Anda di halaman 1dari 22

MATA KULIAH FILSAFAT ILMU

REVIEW BUKU:
Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer

Dosen Pengampu :

Disusun Oleh

JUNARDIN DJAMALUDDIN
NIM.

PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU LINGKUNGAN


UNIVERSITAS HASANUDDIN
2023
BAB I
PEMIKIRAN FILSAFAT

A. Ilmu dan Filsafat


Filsafat dimulai dengan rasa ingin tahu dan kepastian, yang bertujuan untuk
mengungkap pengetahuan yang ada dan yang tidak kita ketahui. Hal ini melibatkan
kerendahan hati dan koreksi diri, menyadari bahwa kita tidak akan pernah
mengetahui segalanya di alam semesta tanpa batas. Berfilsafat tentang sains
melibatkan kejujuran pada diri sendiri tentang pengetahuan kita, membedakannya
dari pengetahuan non-ilmiah, menentukan kebenaran ilmiah, dan mempelajari
tujuannya. Hal ini juga melibatkan evaluasi pengetahuan yang ada, menentukan di
mana pengetahuan dimulai dan berakhir, dan mengenali keuntungan dan kegunaan
ilmu pengetahuan. Filsafat adalah keberanian untuk jujur dan mencari kebenaran
dalam pemahaman kita.

B. Filsafat
Filsafat adalah ilmu yang mempelajari sesuatu secara mendalam, mendalam,
dan terus-menerus. Ciri-ciri pemikiran filsafat adalah keluasan, kedalaman, dan
spekulasi. Tujuan utama filsafat adalah membangun landasan yang kokoh. Apa
logikanya? Apa definisi benar? Apa yang dianggap sah? Apakah alam teratur atau
tidak teratur? Apakah ada tujuan hidup, atau tidak masuk akal? Adakah hukum yang
mengatur alam dan seluruh kehidupan hewan? Sesuai dengan landasan spekulatifnya,
filsafat menyelidiki segala permasalahan yang dapat dibayangkan manusia.
Ada tiga ciri pemikiran filosofis, yaitu komprehensif, hakikat alam, dan
murni spekulatif. Sesuai dengan sifatnya yang spekulatif, disiplin Ilmu Filsafat
menyelidiki segala persoalan yang mungkin ada dalam benak manusia. Sesuai
dengan peran perintisnya sebagai penjawab, ia mempertanyakan hal mendasar:
setelah menyelesaikan satu masalah, ia mulai menyelidiki masalah lainnya.
C. Cabang-cabang Filsafat
Berbagai cabang filsafat mencakup bidang penyelidikan berikut:
1. Epistemologi, yang menjamin studi pengetahuan dan perolehannya.
2. Etika, yang menyangkut filsafat moral dan pemeriksaan prinsip-prinsip yang
mengatur tingkah laku manusia.
3. Estetika, yang menitik beratkan pada filsafat seni dan hakikat keindahan.
4. Metafisika, yang menggali pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang realitas,
keberadaan, dan hakikat keberadaan.
5. Politik, yang melibatkan filosofi pemerintahan dan eksplorasi sistem politik serta
prinsip-prinsip yang mendasarinya.
6. Filsafat Agama, yang mengkaji keyakinan, praktik keagamaan, dan implikasi
filosofisnya.
7. Filsafat ilmu, yang menyelidiki hakikat pengetahuan ilmiah, metodologi, dan
landasan filosofis penyelidikan ilmiah.
8. Filsafat pendidikan berkaitan dengan landasan teoritis dan prinsip-prinsip yang
memandu praktik dan kebijakan pendidikan.
9. Filsafat hukum yaitu studi yang mengkaji asas-asas dan konsep-konsep dasar yang
mendasari sistem hukum.
10. Filsafat sejarah, yang mengkaji hakikat dan makna sejarah.
11. Filsafat Matematika, yaitu bidang filsafat yang berkaitan dengan studi
matematika.
Penyelidikan filosofis mencakup pemeriksaan terhadap tiga ciri mendasar:
1. Konsep logika, bertahan pada penentuan kebenaran dan kepalsuan.
2. Konsep Etika, menggambarkan standar moral dan mengevaluasi tindakan moral.
3. Konsep estetika, berkaitan dengan evaluasi subjektif terhadap keindahan dan
keburukan.

D. Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan subbidang epistemologi (filsafat ilmu) yang
menyelidiki hakikat ilmu (ilmu pengetahuan). Sains merupakan suatu cabang ilmu
pengetahuan yang mempunyai sifat-sifat tertentu. Karena permasalahan teknis
tertentu, filsafat ilmu sering kali terbagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat
ilmu-ilmu sosial, padahal metodologi ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam
dan ilmu-ilmu sosial.
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang filsafat yang berupaya menjawab
sejumlah keprihatinan mengenai hakikat ilmu, antara lain:
1. Ontologis
Topik apa yang diselidiki oleh sains? Bagaimanakah bentuk dasar benda tersebut?
Apa hubungan antara suatu objek dan persepsi manusia (seperti pemikiran,
pengalaman, dan penginderaan) yang mengarah pada produksi pengetahuan?
2. Epistemologi
Bagaimana cara memperoleh ilmu dalam bentuk ilmu? Bagaimana cara kerjanya?
Faktor-faktor apa yang harus dipertimbangkan agar kita dapat memperoleh
pengetahuan yang tepat? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apa saja
persyaratannya? Teknik/metode/cara apa yang membantu kita dalam memperoleh
pengetahuan dalam bentuk pengetahuan?
3. Aksiologi
Apa tujuan pengetahuan dalam bentuk pengetahuan? Apa hubungan antara
metode penggunaan dan prinsip moral? Bagaimana pilihan moral mempengaruhi
pemilihan subjek penelitian? Bagaimana teknik prosedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah berhubungan dengan standar moral/profesional?
BAB II

