurnal Muara
Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, 2(2), 720-725.

Mansur, Rosichim. 2019. Filsafat mengajarkan manusia berpikir kritis. Jurnal Ilmiah
Pendidikan Dasar Islam. 1(2), 29-37.

Subekti, Imam. 2021.Kontribusi filsafat ilmu dalam penelitian ilmiah dan kehidupan
sosial. Jurnal filsafat Indonesia. 4(3), 229-241.

Sulistyawan, Aditya Yuli. 2020. Peran penalaran bagi pembelajar hukum dalam
upaya memahami realitas hukum. Jurnal crepido. 2(1), 24-34.

Istikhomah, Radenrara Imroatun. 2021. Filsafat Sebagai Landasan Ilmu dalam


Pengembangan Sains. Jurnal Filsafat Indonesia. 4(1), 59-64.

Anda mungkin juga menyukai