Anda di halaman 1dari 10

1

EPISTEMOLOGI

Annisa’ Aulia Rahmayanti, Naila Najma Saqibatul L, Septi Rahma Denisa


ibnusyaputra799@gmail.com , laanajmasy@gmail.com, sptrhm442@gmail.com

Pendahuluan
Pengetahuan merupakan hasil penyelidikan manusia terhadap
sesuatu. Setiap jenis ilmu juga berbeda-beda menurut cara
memperolehnya dan apa yang dipelajari dari ilmu tersebut. Manusia
mengembangkan ilmu pengetahuan karena dua alasan, yaitu: Pertama,
manusia mempunyai bahasa yang dapat mengkomunikasikan informasi
dan cara berpikir dibalik informasi tersebut. Kedua, manusia mempunyai
cara berfikir yang menyesuaikan dengan aliran tersebut yang kemudian
disebut dengan penalaran. 1

Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang diciptakan oleh


Allah SWT dan dikaruniai dengan segala kemampuan jasmani, ruh dan
akal yang membedakannya dengan makhluk lain. Manusia juga
merupakan makhluk sempurna dan yang pertama kali menggunakan
bahasa. Sebagai makhluk mulia, manusia mempunyai tiga ciri
dibandingkan dengan makhluk lainnya, ciri-ciri tersebut antara lain:
memiliki penguasaan bahasa, kemampuan berpikir, dan kesempurnaan
jasmani. Dengan keistimewaan tersebut, manusia memperoleh ilmu
pengetahuan berdasarkan kemampuannya berpikir dan merasakan. 2
Seperti yang telah dijelaskan di atas, ilmu itu ada banyak jenisnya dan
salah satunya adalah ilmu belajar. Sains adalah bagian dari pengetahuan
yang objek kajiannya adalah dunia eksperimen, yang menentukan
keaslian pengetahuan tersebut dan menggunakan metode ilmiah untuk
memperoleh pengetahuan. Sumber ilmunya sendiri merupakan gabungan
antara logika deduktif dan logika induktif.

Sejarah filsafat tidak selalu lurus, kadang berjalan mundur,


sedangkan sejarah ilmu pengetahuan selalu bergerak maju. Dalam sejarah
1
Verdi Yasin, dkk, Filsafat Logika dan Ontologi Ilmu Komputer, JISAMAR; Journal of
Information System, Applied, Management, Accounting and Research, Vol. 2, No. 2,
(2018), hal 68-69
2
Safrin Salam, Rekonstruksi Paradigma Filsafat Ilmu: Studi Kritis Terhadap Ilmu
Hukum Sebagai Ilmu,
EKSPOSE: Jurnal Penelitian Hukum dan Pendidikan, Vol. 18, No. 2,(2019), 886-887.
2

ilmu pengetahuan manusia, filsafat dan ilmu pengetahuan selalu berjalan


beriringan dan berkaitan erat. Filsafat dan sains mempunyai titik kontak
dalam pencarian kebenaran. Ilmu pengetahuan bertugas
mendeskripsikan dan filsafat bertugas menjelaskan fenomena-fenomena
alam semesta, kebenaran terletak pada segala pemikiran, dan kebenaran
ilmu terletak pada pengalaman. Filsafat bertujuan untuk menemukan
kebenaran yang sebenarnya. Jika kebenaran sejati diorganisasikan secara
sistematis, maka ia menjadi filsafat yang sistematis. Sistem filsafat
seringkali dibagi menjadi tiga cabang utama filsafat, yaitu teori
pengetahuan, teori alam, dan teori nilai.
Sains adalah produk aktivitas berpikir, mercusuar peradaban,
tempat manusia berkumpul dan menjalani kehidupan yang lebih
sempurna. Betapa permasalahan dalam pikiran manusia telah mendorong
kita untuk merenung, bertanya, kemudian mencari jawaban atas semua
yang ada, dan pada akhirnya manusia adalah makhluk kebenaran.