DASAR-DASAR PENGETAHUAN

A. Penalaran
Dibandingkan dengan benda hidup lainnya (hewan dan tumbuhan), manusia
merupakan ciptaan Tuhan yang paling sempurna, sedangkan ilmu pengetahuan
adalah segala sesuatu yang diketahui manusia. Manusia membutuhkan pengetahuan
sepanjang hidupnya karena mereka secara alami memiliki rasa ingin tahu, dan rasa
ingin tahu ini berkembang seiring berjalannya waktu untuk memenuhi tuntutan
keberadaan manusia yang terus berubah dan berkembang.
Penalaran adalah proses mental untuk menarik kesimpulan berdasarkan pengetahuan
yang diperoleh. Namun, tidak semua aktivitas kognitif bergantung pada penalaran.
Oleh karena itu, penalaran merupakan suatu bentuk kognisi yang mempunyai ciri-ciri
khusus untuk menemukan kebenaran. Sebagai suatu bentuk pemikiran, penalaran
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Terdapat pola berpikir yang disebut logika.
2. Proses kognitif bersifat analitik.
Rasionalitas adalah proses mental yang menghasilkan pengetahuan. Agar
pengetahuan yang dihasilkan oleh penalaran mempunyai landasan kenyataan, maka
proses perenungan harus dilakukan dengan cara tertentu. Perasaan adalah kesimpulan
yang tidak memiliki landasan rasional. Intuisi merupakan suatu bentuk pemikiran
non-analitis yang tidak didasarkan pada pola pikir tertentu.

B. Logika
Agar suatu kesimpulan dianggap asli, kesimpulan tersebut harus diambil
dengan cara tertentu. Metode menarik kesimpulan ini disebut logika. Logika
didefinisikan secara lebih luas sebagai “studi tentang penalaran yang valid”.
Penalaran ilmiah, khususnya logika induktif dan logika deduktif, digunakan untuk
menarik kesimpulan. Logika induktif melibatkan penarikan kesimpulan dari kasus-
kasus individual yang sebenarnya (spesifik) ke kesimpulan umum, sedangkan logika
deduktif melibatkan penarikan kesimpulan dari hal-hal umum ke kasus-kasus
individual (khusus). Menggunakan pola berpikir silogisme untuk mencapai
kesimpulan deduktif. Dua pertanyaan dan satu kesimpulan membentuk strukturnya.

C. Sumber Pengetahuan
Berikut ini sumber-sumber ilmu pengetahuan: (1) pengalaman, (2) wahyu, (3)
wewenang, (4) penalaran deduktif, (5) penalaran induktif, dan (6) metode ilmiah.
Pada dasarnya ada dua metode utama bagi manusia untuk memperoleh
pengetahuan sejati. Yang pertama ditentukan oleh rasio, dan yang kedua oleh
pengalaman. Kaum rasionalis mengembangkan paham yang kita sebut rasionalisme,
sedangkan kaum empiris mengembangkan paham yang kita sebut empirisme. Kaum
rasionalis percaya bahwa pengetahuan berasal dari penalaran rasional yang abstrak,
sedangkan kaum empiris percaya bahwa pengetahuan berasal dari bukti-bukti nyata.
Selain rasionalisme dan empirisme, ada metode perolehan pengetahuan lain yaitu
intuisi dan wahyu. Intuisi adalah perolehan pengetahuan tanpa menggunakan
prosedur penalaran tertentu. Sebuah solusi terhadap masalah yang sebelumnya tidak
terpecahkan tiba-tiba muncul di benak kita, dan kita yakin bahwa itulah solusinya,
namun kita tidak dapat menjelaskan bagaimana kita sampai pada solusi tersebut.
Intuisi bersifat pribadi dan tidak dapat diprediksi. Wahyu ilmu Allah kepada para
nabi dan rasulnya.

D. Kriteria Kebenaran
1. Teori Koherensi
Konsep teori koherensi mengacu pada kerangka filosofis yang berupaya
memahami hubungan antara keyakinan dan kebenaran. Berdasarkan teori
koherensi, kebenaran suatu pernyataan ditentukan oleh koherensi atau
konsistensinya dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Pengertian
koherensi dirumuskan oleh filsuf ternama Plato (427-347 SM) dan Aristoteles
(384-322 SM).
2. teori Korespondensi
Konsep Teori Korespondensi mengacu pada cara pandang filosofis yang
menegaskan kebenaran suatu pernyataan ditentukan oleh kesesuaiannya dengan
realitas objektif. Teori korespondensi berpendapat bahwa kebenaran suatu
pernyataan bergantung pada kesesuaian antara informasi faktual yang
disampaikan dalam pernyataan tersebut dan objek yang dirujuk oleh pernyataan
tersebut. Bertrand Russell (1872-1970) adalah filsuf yang terkait dengan institusi
akademis ini.
3. Teori Pragmatis
Teori pragmatis adalah kerangka filosofis yang berfokus pada konsekuensi praktis
dan kegunaan keyakinan, gagasan, dan tindakan. Hal ini menekankan perlunya
mengevaluasi efektivitas dan fungsionalitas. Menurut kerangka teoritis ini,
kebenaran suatu proposisi dievaluasi berdasarkan kriteria fungsionalitas
praktisnya. Ide yang dimaksud diperkenalkan oleh Charles S. Peirce (1839-1914).
BAB III
ONTOLOGI: HAKIKAT APA YANG DIKAJI

A. Metafisika
Salah satu cara untuk memandang metafisika adalah sebagai cabang ilmu
pengetahuan yang mengkaji pertanyaan "apa hakikat di balik dunia nyata ini?"
Metafisika adalah nama yang diberikan kepada cabang penelitian filsafat yang
menjadi landasan bagi semua aliran pemikiran filsafat lainnya, termasuk filsafat
ilmiah.

