Anda di halaman 1dari 18

Kerangk

a
Berfikir
Ilmiah
Oleh :
Murdalin
Geograp
Denta
hy
Leaders
hip

Pendahuluan

Setiap manusia diberikan akal untuk berpikir. Akal adalah komponen yang paling penting dalam menilai sesuatu. Sekalipun dalam proses
berpikir akal pun masih bisa salah, yang berarti akal tidak mutlak. Berpikir adalah gerak akal yang berarti bahwa berpikir adalah sebuah proses.
Di dalam sebuah proses, sering terjadi kesalahan ketika proses tersebut tidak berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada. Demikian pun
dengan berpikir harus menaati aturan-aturan pemikiran yang sesuatu ketentuan agar tidak terjadi kecelakaan berpikir. Untuk menghindari
kecelakaan berpikir tersebut, maka sudah seyogyanyalah manusia memiliki kerangka berpikir ilmiah .Kerangka berpikir ilmiah selalu dikaitkan
dengan logika dan filsafat karena tiga komponen ini masih saling berhubungan. Kerangka berpikir ilmiah (epistemologi) merupakan salah satu
cabang dari filsafat ilmu, setelah ontologi dan aksiologi, yang secara khusus mengkaji dan mempelajari tentang hakikat ilmu itu sendiri (teori
dan tekniknya) dengan pengetahuan ilmiah.

A. Defenisi Kerangka Berfikir Ilmiah

defenisi adalah Batasan /Membatasi sesuatu sehingga kita dapat memiliki pengertian terhadap sesuatu atau memberikan
pengertian/penjelasan tentang sesuatu hal dan disertai dengan batasan-batasan sehingga hal tersebut menjadi jelas dan menjadi
Karakteristik. Apa karakteristik itu? Secara singkat dapat kita sebut sebagai Genera (Jenis) dan Diferentia (Sifat pembeda). Dapat
disimpulkan bahwa inti dari definisi yang pertama ini adalah menjelaskan sesuatu yang terbatas. Konsekwesinya, jika sesuatu tidak
terbatas maka tidak dapat didefinisikan.

Kerangka adalah sesuatu yang menyusun yang lain sehingga yang lain dapat berdiri.
Berpikir adalah proses untuk memperoleh pengetahuan. Berpikir merupakan gerak akal dari satu titik ke titik yang lain. Atau bisa juga gerak
akal dari pengetahuan yang satu ke pengetahuan yang lain. Pengetahuan pertama kita adalah ketidaktahuan (kita tahu bahwa kita sekarang
tidak mengetahui sesuatu), pengetahuan yang kedua adalah tahu (kemudian kita mengetahui apa yang sebelumnya tidak kita tahu). Wajar
kemudian ada juga yang mendefinisikan berpikir sebagai gerak akal dari tidak tahu menjadi tahu.Sedangkan,

ilmiah adalah sesuatu hal/penyataan yang bersifat keilmuan yang sesuai dengan hukum-hukum ilmu pengetahuan. Atau sesuatu yang dapat
dipertanggung jawabkan, dengan menggunakan metode Ilmiah (Prosedur atau langkah-langkah sistematis yang perlu diambil guna
memperoleh pengetahuan yang didasarkan atas uji coba hipotesis serta teori secara terkendali). Satu hal yang menjadi garis bawah adalah
“kebenaran ilmiah tidak mutlak, melainkan bersifat sementara, relatif, metodologis, pragmatis, dan fungsionalis, dan pasti Epistemologis.
Dengan demikian dalam kacamata dunia Ilmiah berdasarkan metode ilmiah, ilmu pengetahuan sebagai hasil fikir manusia akan terus
bertambah tanpa mengenal batas akhir.Permasalahan Berfikir Ilmiah sudah tentu tidak terlepas dari kajian filsafat ilmu, karena ia merupakan
bagian dari pengetahuan ilmiah

kerangka berpikir ilmiah membahas secara mendalam mengenai proses untuk memperoleh pengetahuan yang sesuai dengan
kebenarannya.