Pada hakekatnya kegiatan ilmiah dilatarbelakangi oleh


pertanyaan-pertanyaan yang didasarkan pada tiga persoalan pokok,
yaitu: Apa yang ingin diketahui, bagaimana memperoleh ilmu dan apa
nilai ilmu tersebut. Pertanyaan ini tampaknya sangat sederhana, namun
menjawab masalah yang sangat mendasar. Oleh karena itu, untuk
menyongsong diperlukan suatu sistem pemikiran yang radikal,
sistematis, dan universal seperti kebenaran ilmu yang dibahas dalam
filsafat ilmu.3

Oleh karena itu, ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari


landasan ontologi, epistemologi, dan aksioma.Epistemologi atau teori
pengetahuan adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan hakikat dan
ruang lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian-pengandaiannya,
serta secara umum berkaitan dengan hal dapat diandalkannya penegasan
bahwa orang memiliki pengetahuan.4
Berdasarkan uraian teori di atas, penulis akan membahas tentang
konsep epistemologi, serta segala permasalahannya sebagai unsur filsafat
yang sangat penting. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai satu kesatuan
yang utuh, tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Pengertian

3
Lihar AM. Saefuddin et.al, Desekularisasi Pemikiran: landasan Islamisasi (Cet. IV;
Bandung: Mizan, 1998), h. 31.
4
Lailiy Muthmainnah, Jurnal Filsafat, Vol. 28, No. 1,(Februari 2018)
3

Secara bahasa epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme


yang berarti pengetahuan atau ilmu atau teori ilmu pengetahuan. Istilah "
epistemologi " diperkenalkan oleh filsuf Skotlandia James Frederick
Ferrier (1808-1864). Dalam mengkaji epistemologi, kita harus memahami
bahwa epistemologi

Merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode


dan batasan pengetahuan manusia.5 Pengetahuan yang telah didapatkan
dari aspek ontologi selanjutnya digiring ke aspek epistemologi untuk
diuji kebenarannya dalam kegiatan ilmiah.

Menurut Ritchie Calder proses kegiatan ilmiah dimulai ketika


manusia mengamati sesuatu.6Dengan demikian dapat dipahami bahwa
adanya kontak manusia dengan dunia empiris menjadikannya ia berpikir
tentang kenyataan-kenyataan alam pada pengamatan objek empiris.

Setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri yang spesifik mengenai


apa, bagaimana dan untuk apa, yang tersusun secara rapi dalam ontologi,
epistemologi, dan aksiologi. Epistemologi itu sendiri selalu dikaitkan
dengan ontologi dan aksiologi ilmu. Persoalan utama yang dihadapi oleh
setiap epistemologi pengetahuan pada dasarnya adalah bagaimana cara
mendapatkan pengetahuan yang benar dengan mempertimbangkan
aspek ontologi dan aksiologi masingmasing ilmu.

Objek telaah epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana


sesuatu itu datang, bagaimana kita mengetahuinya, bagaimana kita
membedakan dengan lainnya, jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi
ruang serta waktu mengenai sesuatu hal.7

Adapun pengertian Pengetahuan Secara etimologis berasal dari


kata dalam bahasa Inggris yaitu “knowledge”. Dalam encyclopedia of
philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan
yang benar. Sementara secara terminologi akan dikemukakan beberapa
definisi tentang pengetahuan.
5
Ujun Suariasumantri, Ilmu dalam Perspektif Sebuah Kumpulan Karangan tentang
Hakekat
Ilmu, (Cet. IX; Jakarta: Gramedia, 1991), hal 7-8
6
Aceng Rahmat, dkk. Filsafat Ilmu Lanjutan, (Jakarta: Prenamedia group, 2015), hal
149
7
Inu Kencana Syafii, Pengantar Filsafat, ( Cet. I; Bandung: Refika Aditama, 2004), hal
35
4

Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang


diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil
dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah
semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian, pengetahuan merupakan
hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.

Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge)


adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari
kesadarannya sendiri.8 Dari sejumlah pengertian yang ada, sering
ditemukan kerancuan antara pengertian pengetahuan dan ilmu. Kedua
kata tersebut dianggap memiliki persamaan arti, bahkan ilmu dan
pengetahuan terkadang dirangkum menjadi kata majemuk yang
mengandung arti sendiri. Hal ini sering kita jumpai dalam berbagai
karangan yang membicarakan tentang ilmu pengetahuan. Namun, jika
kedua kata ini berdiri sendiri akan tampak perbedaan antara keduanya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu disamakan artinya


dengan , ilmu adalah pengetahuan. Dari asal katanya, kita dapat ketahui
bahwa pengetahuan diambil dari kata dalam bahasa inggris yaitu
knowledge, sedangkan ilmu diambil dari kata science dan peralihan dari
kata arab alima(ilm).

Untuk memperjelas pemahaman kita perlu juga dibedakan antara


pengetahuan yang sifatnya pra ilmiah dan pengetahuan ilmiah.
Pengetahuan yang bersifat pra ilmiah ialah pengetahuan yang belum
memenuhi syarat-syarat ilmiah pada umumnya. Sebaliknya, pengetahuan
ilmiah adalah pengetahuan yang harus memenuhi syarat-syarat ilmiah.
Pengetahuan pertama disebut sebagai pengetahuan biasa dan
pengetahuan kedua disebut pengetahuan ilmiah.
Adapun syarat-syarat yang dimiliki oleh pengetahuan ilmiah adalah:
a. harus memiliki objek tertentu (objek formal dan materil),
b. harus bersistem,
c. memiliki metode tertentu, dan
d. sifatnya umum.

Dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pengetahuan berbeda


dengan ilmu. Perbedaan itu terlihat dari sifat sistematisnya dan cara
memperolehnya. Dalam perkembangannya, pengetahuan dengan ilmu
8
Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu, (Cet.I;Bogor:IPB Press Pointing, 2016), hal 21
5

bersinonim arti, sedangkan dalam arti material keduanya mempunyai


perbedaan.9
Ragam pengetahuan dibagi menjadi dua pengetahuan yaitu:
1. A priori ("dari yang sebelumnya") dan A posteriori ("dari yang
belakangan") adalah frasa Latin filsafat untuk membedakan jenis
ketergantungannya pada pengalaman. Pengetahuan A priori tidak
tautologi , dan deduksi dari akal murni .
2. A posteriori bergantung pada bukti empiris . Contohnya
mencakup sebagian besar bidang ilmu pengetahuandan aspek
pengetahuan pribadi .

Beberapa Pembahasan Dalam Epistemologi

A. ASAL USUL PENGETAHUAN


epistemologi menunjukkan bahwahampir setiap periode
perkembangannya selalu dipengaruhi oleh sikap petualangan dan
pertentangan antara berbagai aliran. Situasi pertentangan tersebut telah
melahirkan begitu banyak aliran epistemologi yang terus berkembang
yang diiringi dengan sikap saling klaim dan menegasikan realitas
kebenaran lainnya. Muncul pula sikap pemutlakan dan
pembatasan(determinasi)secara sepihak yang berfokus pada klaim-klaim
kebenaran sektoral, seolah-olah bahwa ilmu pengetahuan “yang benar”
adalah ilmu pengetahuan yang dibelanya dan kadang telah terjebak pada
ego sektoral yang praktis pragmatisme.

Egoisme dan kesombongan sektoral diantara berbagai aliran


epistemologi semakin kuat berkembang dan semakin kejam menguasai
serta membelenggu keutuhan diri kehidupan manusia beserta produk
ilmu pengetahuannya. Padahal setiap ilmu pengetahuan memiliki objek,
metode, sistem, dan paradigma yang berbeda-beda
Ketika sumber ilmu terbatas pada yang empiris maka
objek,metode,sistem,danparadigma yang dibangun sebatas yang indrawi
dan rasional saja, tetapi jika termasuk hal-hal yang supra empiris maka
seorang ilmuwan harus membangun paradigma dan metodologi yang
sesuai dengan objek ilmu itu sendiri.Dalam parkembangan di atas,
tampak bahwa ilmuwan telah memanfaatkan peran epistemologi untuk
memengaruhi pendapat umum melalui filsafat sebagai induk dari segala
jenis, bentuk, dan sifat ilmu pengetahuan. Para ilmuwan di Indonesia
sekarang ini pada umumnya mengambil sikap pragmatis dan sektoral
9
Ibid, hal 22
6

dan lebih memilih ilmu pengetahuan praktis, mereka tidak tertarik


dengan filsafat yang fokus kajiannya berupa kebenaran pengetahuan
yang bersifatumum,bobot nilai,abstrak,dan universal.10

B. SIFAT SIFAT PENGETAHUAN


Pemilihan ilmuwan terhadap sains modern yang praktis-teknologis
diiringi pula dengan membangun epistemology. 11 kemudian melahirkan
aliran epistemologi baru pada sains modern yang praktis-teknologis dan
cenderung melepaskan aksiologi ilmu (nilai-
nilaimoral,religius,danhumanis). Setiap aliran epistemologi ilmu
pengetahuan dibangun untuk memperkokoh bangunan ilmu (the body of
knowledge) untuk saling berlomba atas nama kemajuan,padahal sejatinya
memenggal-menggal tubuh dan kehidupan manusia menjadi bagian-
bagian kecil yang saling terpisah, dengan dalih supaya mudah dianalisis
berdasarkan spesifikasi ilmu. Disisi lain, alam kehidupan yang selama ini
dipahami sebagai tanda kekuasaan Allah, telah diubah serta diklaim oleh
aliran-aliran epistemologi tersebut menjadi bengkel eksplorasi dan
eksploitasi untuk memenuhi keinginannya. Paradigma yang menjadi
landasan epistemologi berbagai disiplin ilmu pengetahuan dengan objek
studi yang berbeda-beda tersebut, terlepas dari aspek
kualitatifnya(aksiologi).

Mempraktikkan pluralisme ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi


terlepas dari epistemologi dan aksiologi-etis ilmu berarti telah
memenggal-menggal keutuhan ilmu pengetahuan padahal seharusnya di-
integrasikan antara aspek kualitatif spiritual dengan kuantitatif material,
sehingga teori yang dibangun untuk mengembangkan aspek praktis-
teknologis pada masing-masing ilmu tidak terlepas dari nilai moral
(religius dan humanis). Untuk mendukung tesis tersebut,harus
didudukkan kembali posisi filsafat sebagai induk ilmu yang ruang
lingkup objek studinya mencakup semua hal yang ada – bahkan yang
mungkin ada –sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan. Oleh
karena objek studi filsafat mempelajari tentang apa/metafisiknya, sasaran
penyelidikannya mengarah kepada nilai hakiki kebenaran pengetahuan

10
Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan
Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, (Jogjakarta: Belukar, Cet. Ke-1, 2004), 22. hal 117-
118
11
Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Axiologi, First Order, Second
Order & Third Order Of Logics dan Mixing Paradigms Implementasi Methodologik
edisi Iv, Vol 1, 2011, hal. 63
7

yang berkuantitas menyeluruh dan bersifat abstrak universal. Dengan


derajat pengetahuan demikian, filsafat mampu mengungkap secara
substansial apa yang menjadi latar belakang (meta ilmu) kret dan praktis
yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup sehari-hari, secara
langsung memang tidak menjadi lingkup studi filsafat.

Filsafat mengerti apa yang seharusnya menjadi kebutuhan hidup


sehari-hari, tetapi filsafat tidak mengetahui bagaimana cara dan teknis
mengadakannya. Karena pengadaan dan teknis memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari menjadi objek studi ilmu pengetahuan khusus yang
bersifat praktis dan teknologis. Akan tetapi pemanfaatan ilmu
pengetahuan praktis dan teknis tidak boleh dilepaskan dari tujuan
substantifnya. 12Potensi manusia yang mampu menjangkau entitas supra-
empiris dan transendental telah didegradasi kepada hal-hal yang bersifat
empiris dengan segala konsekuensi metodologisnya. 13

C. PEMBENARAN EPISTEMIK
Ensiklopedia Filsafat Internet Pembenaran Epistemik Kita sering kali
mempercayai apa yang diberitahukan oleh orang tua, teman, dokter, dan
reporter berita kepada kita. Kita sering kali mempercayai apa yang kita
lihat, rasakan, dan cium. Kami memegang keyakinan tentang masa lalu,
masa kini, dan masa depan. Apakah kita mempunyai hak untuk
menganut kepercayaan-kepercayaan ini? Apakah ada yang didukung
oleh bukti? Haruskah kita terus mempertahankannya, atau haruskah kita
membuang sebagiannya? Pertanyaan-pertanyaan ini bersifat evaluatif.
Mereka bertanya-tanya apakah keyakinan kita memenuhi standar yang
menjadikannya pantas, benar, atau masuk akal untuk kita pegang. Salah
satu standar yang menonjol adalah pembenaran epistemik .