B. Asumsi
Pertanyaan-pertanyaan filosofis seperti determinisme, probabilisme, dan
kehendak bebas terkenal sulit namun sangat menarik. Jika kita tidak mampu
memahami ketiga komponen tersebut, maka mustahil kita mempunyai pemahaman
yang akurat tentang hakikat ilmu pengetahuan.
William Hamilton (1788-1856) menurunkan konsep determinisme dari ajaran
Thomas Hobbes (1588-1679) yang sampai pada kesimpulan bahwa pengetahuan
bersifat empiris, yang dicerminkan oleh materi dan gerak, bersifat universal.
Hamilton kemudian menyempurnakan gagasan determinisme menjadi seperti
sekarang ini. Aliran ini merupakan antitesis dari pandangan filosofis yang dikenal
dengan fatalisme, yang berpendapat bahwa setiap peristiwa merupakan akibat dari
takdir yang telah ditentukan sebelumnya.

C. Peluang
Menurut teori ilmiah, tidak ada cara untuk mengetahui secara pasti tentang
suatu peristiwa yang akan datang. Keadaan saat ini adalah kesimpulan berdasarkan
probabilitas.

D. Beberapa Asumsi dalam Ilmu


Satu bidang keilmuan saja tidak bisa memberikan analisis yang mendalam
dan komprehensif terhadap suatu persoalan yang muncul dalam kehidupan nyata.
Saat menetapkan hipotesis, kita perlu mempertimbangkan sejumlah pertimbangan.
Pertama-tama, anggapan ini harus berkaitan dengan domain dan tujuan penyelidikan
disiplin ilmu. Asumsi tersebut harus operasional agar dapat menjadi landasan
evaluasi teoritis. Kedua, daripada mendasarkan asumsi ini pada bagaimana
seharusnya segala sesuatunya terjadi, Anda perlu melihat segala sesuatu sebagaimana
adanya di dunia ini. Asumsi pertama berfungsi sebagai landasan penyelidikan ilmiah,
sedangkan asumsi kedua berfungsi sebagai dasar refleksi moral.
E. Batas-batas Penjelajahan Ilmu
Metode ilmiah dimulai dengan penyelidikan terhadap pengalaman manusia dan
berlanjut hingga mencapai batas-batas penyelidikan itu. Karena metodologi yang
digunakan dalam proses kompilasi telah melalui pengujian yang ketat, luasnya
penyelidikan komunitas ilmiah dibatasi pada batas-batas pengalaman manusia.
BAB IV
EPISTEMOLOGI:
CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN
YANG BENAR

A. Jarum Sejarah Pengetahuan


Persamaan, bukan perbedaan, merupakan konsep yang mendasari pengetahuan di
masa lalu. Namun setelah berkembangnya abad penalaran pada pertengahan abad ke-
17, terjadi pergeseran konsep dasar dari persamaan menjadi perbedaan dalam
berbagai bidang ilmu, sehingga mengakibatkan munculnya spesialisasi kerja dan
akibatnya mengubah struktur sosial. Pohon pengetahuan kemudian dibagi lagi
menurut apa yang diketahui, bagaimana mengetahui, dan bagaimana pengetahuan itu
diterapkan.

B. Pengetahuan
Pengetahuan mencakup keseluruhan informasi dan pemahaman yang berkaitan
dengan subjek tertentu, mencakup kesadaran faktual dan konseptual. Berbagai jenis
pengetahuan memiliki ciri-ciri berbeda dalam hal ontologi, epistemologi, dan
aksiologinya, yang masing-masing menentukan bagaimana pengetahuan tersebut
disusun, diperoleh, dan dimanfaatkan. Sains berkaitan dengan pemeriksaan dan
pemahaman alam dalam keadaannya saat ini, yang beroperasi dalam batas-batas
pengamatan dan pengalaman kolektif kita. Eksplorasi gejala alam telah menjadi
bahan penyelidikan sejak zaman kuno, sering kali diwujudkan melalui narasi
mitologis. Fase selanjutnya melibatkan penanaman pengetahuan praktis yang
didasarkan pada pembelajaran berdasarkan pengalaman, diinformasikan oleh
penalaran intuitif, dan diperkuat oleh eksperimen berulang. Kemajuan ini
mengakibatkan perluasan bidang ilmu yang dikenal dengan seni terapan.
Pemanfaatan akal sehat dan penerapan trial and error memainkan peran penting
dalam upaya manusia untuk memastikan jawaban atas beragam peristiwa alam.
Selanjutnya, kemajuan signifikan muncul dalam bentuk rasionalisme, yang
melakukan pemeriksaan kritis terhadap dasar-dasar mitos kognisi. Selanjutnya terjadi
pergeseran ke arah perspektif filosofis yang disebut empirisme, yang berpendapat
bahwa pengetahuan sejati diperoleh dari pengamatan langsung dan keterlibatan
dengan kenyataan.

C. Metode Ilmiah
Metode ilmiah adalah pendekatan sistematis yang digunakan untuk memperoleh
pengetahuan dalam bidang sains. Metodologi mengacu pada pendekatan sistematis
yang digunakan dalam pemeriksaan dan analisis prinsip-prinsip dan prosedur yang
melekat dalam proses ilmiah.
Metode ilmiah meliputi alur proses kognitif yang berurutan, yang dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Rumusan Masalah
2. Penyusunan kerangka berpikir
3. Perumusan hipotesis
4. Pengujian hipotesis
5. Menarik kesimpulan.

