Anda di halaman 1dari 18

HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN

KELOMPOK 1
1. Anderi Fansurna
2. Asyifa Norhana
3. dr. Akhyarudin Noor
4. Ika Hasni L
5. Kristiani
6. Ibnu Ali W
7. Rabiatul A
8. Nurul Fatimah A
9. Febriyanti
PENDAHULUAN
Eureka Pendidikan. Ketahuailah apa yang kamu tahu dan ketahuilah apa yang
kamu tidak tahu, seperti itulah kutipan kata-kata dari seorang filsuf ketika
ditanya oleh seseorang mengenai cara untuk mengetahui kebenaran.
Hal-hal yang berkaitan dengan rasa ingin tahu manusia sebenarnya telah banyak
dikaji oleh berbagai disiplin ilmu. Kajian tersebut menjadi menarik karena
mampu menjadi dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Kajian terkait rasa
ingin tahu manusia beserta kebenaran yang diharapkan oleh manusia, pada
umumnya dibahas dalam pengantar filsafat ilmu.
Filsafat ilmu menurut Cornelius Benjamin (dalam The Liang Gie, 19 : 58)
Filsafat ilmu merupakan cabang dari filsafat yang secara sistematis menelaah
sifat dasar ilmu, khususnya mengenai metoda, konsep-konsep, dan pra-
anggapan-pra-anggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang-
cabang pengetahuan intelektual.
Dan menurut Conny Semiawan at al (1998 : 45) menyatakan bahwa filsafat ilmu
pada dasarnya adalah ilmu yang berbicara tentang ilmu pengetahuan (science of
sciences) yang kedudukannya di atas ilmu lainnya.
Lanjutan
Selain itu juga menurut Jujun Suriasumantri
(2005 : 33-34) Filsafat ilmu sebagai bagian
dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang
ingin menjawab tiga kelompok pertanyaan
mengenai hakikat ilmu
Berdasarkan hal tersebut berupaya membahas
mengenai hakikat pengetahuan, ilmu
pengetahuan, batasan ilmu pengetahuan dan
hakikat kebenaran dalam sudut pandang ilmu.
TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan :
Memberikan penjelasan tentang hakikat ilmu pengetahuan yang meliputi:
1. Hakikat pengetahuan
2. Hakikat ilmu pengetahuan
3. Batasan ilmu pengetahuan, dan
4. Hakikat kebenaran dalam sudut pandang ilmu atau kebenaran ilmiah
Manfaat :
1. Untuk mengetahui kebenaran, Karena kompleksitas yang ada pada
alam semesta ini membuat manusia senantiasa ingin mencari tahu
yang sesungguhnya.
2. Untuk memahami sesuatu terkait tahu dan kebenaran itu dikacaukan
oleh terminologi-terminologi yang saling tumpang tindih yang
akhirnya menyimpulkan kekacauan dalam mengartikan suatu hal.
3. Sebagai acuan dalam pengembangan pengembangan keilmuan.
PEMBAHASAN
1. Hakikat Pengetahuan
Secara biologis manusia memang diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia,
karena adanya berbagai kesamaan dengan hewan[1]. Namun, manusia dikatakan
memiliki keunggulan terutama pada kecerdasannya. Karena hanya manusialah yang
mampu menafsirkan alam semesta beserta interaksi-interaksi yang ada di dalamnya
melalui rasa ingin tahu.
Kesadaran dan keinsafan, kemampuan bicara, daya belajar yang sempurna sekali
dan daya menggunakan alat[2]. Melalui penerjemahan tentang otak tersebut,
ilmuwan mencoba memberikan kesimpulan bahwa rasa ingin tahu manusia dapat
ada karena salah satunya didukung oleh fisiologi sel-sel otak manusia. Manusia
selalu tak pernah puas dengan apa yang sudah diketahuinya, dan ini merupakan
insting alamiah yang dibawa sejak lahir, yaitu mencari pengetahuan tentang hakikat
segala sesuatu. Manusia ingin memahami seperti apa sejatinya segala sesuatu itu.
Karena itulah manusia selalu mengamati dan merenungi fenomena yang ada
disekitarnya.
Lanjutan
Rasa ingin tahu yang ada pada manusia menjadikan manusia memiliki
pengetahuan. Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa
inggris yaitu knowledge. Sedangkan secara terminologi dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui; segala
sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Dalam
penjelasan lain, pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk
tahu[3]. Menurut Surajiyo (2007: 62) adalah hasil tahu manusia terhadap
sesuatu segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang
dihadapinya
Pengetahuan menjadi sebuah hal yang luar biasa dalam peradaban
manusia, karena melalui pengetahuanlah aspek-aspek dalam peradaban
manusia berkembang yang kemudian seluruhnya dapat dibedakan
berdasarkan ontologi, epistemologi dan aksiologinya[4].
2. Hakikat Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan berasal dari bahasa Arab : Alima, ya lamu,


