PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
Epistemologi ialah cabang filsafat yang menyelediki asal mula, susunan, metode-
metode dan sahnya pengetahuan.1 Epistemologi didalmnya membicarakan tentang
sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan. 2 Pertanyaan
mendasar yang dikajinya ialah :
Apakah mengetahui itu? Apakah yang merupakan asal mula pengetahuan kita?
Bagaimanakah cara kita mengetahui bila kita mengetahui pengetahuan? Bagaimankah
cara kita membedakan antara pengetahuan dengan pendapat? Apakah yang merupakan
bentuk pengetahuan itu? Corak-corak pengetahuan apakah yang ada? Bagaimanakah
cara kita memperoleh pengetahuan? Apakah kebenaran dan kesesatan itu? Apakah
kesalahan itu?
Bila kita perhatikan, maka tampak pertanyaan-pertanyaan ini terbagi dalam dua
kelompok yang bersifat umum. Kelompok pertanyaan pertama adalah pertanyaan
mengacu kepada sumber pengetahuan kita. Pertanyaan-pertanyaan ini dapat dinamakan
pertanyaan-pertanyaan epistemologi kefilsafatan, dan erat hubungannya dengan ilmu
jiwa. Pertanyaan-pertanyaan yang lain, kedua, merupakan masalah-masalah semantik,
1 Louis O. Kattshof , Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), 74.
2 Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), 23.
2
yakni menyangkut hubungan antara pengetahuan kita dengan objek pengetahuan
tersebut.
1) Empirisisme
3
Louis O. Kattshof , Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), 74.
4 Louis O. Kattshof , Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), 131.
3
Kata ini berasal dari kata Yunani empeirikos yang berasal dari kata empeiria,
artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui
pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang
dimaksud ialah pengalaman inderawi. Contohnya seperti, manusia tahu es dingin
karena ia menyentuhnya, gula manis karena ia mencicipinya.
2) Rasionalisme
Secara singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian
pengetahuan. Pengetahuan yang benardiperoleh dan diukur dengan akal. Manusia,
menurut aliran ini, memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek.
3) Positivisme
4) Intuisionisme
Henri Bergson (1859-1941) ada;ah tokoh aliran ini. Ia menganggap tidak hanya
indera yang terbatas, akal juga terbatas. Objek-objek yang kita tangkap itu adalah objek
yang selalu berubah, tidak tetap. Intelek atau akal juga terbatas. Akal hanya dapat
memahami suatu objek bila is mengonsentrasikan dirinya pada objek itu, jadi dalam hal
seperti itu manusia tidak mengetahui keseluruhan (unique), tidak juga dapat memahami
sifat-sifat yang tetap pada objek. Akal hanya mampu memahami bagian-bagian dari
objek, kemudian bagian-bagian itu digabungkan oleh akal. Itu tidak sama dengan
pengetahuan menyeluruh tentang objek itu.5
Secara khusus George Edward Moore dan Russell telah merangkul keistimewaan
epistemologi dari “data indrawi” (sense data), yaitu sesuatu yang didefinisikan dengan
4
sebagai sejenis “hal yang teragukan yang bersifat netral”6 Pandangan ini elah ada pada
epistemologi empirisme radikal dan epistemologi realisme.7
2. Filsafat Ilmu
Filasafat dan ilmu adalah dua kata yang saling berkaitan, baik secara subtansial
maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya
perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.8 Tepatlah jika dikatakan bahwa
bukannya kefilsafatan yang berbahaya, melainkan yang berbahaya ialah filsafat yang
mempersoalkan istilah-istilah terpokok dari ilmu dengan suatu cara yang berada, diluar
tujuan dan metode ilmu.9
Adapun penertian lain filsafat ilmu ialah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan
ilmiah dan cara-cara untuk memperolehnya dengan cara penyelidikan lanjutan. Karena,
apabila penyelenggara barbagai ilmu melakukan penyelidikan terhadap obyek-obyek
serta masalah-masalah yang berjenis khusus dari masing-masing ilmu itu sendiri, maka
orang pun dapat melakukan penyelidikan lanjutan terhadap kegiatan-kegiatan ilmiah
tersebut. Dengan mengalihkan perhatian dari obyek-obyek yang sebenarnya dari
penyelidikan ilmiah kepada proses penyelidikannya sendiri, maka munculah suatu
matra baru. Segi-segi yang menonjol serta latar belakang segenap kegiatan menjadi
tampak. Berangkat dari sini, menjadi jelas pula saling hubungan antara obyek-obyek
dengan metode-metode, antara masalah-masalah yang hendak dipecahkan dengan
tujuan penyelidikan ilmiah, antara pendekatan dengan ilmiah dengan pengolahan
bahan-bahan secara ilmiah. Dan memang filsafat ilmu merupakan suatu bentuk
pemikiran secara mendalam yang bersifat lanjutan.10
6
P. Hardono Hadi, Epistemologi, Filsafat Pengetahuan, Yogyakarta : Kanisius, 1994), cet. Ke-1, 70-71.
7
Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa ,( Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009), 95.
8
Amsal Bakhtiar , Filsafat Ilmu, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), 11.
9
Louis O. Kattshof , Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), 103.
10Beerling Kwee, Mooij Van Peursen, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,
2003), 1.
5
3. Logika
Secara etimologis, logika adalah istilah yang dibentuk dari kata logikos yang
berasal dari kata benda logos. Kata logos berarti: sesuatu yang diutarakan, suatu
pertimbangan akal (fikiran), kata, atau ungkapan lewat bahasa. Kata logikos berarti
mengenai sesuatu yang diutarakan, mengenai suatu pertimbangan akal, mengenai kata,
mengenai percakapan atau yang berkenaan dengan ungkapan lewat bahasa. Dengan
demikian, dapatlah dikatakan bahwa logika adalah suatu pertimbangan akal atau
pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika
disebut logike episteme atau dalam bahasa latin disebut logica scientia yang berarti
ilmu logika, namun sekarang lazim disebut dengan logika saja.
Definisi umumnya logika adalah cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal
pada penalaran, dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu.
Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu karena logika merupakan
“jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika
didefinisikan: Teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya
bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu
kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan
runtut sehingga dapat dilacak kembali yang sekaligus juga benar, yang berarti dituntut
kebenaran bentuk sesuai dengan isi.
11
Pengertian epistemologi dan logika, http://bebexculun.blogspot.com/2012/01/pengertian-epistemologi-
dan-logika.html, 20/10/18.
6
Pendapat lain, logika ialah ilmu pengetahuan mengenai penyimpulan yang lurus.
Ilmu pengetahuan ini menguraikan tentang aturan-aturan serta cara-cara untuk
mencapai kesimpulan, setelah didahului oleh suatu perangkat prenis. Logika dibagi
dalam dua cabang pokok, yaitu logika deduktif dan logika induktif.
1) Logika Deduktif
2) Logika Induktif
Pendekatan yang radikal semacam ini membatasi jumlah masalah filsafat yang
banyak itu menjadi meliputi lapangan-lapangan tertentu dari empistemologi dan logika.
Sebagai konsekuensinya, penganut neo-positivisme sepaham untuk menolak gagasan
bahwa filsafat dapat mempersoalkan tentang kenyataan sebagai keseluruhan, atau
bahkan menolak usaha filsafat untuk memberikan gambaran yang sistematis tentang
kenyataan. Penolakan ini dilakukan dengan dua cara :
12 Louis O. Kattshof , Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), 27-31.
7
Hal ini didasarkan atas apa yang dinamakan “Veriflabillity theory of meaning” yang
mengatakan bahwa suatu kalimat betul-betul mengandung makna dari seseorang
tertentu jika, dan hanya jika, ialah mengetahui bagaimana caranya melakukan verifikasi
terhadap preposisi yang hendak mengatakan oleh kalimat itu. Artinya, jika ia
mengetahui pengamatan apakah yang akan menyebabkan ia dengan syarat-syarat
tertentu menerima preposisi tersebut sebagai preposisi yang benar, atau menolaknya
sebagai preposisi yang sesat.13
13 Alfred J. Ayer, Languange, Truth and Logic (New York: Oxford University Pres, 1936), 20.
8
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
9
DAFTAR PUSTAKA
Louis O. Kattshof , Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), 74.
Louis O. Kattshof , Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), 74.
Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa ,( Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009), 95.
Amsal Bakhtiar , Filsafat Ilmu, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), 11.
10
Pengertian epistemologi dan logika,
http://bebexculun.blogspot.com/2012/01/pengertian-epistemologi-dan-logika.html,
20/10/18.
Louis O. Kattshof , Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), 27-
31.
Alfred J. Ayer, Languange, Truth and Logic (New York: Oxford University Pres,
1936), 20.
11