D. Struktur Pengetahuan Ilmiah


Pengetahuan ilmiah, disebut juga sains, meliputi pengetahuan yang telah mengalami
pengolahan sesuai dengan metode ilmiah dan memenuhi kriteria yang ditetapkan
oleh komunitas ilmiah. Pengetahuan ilmiah memiliki tiga tugas utama, khususnya
penjelasan, perencanaan, dan pengendalian. Dalam wacana akademis, suatu teori
sering kali terdiri dari seperangkat hukum. Hukum dapat diartikan sebagai ekspresi
formal yang menggambarkan hubungan antara dua variabel atau lebih dalam
kerangka sebab akibat. Semakin besar tingkat abstraksi suatu topik, semakin besar
pula sifat teoretisnya. Perolehan informasi ilmiah, dalam bentuk teori dan hukum,
memerlukan tingkat keumuman yang cukup besar, sebaiknya mendekati
keuniversalan. Di bidang ilmu-ilmu sosial, beberapa metodologi seperti teknik
proyeksi, pendekatan struktural, analisis kelembagaan, dan tahapan pembangunan
digunakan untuk membuat prediksi. Penelitian murni, juga dikenal sebagai penelitian
dasar, mengacu pada penyelidikan sistematis yang dilakukan dengan tujuan
mengungkap pengetahuan baru yang belum pernah didokumentasikan sebelumnya.
Dalam bidang penyelidikan ilmiah, upaya memanfaatkan pengetahuan yang sudah
ada untuk mengatasi tantangan dunia nyata biasanya disebut sebagai penelitian
terapan.
Struktur pengetahuan ilmiah.
1. Teori adalah kumpulan pengetahuan ilmiah yang mencakup kerangka penjelasan
dalam suatu disiplin ilmu tertentu.
2. Hukum adalah pernyataan formal yang mengartikulasikan korelasi antara dua
variabel atau lebih dalam kerangka sebab akibat.
3. Prinsip dapat diartikan sebagai pernyataan umum yang berkenaan dengan
serangkaian gejala tertentu dan mempunyai kemampuan untuk menjelaskan
fenomena yang diamati.
4. Postulat adalah anggapan mendasar yang diterima kebenarannya tanpa perlu
pembuktian.
BAB V
SARANA BERPIKIR ILMIAH

A. Sarana Berpikir Ilmiah


Untuk terlibat secara efektif dalam upaya ilmiah, diperlukan proses berpikir kognitif.
Kehadiran fasilitas ini memungkinkan dilakukannya penyelidikan ilmiah secara
konsisten dan cermat. Fasilitas ilmiah berfungsi sebagai sumber daya penting yang
mendukung beragam tahapan yang terlibat dalam upaya ilmiah. Agar dapat terlibat
secara efektif dalam aktivitas berpikir ilmiah, penting untuk memanfaatkan banyak
alat, seperti bahasa, logika, matematika, dan statistik.

B. Bahasa
Bahasa dapat digolongkan sebagai susunan rangsangan pendengaran atau
simbol-simbol visual yang berurutan, dimana susunan rangsangan pendengaran
menimbulkan interpretasi semantik tertentu. Urutan pendengaran yang kita kenali
sebagai kata-kata berfungsi sebagai representasi simbolis dari entitas tertentu.
Evolusi bahasa terkait erat dengan kemajuan pengalaman manusia dan
perkembangan kognitif. Bahasa memungkinkan individu untuk terlibat dalam proses
kognitif dan memfasilitasi transmisi pemikiran dan ide kepada orang lain.
Kemampuan berpikir teratur bergantung pada kehadiran bahasa, sedangkan transmisi
nilai-nilai ke generasi berikutnya dapat dilakukan melalui pemanfaatan bahasa.
Komunikasi yang efektif memerlukan pengungkapan makna yang dimaksudkan
secara eksplisit untuk menghindari potensi ambiguitas atau salah tafsir. Konsep
berbicara dengan jelas mengacu pada tindakan mengartikulasikan keyakinan atau
pemikiran seseorang secara efektif. Upaya ilmiah sebagian besar terdiri dari
kompilasi pernyataan yang mengkomunikasikan pengetahuan dan proses kognitif
yang digunakan dalam perolehannya.

C. Matematika
Matematika dapat dipahami sebagai bahasa simbolik yang mewakili
serangkaian makna yang melekat dalam pernyataan yang ingin kita komunikasikan.
Simbol-simbol matematika adalah entitas yang dibangun dan memperoleh makna
hanya melalui atribusi makna pada simbol-simbol tersebut. Jika tidak ada,
matematika hanyalah kumpulan ekspresi matematika yang lembam. Matematika
memiliki keunggulan inheren dibandingkan dengan bahasa verbal karena
kemampuannya mengolah bahasa numerik, sehingga memungkinkan perumusan
pengukuran kuantitatif. Bahasa verbal hanya terbatas pada ekspresi pernyataan
kualitatif saja. Karakteristik matematika yang dapat diukur meningkatkan kapasitas
sains untuk membuat prediksi yang akurat dan melakukan kontrol terhadap
fenomena. Bidang sains menawarkan solusi yang lebih tepat dan teliti sehingga
memudahkan penyelesaian masalah dengan lebih akurat dan presisi. Matematika
berfungsi sebagai instrumen kognitif untuk penalaran dan pemecahan masalah.
matematika, sebagai suatu disiplin ilmu, dibedakan berdasarkan susunan
pengetahuannya yang metodis yang didasarkan pada konsep-konsep logis deduktif.
Filsafat Matematika mencakup berbagai aliran pemikiran, termasuk Aliran Logistik
yang dikaitkan dengan Immanuel Kant, Aliran Intuisionis yang dikaitkan dengan Jan
Brouwer, dan Aliran Formalis yang dikaitkan dengan David Hilbert.