Mengapa sesuai kebenarannya? Sebab, manusia memiliki kemampuan berfikir yang akhirnya menyebabkan rasa ingin tahunya selalu
berkembang. Dengan kemampuan berfikir itulah sehingga manusia selalu menggabungkan pengetahuannya yang terdahulu hingga
menghasilkan pengetahuan yang baru yang bersumber pada kebenaran melalui kajian-kajian ilmu pengetahuan. Dan seiring dengan
perkembangan pola pikir manusia yang haus akan rasa ingin tahu melalui kajian ilmu pengetahuan tersebut yang pada akhirnya melahirkan
pengetahuan yang ilmiah.
Pengetahuan yang ilmiah selalu membutuhkan alasan dan penjelasan secara sistematis untuk memberikan suatu penegasan atau keyakinan.

B. Filsafat Ilmu

Filsafat secara etimologi

Kata filsafat dalam bahasa Arab dikenal denga istilah Falsafah dan dalam bahasa Inggris dikenal istilah Phylosophy serta dalam bahasa Yunani
dengan istilah Philosophia. Kata Philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan sophia yang berarti kebijasanaan (wisdom)
sehingga secara etimologis istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian,
seorang filsuf adalah pencinta atau pencari kebijaksanaan. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Phytagoras (582−486 SM). Arti filsafat
pada waktu itu, kemudian filsafat itu diperjelas seperti yang banyak dipakai sekarang ini dan juga digunakan oleh Socrates (470−390 SM) dan
filsuf lainnya.

Filsafat secara terminologi

Secara terminologi adalah arti yang dikandung oleh istilah filsafat. Hal ini disebabkan batasan dari filsafat itu sendiri banyak maka sebagai
gambaran diperkenalkan beberapa batasan sebagai berikut.

1) Plato, berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli karena
kebenaran itu mutlak di tangan Tuhan.

2) Aristoles, berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika,
logika, retorika, etika, dan estetika.
3) Prof. Dr. Fuad Hasan, filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari radiksnya suatu gejala, dari
akaranya suatu hal yang hendak dipermasalahkan.

4) Immanuel Kant, filsuf barat dengan gelar raksasa pemikir Eropa mengatakan filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal segala
pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan:

a) apa dapat kita ketahui, dijawab oleh metafisika?

b) apa yang boleh kita kerjakan, dijawab oleh etika?

c) apa yang dinamakan manusia, dijawab oleh antropologi? dan

d) sampai di mana harapan kita, dijawab oleh agama?

5) Rene Descartes, mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang hakikat bagaimana alam maujud yang
sebenarnya.

Filsafat adalah feeling (lave) in wisdom. Mencintai mencari menuju penemuan kebijaksanaan atau kearifan. Mencintai kearifan dengan
melakukan proses dalam arti pencarian kearifan sekaligus produknya.

1) Di dalam proses pencarian itu, yang dicari adalah kebenaran-kebenaran prinsip yang bersifat general

2) Prinsip yang bersifat general ini harus dapat dipakai untuk menjelaskan segala sesuatu kajian atas objek filsafat.

Pengertian filsafat tersebut memberikan pemahaman bahwa filsafat adalah suatu prinsip atau asas keilmuan untuk menelusuri suatu
kebenaran objek dengan modal berpikir secara radikal. Objeknya mengikuti realitas empiris dikaji secara filsafat untuk menelusuri hakikat
kebenarannya suatu entitas menggunakan metode yang disebut metode ilmiah (kebenaran ilmiah).
C. Prinsif / Aturan Berfikir

Mengenai prinsip berpikir, kita mungkin mempunyai cara yang berbeda-beda untuk mengekspresikannya. Hal itu bergantung kepada pilihan
kita masing-masing. Ada pun dua belas prinsip-prinsip berpikir secara praktis dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Selalu konstruktif

Banyak orang seringkali terjerembab ke dalam kebiasaan berpikir negatif. Mereka senang membuktikan kesalahan orang lain. Mereka cukup
puas dengan hanya bersikap kritis. Mereka tidak memiliki aspek berpikir yang konstruktif dan keinginan untuk memunculkan sesuatu yang
baru. Kita seharusnya mendorong cara berpikir konstruktif di atas cara berpikir kritis.