Secara umum, pembenaran adalah kedudukan yang benar dari suatu


tindakan, orang, atau sikap yang berkaitan dengan standar evaluasi
tertentu. Misalnya, tindakan seseorang mungkin dapat dibenarkan
menurut hukum, atau seseorang mungkin dibenarkan di hadapan Tuhan.
Pembenaran epistemik (dari episteme, kata Yunani yang berarti
pengetahuan) adalah pendirian yang benar dari keyakinan seseorang
terkait dengan pengetahuan, meskipun ada beberapa ketidaksepakatan

12
Harun, Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Cet. V Yogyakarta: Kanisius,
2001), Hal.8
13
J. Sudarminta, Epistemologi Dasar, (Yogyakarta: Kanisius IKAPI, 2002), hal 26.
8

tentang apa sebenarnya maksudnya. Beberapa orang berpendapat bahwa


kedudukan yang benar mengacu pada apakah keyakinan tersebut lebih
mungkin benar. Yang lain berpendapat bahwa ini merujuk pada apakah
mereka cenderung berpengetahuan. Ada pula yang berpendapat bahwa
hal ini mengacu pada apakah keyakinan tersebut dibentuk atau dipegang
dengan cara yang bertanggung jawab atau berbudi luhur.

Karena peran evaluatifnya, pembenaran sering kali disamakan


dengan rasionalitas. Namun demikian, ada banyak jenis rasionalitas,
beberapa di antaranya tidak membahas tentang status epistemik suatu
keyakinan dan beberapa di antaranya tidak membahas tentang keyakinan
sama sekali. Jadi, meskipun mengatakan bahwa keyakinan yang dapat
diterima adalah keyakinan yang rasional adalah hal yang intelektual,
namun juga intuisi untuk mengatakan bahwa seseorang adalah rasional
jika menganut keyakinan yang dapat diterima.

D. OBJEK EPISTEMOLOGI
Dalam filsafat terdapat objek material dan objek formal. Objek
material adalah sarwa-yang-ada, yang secara garis besar meliputi hakikat
Tuhan, hakikat alam dan hakikat manusia. Sedangkan objek formal ialah
usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya, sampai ke
akarnya) tentang objek material filsafat (sarwa-yang-ada).

Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa


“segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh
pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang
menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi
mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu
tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa
suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu
tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.

Urgensi
Urgensi Mempelajari Epistemologi Ada tiga alasan yang dapat
dikemukakan mengapa Epistemologi perlu dipelajari, alasan Pertama,
pertimbangan strategis, kajian Epistemologi perlu karena pengetahuan
sendiri merupakan hal secara strategis penting bagi hidup manusia.
Strategi berkenaan dengan bagaimana mengelola kekuasaan atau daya
kekuatan yang ada sehingga tujuan dapat tercapai. Pengetahuan pada
9

dasarnya adalah suatu kekuasaan atau daya kekuatan menurut Francis


Bacon (1561-1626) .14

Alasan Kedua, berdasarkan pertimbangan kebudayaan,


penjelasan yang pokok adalah kenyataan bahwa pengetahuan merupakan
salah satu unsur dasar kebudayaan. Memang kebudayaan mempunyai
unsur-unsur penting lain seperti sistem kemasyarakatan, sistem religi,
sistem bahasa, sistem seni, sistem ekonomi, sistem teknologi, sistem
simbol serta pemaknaannya, dan sebagainya. Akan tetapi, pengetahuan
memegang peran penting dalam kesemuanya itu. Berkat pengetahuannya
manusia dapat mengolah dan mendayagunakan alam lingkungannya. Ia
juga dapat mengenali permasalahan yang dihadapi, menganalisis,
menafsirkan pengalaman dan peristiwa-peristiwa yang dihadapinya,
menilai situasi serta mengambil keputusan untuk berkegiatan. 15 Alasan
yang Ketiga, berdasarkan pertimbangan pendidikan, Epistemologi perlu
dipelajari karena manfaatnya untuk bidang pendidikan.