D. Statistika
Probabilitas membentuk dasar teori statistik. Ide statistik sering kali dikaitkan
dengan distribusi variabel yang diteliti dalam suatu populasi. Statistika mempunyai
kemampuan untuk menentukan secara kuantitatif tingkat keakuratan temuan yang
diperoleh. Ide mendasar yang mendasari konsep ini adalah keakuratan kesimpulan
meningkat secara proporsional dengan ukuran sampel. Statistik memberi kita
kemampuan untuk menentukan apakah hubungan sebab akibat antara dua faktor
hanya kebetulan atau benar-benar terkait dalam suatu hubungan empiris. Statistik
memainkan peran penting dalam kerangka metode ilmiah, memungkinkan peneliti
membuat generalisasi dan kesimpulan yang lebih kuat dan dapat diandalkan tentang
karakteristik suatu kejadian, dibandingkan hanya mengandalkan kebetulan belaka.
BAB VI
AKSIOLOGI: NILAI KEGUNAAN ILMU

A. Ilmu dan Moral


Sepanjang perkembangannya, sains telah terjalin dengan pertimbangan moral, namun
dari sudut pandang yang berbeda. Munculnya gagasan Copernicus pada abad ke-16,
yang menyatakan bahwa Bumi mengorbit Matahari dan bukan sebaliknya seperti
yang ditentukan oleh doktrin agama, memunculkan persinggungan antara
penyelidikan ilmiah dan pertimbangan moral yang berakar pada keyakinan agama.
Para ilmuwan berupaya menjaga integritas penyelidikan ilmiah dengan berpegang
pada prinsip penelitian bebas nilai, yang mengharuskan penafsiran fenomena alam
tanpa bias subyektif atau prasangka.

B. Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan


Pengakuan historis dan pemahaman mengenai peran sosial ilmuwan telah terbentuk
dengan baik. Pendirian The Royal Society oleh Raja Charles II dari Inggris berfungsi
sebagai tindakan balasan terhadap fanatisme yang merajalela di masyarakat pada era
tersebut. Pada periode tersebut, para ilmuwan mengutarakan pandangannya
mengenai pentingnya toleransi beragama dan menyuarakan keprihatinan terkait
praktik pembakaran orang-orang yang dituduh melakukan santet. Disposisi sosial
seorang ilmuwan selaras dengan proses evaluasi ilmiah yang dilakukan. Perolehan
pengetahuan pada dasarnya tidak memiliki nilai subjektif. Bidang sains pada
dasarnya tidak memihak, dengan nilai yang diperoleh dari kontribusi yang diberikan
oleh para ilmuwan. Ketika menangani isu-isu sosial, sangat penting bagi seorang
ilmuwan dengan keahlian yang memadai untuk mengontekstualisasikan situasi secara
akurat dan mengkomunikasikannya secara efektif kepada publik menggunakan
bahasa yang mudah dipahami. Para ilmuwan memiliki berbagai kemampuan yang
memungkinkan mereka untuk mempengaruhi opini publik mengenai isu-isu yang
harus mereka prioritaskan dalam upaya penelitian mereka. Dalam bidang etika,
kewajiban seorang ilmuwan telah berkembang melampaui sekedar penyebaran
informasi, namun menekankan pada penyediaan contoh-contoh ilustratif.

C. Nuklir dan Pilihan Moral


Seorang ilmuwan, yang didorong oleh pertimbangan etis, akan menahan diri untuk
tidak menggunakan ciptaannya dengan cara yang menindas negara lain, meskipun
penerima manfaat dari penggunaannya adalah rekan senegaranya. Selama periode itu,
Einstein bersekutu dengan sekutu karena keyakinannya bahwa mereka mewujudkan
ambisi kolektif umat manusia. Jika sekutu kalah, kemungkinan besar hasilnya adalah
berdirinya negara Nazi, yang ditandai dengan praktik brutalnya. Sangat penting bagi
seorang ilmuwan untuk menahan diri untuk tidak beraktivitas dalam keadaan seperti
itu. Individu dihadapkan pada keputusan untuk mengambil sikap tertentu:
menyelaraskan diri dengan kepentingan kemanusiaan atau memilih diam? Dalam
melakukan penyelidikan ilmiah, sangat penting bagi seorang peneliti untuk tidak
mengabaikan temuan mereka bahkan ketika hipotesis pilihan mereka, yang dibangun
dalam kerangka yang dipengaruhi oleh kecenderungan moral pribadi, menjadi tidak
valid karena bukti empiris yang bertentangan.

D. Revolusi Genetika
Revolusi genetika merupakan sebuah tonggak penting dalam bidang penelitian pada
manusia, karena revolusi ini menandai contoh pertama di mana individu dijadikan
subjek penelitian ilmiah. Dari sudut pandang etis, mengadopsi pola pikir yang
menganggap manusia hanya sebagai objek godaan, seperti halnya kelinci, dianggap
sebagai sikap tidak bermoral yang pada dasarnya bertentangan dengan prinsip
penyelidikan ilmiah.
BAB VII
ILMU DAN KEBUDAYAAN

A. Manusia dan Kebudayaan


Konsep kebudayaan pertama kali diperkenalkan oleh EB. Taylor pada tahun 1871
dalam terbitannya yang berjudul “Primitive Culture.” Dalam karya penting ini,
Taylor memberikan definisi komprehensif tentang budaya yang mencakup berbagai
elemen seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, tradisi, dan kapasitas
serta kebiasaan belajar lainnya yang ditunjukkan oleh individu saat mereka
berpartisipasi dalam kelompok masyarakat. Nilai-nilai menjadi landasan peradaban.
Lebih jauh, kebudayaan dicontohkan melalui cara hidup, yang mencakup aktivitas
manusia yang merupakan cerminan nilai-nilai budaya yang tertanam di dalamnya.
Cara individu menjalani kehidupannya dapat dianggap sebagai manifestasi nyata dari
nilai-nilai budaya yang tidak berwujud. Meskipun tindakan manusia dapat dirasakan
melalui panca indera, nilai-nilai budaya hanya dapat ditangkap melalui akal manusia.
Selain itu, nilai-nilai budaya dan cara hidup manusia ditegakkan oleh mekanisme
budaya.