2. Berpikirlah perlahan dan cobalah untuk membuat semuanya sesederhana mungkin

Kecuali untuk beberapa kasus darurat, tidak ada manfaatnya berpikir dengan cepat. Sejumlah pemikiran bisa dilakukan dalam waktu yang
singkat bahkan jika kita berpikir secara perlahan-lahan. Cobalah membuat semuanya menjadi sederhana. Tidak ada manfaat yang bisa dibuat
dari sesuatu yang rumit (kecuali untuk membuat orang lain terkesan). Selalu ajukan pertanyaan: Adakah cara yang lebih mudah untuk melihat
hal ini?

3. Lepaskan ego Anda dari cara berpikir Anda dan mampu mundur sejenak untuk melihat apa hasil cara berpikir Anda tersebut
Rintangan terbesar untuk bisa berpikir dengan baik adalah keterlibatan ego: “Aku pasti benar.” “Ideku pastilah yang paling baik.” Anda harus
mampu mundur sejenak untuk melihat apa yang sedang terjadi di dalam pikiran Anda. Seperti Anda bisa melihat kemampuan Anda dalam
bermain tenis secara objektif, Anda juga seharusnya mampu bersikap objektif terhadap cara berpikir Anda. Itulah cara mengembangkan
keterampilan.

4. Pada saat ini, apa yang sedang kucoba lakukan? Apakah fokus dan tujuan dari pikiran ini?

Sekarang, apakah yang menjadi pusat perhatian cara berpikirku? Apakah yang sedang coba kuraih? Alat atau metode apakah yang sedang aku
gunakan? Tanpa memiliki fokus dan tujuan ini, cara berpikir hanyalah mengambang begitu saja dari waktu ke waktu, dari satu titik ke titik lain.
Cara berpikir yang efektif memerlukan fokus dan tujuan.

5. Mampu “berganti gigi” dalam cara berpikir Anda. Tahu kapan menggunakan logika, kapan menggunakan kreativitas, kapan mencari
informasi

Dalam mengemudikan mobil, Anda akan memilih gigi yang sesuai. Dalam bermain golf, Anda akan memilih tongkat pemukul yang tepat. Dalam
memasak, Anda akan memilih panci yang cocok. Berpikir kreatif berbeda dengan berpikir logis dan dengan mencari informasi. Seorang pemikir
yang terampil harus memiliki keterampilan dalam semua jenis cara berpikir yang berbeda. Tidak cukup hanya menjadi orang yang kreatif atau
kritis. Anda juga harus tahu kapan dan bagaimana menggunakan berbagai jenis cara berpikir yang berbeda-beda itu.
6. Apakah hasil dari cara berpikirku ini – mengapa aku meyakini bahwa hal ini akan berhasil?

Kalau Anda tidak bisa menjelaskan dengan gamblang hasil akhir cara berpikir Anda, maka Anda telah membuang waktu Anda. Jikalau Anda
telah memiliki sebuah simpulan, putusan, solusi, rancangan, dan sebagainya, seharusnya Anda mampu menjelaskan mengapa Anda pikir hal
itu akan berhasil. Pada titik ini, bagaimana Anda sampai pada simpulan itu tidak menjadi masalah. Jelaskan kepada diri Anda sendiri –
sebagaimana Anda akan menjelaskannya kepada orang lain – mengapa Anda pikir hasilnya akan berfungsi dengan baik. Apabila hasilnya itu
berupa definisi yang perlu diekslorasi lagi, masalah baru, atau cara pandang yang lebih baik, Anda harus mengatakan rencana Anda
selanjutnya.

7. Berbagai perasaan dan emosi adalah bagian penting cara berpikir, tetapi tempatkan pada tahap setelah eksplorasi dan bukan
sebelumnya

Kita seringkali diberitahu bahwa berbagai perasaan dan emosi harus dijauhkan ketika berpikir. Ini mungkin memang benar untuk matematika
dan ilmu pengetahuan, tetapi saat berhubungan dengan manusia, berbagai perasaan dan emosi menjadi bagian penting cara berpikir kita.
Namun, perasaan dan emosi itu harus diletakkan di tempat yang tepat. Jika berbagai perasaan digunakan pada awal berpikir, persepsi akan
terbatas dan pemilihan tindakan mungkin tidak akan leluasa. Ketika eksplorasi dilakukan pada awal dan saat berbagai alternatif telah ditelaah,
giliran berbagai perasaan dan emosi digunakan untuk menentukan pilihan terakhir.

8. Selalu mencoba untuk mencari berbagai alternatif, persepsi, dan ide baru
Setiap waktu, seorang pemikir terampil akan mencoba menemukan berbagai alternatif: penjelasan, interpretasi, kemungkinan tindakan yang
diambil, pendekatan yang berbeda, dan sebagainya. Saat seseorang menyatakan bahwa “hanya ada dua alternatif”, maka sang pemikir
terampil akan segera mencari alternatif lainnya. Saat sebuah penjelasan diberikan sebagai satu-satunya alternatif, maka sang pemikir terampil
mencoba memikirkan penjelasan yang lain. Hal ini sama dengan pencarian berbagai ide dan persepsi yang baru. Tanyakan, apakah ini satu-
satunya cara untuk memandang masalah ini?

9. Mampu bergerak bolak-balik antara berpikir garis besar dan berpikir terperinci

Untuk menerapkan ide apa pun yang kita miliki, kita harus berpikir dalam berbagai hal terperinci yang terbaru. Jadi, pada akhirnya kita harus
spesifik. Akan tetapi, kemampuan memikirkan secara garis besar (konsep, fungsi, tingkatan abstrak) adalah karakteristik kunci seorang pemikir
terampil. Inilah cara kita memunculkan berbagai alternatif. Inilah cara kita bergerak dari satu ide ke ide lainnya. Inilah cara kita
menghubungkan berbagai ide yang kita miliki. Apakah garis besarnya di sini? Bagaimana kita bisa menjalankan cara berpikir garis besar ini?

10. Apakah ini masalah “mungkin” atau “pasti”? Logika sama bermanfaatnya seperti persepsi dan informasi yang mendasari masalah
tersebut.

Ini adalah prinsip kunci karena ia berhubungan dengan kebenaran dan logika. Jika sesuatu ditanyakan sebagai kebenaran, maka pernyataan itu
“harus” demikian. Saat dinyatakan bahwa sebuah simpulan “harus bisa diruntut” dari yang telah terjadi sebelumnya, ada juga tuntutan kepada
“kepastian”. Apabila kita bisa menentang hal ini dan menunjukkan bahwa hal itu hanyalah sebuah “kemungkinan”, maka simpulan itu masih
akan memiliki nilai, cuma bukan lagi sebagai nilai dogmatis dari sebuah kebenaran dan logika. Bahkan apabila logika itu tidak memiliki
kesalahan, maka simpulannya akan hanya cocok dengan persepsi dan informasi yang menjadi dasar logika tersebut. Jadi, kita harus melihat
dasarnya. Dalam berbagai permainan dan sistem kepercayaan, kita membuat semuanya menjadi sebuah kebenaran sehingga semuanya
memang akan benar dalam konteks itu. dalam kehidupan sehari-hari, kita harus selalu membedakan antara apa yang “mungkin” dan “pasti”.
Kita juga perlu memeriksa sebuah kenyataan yang diajukan.

11. Cara pandang yang berbeda bisa saja benar berdasarkan persepsi yang berbeda

Saat adanya cara pandang yang berbeda, kita cenderung merasa bahwa hanya ada satu cara pandang yang benar. Seandainya Anda meyakini
bahwa Anda memang benar, maka Anda akan berusaha menunjukkan bahwa cara pandang yang lain itu salah. Akan tetapi, cara pandang yang
berbeda mungkin saja “benar”. Sebuah cara pandang yang berbeda mungkin benar dan logis berdasarkan persepsi yang berbeda dengan
persepsi Anda. Persepsi ini mungkin meliputi berbagai informasi, pengalaman, nilai, dan cara pandang yang berbeda atas dunia ini. Dalam
menyelesaikan argumentasi dan ketidaksepahaman, kita harus menyadari perbedaan persepsi yang digunakan oleh beberapa pihak. Kita harus
menyajikan hal ini di hadapan beberapa belah pihak, lalu membandingkannya.

12. Semua tindakan memiliki konsekuensi dan akibat terhadap nilai, orang-orang, dan dunia di sekeliling kita

Tidak semua hasil berpikir akan berakhir dalam tindakan. Bahkan saat hasil berpikir tidak menghasilkan tindakan, tindakan ini mungkin
diletakkan dalam sebuah konteks spesifik, seperti dalam matematika, eksperimen ilmiah, atau permainan yang dilakukan. Pada umumnya, cara
berpikir yang berujung pada rencana tindakan, penyelesaian masalah, rancangan, pilihan atau putusan, akan diikuti oleh tindakan. Tindakan ini
punya konsekuensi yang akan datang. Tindakan ini akan memiliki akibat yang dirasakan dunia sekitar. Dunia ini akan meliputi berbagai nilai dan
orang lain. Tindakan ini tidak terjadi dalam kekosongan. Dunia kini adalah tempat yang penuh sesak. Orang lain dan lingkungan akan selalu
terkena dampak dari berbagai putusan dan inisiatif yang dibuat.

Seorang pemikir telah membantu kita menyusun prinsip atau aturan berpikir tersebut yang sering disebut logika aristotelian atau logika formal
sebagai berikut:
1. Prinsip identitas.
Prinsip ini menyatakan bahwa sesuatu hanya sama dengan dirinya sendiri. Secara matematis dirumuskan: X=X
2. Prinsip non kontradiksi.
Prinsip ini menyatakan bahwa tiada sesuatu pun yang berkontradiksi. Sesuatu berbeda dengan bukan dirinya. Jika diturunkan melalui
rumus matematika: X ? X
3. Prinsip kausalitas.
Prinsip ini menyatakan bahwa tidak ada sesuatupun yang kebetulan. Setiap sebab melahirkan akibat.
4. Prinsip keselarasan.
Prinsip ini menyatakan bahwa setiap akibat selaras dengan sebabnya.

Kambing jika kita beri emas dan rumput ia tidak akan mengambil emas karena rumput = rumput dan emas = emas artinya justru prinsip ini
berlaku universal.
Ketika kita menangkap sesuatu karena akal kita akan mengatakan bahwa tidak mungkin dia ada dengan sendirinya, pasti ada penyebabnya.
Dan akibat pasti selaras dengan sebabnya. Tidak mungkin benih jagung menyebabkan tumbuhnya pohon kurma. Semua yang ada di alam ini
adalah bukti kemutlakan prinsip yang niscaya lagi rasional ini.
Untuk menjelaskan hal itu Aristoteles juga mengembangkan metode ke dalam beberapa macam (Yang sebenarnya tidak jauh beda): 1. Induksi
yaitu penalaran dari yang khusus kepada yang umum, 2. Deduksi yaitu penalaran dari yang umum kepada yang khusus 3. Observasi yaitu
penggunaan bukti empiris, 4. Klasifikasi yaitu penggunaan definisi. Beberapa metode yang bermunculan sesuai dengan bidang keilmuannya
diantaranya phytagoras mengembangkan metode perhitungan matematika, democritus dengan mengajukan konsep mekanisme. Dan metode
ilmiah akhirnya menjadi sebuah tahapan yang bervariasi sesuai dengan disiplin ilmu yang dihadapi & untuk jelasnya silahkan Konsentrasi
Mengikuti Materi logika di hari selanjutnya.

D. Mazhab Berfikir

Secara umum ada beberapa mazhab pemikiran yang berusaha menawarkan sumber-sumber pengetahuansebagai mana berikut:

1. Skriptualisme
Skriptualisme adalah sebuah sistem berpikir yang dalam menilai kebenaran digunakan teks kitab. Asumsi dasar yang terbangun adalah teks
dalam kitab mutlak adanya, oleh karenanya dalam penilain kebenaran harus sesuai dengan teks kitab. Mempertanyakan teks kitab sama
saja dengan mempertanyakan kemutlakan. Biasanya kaum skriptual adalah orang yang beragama secara sederhana. Maksudnya, peran akal
dalam wilayah keagamaan sangat sempit bahkan hampir tidak ada. Akal dianggap terbatas dan tidak mampu menilai, olehnya kembali lagi
ke teks kitab. Namun dalam wilayah epistemologi, skriptualisme memiliki beberapa kekurangan, antara lain:
Tidak memiliki alasan yang jelas, mengapa kita harus mempercayai kitab tersebut. Kalau yang mutlak adalah teks kitab, maka
pertanyaannya “Bagaimana caranya diantara banyak kitab menilai bahwa kitab inilah yang benar”. Kalau kita langsung percaya, maka kitab
lain juga harus kita langsung percaya. Nah, kalau kontradisi, kitab yang mana benar? Artinnya, kelemahan pertamanya adalah butuh sesuatu
dalam membuktikan kebenaran sebuah kitab.
· Dari kelemahan pertama dapat kita turunkan kelemahan berikutnya, yakni: terjebak pada subjektifitas. Artinya, kebenaran sebuah kitab
sangat tergantung pada umatnya. Kebenaran Al Qur’an, walau berbicara universal, hanya dibenarkan oleh umat Islam. Umat Nasrani, Budha
dan sebagainya meyakini kitab mereka masing-masing. Sementara kita tidak dapat memaksakan kitab kita pada umat lain sebagaimana kita
pun pasti tidak akan menerima teks kitab umat lain
·         
2. Idealisme Platonian
Pemikiran Plato dapat digambarkan kurang lebih seperti ini. Sebelum manusia lahir dan masih berada di alam ide, semua kejadian telah
terjadi. Olehnya, manusia telah memiliki pengetahuan. Ketika terlahir di alam materi ini, pengetahaun itu hilang. Untuk itu yang harus
manusia lakukan kemudian adalah bagaimana mengingat kembali. Pengetahuan yang kita miliki hari ini kemarin dan akan datang
sebetulnya (dalam perspektif teori ini) tidak lebih dari pengingatan kembali. Teori ini juga sering disebut sebagai teori pengingatan kembal.
Namun sebagai alat penilaian, teori ini memiliki beberapa kekurangan.

· Tidak ada landasan yang memutlakkan bahwa dahulu kita pernah di alam ide
· Turunan dari yang pertama, kalaupun (jadi diasumsikan teori ini benar) ternyata sebelum lahir kita telah memiliki pengetahuan, maka
persoalannya adalah apakah pengetahuan kita saat ini selaran dengan pengetahuan kita sewaktu di alam ide. Kalau dikatakan selaras, apa
yang dapat dijadikan bukti.
· Ketiga, tidak diterangkan dimanakah ide dan material itu menyatu (saat manusia belum dilahirkan), dan mengapa disaat kita lahir, tiba-tiba
pengetahuan itu hilang. Kalau dikatakan material kita terlalu kotor untuk menampung ide, maka mengapa saat ini kita bukan saja memiliki
ide, tapi bahkan mampu mengembangkan ide disaat material kita justru semakin kotor.
3. Empirisme
Doktrin empirisme berlandaskan pada pengalaman dan persepsi inderawi. Oleh karena itu, kebenaran dalam doktrin ini adalah sesuatu
yang dapat ditangkap oleh indra manusia. Bangunan sains kita pada hari ini sangat kental nuansa empirisnya. Tetapi empirisme memiliki
kekurangan sebagai berikut:
· Indera terbatas mata misalnya memiliki daya jangkau penglihatan yang berbeda. Begitupun telinga dan indera lainnya. Olehnya indera
hanya bisa menangkap hal-hal yang bersifat terbatas atau material pula. Makanya fenomena penyembahan dan jatuh cinta misalnya,
tidak dapat dijawab dengan tepat oleh kaum empiris.
· Indera dapat mengalami distorsi. Sebagai contoh terjadinya fatamorgana atau pembiasan benda pada dua zat dengan kerapatan
molekul berbesa. Ketika kita masukkan pensil ke dalam gelas berisi air kita akan melihatnya bengkok karena kerapatan molekul air, gelas
dan udara sebagai medium berbeda. Padahal jika kita periksa ternyata pensil tetap lurus.
4. Kaum Perasa (Intuisi)
Kaum perasa selalu menjadikan perasaannya sebagai tolok ukur kebenaran. Ciri khas mereka adalah “Yakin saja”. Mereka menganggap
dirinya sebagai orang yang paling mampu mendengar suara hatinya, dan menjadikan suara hatinya sebagai ukuran kebenaran. Banyak
orang beragama seperti ini padahal sistem berpikir macam ini memiliki kekurangan dalam pembuktian kebenaran sebagai berikut:
· Tidak jelas yang didengar itu adalah suatu hati atau justru sekedar gejolak emosional, atau bahkan (dengan pendekatan orang
beragama) justru bisikan setan. Jangan sampai hanya gejolak emosi lantas dianggap suara hati, atau bisikan setan. Nah persoalannya
bagaimana membedakannya?
· Kalau pun didengar adalah suara hati, maka akan subjektif. Karena hati orang berbeda. Jika subjektif, maka yang didapatkan adalah
relativitas, bukan kemutlakan.
· Tidak punya landasan mengapa kita mesti mengikuti suara hati. Kalau akal menjustifikasi penggunaan hati berarti tidak konsisten.
Tetapi kalau menggunakan hati sebagai alasan mengapa harus mengikuti suara hati, maka kembali ke point sebelumnya.