Pendidikan sebagai usaha sadar untuk membantu peserta didik


mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan
hidup,
tidak dapat lepas dari penguasaan pengetahuan. Dari ketiga alasan
pragmatis yang dikemukakan menunjukkan bahwa Epistemologi sangat
berguna untuk dipelajari. Hal ini dibenarkan oleh Hardono Hadi, dalam
bukunya ia mengatakan Epistemologi mutlak perlu. Suatu pikiran yang
telah mencapai tingkat refleksi tidak dapat dipuaskan dengan kembali ke
berbagai jaminan akan anggapan umum, tetapi justru semakin mendesak
maju ke tingkatan yang baru. Kepastian yang sekarang dicapai oleh
Epistemologi dimungkinkan oleh suatu keraguan. Terhadap keraguan ini,
Epistemologi jugalah obatnya. Bila Epistemologi berhasil mengusir
keraguan ini, akan ditemukan kepastian reflektif yang lebih pantas
dianggap sebagai pengetahuan¹⁷

Penutup
Epistemologi adalah cabang filsafat yang memeriksa sumber, sifat,
dan batasan pengetahuan manusia. Terdapat dua jenis pengetahuan
utama: A priori, yang diperoleh tanpa pengalaman langsung, dan A
posteriori, yang diperoleh melalui pengalaman empiris.
14
Ibid, hal 27
15
Listiyono Santoso dkk, Epistemologi Kiri , (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hal 64
10

Sifat-sifat pengetahuan termasuk kebenaran, justifikasi, dan


keyakinan. Pembenaran epistemik adalah proses menjelaskan mengapa
kita yakin bahwa suatu pernyataan atau keyakinan adalah benar.
Pengetahuan berasal dari pengalaman, observasi, akal sehat, atau
metode ilmiah. Bidang jangkauan pengetahuan meliputi segala aspek
kehidupan manusia, mulai dari ilmu alam hingga humaniora.
Rasionalitas kepercayaan menyangkut sejauh mana keyakinan
seseorang didukung oleh alasan yang masuk akal dan bukti yang cukup.
Sains adalah metode penting dalam perolehan pengetahuan yang
didasarkan pada observasi, eksperimen, dan analisis data.
Mempelajari epistemologi dalam filsafat ilmu sangat penting
karena itu membantu kita memahami dasar-dasar pengetahuan, metode
ilmiah, dan kritik terhadap klaim pengetahuan. Ini membantu kita
memisahkan keyakinan yang masuk akal dari yang tidak dan
mempromosikan pemikiran yang lebih kritis dan rasional dalam
menjalani kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA
EKSPOSE.(2019).Jurnal Penelitian Hukum dan Pendidikan
Rahmat Aceng,dkk.(2015).Filsafat Ilmu Lanjutan:Jakarta.Prenamedia
group.
Hadiwijono Harun.(2001)Sari Sejarah Filsafat Barat 2:Yogyakarta.Kanisius
Ibid
Syafii,Inu Kencana.(2004).Pengantar Filsafat:Bandung.Refika Aditama.
Sudarminta,J.(2002).Epistemologi Dasar:Yogyakarta.Kanisius IKAPI.
Muslih,Mohammad.Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan
Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan:Jogjakarta.Belukar.
Santoso,Listiyono,dkk.(2010).Epistemologi Kiri:Yogyakarta.Ar-Ruzz Media.
Salam,Safrin.Rekonstruksi Paradigma Filsafat Ilmu Studi Kritis Terhadap Ilmu
Hukum Sebagai Ilmu
Suaedi.(2016).Pengantar Filsafat Ilmu:Bogor.IPB Press Pointing

Anda mungkin juga menyukai