B. Ilmu dan Pengembangan Kebudayaan Nasional


Ilmu dapat dipahami sebagai kumpulan pengetahuan yang berkontribusi terhadap
lanskap budaya secara keseluruhan. Dalam konteks pengembangan kebudayaan, ilmu
pengetahuan mempunyai peran ganda, khususnya:
1. Perolehan ilmu pengetahuan menjadi landasan berharga bagi kemajuan
pembangunan kebudayaan suatu bangsa.
2. Perolehan ilmu pengetahuan menjadi landasan bagi pengembangan nilai-nilai
suatu bangsa, yang pada gilirannya membentuk identitas kolektifnya.
Para ilmuwan menganut dua landasan moral mendasar, yaitu promosi kebenaran dan
upaya mencapai pelayanan universal. Tujuh nilai keilmuan yang terpancar dari
hakikat ilmu adalah:
1. kritis,
2. rasional,
3. logis
4. obyektif,
5. terbuka,
6. menjunjung kebenaran dan
7. pengabdian universal.
Ketujuh nilai tersebut berperan penting dalam menjawab tantangan yang dihadapi
suatu bangsa baik di bidang politik, ekonomi, maupun kemasyarakatan. Prinsip-
prinsip ini mengharuskan penerapan pendekatan yang kritis, rasional, logis, dan
inklusif dalam pemecahan masalah. Dalam proses pembangunan bangsa, prinsip-
prinsip kebenaran dan pelayanan universal mempunyai peran penting, menekankan
pada pengutamaan kebenaran untuk kepentingan kolektif daripada kepentingan
individu. Sifat pemersatu ilmu pengetahuan tidak hanya terbatas pada seni, namun
juga mencakup hakikat murninya.

C. Dua Pola Kebudayaan


Kebudayaan dapat digolongkan menjadi dua pola yang berbeda, yaitu ilmu alam dan
ilmu sosial. Alasan yang mendasari pembenaran pemisahan jurusan ini didasarkan
pada asumsi awal bahwa individu memiliki bakat yang berbeda-beda dalam
pendidikan matematika, sehingga memerlukan pengembangan kerangka pendidikan
yang berbeda. Asumsi kedua menyatakan bahwa ilmu sosial memerlukan tingkat
kemahiran matematika yang lebih rendah. Asumsi di atas sudah tidak berlaku lagi
karena kemajuan ilmu sosial memerlukan kemampuan matematika yang baik untuk
mengubahnya menjadi informasi kuantitatif..
BAB VIII
ILMU DAN BAHASA

A. Terminologi: Ilmu, Ilmu Pengetahuan, dan Sains


Segala bentuk dapat dikategorikan dalam ranah pengetahuan, yang masing-
masing bentuk dibedakan berdasarkan hakikat objek ontologisnya, landasan
epistemologisnya, dan landasan aksiologisnya. Salah satu manifestasi tertentu dari
pengetahuan dibedakan oleh:
1. Entitas ontologis mencakup pengalaman manusia dan semua manifestasi nyata
yang dapat diakses melalui kemampuan panca indera atau instrumen yang
menambah persepsi indrawi.
2. Landasan epistemologis bertumpu pada metode ilmiah, yang mencakup sintesis
penalaran deduktif dan induktif, disertai perumusan hipotesis dan selanjutnya
verifikasi logis-hipotetis.
3. Landasan aksiologis berpusat pada kesejahteraan manusia, yang berarti bahwa
semua bentuk pengetahuan secara etis berorientasi pada perbaikan keberadaan
manusia.

B. Quo Vadis
Dalam ranah wacana ilmiah, penggunaan terminologi ilmiah merupakan hal yang
lumrah, sebagai sarana untuk menyampaikan konsep dan prinsip ilmiah. Praktek ini
sangat lazim dalam proses ilmiah, serta dalam bidang ilmu-ilmu sosial dan alam.
Salah satu batasan potensial dari keputusan ini adalah keharusan untuk melupakan
istilah "sains" dan secara eksklusif menggunakan padanan sinonimnya dalam bahasa
Inggris. Alternatif awal mengutamakan pemanfaatan prinsip-prinsip ilmiah demi
kemajuan ilmu pengetahuan dan pencarian ilmu pengetahuan untuk nilai intrinsiknya
sendiri.

C. Politik Bahasa Nasional


Bahasa memiliki dua fungsi utama: (1) memfasilitasi komunikasi dan (2) bertindak
sebagai media budaya yang menumbuhkan kohesi antar komunitas yang
menggunakan bahasa yang sama. Fungsi awal dapat dinyatakan sebagai fungsi
komunikatif, sedangkan fungsi selanjutnya dapat dikategorikan sebagai fungsi
kohesif atau integratif.
Dipilihnya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional oleh bangsa Indonesia pada
tanggal 28 Oktober 1928 terutama dilatarbelakangi oleh fungsinya sebagai pemersatu
dalam meleburnya banyak suku bangsa ke dalam negara republik Indonesia.
BAB IX
PENELITIAN DAN PENULISAN ILMIAH

A. Struktur Penelitian dan Penulisan Ilmiah


Fase awal penyelidikan ilmiah melibatkan perumusan masalah yang
mencakup beberapa komponen kunci.
1. Hal ini mencakup menetapkan konteks masalah, mengidentifikasi isu spesifik yang
dihadapi, membatasi ruang lingkup masalah, merumuskan rumusan masalah,
menetapkan tujuan penelitian, dan menjelaskan potensi keuntungan yang mungkin
timbul dari upaya penelitian.
2. Penyajian Hipotesis. Proses pembentukan hipotesis melibatkan evaluasi teori
ilmiah, mempertimbangkan penelitian terkait, menetapkan kerangka kognitif
berdasarkan premis, dan secara eksplisit menyatakan postulat, asumsi, dan prinsip
yang digunakan.
3. Selanjutnya dihasilkan hipotesis.
Teori tersebut harus diuji secara empiris melalui kajian yang mendalam, dan
selanjutnya temuan penelitian dapat disebarluaskan melalui kegiatan lain.
a. Variabel yang diteliti dinyatakan.
b. membahas beberapa strategi analisis data.
c. Hasil analisis data akan dijelaskan.
d. Tugas yang ada meliputi menyajikan analisis data dan kemudian menawarkan
interpretasi terhadap hasil yang dihasilkan.
e. menyimpulkan pengujian hipotesis, menentukan apakah hipotesis tersebut ditolak
atau diterima.

Kemudian, adapun kesimpulan diambil berdasarkan bukti yang disajikan.


Proses pengujian hipotesis berpuncak pada perumusan kesimpulan penelitian, yang
selanjutnya didokumentasikan dalam suatu bab tersendiri. Kesimpulan penelitian
mencakup sintesis komprehensif dari beberapa komponen, antara lain topik
penelitian, kerangka teori, hipotesis, teknik penelitian, dan temuan penelitian.
Laporan penelitian biasanya diringkas menjadi gambaran singkat yang dikenal
sebagai abstrak. Laporan penelitian dilengkapi dengan daftar pustaka dan riwayat
hidup peneliti.

B. Teknik Penulisan Ilmiah


Ada dua komponen mendasar dalam keterampilan menulis ilmiah, khususnya
gaya menulis dan prosedur notasi. Sangat penting bagi penulis ilmiah untuk
menggunakan bahasa yang tepat dan akurat dalam karyanya. Dalam bidang
komunikasi ilmiah, transmisi informasi harus bersifat reproduktif. Hal ini berarti
penerima pesan menerima replika identik dari prototipe asli yang disediakan oleh
individu yang menyampaikan pesan. Dalam komunikasi ilmiah, sangat penting untuk
mempertahankan nada impersonal, berbeda dengan orang-orang yang digambarkan
dalam novel, di mana narasinya mungkin melibatkan kata ganti orang seperti "saya"
dan "dia", atau bahkan individu tertentu seperti Dokter Faust. Kata ganti orang
dihilangkan dan diganti dengan kata ganti universal yaitu ilmuwan.
Dalam konteks wacana ilmiah, sangat penting untuk mengandalkan informasi
ilmiah yang sudah mapan sebagai landasan argumentasi kita. Untuk memastikan
ketelitian ilmiah, pernyataan ilmiah harus mencakup elemen-elemen kunci, termasuk
identifikasi individu yang membuat pernyataan, media yang digunakan untuk
menyebarkan komunikasi ilmiah, lembaga yang bertanggung jawab menerbitkan
publikasi ilmiah, serta lokasinya. , dan konteks temporal di mana publikasi tersebut
terjadi.

C. Teknik Notasi Ilmiah


Kutipan sumber dari buku atau bacaan lainnya perlu dicantumkan dalam catatan kaki
untuk setiap kalimat yang dikutip. Catatan kaki dapat diposisikan langsung dari tepi
atau dengan sedikit lekukan dari tepi, selama pilihan format ini diterapkan secara
konsisten di seluruh dokumen. Dalam penulisan akademis, nama lengkap penulis
biasanya dicantumkan maksimal tiga orang. Namun, jika penulisnya lebih dari tiga
orang, maka boleh saja mencantumkan nama penulis pertama diikuti dengan “dkk”.
Halaman tersebut memuat referensi kutipan tertentu, yang ditandai dengan singkatan
"p" (halaman) atau "p." (halaman). Apabila mengutip suatu pernyataan yang diambil
dari beberapa halaman, biasanya menunjukkan rentang halaman dengan
menggunakan singkatan "pp". diikuti dengan nomor halaman. Misalnya, format yang
benar adalah "hal. 1-5" atau "hal. 1-5". Dalam hal identitas penulis masih
dirahasiakan, biasanya judul buku dicantumkan atau menggunakan istilah "Anom"
(kependekan dari anonim) sebagai penggantinya, ditempatkan tepat sebelum judul
buku. Dalam hal buku terjemahan, sangat penting untuk mengakui kepenulisan
bersama antara penulis asli dan penerjemah. Sebaliknya, jika mengacu pada
kompilasi esai, cukup menyebutkan nama editornya. Praktek mengutip sumber yang
sama berkali-kali biasanya dilakukan melalui penggunaan notasi "op.cit" (opere
citato: pada karya yang sudah dikutip), "loc.cit" (loco citato: di lokasi yang sudah
dikutip), dan "ibid" (ibidem: di tempat yang sama).
BAB X
PENUTUP

A. Hakikat Ilmu
Secara etimologis, istilah "hakikat" berasal dari akar bahasa yang berarti
kualitas seperti kecerahan, kepastian, dan kebenaran. Dalam bidang filsafat, konsep
hakikat mengacu pada sifat dasar atau identitas inti suatu entitas. Hal ini ditandai
dengan kualitasnya yang bertahan lama, karena hakikat dari segala sesuatu tetap
konstan meskipun atribut terkaitnya dapat mengalami perubahan. Salah satu tokoh
penting dalam filsafat Yunani adalah Thales, yang mengemukakan konsep bahwa
substansi fundamental yang mendasari semua fenomena adalah air. Air cair dianggap
sebagai komponen fundamental, utama, dan hakikat al dari semua materi. Terlepas
dari beragamnya ciri dan bentuk yang ditunjukkan oleh segala sesuatu, terdapat unsur
mendasar yang menyatukan semuanya, yang dapat diidentifikasi sebagai air. Konsep
ini menyatakan bahwa semua entitas berasal dari air dan pada akhirnya kembali
menjadi air.
Konsep hakikat mencakup sifat inherennya dan kualitas fundamental yang
mendefinisikan entitas tertentu. Hal ini umumnya diakui sebagai diri subjektif
individu atau kekhasan suatu entitas. Dalam bahasa Inggris, istilah “substansi”
dan/atau “hakikat ” digunakan untuk merujuk pada sifat dasar atau hakikat suatu
benda atau entitas. Dapat juga dipahami sebagai hakikat fundamental atau inti hakiki
dari sesuatu.
Konsep hakikat mengacu pada keterkaitan beberapa aspek yang digabungkan
untuk menciptakan satu kesatuan yang utuh dan utuh. Terlebih lagi, ketika
mempertimbangkan ambang batas tertentu, kehadiran kolektif dari faktor-faktor
penyusun ini pada akhirnya menetapkan identitas suatu entitas atau objek sebagai
individu yang bersangkutan, dan bukan sebagai sesuatu yang berbeda.
Konsep "hakikat " dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori berbeda:
1. Sifat hakikat (abstrak), mendalami sifat dasar dan sifat-sifat tipe.
2. Karakter Subjektif (potensial), yaitu sifat dan sifat yang melekat pada diri
seseorang yang membedakannya dengan orang lain.
3. Hakikat individu (konkret), mempertahankan kombinasi unik atribut fisik,
psikologis, dan sosial yang membentuk identitas dan perilaku individu.
Dimensi epistemologis sains tetap menghadapi tantangan untuk memastikan
kebenaran suatu entitas fisik dengan menggunakan banyak perspektif (objek formal),
metodologi, dan kerangka kerja. Banyak sekali pandangan mengenai hakikat
kebenaran yang muncul. Sejauh mana kesenjangan tersebut terjadi? Menjaga
konektivitas melalui entitas tunggal dan terintegrasi yang mencakup format,
metodologi, dan sistem standar.
Persoalan tentang sifat ilmu pengetahuan yang individualistis. Istilah "etika"
berasal dari kata Yunani "Ethikos" atau "ethos", yang berarti konsep adat atau
kebiasaan. Berkembang untuk mencapai keadaan setara dengan moralitas. Etika
secara umum dipahami sebagai cabang filsafat yang berhubungan dengan filsafat
moral atau filsafat perilaku. Dalam bidang filsafat, etika umumnya dikategorikan
menjadi dua cabang berbeda: etika normatif dan meta-etika, yang kadang-kadang
disebut sebagai etika kreatif. Etika normatif berkaitan dengan pemeriksaan kriteria
yang digunakan untuk menilai nilai moral suatu kegiatan, khususnya dalam kaitannya
dengan norma-norma masyarakat yang berlaku yang berfungsi sebagai kerangka
untuk memandu perilaku. Kreativitas sering kali memiliki kecenderungan filosofis,
karena kreativitas mengevaluasi manfaat dan kelayakan etika suatu aktivitas melalui
pemeriksaan rasional dan kritis. Kedua kriteria ini dapat menjadi prinsip panduan
perilaku manusia. Suatu perilaku yang dianggap baik dan patut ditentukan semata-
mata oleh ditaatinya hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang mendasar.
Bagian ilmiah mempertahankan karakteristik nyata dari pengetahuan pribadi.
Mirip dengan bagaimana manusia hanya dapat beroperasi secara efektif ketika
mereka bermanifestasi sebagai pribadi yang berbeda, sains juga bergantung pada
integrasi teori-teori ilmiah ke dalam kerangka teknis agar dapat berfungsi secara
optimal.
Mengingat besarnya potensi ilmu pengetahuan dan teknologi, maka sangatlah
penting bagi setiap individu untuk melakukannya
1. Menunjukkan kemampuan dan kemauan untuk mengedepankan perilaku adil dan
hati-hati terhadap lingkungan dan sumber daya alamnya.
2. Memiliki kemampuan dan kecenderungan untuk berperilaku adil terhadap sesama
individu.
3. Menunjukkan kemampuan dan kecenderungan untuk bersikap adil terhadap diri
sendiri.

B. Kegunaan Ilmu
Sains adalah suatu sistem penjelasan yang membantu manusia memahami
masa lalu, masa kini, dan masa depan. Berisi teori ilmiah, yang bisa bersifat logis,
filosofis, atau empiris. Berbagai ilmu telah ada untuk menjelaskan realitas,
menjadikannya sistem yang paling andal dalam memahami masa lalu, masa kini, dan
perubahan masa depan.
Contoh ilmu pengetahuan antara lain gejolak moneter di Indonesia pada tahun
1997, nilai tukar rupiah yang anjlok karena utang luar negeri, dan perilaku anak-anak
yang berada dalam rumah tangga yang berantakan. Teori ilmu pendidikan
mengemukakan bahwa anak yang orang tuanya bercerai berkembang menjadi anak
nakal akibat pendidikan yang kurang memadai.
Aksiologi mempelajari nilai-nilai, sedangkan etika ilmiah merupakan etika
normatif yang merumuskan prinsip-prinsip etika yang dapat diterapkan secara
rasional dalam ilmu pengetahuan. Tujuan dari etika ilmiah adalah agar para ilmuwan
menerapkan prinsip-prinsip moral ke dalam perilaku ilmiah mereka, sehingga mereka
dapat bertanggung jawab atas tindakan mereka.
Ilmu pengetahuan telah membantu manusia mencapai tujuan hidupnya,
menghasilkan teknologi yang memungkinkan manusia dapat bergerak atau bertindak
secara hati-hati dan tepat. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia dapat
mengubah wajah dunia, berkarya, dan berpikir. Mereka dituntut untuk terus
melakukan perubahan, perbaikan, dan penemuan baru. Perkembangan industri,
perkembangan sosial budaya, dan perkembangan industri persenjataan menjadi tanda
bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi akan terus berkembang.
Beberapa contoh pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi
kehidupan manusia antara lain biologi, fisika, matematika, kimia, sosiologi,
antropologi, dan psikologi. Ilmu-ilmu ini menyumbangkan berbagai teori dan hukum
pada ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu sosial dasar seperti sosiologi, antropologi, dan
psikologi.
DAFTAR PUSTAKA

S. Suriasumantri, Jujun. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka


Sinar Harapan, 2009.

Anda mungkin juga menyukai