E. Ilmu dan Pengetahuan

Dilansir dari Australian Academy of Science,


ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang telah teruji kebenarannya dan disusun secara sistematis berdasarkan dengan metode ilmiah.

Ilmu mengandung tiga kategori, yaitu hipotesis, teori, dan dalil hukum.
macam-macam jenis ilmu.

1. Ilmu praktis, ia tidak hanya sampai kepada hukum umum atau abstraksi, tidak hanya terhenti pada suatu teori, tetapi juga menuju
kepada dunia kenyataan. Ia mempelajari hubungan sebab-akibat untuk diterapkan dalam alam kenyataan.
2. Ilmu praktis normatif, ia memberi ukuran-ukuran (kriterium) dan norma- norma.

3. Ilmu proktis positif, ia memberikan ukuran atau norma yang lebih khusus daripada ilmu praktis normatif. Norma yang dikaji ialah
bagaimana membuat sesuatu atau tindakan apa yang harus dilakukan untuk mencapai hasil tertentu.

4. Ilmu spekulatif ideografis, yang tujuannya mengkaji kebenaran objek dalam wujud nyata dalam ruang dan waktu tertentu.

5. Ilmu spekulatif nomotetis, bertujuan mendapatkan hukum umum atau generalisasi substantif.

6. Ilmu spekulatif teoretis, bertujuan memahami kausalitas. Tujuannya memperoleh kebenaran dari keadaan atau peristiwa tertentu.

pengetahuan adalah informasi akan suatu kejadian yang belum teruji kebenarannya. Jangkauan Pengetahuan memiliki jangkauan yang
sempit. Karena dalam pengetahuan kita hanya tahu saja tanpa mengerti bagaimana dan mengapa sesuatu terjadi.

Jenis pengetahuan

Beranjak dari pengetahuan adalah kebenaran dan kebenaran adalah pengetahuan maka di dalam kehidupan manusia dapat
memiliki pengetahuan dan kebenaran. Burhanuddin Salam mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada
empat.

Pertama, pengetahuan biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common sense, sering
diartikan dengan Good sense karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik. Semua orang menyebutnya
sesuatu itu merah karena memang itu merah, benda itu panas karena memang dirasakan panas dan sebagainya.
Kedua, pengetahuan ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science yang pada prinsipnya merupakan usaha untuk
mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan
pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti
menggunakan berbagai metode. Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara objektif (objective thinking),
tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu,
diperolehnya melalui observasi, eksperimen, dan klasifikasi. Analisis ilmu itu objektif dan menyampingkan unsur pribadi,
pemikiran logika diutamakan, netral dalam arti tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat kedirian karena dimulai dengan
fakta.

Ketiga, pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang kontemplatif dan spekulatif.
Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu. Kalau ilmu hanya pada
satu bidang pengetahuan yang sempit, filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Filsafat biasanya
memberikan pengetahuan yang reflektif dan kritis sehingga ilmu yang tadinya kaku dan cenderung tertutup menjadi
longgar kembali.

Keempat, pengetahuan agama, yaitu pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya.
Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluknya.

F. Perkembangan Ilmu Pengetahuan

1. Periode Yunani Kuno


Pada zaman ini banyak bermunculan ilmuwan yang terkemuka. Di antaranya adalah:
a. Thales (624-545 SM).
b. Pythagoras (580 SM–500 SM)
c. Socrates (469 SM-399 SM)
a. Plato (427 SM-347 SM)
b. Aristoteles (384 SM- 322 SM)
2. Periode Islam.
3. Masa renaisans dan modern
4. Periode Kontemporer

Anda mungkin juga menyukai