ilam yang berarti mengerti atau memahami benar-benar.
Ditinjau berdasarkan kaidah keilmuan agar dapat memahami
sesungguhnya. Sebagaimana analogi yang telah dipaparkan, bahwa
ilmu pengetahuan adalah tahapan atau bagian dari pengetahuan.
Sehingga dapat dipahami bahwa pengetahuan berbeda dengan
ilmu. Lebih tepatnya ilmu adalah bagian dari pengetahuan.
Dalam Bahasa Inggris, ilmu terjemahan dari kata science, yang
secara etimologis berasal dari kata latin scinre, artinya to
know. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu merupakan
pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
Lanjutan
menurut Suparlan Suhartono (2005 : 84) mengemukakan tentang
perbedaan makna antara ilmu dan pengetahuan.
a. Ilmu (science) adalah didalamnya terkandung adanya pengetahuan
yang pasti, lebuh praktis, sistematis , metodis, ilmiah dan mencakup
kebenaran umum mengenai objek studi yang lebih bersipat fisis
(natural)
b. Pengetahuan (knowledge) : sesuatu yang menjelaskan tentang adanya
sesuatu hal yang diperoleh secara biasa atau sehari-hari melalui
pengalaman-pengalaman, kesadaran, informasi, dsbnya.
Dengan adanya Ilmu dan Pengetahuan inilah, manusia terus melakukan
pengembangan pengetahuan untuk memperoleh kenikmatan, kesenangan,
kemudahan dan kebahagiaan dengan inovasi yang dilakukan manusia
yang kemudian berusaha memecahkan masalah-masalah yang terjadi
dilingkungannya dan mengembangkan kerangka berpikir tertentu untuk
menghasilkan ilmu.
Lanjutan
Berdasarkan kajian yang ada dapat disimpulkan bahwa
ilmu sebagai bagian dari pengetahuan memiliki ciri-ciri
yang membedakannya dari pengetahuan lain, yaitu:
a. Logis, ilmu dapat dijangkau dan diterima oleh nalar
manusia.
b. Sistematis, sebuah hal yang rumit, memiliki tahapan-
tahapan yang jelas dalam memahaminya.
c. Universal, bersifat menyeluruh yang berarti ilmu
pengetahuan berlaku secara umum.
d. Empiris, semua orang dapat mengalami ilmu pengetahuan
itu atau dapat mengembangkan ilmu tersebut.
3. Batasan Ilmu Pengetahuan
Pengetahuan memiliki ontologi, epistemologi dan
aksiologi. Menurut Jujun Suriasumantri (2005 : 33-34)
Filsafat ilmu sebagai bagian dari epistemologi (filsafat
pengetahuan) yang ingin menjawab tiga kelompok
pertanyaan mengenai hakikat ilmu sebagai berikut:
Secara Ontologis, ilmu membatasi diri pada pengkajian
obyek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia,
dengan tujuan untuk menjawab permasalahan kehidupan
sehari-hari manusia, serta digunakan untuk menawarkan
kemudahan pada kehidupan manusia.
Secara Epistemologi, cara mendapatkan ilmu
pengetahuan yang dimaksud benar adalah sesuatu
yang sudah mencapai kesempurnaan, atau sesuatu yang
bernilai positif di mata seseorang.
Secara Aksiologi, tentang nilai secara umum.
4. Hakikat Kebenaran Dalam Sudut Pandang Ilmu
Atau Kebenaran Ilmiah

Ilmu pengetahuan menjelaskan segala sesuatu dengan maksud untuk mencari


kebenaran.
Ada kebenaran yang disampaikan secara dogmatis. Yaitu kebenaran yang dibawa
oleh utusan tuhan. Kebenaran ini berisi pengetahuan tentang fenomena yang
tampak maupun fenomena yang tidak tampak. Tetapi, kebenaran dogmatis berlaku
dan disepakati sebagai sebuah kebenaran hanya oleh para pengikut/penganutnya
saja.
Dibutuhkan kebenaran sejati yang dapat diterima secara universal untuk
memuaskan hasrat manusia terhadap pengetahuan.
Inilah yang mendorong manusia untuk terus mencari pengetahuan-pengetahuan
baru tentang segala hal yang dapat diterima secara universal.
Agar kebenaran dapat diterima secara universal, maka ia harus dicari dengan
menggunakan pendekatan proses yang dapat diterima secara universal sebagai
metode standar pencarian kebenaran.
Lanjutan
Metode tersebut harus adil, bebas prasangka dan
tidak memihak agar dapat menghasilkan produk
kebenaran yang dapat diterima
Produk Kebenaran tersebut akan terus diuji seiring
dengan hasrat manusia memperluas apa yang
diketahuinya
Pada perkembangan para ahli masih mencoba
merumuskan kebenaran sehingga melahirkan empat
aliran filsafat yaitu
a. Aliran Filsafat Empirisme,
b. Aliran Filsafat Idealisme,
c. Aliran Filsafat Eksistensialisme ,
d. Aliran Filsafat Pragmatisme,
Penjelasan Empat Aliran Filsafat
a. Aliran Filsafat Empirisme
Suatu hal dianggap benar menurut teori ini, jika suatu hal tersebut dapat dialami oleh
semua orang atau adanya sebuah bukti otentik yang berdasarkan data yang bersifat
umum. Aliran Empeirisme meletakkan ilmu dan kebenaran yang melekat pada objek
tidak peduli siapa yang memandang.
Contoh : Api itu Panas

b. Aliran Filsafat Idealisme


Immanuel Kant merupakan tokoh dalam teori ini. Idealisme sering disebut sebagai
aliran romantik. Secara sederhana dipahami bahwa idealisme berkaitan dengan
pikiran manusia sehingga sesuatu dinyatakan benar jika dapat terpikirkan oleh
manusia. Aliran ini dianggap terlalu subyektif dan romantik karena budi setiap orang
itu berbeda-beda. Hal yang ingin diterangkan Emanuel Kant dalam aliran ini
bukanlah Subjektifitas yang cenderung egosentris, akan tetapi pertimbangan baik dan
benar mengenai suatu perkara belum tentu bisa didapatkan melalui pengalaman.
Lanjutan
b. Aliran Filsafat Eksistensialisme
Eksistensi membuat yang ada dan bersosok jelas bentuknya, mampu berada, eksis. Sehingga
dapat dipahami kebenaran menurut eksistensi adalah apabila sesuatu itu ada, eksis meskipun
saat itu ia tidak benar-benar ada di tempat kita memikirkannya.
Contoh : kursi dapat berada di tempat. Pohon mangga dapat tertatanam, tumbuh,
berkembang. Harimau dapat hidup dan merajai hutan. Manusia dapat hidup, bekerja, berbakti
dan membentuk kelompok bersama manusia lain. Selama masih bereksistensia, segala yang
ada dapat ada, hidup, tampil, hadir. Namun, ketika eksistensia meninggalkannya, segala yang
ada menjadi tidak ada, tidak hidup, tidak tampil, tidak hadir. Kursi lenyap. Pohon mangga
menjadi kayu mangga. Harimau menjadi bangkai. Manusia mati.

c. Aliran Filsafat Pragmatisme


John Dewey merupakan tokoh yang ada pada teori ini. Pragmatisme beranggapan bahwa
sesuatu adalah benar jika memiliki fungsi secara praktis. Pandangan Pragmatisme cenderung
diarahkan pada kemoersialisme, yang menitikberatkan pada keuntungan tidak peduli
keuntungan yang didapatkan berbentuk materi, pengalaman atau ilmu pengetahuan namun
Jhon Dewey menganggap bahwa perkembangan ilmu filsafat yang hanya berlandaskan
rasionalisme yang bercampur dengan idealisme akan menghasilkan kekeliruan yang berbahaya
jika perkembangan yang dialami penganut ke arah Radikal.
MOTIVASI MOTIVASI
Manusia yang RESAH dengan
hakikat sesuatu, akan melakukan
perenungan mendalam untuk
memahami apa yang
sesungguhnya sedang terjadi
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai