Anda di halaman 1dari 26

Epistemologi

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak pernah puas dengan apa
yang sudah ada, tetapi selalu mencari dan mencari kebenaran yang sesungguhnya dengan bertanya-
tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun setiap jawaban-jawaban tersebut juga selalu memuaskan
manusia. Ia harus mengujinya dengan metode tertentu untuk mengukur apakah yang dimaksud disini
bukanlah kebenaran yang bersifat semu, tetapi kebenaran yang bersifat ilmiah yaitu kebenaran yang
bisa diukur dengan cara-cara ilmiah.

Perkembangan pengetahuan yang semakin pesat sekarang ini, tidaklah menjadikan manusia berhenti
untuk mencari kebenaran. Justru sebaliknya, semakin menggiatkan manusia untuk terus mencari dan
mencari kebenaran yang berlandaskan teori-teori yang sudah ada sebelumnya untuk menguji sesuatu
teori baru atau menggugurkan teori sebelumnya. Sehingga manusia sekarang lebih giat lagi melakukan
penelitian-penelitian yang bersifat ilmiah untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang
dihadapinya. Karena itu bersifat statis, tidak kaku, artinya ia tidak akan berhenti pada satu titik, tapi
akan terus berlangsung seiring dengan waktu manusia dalam memenuhi rasa keingintahuannya
terhadap dunianya.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka makalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:

1. Apa yang bisa diketahui manusia

2. Apakah sumber-sumber pengetahuan itu

3. Bagaimana cara-cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan

4. Apa yang dimaksud dengan rasionalisme dan empirisme

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Epistemologi

Epistemologi (filsafat ilmu) adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Epistemologi


merupakan salah satu objek kajian dalam filsafat, dalam pengembangannya menunjukkan bahwa
epistemologi secara langsung berhubungan secara radikal (mendalam) dengan diri dan kehidupan
manusia. Pokok kajian epistemologi akan sangat menonjol bila dikaitan dengan pembahasan mengenai
hakekat epistemologi itu sendiri. Secara linguistic kata Epistemologi berasal dari bahasa Yunani yaitu:
kata Episteme dengan arti pengetahuan dan kata Logos berarti teori, uraian, atau alasan.
Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan yang dalam bahasa Inggris
dipergunakan istilah theory of knowledge. Istilah epistemologi secara etimologis diartikan sebagai teori
pengetahuan yang benar dan dalam bahasa Indonesia lazim disebut filsafat pengetahuan. Secara
terminologi epistemologi adalah teori mengenai hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang
pengetahuan.

Masalah utama dari epistemologi adalah bagaimana cara memperoleh pengetahuan, Sebenarnya
seseorang baru dapat dikatakan berpengetahuan apabila telah sanggup menjawab pertanyaan-
pertanyaan epistemologi artinya pertanyaan epistemologi dapat menggambarkan manusia mencintai
pengetahuan. Hal ini menyebabkan eksistensi epistemologi sangat urgen untuk menggambar manusia
berpengetahuan yaitu dengan jalan menjawab dan menyelesaikan masalah-masalah yang dipertanyakan
dalam epistemologi. Makna pengetahuan dalam epistemologi adalah nilai tahu manusia tentang sesuatu
sehingga ia dapat membedakan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya.

Epitemologi merupakan cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas
dan kebenaran pengetahuan (ilmiah). Perbedaan landasan ontologik menyebabkan perbedaan dalam
menentukan metode yang dipilih dalam upaya memperoleh pengetahuan yang benar. Akal, akal budi,
pengalaman, atau kombinasi akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana mencari pengetahuan
yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal model-model epistemologik seperti rasionalisme,
empirisme, Epistemologi juga membahas bagaimana menilai kelebihan dan kelemahan suatu model
epistemologik beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah). Pengetahuan merupakan daerah
persinggungan antara benar dan dipercaya. Pengetahuan bisa diperoleh dari akal sehat yaitu melalui
pengalaman secara tidak sengaja yang bersifat sporadis dan kebetulan sehingga cenderung bersifat
kebiasaan dan pengulangan, cenderung bersifat kabur dan samar dan karenanya merupakan
pengetahuan yang tidak teruji. Ilmu pengetahuan (sains) diperoleh berdasarkan analisis dengan langkah-
langkah yang sistematis (metode ilmiah) menggunakan nalar yang logis. Sarana berpikir ilmiah adalah
bahasa, matematika dan statistika. Metode ilmiah menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif
sehingga menjadi jembatan penghubung antara penjelasan teoritis dengan pembuktian yang dilakukan
secara empiris. Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif,
sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak.
Dengan metode ilmiah berbagai penjelasan teoritis (atau juga naluri) dapat diuji, apakah sesuai dengan
kenyataan empiris atau tidak. Kebenaran pengetahuan dilihat dari kesesuaian artinya dengan fakta yang
ada, dengan putusan-putusan lain yang telah diakui kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah
tidaknya teori tersebut bagi kehidupan manusia. Jika seseorang ingin membuktikan kebenaran suatu
pengetahuan maka cara, sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun pengetahuan tersebut
harus benar. Apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di
dalam nalar kita yang salah. Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu benar
karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Itulah sebabnya ilmu pengetahan
selalu berubah-ubah dan berkembang.

B. Apa yang bisa diketahui manusia


Immanuel Kant (lahir di Knigsberg, 22 April 1724 meninggal di Knigsberg, 12 Februari 1804 pada
umur 79 tahun) adalah seorang filsuf Jerman. Karya Kant yang terpenting adalah Kritik der Reinen
Vernunft, 1781. Dalam bukunya ini ia membatasi pengetahuan manusia. Atau dengan kata lain apa
yang bisa diketahui manusia. Ia menyatakan ini dengan memberikan tiga pertanyaan:

Apakah yang bisa kuketahui?

Apakah yang harus kulakukan?

Apakah yang bisa kuharapkan?

Pertanyaan ini dijawab sebagai berikut:

Apa-apa yang bisa diketahui manusia hanyalah yang dipersepsi dengan panca indra. Lain
daripada itu merupakan ilusi saja, hanyalah ide.

Semua yang harus dilakukan manusia harus bisa diangkat menjadi sebuah peraturan umum. Hal
ini disebut dengan istilah imperatif kategoris. Contoh: orang sebaiknya jangan mencuri, sebab
apabila hal ini diangkat menjadi peraturan umum, maka apabila semua orang mencuri,
masyarakat tidak akan jalan.

Yang bisa diharapkan manusia ditentukan oleh akal budinya. Inilah yang memutuskan
pengharapan manusia.

C. Sumber-sumber pengetahuan

Sebelum kita memasuki pembahasan inti dari makalah ini, maka perlu kiranya kita mengetahui
pengertian dari ilmu pengetahuan.

Dalam komperensi ilmu pengetahuan nasional (KIPNAS) ini LIPI yang berlangsung di Jakarta pada tanggal
15-19 September 1981 di dasarkan agar dipergunakan terminologi ilmu untuk science dan pengetahuan
untuk Knowledge adapun alasannya yaitu:

1. Ilmu (Spesies) adalah sebagian dari pengetahuan (Genus)

2. Dengan demikian maka ilmu adalah pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yaitu ciri-ciri
ilmiah atau ilmu adalah sinonim dengan pengetahuan ilmiah (Scientific knowledge)

3. Dalam buku bahasa Indonesia berdasarkan hukum D (diterangkan) dan M (menerangkan) maka
ilmu pengetahuan adalah ilmu (D) yang bersifat pengetahuan (M) dan penyatuan ini pada
hakikatnya adalah salah sebab ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bersifat ilmiah

4. Kata ganda dari dua kata benda yang termasuk kategori yang sama biasanya menunjukkan dua
objek yang berbeda seperti laki bini (laki dan bini) dan emas perak (emas dan perak) penafsiran
yang sama, maka ilmu pengetahuan dapat diartikan sebagai ilmu dan pengetahuan.

Ternyata ada juga yang berpendapat bahwa:


1. Ilmu termasuk genus dimana terdapat dapat banyak spesies seperti ilmu kebathinan, ilmu
agama, ilmu filsafat, dan ilmu pengetahuan

2. Terminologi ilmu pengetahuan sinomia dengan scientific knowledge

3. Ilmu adalah sinomia dengan knowledge danpengetahuan tentang science dimana berdasarkan
hukum DM maka ilmu pengetahuan adalah ilmu (Knowledge) yang bersifat pengetahuan
(scientific)

Jika demikian, ilmu pengetahuan hanya merupakan istilah yang lazim dibahasakan orang-orang tetapi
tidak mampu memberikan defenisi yang jelas, tetapi orang pasti sudah mengerti maksud ilmu
pengetahuan bila mendengarnya

Di dalam makalah ini akan kami uraikan beberapa defenisi istilah ilmu pengetahuan berdasarkan
beberapa buku filsafat.

Kata Ilmu merupakan terjemahan dari kata (Science) yang secara etimologi berasal dari bahasa latin
(scinre) artinya to Know. Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu
pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif dan objektif.

Dari pengungkapan para ahli kita dapat menarik kesimpulan sebagi berikut:

1. Tidak semua permasalahan yang dipersoalkan manusia dalam hidup dan kehidupannya dapat
dijawab dengan tuntas oleh ilmu pengetahuan itu.

2. Nilai kebenaran ilmu pengetahuan itu bersifat positif dalam arti sampai saat sekarang ini dan
juga bersifat relatif atau nisbi dalam arti tidaklah mutlak kebenarannya

3. Batas dan realitivitas ilmu pengetahuan bermuara pada filsafat, dalam arti bahwa semua
permasalahan yang berada di luar atau di atas jangkauan dari ilmu pengetahuan itu
diserahkanlah kepada filsafat untuk menjawabnya.

Dengan kita memasuki lapangan filsafat dengan mencoba merenungkan semua permasalahan manusia
yang belum tuntas dijawab oleh ilmu pengetahuan itu.

Dalam kajian filsafat ilmu sumber-sumber pengetahuan yang diperoleh manusia melalui: Pengalaman,
intuisi, agama (wahyu), filsafat dan ilmu

D. Cara cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan

Dalam filsafat ilmu, cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan adalah melaui sebuah
rangkaian prosedur atau metode/tekhnik tertentu yang lazimnya disebutnya metode ilmiah

a. Pengertian metoda Ilmiah

Menurut Soerjono Soemargono (1993 : 17), istilah metoda berasal


dari bahasa Latin methodos, yang secara umum artinya cara atau jalan untuk
memperoleh pengetahuan sedangkan metoda ilmiah adalah cara atau jalan untuk
memperoleh pengetahuan ilmiah.

The Liang Gie (1991 : 110), menyatakan bahwa metoda ilmiah adalah prosedur yang mencakup
berbagai tindakan pikiran, pola kerja,
tata langkah, dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan baru atau memperkembangkan
pengetahuan yang telah ada.

Dalam beberapa literatur seringkali metoda dipersamakan atau dicampuradukkan dengan


pendekatan maupun teknik. Metoda, (methode), pendekatan (approach), dan teknik (technique)
merupakan tiga hal yang berbeda walaupun bertalian satu sama lain (The Liang
Gie, 1991:116). Dengan mengutip pendapat benerapa pakar, The Liang Gie menjelaskan perbedaan
ketiga hal tersebut sebagai berikut. Pendekatan pada pokoknya adalah ukuran-ukuran untuk memilih
masalah-masalah dan data yang bertalian, sedangkan metoda adalah prosedur untuk mendapatkan dan
mempergunakan data. Pendekatan
dalam menelaah suatu masalah dapat dilakukan berdasarkan atau
dengan memakai sudut tinjauan dari ilmu-ilmu tertentu, misalnya psikologi, sosiologi, politik, dst.
Dengan pendekatan berdasarkan psikologi, maka masalah tersebut dianalisis dan dipecahkan
berdasarkan konsep-konsep psikologi. Sedangkan bila masalah
tersebut ditinjau berdasarkan pendekatan sosiologis, maka konsep- konsep sosiologi yang dipakai
untuk menganalisis dan memecahkan masalah tersebut.

Pengertian metoda juga tidak sama dengan teknik. Metoda ilmiah


adalah berbagai prosedur yang mewujudkan pola-
pola dan tata
langkah dalam pelaksanaan penelitian ilmiah. Pola dan tata langkah
prosedural tersebut dilaksanakan dengan cara-cara operasional dan teknis yang lebih rinci. Cara-cara
itulah yang mewujudkan teknik. Jadi, teknik adalah suatu cara operasional teknis yang seringkali
bercorak rutin, mekanis, atau spesialistis untuk memperoleh dan menangani data dalam penelitian
(The Liang Gie (1991 : 117).

b. Unsur-unsur metoda ilmiah

Metoda ilmiah yang merupakan suatu prosedur sebagaimana


digambarkanoleh The Liang Gie, memuat berbagai unsur atau
komponen yang saling berhubungan. Unsur-unsur utama metoda
ilmiah menurut The Liang Gie (1991 : 118) adalah pola proSedural, tata langkah, teknik, dan
instrument..

Pola prosedural, antara lain terdiri dari: pengamatan, percobaan, peng-


ukuran, survai, deduksi, induksi, dan analisis. Tata langkah,
mencakup : penentuan masalah, perumusan hipotesis (bila perlu), pengumpulan data, penurunan
kesimpulan, dan pengujian hasil. Teknik, antara lain terdiri dari : wawancara, angket,
tes, dan perhitungan. Aneka instrumen yang dipakai dalam metoda ilmiah
antara lain : pedoman wawancara, kuesioner, timbangan, meteran, komputer.

c. Macam-macam Metoda ilmiah

Johson (2005) dalam arkelnya yang berjudul Educational


Research : Quantitative and Qualitative, yang termuat dalam situs internet membedakan
metoda ilmiah menjadi dua metoda deduktif dan metoda induktif. Menurut Johnson, metode
deduktif terdiri tiga langkah utama, yaitu : first, state the hypothesis (based on theory or research
literature); nex, collect data to test hypothesis; finally, make decision to accept or
reject the hypothesis. Sedangkan tahapan utama metoda induktif menurut Johnson adalah : first,
observe the world; next, search for a pattern in what is observed; and finally, make a generalization
about what is occuring. Kedua metoda tersebut selanjutnya oleh Johnson divisualisasikan sebagai
berikut.

Metoda deduktif merupakan metoda ilmiah yang diterapkan dalam penelitian kuantitatif. Dalam
metoda ini teori ilmiah yang telah diterima kebenarannya dijadikan acuan dalam mencari kebenaran
selanjutnya. Sedangkan metoda induktif merupakan metoda yang diterapkan dalam
penelitian kualitatif. Penelitian ini dimulai dengan pengamatan dan diakhiri dengan penemuan
teori.

1) Metoda Deduktif

Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya Ilmu dalam Perspektif


Moral, Sosial, dan Politik (1996 : 6) menyatakan bahwa pada
dasarnya metoda ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuannya
berdasarkan :a) kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang bersifat
konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil
disusun; b) menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran tersebut; dan
c) melakukan verifikasi terhadap hipotesis termaksud untuk menguji kebenaran pernyataannya
secara faktual.

Selanjutnya Jujun menyatakan bahwa kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logico-
hypothetico-verifikatifn ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut (2005 : 127-128).

a) Perumusan masalah, yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-
batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya.

b) Penyusunan kerangka berpikir dalam penyusunan hipotesis yang merupakan argumentasi yang
menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengait dan
membentuk konstelasi permasalahan.

Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji
kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
c) Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang
diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari dari kerangka berpikir yang dikembangkan.

d) Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-


fakta yang relevan dengan hipotesis, yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-
fakta yang mendukung hipoteisis tersebut atau tidak.

e) Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau
diterima.

2) Metoda Induktif

Metoda induktif merupakan metoda ilmiah yang diterapkan dalam


penelitian kualitatif. Metoda ini memiliki dua macam tahapan :
tahapan penelitian secara umum dan secara siklikal (Moleong, 2005 : 126).

a) Tahapan penelitian secara umum

Tahapan penelitian secara umum secara garis besar terdiri dari tiga tahap utama, yaitu (1)tahap
pralapangan, (2)tahap pekerjaan lapangan, dan (3) tahap analisis data. Masing- masing tahap tersebut
terdiri dari beberapa langkah.

b) Tahapan penelitian secara siklikal

Menurut Spradley (Moleong, 2005 :148), tahap penelitian kualitatif, khususnya dalam
etnografi merupakan proses yang berbentuk lingkaran yang lebih dikenal dengan proses
penelitian siklikal, yang terdiri dari langkah-langkah:(1)
pengamatan deskriptif, (2) analisis demein, (3) pengamatan
terfokus, (4) analisis taksonomi, (5) pengamatan terpilih, (6) analisis komponen, dan (7) analisis
tema.

E. Metode Untuk Memperoleh Pengetahuan

a. Metode Empirisme

Empirisme berasal dari kata Yunani yaitu empiris yang berarti pengalaman inderawi. Oleh karena itu
empirisme dinisbatkan kepada faham yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalanan
dan yang dimaksudkan dengannya adalah baik pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia maupun
pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia. Asal kata empirisme adalah empiria yang
berarti kepercayaan terhadap pengalaman. Bahan yang diperoleh dari pengalaman diolah oleh akal,
sedangkan yang merupakan sumber pengetahuan adalah pengalaman karena pengalamanlah yang
memberikan kepastian yang diambil dari dunia fakta. Empirisme berpandangan bahwa pernyataan yang
tidak dapat dibuktikan melalui pengalaman adalah tidak berarti atau tanpa arti. Ilmu haru sdapat diuji
melalui pengalaman. Dengan demikian, kebenaran yang diperoleh bersifat a posteriori yang berarti
setelah pengalaman (post to experience).
Tokoh-tokoh empirisme antara lain Francis Bacon (1561-1626), Thomas Hobbes (1588-1679), dan John
Locke (1632-1704). Francis Bacon telah meletakkan dasar-dasar empirisme dan menyarankan agar
penemuan-penemuan dilakukan dengan metode induksi. Menurutnya ilmu akan berkembang melalui
pengamatan dalam ekperimen serta menyusun fakta-fakta sebagai hasil eksperimen.

Pandangan Thomas Hobbes sangat mekanistik. Karena merupakan bagian dari dunia, apa yang terjadi
pada manusia atau yang dialaminya dapat diterangkan secara mekanik. Ini yang menyebabkan Thomas
Hobbes dipandang sebagai penganjur materialisme. Sesuai dengan kodratnya manusia berkeinginan
mempertahankan kebebasan dan menguasai orang lain. Hal ini menyebabkan adanya ungkapan homo
homini lupus yang berarti bahwa manusia adalah srigala bagi manusia lain.

Menurut aliran ini bahwa manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman indranya. Bapak
aliran ini adalah John Lock (1632-1704) dengan teorinya tabula rasa yang artinya secara bahasa
adalah meja lilin. Menurut paham empirisme, metode untuk memperoleh pengetahuan didasarkan
pada pengalaman yang bersifat empiris, yaitu pengalaman yang bisa dibuktikan tingkat kebenarannya
melalui pengamalan indera manusia. Seperti petanyaan-pertanyaan bagaimana orang tahu es
membeku? Jawab kaum empiris adalah karena saya melihatnya (secara inderawi/panca indera), maka
pengetahuan diperoleh melalui perantaraan indera. Proses terjadinya pengetahuan menurut
penganut empirisme berdasarkan pengalaman akibat dari suatu objek yang merangsang alat
inderawi, kemudian menumbuhkan rangsangan saraf yang diteruskan ke otak. Di dalam otak, sumber
rangsangan sebagaimana adanya dan dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah
merangsang alat inderawi ini. Kesimpulannya adalah metode untuk memperoleh pengetahuan bagi
penganut empirisme adalah berdasarkan pengalaman inderawi atau pengalaman yang bisa ditangkap
oleh panca indera manusia.

Kelemahan aliran ini adalah sangat banyak :

1. Indera terbatas ; Benda yang jauh kelihatan kecil.

2. Indera menipu ; Orang yang sedang sakit malaria, gula rasanya pahit.

3. Terkadang objek yang menipu, seperti ilusi dan patamorgana.

4. Kekurangan terdapat pada indera dan objek sekaligus; indera (dalam hal ini mata) tidak bisa
melihat kerbau secara keseluruhan, begitu juga kerbau tidak bisa dilihat secara keseluruhan.

Pada dasarnya Empirisme sangat bertentangan dengan Rasionalisme. Rasionalisme mengatakan


bahwa pengenalan yang sejati berasal dari ratio, sehingga pengenalan inderawi merupakan suatu
bentuk pengenalan yang kabur. sebaliknya Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari
pengalaman sehingga pengenalan inderawi merupakan pengenalan yang paling jelas dan sempurna.

Seorang yang beraliran Empirisme biasanya berpendirian bahwa pengetahuan didapat melalui
penampungan yang secara pasip menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua
pengetahuan betapapun rumitnya dapat dilacak kembali dan apa yang tidak dapat bukanlah ilmu
pengetahuan. Empirisme radikal berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai
kepada pengalaman inderawi dan apa yang tidak dapat dilacak bukan pengetahuan. Lebih lanjut
penganut Empirisme mengatakan bahwa pengalaman tidak lain akibat suatu objek yang merangsang
alat-alat inderawi, kemudian di dalam otal dipahami dan akibat dari rangsangan tersebut dibentuklah
tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat-alat inderawi tersebut.

Empirisme memegang peranan yang amat penting bagi pengetahuan, malah barangkali merupakan
satu-satunya sumber dan dasar ilmu pengetahuan menurut penganut Empirisme. Pengalaman
inderawi sering dianggap sebagai pengadilan yang tertinggi.

b. Tokoh-tokohnya.

1. Francis Bacon (1210 -1292)

2. Thomas Hobbes ( 1588 -1679)

3. John Locke ( 1632 -1704)

4. George Berkeley ( 1665 -1753)

5. David Hume ( 1711 -1776)

6. Roger Bacon ( 1214 -1294)

b. Metode Rasionalisme

Para penganut rasionalisme berpandangan bahwa satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat
dipercaya adalah rasio (akal) seseorang. Perkembangan pengetahuan mulai pesat pada abad ke-18.
Orang yang dianggap sebagai bapak rasionalisme adalah Rene Descartez (1596-1650) yang juga
dinyatakan sebagai bapak filsafat modern. Semboyannya yang terkenal adalah cogito ergo sum (saya
berpikir, jadi saya ada).

Berbeda dengan penganut empirisme, karena rasionalisme memandang bahwa metode untuk
memperoleh pengetahuan adalah melalui akal pikiran. Bukan berarti rasionalisme menegasikan nilai
pengalaman, melainkan pengalaman dijadikan sejenis perangsang bagi akal pikiran untuk
memperoleh suatu pengetahuan. Menurut Rene Descartes (Bapak Rasionalisme), bahwa kebenaran
suatu pengetahuan melalui metode deduktif melalui cahaya yang terang dari akal budi. Maka akal
budi dipahamkan sebagai:

- Sejenis perantara khusus, yang dengan perantara itu dapat dikenal kebenaran.

- Suatu teknik deduktif yang dengan memakai teknik tersebut dapat ditemukan kebenaran-
kebenaran yaitu dengan melakukan penalaran.

Fungsi pengalaman inderawi bagi penganut rasionalisme sebagai bahan pembantu atau sebagai
pendorong dalam penyelidikannya suatu memperoleh kebenaran.
Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide yang
masuk akal.Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang hakiki. Zaman Rasionalisme berlangsung dari
pertengahan abad ke XVII sampai akhir abad ke XVIII. Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu
pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif daya akal budi (ratio) untuk menemukan kebenaran.

Ternyata, penggunaan akal budi yang demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu pengetahuan yang
besar sekali akibat perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu alam. Maka tidak mengherankan bahwa
pada abad-abad berikut orang-orang yang terpelajar Makin percaya pada akal budi mereka sebagai
sumber kebenaran tentang hidup dan dunia. Hal ini menjadi menampak lagi pada bagian kedua abad ke
XVII dan lebih lagi selama abad XVIII antara lain karena pandangan baru terhadap dunia yang diberikan
oleh Isaac Newton (1643 -1727). Berkat sarjana geniaal Fisika Inggeris ini yaitu menurutnya Fisika itu
terdiri dari bagian-bagian kevil (atom) yang berhubungan satu sama lain menurut hukum sebab akibat.

Semua gejala alam harus diterangkan menurut jalan mekanis ini. Harus diakui bahwa Newton sendiri
memiliki suatu keinsyafan yang mendalam tentang batas akal budi dalam mengejar kebenaran melalui
ilmu pengetahuan. Berdasarkan kepercayaan yang makin kuat akan kekuasaan akal budi lama kelamaan
orang-orang abad itu berpandangan dalam kegelapan. Baru dalam abad mereka menaikkan obor terang
yang menciptakan manusia dan masyarakat modern yang telah dirindukan, karena kepercayaan itu pada
abad XVIII disebut juga zaman Aufklarung (pencerahan).

b. Tokoh-tokohnya

1. Rene Descartes (1596 -1650)

2. Nicholas Malerbranche (1638 -1775)

3. B. De Spinoza (1632 -1677 M)

4. G.W.Leibniz (1946-1716)

5. Christian Wolff (1679 -1754)

6. Blaise Pascal (1623 -1662 M)

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka perlu disimpulkan beberapa hal :

1. Ilmu pengetahuan adalah ilmu yang mencoba menjawab segala permasalahan atau gejala-gejala
alam dan lingkungan atau masyarakat dengan menggunakan metode-metode ilmiah

2. Ilmu pengetahuan bersifat relatif, artinya ilmu pengetahuan itu tidak kaku sehingga ia akan
terus berkembang seiring dengan kerja dan usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya
akan kebenaran dan pemanfaatan hidup yang lebih berarti. Juga teori-teori yang telah dibangun
oleh para ilmuwan tidak akan bertahan sepanjang masa. ia akan dibantah oleh teori-teori baru
yang lebih mendekati kepada kebenaran dan efesiensi kerja ilmiah.

3. Rasionalisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendirian bahwa sumber pengetahuan
yang mencukupi dan dapat dipercaya adalah akal. Rasionalisme tidak mengingkari peran
pengalaman, tetapi pengalaman dipandang sebagai perangsang bagi akal atau sebagai
pendukung bagi pengetahuan yang telah ditemukan oleh akal. Akal dapat menurunkan
kebenaran-kebenaran dari dirinya sendiri melalui metode deduktif. Rasionalisme menonjolkan
diri yang metafisik, ketika Descartes meragukan aku yang empiris, ragunya adalah ragu
metafisik.

4. Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendapat bahwa empiri atau
pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan. Akal bukanlah sumber pengetahuan, akan
tetapi akal berfungsi mengolah data-data yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang
digunakan adalah metode induktif. Jika rasionalisme menonjolkan aku yang metafisik, maka
empirisme menonjolkan aku yang empiris.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Asmoro. Filsafat Umum. Cet. V; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.

Anees, Bambang Q- dan Radea Juli A. Hambali. Filsafat Untuk Umum. Cet. I; Jakarta: Prenada Media,
2003.

Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Cet. IX; Yogyakarta: Kanisius, 1993.

Ravertz, Jerome R. The Philosophy of Science. Diterjemahkan oleh Saut Pasaribu dengan judulFilsafat
Ilmu, Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir. Filsafat Ilmu. Cet. VII; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

Nakosteen, Mehdi. History of Islamic Origins of Western Education A. D. 800-1350 with an


Introduction to Medieval Muslim Education. Diterjemahkan oleh Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah
dengan judul Kontribusi Islam atas dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis abad kemasan Islam. Cet. I;
Surabaya: Risalah Gusti, 1996.

Suriasumantri, Jujun S. Ilmu dalam perspektif. Cet. XVI; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003.

Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum. Cet. VI; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998.

Titus, Harold H., et al. Living Issues in philosophy. Diterjemahkan oleh H.M. Rasjidi dengan
judulPersoalan-Persoalan Filsafat. Cet. I; Jakarta: PT Bulan Bintang, 1984.

Zaqzu>q, Mah}mu>d H{amdiy. Dira>sa>t fi> al-Falsafat al-H{adi>sah. Cet. II; Kairo: Da>r al-T{iba>at al-
Muh}ammadiyyah, 1988.
A. Latar Belakang Masalah

Proses perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini merupakan hasil dari penemuan dan
penelitian yang dilakukan manusia sebelumnya. Sebenarnya perkembangan tersebut diawali dengan
rasa keingintahuan manusia yang sangat besar bahkan Paul Leady mengatakan bahwa Man is curious
animals. Keingintahuan tersebut yang mendorong manusia untuk berupaya menjawab kenyataan-
kenyataan alamiah yang ada di dunia ini lewat berbagai cara, dan hal ini mendorong perkembangan ilmu
dan pengetahuan.

Selain itu, ciri khas manusia yang selalu ingin tahu tersebut tidaklah pernah berhenti. Setelah puas
mengetahui suatu pengetahuan manusia akan terus mencari tahu hal-hal yang baru. Hal ini juga yang
mendorong manusia mengembangkan berbagai cara/metode untuk menjawab rasa keingintahuan
mereka.

Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran dengan beberapa cara ditempuh, antara lain dengan
menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-
pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan prinsip-prinsip dengan penalaran rasional, seperti
kejadian-kejadian yang berlaku di alam ini dapat dimengerti oleh akal manusia. Ilmu pengetahuan itu
sendiri harus dibedakan dari fenomena alam. Yang mana fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang
tunduk pada hukum-hukum yang menyebabkan fenomena itu muncul. Sedangkan ilmu pengetahuan
adalah formulasi hasil aproksimasi atas fenomena alam tersebut.

Pada hakikatnya, upaya manusia dalam memperoleh kebenaran pengetahuan didasarkan pada tiga
masalah pokok yakni : ontologi yang membahas apakah yang ingin kita ketahui ? epistimologi atau
bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan? Aksiologi atau apakah pengetahuan itu mempunyai
manfaat bagi kita.(M. Solly Lubis, 2012:16)

Epistimologi merupakan cabang filsafat yang mengkaji hakikat pengetahuan khususnya empat pokok
persoalan pengetahuan seperti keabsahan, struktur, batas dan sumber. Epistimologi dan filsafat ilmu
pengetahuan adalah dua cabang filsafat yang mengkaji permasalahan seputar pengetahuan. Keduanya
merupakan wilayah filsafat yang muncul dari pertanyaan Kant: Was Kann ich wissen? apa yang dapat
saya ketahui? perbedaan antara kedua disiplin filsafat tersebut terletak pada objek kajiannya yakni
pengetahuan (Toeti Heraty Nurhadi,2002 : 18). Pengetahuan yang dikaji oleh epistimologi adalah
pengetahuan sehari-hari. Sedang filsafat ilmu pengetahuan berurusan dengan pengetahuan ilmiah atau
sains untuk membedakan dari pengetahuan sehari-hari. Epistimologi merupakan langkah, proses, dan
upaya menenggarai masalah-masalah filosofi yang mengitari teori ilmu pengetahuan. atau dengan kata
lain, epistimologi adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat dan bagaimana
memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah model filsafat (Swardi
Edrawarsa. 119)

Maka dalam makalah ini akan membahas masalah pengetahuan ilmiah dan kriteria kebenaran. Sehingga
dapat diketahui beberapa informasi yang penting berkenaan dengan permasalahan tersebut, serta
menjadi acuan serta dapat memperbaiki pola fikir yang salah karena kekurangtahuan manusia.
B. Pengetahuan Ilmiah

1. Pengertian Pengetahuan Ilmiah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan
dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti motivasi,
bakat dan minat dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya
(Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Adapun pengertian pengetahuan itu sendiri, seperti yang
dikemukakan Surajiyo (2007:62) adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu atau segala perbuatan
manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinya. Namun manusia tidak dapat menuntut bahwa
memperoleh sesuatu itu berarti sudah jelas kebenarannya, karena boleh jadi hanya kebetulan benar
saja (A. Suysanto). Sehingga kebenaran itu terbagi menjadi dua yaitu kebenaran ilmiah dan kebenaran
hanya kebetulan benar karena cara mendapatkannya secara tidak sengaja bukan karena melalui
penelitian, atau kajian yang menggunakan metode tertentu, tidak bisa dipastikan secara ilmiah apalagi
dikritisi.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat artikan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari proses
mencari tahu, dari yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi dapat. Dalam proses
mencari tahu ini mencakup berbagai metode dan konsep-konsep, baik melalui proses pendidikan
maupun melalui pengalaman.

a. Pengetahuan Ilmiah (Science)

Istilah ilmiah merupakan kualifikasi positif yang jawabannya mempunyai dasar yang kokoh dan dapat
dipercaya, yang mana proses untuk memperoleh hasil dengan cara kerja bersifat sistematik, kritis, dan
berdasarkan keahlian.

Ilmu itu sendiri terdiri dari dua segi yaitu pertama segi isi, ilmu dapat diartikan sebagai pengetahuan
yang bersifat terpadu atau kumpulan dari pengetahuan-pengetahuan yang saling berkaitan dan
mengikat dalam satu kesatuan kebenaran yang sah. Kedua, segi proses, ilmu dapat diartikan sebagai
kegiatan yang ditujukan untuk menemukan variabel-variabel alami yang penting dan kemudian
menerangkan dan meramalkan hubungan tersebut (Serdamayanti ; 2002)

Menurut Karlina Supeli Laksono dalam Filsafat Ilmu Pengetahuan (Epsitomologi) pada Pascasarjana
Universitas Indonesia tahun 1998/1999, pengetahuan ilmiah harus memenuhi syarat sebagai berikut,
yaitu:

1) Sistematik; yaitu merupakan kesatuan teori-teori yang tersusun sebagai suatu sistem.

2) Objektif; atau dikatakan pula sebagai intersubjektif, yaitu teori tersebut terbuka untuk diteliti oleh
orang lain/ahli lain, sehingga hasil penelitian bersifat universal.

3) Verifikartif atau dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara universal.


4) Empiris, yaitu ilmu itu diperoleh dari hasil pengamatan dan percobaan.

5) Analisis, pengetahuan ilmiah berusaha membeda pokok masalah ke dalam bagian yang terperinci
untuk memahami berbagai sifat, hubungan dan peranan dari begian-bagian itu (Fuad Ihsan, 2010:113).

Dari uraian tersebut dapat diartikan bahwa ilmu pengetahuan/pengetahuan ilmiah adalah kumpulan-
kumpulan pengetahuan yang disusun berdasarkan metode ilmiah yang jawabannya mempunyai dasar
yang kokoh dan dapat dipercaya, karena telah melalui proses hasil kerja yang sistematik kritis dan
berdasarkan keahlian. Kebenaran yang terkandung dalam pengetahuan ilmiah bersifat relatif karena
pengetahuan itu bisa berubah apabila ada temuan yang lebih baru atau penemuan yang paling
mutahir yang dapat membantah kebenaran terdahulu dengan cara ilmiah.

b. Pengetahuan Ilmiah dan Pengetahuan Non Ilmiah

Pengetahuan manusia amat luas, namun secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
pengetahuan ilmiah dan pengetahuan non ilmiah. Pengetahuan non ilmiah adalah hasil serapan indera
terhadap pengalaman hidup sehari-hari yang tidak teruji kebenarannya. Pengetahuan non ilmiah tidak
dapat dikembangkan menjadi pengetahuan ilmiah. Misalnya pengetahuan orang tertentu tentang Jin
atau makhluk halus di tempat tertentu, keampuhan pusaka dan lain-lain. Sebaliknya pengetahuan ilmiah
adalah hasil serapan indera dan pemikiran rasional yang terbuka terhadap pengujian lebih lanjut
menggunakan metode-metode ilmiah, misalnya pengetahuan orang tentang manfaat rebusan daun
jambu biji untuk mengurangi gejala diare.Swardi Edrawarsa : 110)

Salah satu aspek yang dikaji filsafat ilmu adalah ciri ilmu pengetahuan. dalam mendefenisikan sesuatu,
biasanya terlebih dahulu harus mengetahui apa yang menjadi lawannya. Demikian juga jika apabila
hendak berbicara mengenai pengetahuan ilmiah, maka terlebih dahulu harus mengetahui apa yang
dimaksud dengan pengetahuan non ilmiah. Ada sebuah kebiasaan pada masyarakat Indonesia
khususnya jika seseorang terserang masuk angin, maka tindakan yang menjadi inisiatif pertama adalah
melakukan kerokan dengan minyak angin yang digosokkan pada permukaan kulit dengan bantuan alat
uang logam atau sejenisnya, setelah dikeroki maka kemudian badan menjadi lebih sehat dan sembuh
seperti sedia kala. Apakah kerokan sebagai metode penyembuhan bagi masuk angin adalah
pengetahuan ilmiah? Ternyata tidak bisa disimpulkan seperti itu karena kerokan merupakan
pengetahuan non ilmiah yang belum teruji kebenarannya secara ilmiah. Pengetahuan kerokan adalah
pengetahuan biasa yang bisa ditemukan dalam pengalaman sehari-hari serta diterima begitu saja
berdasarkan kebiasaan turun-temurun(Tuti Heraty Noerhadi, 2002: 23-24).

Untuk lebih mudah memahami perbedaan antara pengetahuan ilmiah dan pengetahuan non ilmiah
maka dapat dipahami seperti yang terdapat pada tabel dibawah ini (Tuty) :

Tabel 1

Perbedaan antara pengetahuan ilmiah dan pengetahuan non ilmiah


Pengetahuan Ilmiah Pengetahuan Non Ilmiah

a. Deskripsi (menjelaskan gejala- Bertahan hidup dalam


gejala) kehidupan sehari-hari
(pragmatis)
b. Eksplanasi (hubungan kausal)

c. Prediksi (lewat data-data objektif


Tujuan dapat dilakukan prediksi terhadap
gejala-gejala yang muncul.

a. Metodis (melalui jalan tertentu a. Warisan budaya


dan dapat dipertanggungjawabkan
(verifikasi/falsifikasi) b. Tradisi

Cara b. Sistematis (mengikuti urutan- c. Metode tidak menjadi


Memperolehnya urutan yang ketat) masalah

d. Pernyataan ambigu,
c. Objektif (Bebas Nilai)
kabur, tidak objektif.

Jadi perbedaan pengetahuan ilmiah dengan non ilmiah itu selain bagaimana cara mendapatkan
kebenaran tersebut dengan tidak menggunakan cara yang ilmiah juga dijadikan sebagai kebiasaan hidup
karena sudah menjadi budaya yang diturunkan dari nenek moyang terdahulu dan selalu diikuti dan
diyakini tanpa membantah kebenaran dari budaya tersebut.

2. Kriteria Kebenaran

a. Pengertian Kebenaran

Kebenaran adalah suatu sifat dari kepercayaan, dan diturunkan dari kalimat yang menyatakan
kepercayaan tersebut. Kebenaran merupakan suatu hubungan tertentu antara suatu kepercayaan
dengan suatu fakta atau lebih di luar kepercayaan.( Jujun, 2003: ) Secara umum pengertian yang
standar mengenai kebenaran adalah diartikan sebagai kesesuaian antara fikiran dan kenyataan dan
serasi dengan situasi aktual (Amsal Bakhtioar, 2011:112). Jadi kebenaran itu akan dikatakan benar
apabila telah mencapai hasil dan berguna bagi manusia, sebaliknya pertimbangan itu salah apabila tidak
dihasilkan hal yang membawa manfaat.

b. Kriteria Kebenaran

Filsafat ilmu pengetahuan dan epistimologi tidak bisa dilepaskan satu sama lain. Filsafat ilmu
pengetahuan mendasarkan dirinya pada epistimologi khususnya pada persoalan keabsahan
pengetahuan. keabsahan pengetahuan dibagi menjadi tiga teori kebenaran yakni korespondensi,
koherensi dan pragmatis.

Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa pengetahuan diawali dari rasa ingin tau yang ada dalam
diri manusia. Pengetahuan selama ini diperoleh dari proses bertanya dan selalu ditujukan untuk
menemukan kebenaran. Di dalam filsafat ilmu, pengetahuan itu disebut pengetahuan yang benar jika
telah memenuhi beberapa kriteria kebenaran. Kriteria kebenaran tersebut didasarkan pada beberapa
teori antara lain :

1. Teori Koherensi (Theory of Coherence)

Berdasarkan teori ini, suatu pengetahuan dianggap benar apabila pengetahuan tersebut bersifat
kehoren atau konsisten dengan pengetahuan atau pernyataan-pernyataan yang ada sebelumnya dan
sudah dibuktikan kebenarannya (Jujun, 2003.55). Di dalam pembelajaran matematika hal ini biasanya
disebut dengan sifat deduktif.

2. Teori Korespondensi (Theory of Corespondence)

Berdasarkan teori ini, suatu pengetahuan dianggap benar jika materi pengetahuan tersebut mempunyai
hubungan (korespondensi) kesesuaian dengan suatu kenyataan dengan objek yang dituju oleh
pernyataan tersebut. Teori ini didasarkan pada fakta empiris sehingga pengetahuan tersebut benar
apabila ada fakta-fakta yang mendukung bahwa pengetahuan tersebut benar. Dengan demikian
kebenaran disini didasarkan pada kesimpulan induktif.

3. Teori Pragmatis (Theory of Pragmatism)

Menurut teori ini, pengetahuan dikatakan benar apabila pengetahuan tersebut mempunyai kegunaan
praktis dalam kehidupan manusia. Pengikut teori ini berpendapat bahwa pengetahuan itu benar apabila
mempunyai kegunaan yang praktis. Sedangkan di dalam buku Surajiyo ia menambahkan teori kebenaran
itu dengan teori-teori sebagi berikut:

1. Teori kebenaran berdasarkan arti (Semantic Theory of Truth)

2. Teori kebenaran nondeskripsi,dan

3. Teori kebenaran logis yang berlebihan (logical superfluity of truth) ( Surajiyo, 2010: 105-107)

c. Jenis-Jenis Kebenaran

Kebenaran itu ada tiga macam, yaitu : pertama, kebenaran epistimological yaitu pengertian kebenaran
dalam hubungannya dengan pengetahuan manusia atau disebut juga dengan istilahveritas
cognitionis atau veritas logica. Kedua, kebenaran ontological, yaitu kebenaran sebagai sifat dasar yang
melekat pada segala sesuatu yang ada ataupun diadakan. Dan yangketiga, yaitu,
kebenaran semantical yaitu kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam tutur kata dan bahasa,
kebenaran semantikal disebut juga kebenaran moral (Surajiyo. 2010: 102)

d. Sifat Kebenaran

Berbagai kebenaran dalam buku Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta (1996)
dibedakan menjadi tiga hal yakni sebagai berikut:

a). Kebenaran yang berkaitan dengan kualitas pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang
mengetahui sesuatu objek ditilik dari jenis pengetahuan yang dibangun, apakah pengetahuan itu
berupa:

- Pengetahuan biasa (knowledge of the man in the street/ordinary knowledge/common sense


knowledge). Pengetahuan ini memiliki inti kebenaran yang sifatnya subjektif. Pengetahuan ini memiliki
sifat selalu benar, sejauh sarana untuk memperoleh pengetahuan bersifat normal atau tidak ada
penyimpangan.

- Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang spesifik dengan
menerapkan metodologis yang telah disepakati oleh para ahli, sehingga pengetahuan jenis ini bersifat
relatif.

- Pengetahuan filsafat, yaitu jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi


pemikiran filsafati dengan model pemikiran yang analitis, kritis, dan spekulatif.

- Kebenaran pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan agama.

b). Kebenaran yang dikaitkan dengan sifat atau karakteristik dari bagaimana cara atau dengan alat apa
seseorang membangun pengetahuannya.

c). Kebenaran yang dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuan.


4. Kesimpulan

Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu manusia tentang segala yang ada di alam ini sehingga dari
keingintahuan manusia yang tinggi itulah maka timbullah berbagai macam pengetahuan dan ilmu
pengetahuan. Akan tetapi, ilmu pengetahuan itu sendiri bisa dibedakan menjadi dua yakni pengetahuan
ilmiah dan pengetahuan non ilmiah yang mana yang membedakan antara keduanya adalah cara
mendapatkan pengetahuan tersebut dengan cara yang ilmiah atau hanya kebetulan belaka atau biasa
disebut dengan pengetahuan biasa. Pengetahuan ilmiah itu bisa dikatakan benar apabila telah dilakukan
dengan berbagai teori kebenaran.

Daftar Pustaka

Bakhtiar, Amsal, 2011, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT Raja Grafindo

Departemen Pendidikan nasional, 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi 3 , Jakarta: Balai Pustaka

Endraswara, Suwardi. 2012. Filsafat Ilmu, Konsep, Sejarah dan Pengembangan Metode Ilmiah.
Yogyakarta: CAPS

Ihsan, Fuad.A. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta

Jalaluddin dan Idi, Abdullah. 2012. Filsafat Pendidikan, manusia, Filsafat dan Pendidikan.Jakarta : PT
Rajja Grafindo

Lubis, Solly,M. 2012, Filsafat Ilmu dan Penelitian. Jakarta: PT. Soefmedia

Noerhadi, Heraty, Toeti. 2002. Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan. Jakarat: Teraju

Pusat bahasa Departemen Pendidikan nasional. 2005. Kamus Besar bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi
ASksara

Surajiyo, 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
Susanto,A. 2011. Filsafat Ilmu (Suatu kajian dalam Dimensi Ontologis, Epietimologis, dan Aksiologis).
Jakarta: Bumi Aksara

Suriasumantri, Jujun.S. 2003. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Mas harapan

--------------2003. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta; Yayasan Obor Indonesia

SyafeI, Kencana, Inu. 2004. Pengantar Filsafat. Bandung: PT. Aditama

Tim Dosen Ilmu Filsafat UGM. 2003. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Liberty

http://hamidahmenulis.blogspot.com/2013/01/makalah-epistimologi-ilmu-pengetahuan.html

MAKALAH FILSAFAT ILMU (SUMBER-SUMBER EPISTEMOLOGI)

Februari 23, 2013 by an99un0n99i Bookmark the permalink.

SUMBER-SUMBER EPISTEMOLOGI

A.PENDAHULUAN
Jika mempelajari filsafat ilmu, kita pasti menjumpai istilah epistemologi. Yang merupakan salah satu
cabang ilmu filsafat. Dan karena Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan)
yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Epistemologi adalah bagian filsafat
yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan,
batas-batas, sifat, metode, dan kesahihan pengetahuan.
Sehingga dalam kesempatan kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai sumber-sumber epistemologi.
Karena salah satu perdebatan besar yang terjadi di sekitar pengetahuan manusia adalah perdebatan
filosofis. Yaitu perdebatan yang menduduki pusat permasalahan di dalam filsafat, terutama filsafat
modern. Yang mempersoalkan sumber-sumber dan asal-usul pengetahuan dengan meneliti,
mempelajari dan mencoba mengungkapkan prinsip-prinsip primer (pokok) kekuatan struktur pikiran
yang dianugerahkan kepada manusia. Sehingga dapat menjawab berbagai pertanyaan yang muncul.
Karena pengetahuan manusia adalah titik tolak kemajuan filsafat, untuk membina filsafat yang kukuh
tentang semesta (universe) dan dunia. Jika sumber-sumber pemikiran manusia, kriteria-kriteria, dan
nilai-nilainya tidak ditetapkan, tidaklah mungkin melakukan studi apapun, bagaimanapun bentuknya.

B.PENGERTIAN EPISTEMOLOGI
Epistemologi berasal dari Bahasa Yunani Episteme dan Logos. Episteme biasa diartikan pengetahuan
atau kebenaran, dan Logos diartikan pikiran, kata, atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat
diartikan, teori pengetahuan yang benar, dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam
bahasa Inggrisnya menjadi Theory of Knowledge.
Epistemologi (marifah) dalam bahasa Arab mempunyai banyak penggunaan, tetapi lazimnya berarti
pengetahuan (knowledge), kesadaran (awareness), dan informasi. Adakalanya digunakan dalam arti
pencerapan khusus (idrak juzi/ particular perception), kadang-kadang juga dipakai dalam arti ilmu yang
sesuai dengan kenyataan dan melahirkan kepastian dan keyakinan. Pengetahuan yang menjadi pokok
bahasan epistemologi boleh jadi mempunyai salah satu pengertian tersebut atau pengertian lainnya.
Pembahasan mengenai epistemologis tidak terbatas pada satu jenis pengetahuan. Konsep pengetahuan
merupakan salah satu konsep paling jelas dan swanyata (badihi/ self-evident). Epistemologis dapat
didefinisikan sebagai bidang ilmu yang membahas pengetahuan manusia, dalam berbagai jenis dan
ukuran kebenaran.
Teori epistemologi bertalian erat dengan persoalan idea. Menurut Plato pengetahuan (marifah) tidak
lain adalah pengingatan kembali, artinya apabila pancaindera kita berhadapan dengan sesuatu, maka
teringatlah kita akan contoh-contohya (mutsul), dan muncullah kembali pengetahuan yang kita peroleh
sewaktu kita masih hidup dalam suatu alam, dimana kita dapat melihat ide yang azali dengan jalan
pengabstrakan terhadap gambaran-gambaran dari wujud-wujud inderawi.
Dan karena epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan Tentang bagaimana kita
mendapatkan pengetahuan? sehingga untuk memperoleh jawabannya, kita harus terlebih dahulu
mengetahui sumber pengetahuannya dan tentang terjadinya pengetahuan maupun asal mulanya
pengetahuan. Dan harus menggunakan metode ilmiah sehingga pengetahuan itu dapat dipastikan
kebenarannya.

C.SUMBER-SUMBER EPISTEMOLOGI
Teori pengetahuan tidak dapat menghindarkan pembahasan tentang sumber-sumber pengetahuan
tempat bahan-bahannya diperoleh. Sumber-sumber itu menurut filosof, tidak lain adalah indra, akal dan
hati. Ada juga yang berpendapat bahwa sumber-sumber epistemologi itu antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Alam Adalah Sumber Epistemologi
Salah satu sumber epistemologi adalah alam semesta ini. Yang dimaksud dengan alam, adalah alam
materi, alam ruang dan waktu, alam gerakan, alam yang sekarang kita tengah hidup didalamnya, dan
kita memiliki hubungan dengan alam ini dengan menggunakan berbagai alat indera kita. sedikit sekali
fakultas yang menolak alam sebagai sumber epistemologi, tetapi baik pada masa dahulu dan juga pada
masa sekarang ini ada beberapa ilmuan yang tidak mengakui alam sebagai suatu sumber epistemologi.
Plato tidak mengakui alam sebagai suatu sumber epistemologi, karena hubungan manusia dengan alam
adalah dengan perantaraan alat indera, dan sifatnya partikular (juzi), karena ia meyakini bahwa
partikular bukanlah suatu hakikat. Pada dasarnya ia hanya meyakini rasio sebagai sumber epistemologi,
dan dengan menggunakan suatu metode argumentasi, dimana Plato menamakan metode dan cara
tersebut dengan dialektika.
Bahkan Descartes yang merupakan salah seorang dari dua filosof ( Descartes dan Francis Bacon) yang
menempatkan ilmu pengetahuan pada jalur yang baru, meskipun ia seorang filosof yang cenderung
pada alam, meskipun ia selalu menyampaikan ajakan untuk meneliti dan mengkaji alam, ia tidak
mengakui alam sebagai sumber epistemologi dan tidak mengakui indera sebagai alat epistemologi.
Descartes mengatakan, Alam mesti dikaji dan dipelajari dengan menggunakan indera, tetapi hal ini
tidak akan mengantarkan kita pada suatu hakikat. Pengetahuan ilmiah hanya bermafaat bagi aktivitas
kita, dan kita tidak memiliki suatu keyakinan bahwa apakah sesuatu yang kita ketahui itu, realitasnya
adalah persis sebagaimana yang kita ketahui. Alam memiliki nilai praktis (amali) dan bukan nilai teoritis
(nazhari) serta ilmiah (ilmi).
Tetapi diantara para ilmuwan dunia, sedikit sekali yang memiliki pandangan semacam itu. Sebagian
besar dari mereka adalah meyakini bahwa alam ini adalah sumber epistemologi.
Sekarang, apakah ilmu pengetahuan modern yang ada ini, ketika manusia melihat bidang industri dan
teknologi telah mngalami kemajuan dan perkembangan yang menakjubkan sesuai dengan epistemologi
yang betul? Yakni apakah (pengetahuan itu) menunjukkan kepada kita mengenai hakikat, realitas dan
obyektifitas alam ini? ataukah yang benar adalah ucapan Descartes, Memberi kekuatan dan tenaga
pada kita, memiliki nilai praktis, tetapi kita tidak dapat merasa yakin bahwa ilmu pengetahuan manusia
pada masa sekarang ini, mampu menunjukkan realitas yang ada.
Sungguh amat mengherankan, hari demi hari nilai praktis ilmu pengetahuan semakin bertambah, dan
ilmu ini juga semakin memberi kekuatan dan tenaga kepada manusia dalam upaya menguasai alam,
tetapi begitu juga hari demi hari nilai teoretis, ilmiah dan obyektifitas alam yang ditunjukkan oleh ilmu
itu, semakin berkurang, sampai-sampai suatu perkara yang paling jelas pun, yang menurut pandangan
para ilmuwan kuno dan masyarakat awam adalah sesuatu yang pasti, tetapi menurut pandangan ahli
fisika sekarang ini, perkara itu adalah suatu perkara yang masih diragukan.
Jika timbul pertanyaan dengan menggunakan bahasa ilmiah, apa hakikat alam ini? Apakah di dalamnya
terdapat sebuah sistem? Jawabnya mungkin tidak diketahui. Karena, dalam alam ini ada beberapa poin
yang sifatnya global, dan ada pula berbagai bencana di alam ini yang tidak beraturan, tidak berlandaskan
pada suatu sistem, ketentuan, dasar dan asas.
Ilmu pengetahuan modern, tidak dapat memberikan kepastian pada perkara apapun, dan semua
pengetahuan itu sifatnya hanya dugaan (hipotesa).
Walaupun para filosof materialis, di antaranya adalah Russel, telah digoncang oleh bentuk filosofis ini.
Tetapi perlu ditegaskan bahwa filosof adalah seorang yang memiliki bentuk pemikiran bebas dan
terbuka, dan pemikirannya bukan berasal dari dikte. Ia akan mengatakan sesuatu yang ia ketahui dan
pahami sekalipun hal itu bertentangan dengan dasar pemikiran dan fakultasnya.
Sekarang hipotesa yang ada adalah bahwa alam ini merupakan salah satu sumber epistemologi. Alhasil,
jika epistemologi itu diartikan secara lebih umum, yakni epistemologi ialah sesuatu yang dapat
memberikan kepada kita suatu kekuatan dan tenaga praktis, ataupun sesuatu yang dapat menunjukkan
suatu hakikat, tentu tidak ada lagi keraguan padanya (epistemologi itu).
2. Rasio Dan Hati Adalah Dua Sumber Lain Epistemologi
Sumber yang lain yang masih perlu dibahas adalah masalah kekuatan rasio dan pikiran manusia. Setelah
kita mengetahui bahwa alam ini merupakan sumber luar bagi epistemologi, lalu apakah manusia juga
memiliki sumber dalam bagi epistemologi ataukah tidak memiliki? Hal ini tentunya berkaitan erat
dengan masalah rasio, berbagai perkara yang rasional, berbagai perkara yang sifatnya fitrah. Ada
beberapa fakultas yang menyatakan bahwa kita memiliki (sumber dalam itu), sementara sebagian
yang lain menafikan keberadaannya. Ada sebagian fakultas yang meyakini keterlepasan rasio dari
indera, dan sebagian lain tidak mayakini keterlepasan rasio dari indera.
Selanjutnya sumber selanjutnya adalah hati (jiwa). Semestinya kita tidak menyebutnya dengan alat,
tetapi kita harus menyebutnya dengan sumber. Tidak ada satu pun dari fakultas materialisme yang
mengakui keberadaan sumber ini. Karena jika meyakini hati sebagai satu sumber, sedangkan manusia
pada awal dilahirkan tidak memiliki suatu pengetahuan apapun, dan di dalam hatinya tidak terdapat
sesuatu apapun, dan juga meyakini bahwa hati dapat menerima berbagai ilham (dan wahyu merupakan
peringkat ilham yang paling sempurna), maka sama halnya dengan mengakui adanya suatu alam yang
ada di balik alam materi ini, karena materi tidak dapat memberikan berbagai ilham semacam itu kepada
manusia. Unsur ilham adalah unsur metafisika.
Alat-alat epistemologi antara lain:
1) Indera, yang merupakan alat untuk alam materi. Dengan alat ini manusia memperoleh epistemologi
dari alam materi.
2) Berbagai argumen Logika, argumen yang rasional yang dalam ilmu logika disebut dengan qiyas
(silogisme) atau burhan (demonstrasi), yang ini adalah suatu bentuk praktik yang dilakukan oleh rasio
manusia. Alat ini (rasio) dapat diberlakukan, jika diyakini sebagai suatu sumber epistemologi. Jika
membatasi sumber epistemologi pada alam materi saja, dan membatasi alat epistemologi hanya indera
saja, menolak rasio sebagai sumber epistemologi, dan juga menolak nilai alat silogisme dan demonstrasi.
Selama tidak mengakui rasio sebagai sumber epistemologi, maka tidak dapat bersandar pada alat
silogisme dan demonstrasi. Yakni tidak dapat mengakuinya sebagai suatu alat epistemologi.
Alat untuk sumber epistemologi ini (hati atau jiwa), adalah penyucian hati atau jiwa (tazkiyah an-nafs).
Hati manusia ibarat satu sumber dan manusia dapat mengambil manfaat sumber itu dengan
menggunakan alat penyucian hati(tazkiyah an-nafs).
Di antara para ilmuwan yang ada pada masa sekarang ini, para ilmuwan yang memiliki pola pikir
materialis, menolak sumber dan alat ini. Sedangkan para ilmuan yang mamiliki pola pikir ilahi (meyakini
keberadaan Tuhan), mereka amat percaya dan yakin terhadap sumber dan alat ini. Misalnya Bergson,
atau yang biasa disebut William James. Ia adalah seorang filosof terkenal berkebangsaan Amerika, dan
banyak lagi para ilmuwan lainnya yang percaya dan yakin terhadap sumber dan alat ini.
Hal-hal yang berhubungan dengan hati sebagai sumber epistemologi:
a) Pandangan Al-Quran terhadap hati sebagai sumber Epistemologi
Berbagai pertanyaan yang muncul mengenai pandangan Al-Quran yang berkenaan dengan berbagai
perkara yang ada di alam ini. Dan pada kenyataanya terdapat keraguan, bahwa apakah Al-Quran benar-
benar mengakui sumber dan alat itu (hati dan penyucian jiwa), ataukah Al-Quran benar-benar
cenderung pada alam semesta. Dan semua itu (Hati dan penyucian jiwa) adalah suatu bentuk pemikiran
yang telah menyebar di tengah masyarakat sebelum kedatangan Al-Quran, dan pada dasarnya tujuan
utama Al-Quran adalah semata-mata untuk melenyapkan bentuk pemikiran tersebut yang biasa disebut
dengan cenderung pada hal-hal yang di dalam atau menurut istilah yang sangat keliru cenderung
pada takhayul dan diubah menjadi cenderung pada realitas, cenderung pada alam.
Al-Quran bukan hanya satu, dua atau sepuluh ayat saja dalam mengingatkan manusia agar
memperhatikan alam, memperhatikan sejarah dan berbagai sistem sosial, memperhatikan jiwa dan
bagian dalam diri yang merupakan salah satu dari alam ini, hal ini cukup jelas. Tetapi hal itu bukan
berarti pengalihan dari berbagai bentuk maknawiah, segala yang ada di dalam, dan yang batin. Al-Quran
menaruh perhatian terhadap hal-hal yang lahir, dengan tanpa menafikan hal-hal yang batin. Ungkapan
bahwa Al-Quran hanya menaruh perhatian pada hal-hal yang sifatnya lahir, inderawi, adalah suatu
ungkapan yang salah. Karena perhatian Al-Quran terhadap alam dan sejarah merupakan suatu penafian
atas berbagai perkara yang sifatnya metafisika, batin, gaib, dan maknawiah.
b) Al-Quran dan tidak terpisahnya antara Cenderung ke Dalam dan Cenderung ke Luar
Islam dengan jelas mengatakan, seperti yang terdapat dalam suatu ayat Al-Quran. Bahwa bertakwalah
agar memperoleh suatu alat pembeda dalam hati. Sucikanlah jiwa, agar jiwa kita senantiasa bersih, dan
Allah Yang Mahatinggi akan memberikan cahaya dalam hati kita, akan memberi suatu alat yang dapat
membedakan antara hak dan batil. Barang siapa yang menerima hidayah, maka Allah akan menambah
hidayah kepadanya. Jika kita berjalan selangkah menuju Allah, maka Allah akan berjalan dengan langkah
yang lebih besar menuju kita, untuk menambah petunjuk kepada kita.
Sebagaimana Al-Quran berbicara tentang kisah Ashabul Kahfi (para pemuda), bagaimanakah dalam
menyatukan antara maknawi dan materi yang menurut istilah disebut dengan dalam dan luar. Yakni
dalam suatu ayat Al-Quran.
Dimana dalam ayat tersebut menceritakan tentang sebuah kisah nyata dan bukan sebuah dongeng,
bahwa terdapat orang-orang pemberani yang beriman kepada Tuhannya dan tunduk serta patuh kepada
Tuhannya, sehingga bertambahlah hidayah maknawi mereka. Mereka mendapat kecerahan hati dan
ketabahan hati, yang pada ayat yang lain Al-Quran menyebutnya dengan Inzal as-sakinah (menurunkan
ketenangan). Seperti yang disebutkan dalam suatu ayat Al-Quran.
Dimana dalam ayat tersebut menjelaskan mengenai orang mukmin. Mereka hidup dalam pemerintahan
yang penuh dengan perbuatan syirik, lalu mereka bangkit dan berjuang melawan pemerintahan itu. Dan
berdasarkan pada keimanan dan dan keyakinan, sehingga mereka mendapat pandangan yang tajam,
ketabahan hati, keberanian dan semangat dalam jiwa. Karena semua itu merupakan pahala bagi
mereka. Lalu mereka berkata: Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi, Tuhan yang harus kita
tunduk di hadapan-Nya, suatu kekuatan yang kita harus tunduk pada kekuatan itu yang tidak lain
hanyalah Tuhan pemilik langit dan bumi, dan tidak akan beriman selain kepada-Nya. Sungguh sangat
keliru dan sesat jika memilih sesembahan yang lain, selain Tuhan Yang Maha Mengetahui. Semua itu
menunjukan kesatuan antara keduanya, yaitu sisi dalam dan sisi luar (maknawi dan materi).
Sebagian besar manusia berada pada posisi ifrath (terlalu berlebihan) ataupun tafrith (terlalu kurang)
dan sedikit sekali yang berada pada posisi di tengah-tengah. Selama berabad-abad, manusia tenggelam
dalam badai kecenderungan sisi dalam dan menentang kecenderungan sisi luar, dan terasa bahwa
sedikit demi sedikit mulai mengarah pada kecenderungan sisi luar dan menentang sisi dalam, dan itu
dengan alasan Islam tidak menjelaskan masalah ini.
c) Ali Bin Abi Thalib as dalam menyifati Orang Arif
Najh al-Balaghah adalah jenis sebuah buku yang dimuliakan dan dihormati oleh para pemuda. Dan
apakah buku tersebut adalah sebuah buku yang cenderung terhadap dalam ataukah cenderung
terhadap luar? dan mengetahui sebatas mana buku tersebut cenderung terhadap luar, tetapi apakah
dalam buku tersebut kita mengetahui berbagai sisi cenderung terhadap dalam? kecenderungan
terhadap dalam yang paling tinggi, paling indah dan paling rinci adalah yang termaktub dalam buku
tersebut.
Nahj al-Balaghah menyifati seorang arif telah melakukan penyucian jiwa (tazkiyah an-nafs); ia
menghidupkan rasionya, mematikan nafsu amarahnya, mempertipis kesalahan-kesalahannya, baik
kesalahan jasmani maupun kesalahan rohani (seorang yang sepanjang hidupnya ia habiskan untuk
makan dan minum, dan tubuhnya dipenuhi dengan lemak, sama sekali tidak akan dapat menjadi
manusia sejati), ia menyucikan diri dari berbagai kesalahan ini, dengan menggunakan latihan-latihan
maknawinya. Menyucikan diri dari pengaruh bebagai kesenangan dan kenikmatan yang membekas pada
dirinya. Ia membersihkan berbagai kesalahan yang melekat pada rohnya dan menguruskan tubuhnya,
sampai badannya menjadi kurus, tubuhnya menjadi ringan. Secercah cahaya yang terang benderang
memancar dalam jiwanya. dan suatu sinar cahaya dari kecerahan yang luar biasa bersinar darinya.
Cahaya yang terang itu menyinari jalannya untuk masuk ke suatu pintu, dan (cahaya itu pula)
membimbingnya memasuki pintu yang satu ke pintu yang lain, sehingga sampai di pintu yang terakhir;
pintu istana Ilahi dan istana ketuhanan.
Inilah Ali bin Abi Thalib as yang ada di medan laga, ia yang pedangnya berlumuran darah di medan
pertempuran, ia yang pada malam hari bangun dari tidurnya dan keluar menuju rumah anak-anak yatim
dan para janda, ia yang tidak kuat membendung air mata ketika berhadapan dengan seorang anak
yatim. Ia adalah seorang yang pada masanya dikenal dengan menangis tersedu-sedu dan tertawa
terbahak-bahak. Ketika berhadapan dengan musuh di medan pertempuran, wajahnya tampak berseri-
seri dan tersenyum gembira, sedangkan ketika beribadah di mihrab, dalam memohon dan berdoa
kepada Tuhannya ia merintih dan menangis tersedu-sedu.
Karena sungguh, Allah Yang Mahasuci dan Mahatinggi telah membuat ingatan kepada-Nya, cahaya bagi
hati yang mendengar dengan pertolongan-Nya walaupun tuli, melihat dengan pertolongan-Nya
walaupun buta, dan menjadi patuh dengan pertolongan-Nya walaupun ada kerusuhan. Inilah pandangan
Al-Quran, inilah pandangan Islam, inilah pandangan Rasul saw dan Ali bin Abi Thalib as.
Rasul saw bersabda,
Barangsiapa yang memurnikan niatnya untuk Allah selama empat puluh hari, maka akan mengalir
sumber-sumber hikmah dari hati menuju lisannya.
Dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memurnikan niatnya semata-mata untuk
Allah, tidak ada sesuatu yang selain Allah. Maka berbagai sumber hikmah (kata-kata yang benar) yang
ada dalam hatinya akan mengalir melalui lisannya.
Dengan demikian, maka Islam tergolong kelompok yang mengakui hati sebagai suatu sumber
epistemologi dan alatnya adalah penyucian jiwa (tazkiyah an-nafs).
3. Sejarah Merupakan Sumber Lain Epistemologi
Sejarah adalah sumber lain epistemologi yang sekarang ini dianggap sebagai suatu sumber yang sangat
penting. Al-Quran juga sangat mementingkan sumber ini. Karena menurut Al-Quran, selain alam, rasio
dan hati, masih ada satu sumber lain yaitu, sejarah.
Jika kita mengatakan bahwa alam adalah sumber epistemologi, maka di dalamnya juga berisi sejarah. Al-
Quran secara jelas dan tegas menyatakan bahwa sejarah merupakan bahan kajian. Dengan demikian,
maka sejarah itu merupakan salah satu sumber epistemologi. Seperti disebutkan dalam suatu ayat.
Dalam salah satu ayat tersebut timbul pertanyaan, kenapa mereka tidak mengelilingi bumi? Yakni pergi
dan perhatikanlah berbagai peninggalan sejarah, kemudian perhatikanlah perubahan sejarah yang
terdapat dalam kehidupan dan sosial manusia. Inilah yang menurut pandangan Al-Quran dan berbagai
riwayat bahwa sejarah itu sendiri merupakan sumber epistemologi.

4.Pengalaman Indra (Sense Experience)


Orang sering merasa bahwa pengindraan adalah alat yang paling vital dalam memperoleh pengetahuan.
Memang dalam hidup manusia tampaknya pengindraan adalah satu-satunya alat untuk mencerap segala
objek yang ada di luar diri manusia. Karena terlalu menekankan pada kenyataan, paham demikian dalam
filsafat disebut realisme. Realisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa semua yang dapat
diketahui hanya kenyataan. Jadi, pengetahuan berawal dari kenyataan yang dapat diindrai. Tokoh
pemula dari pandangan ini adalah Aristoteles, yang berpendapat bahwa pengetahuan terjadi bila subjek
diubah di bawah pengaruh objek, artinya bentuk dari dunia luar meninggalkan bekas dalam kehidupan
batin. Objek masuk dalam diri subjek melalui persepsi indra (sensasi). Yang demikian ini ditegaskan pula
oleh Aristoteles yang berkembang pada abad pertengahan adalah Thomas Aquinas yang mengemukakan
bahwa tiada sesuatu dapat masuk lewat ke dalam akal yang ditangkap oleh indra.
5.Nalar (Reason)
Nalar adalah salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih dengan maksud
untuk mendapatkan pengetahuan baru. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam masalah ini tentang asas-
asas pemikiran, yaitu sebagai berikut:
a) Principium Identitas yaitu sesuatu itu sama dengan dirinya sendiri (A=A). Asas ini biasa disebut asas
kesamaan.
b) Principium contradictioad yaitu apabila dua pendapat yang bertentangan, tidak mungkin kedua-
duanya benar dalam waktu yang bersamaan. Dengan kata lain pada subjek yang sama tidak mungkin
terdapat dua predikat yang bertentangan pada satu waktu. Asas ini biasa disebut asas pertentangan.
c) Principium tertii exclusi yaitu apabila dua pendapat yang berlawanan tidak mungkin keduanya benar
dan tidak mugkin keduanya salah. Kebenaran hanya terdapat satu diantara kedua itu, tidak perlu ada
pendapat yang ketiga. Asas ini biasa disebut asas tidak adanya kemungkinan ketiga.
6.Otoritas (Authority)
Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui kelompoknya. Otoritas
menjadi salah satu sumber pengetahuan, karena kelompoknya memiliki pengetahuan melalui seseorang
yang mempunyai kewibawaan dalam pengetahuannya. Pengetahuan yang diperoleh melalui otoritas ini
biasanya tanpa diuji lagi karena orang yang telah menyampaikannya mempunyai kewibawaan tertentu.
Jadi, kesimpulannya adalah bahwa pengetahuan karena adanya otoritas terjadi melalui wibawa
seseorang sehingga orang lain mempunyai pengetahuan.
7.Intuisi (Intuition)
Intuisi adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia melalui proses kejiwaan tanpa suatu
rangsangan atau stimulus mampu untuk membuat pernyataan berupa pengetahuan. Pengetahuan yang
diperoleh melalui intuisi tidak dapat dibuktikan seketika atau melalui kenyataan karena pengetahuan ini
muncul tanpa adanya pengetahuan lebih dahulu. Dengan demikian, peran intuisi sebagai sumber
pengetahuan adalah adanya kemampuan dalam diri manusia yang dapat melahirkan pernyataan-
pernyataan berupa pengetahuan.
8.Wahyu (Revelation)
Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada Nabi-Nya untuk kepentingan umatnya. Kita
mempunyai pengetahuan melalui wahyu, karena ada kepercayaan tentang sesuatu yang disampaikan
itu. Seseorang yang mempunyai pengetahuan melalui wahyu secara dogmatik akan melaksanakan
dengan baik. Wahyu dapat dikatakan sebagai salah satu sumber pengetahuan, karena kita mengenal
sesuatu dengan melalui kepercayaan kita.

9.Keyakinan (Faith)
Keyakinan adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui kepercayaan.
Sesungguhnya antara sumber pengetahuan berupa wahyu dan keyakinan ini sangat sukar untuk
dibedakan secara jelas, karena keduanya menetapkan bahwa alat lain yang dipergunakannya adalah
kepercayaan. Perbedaannya barangkali jika keyakinan terhadap wahyu yang secara dogmatik diikutinya
adalah peraturan yang berupa agama. Adapun keyakinan melalui kemampuan kejiwaan manusia
merupakan pematangan (maturation) dari kepercayaan. Karena kepercayaan itu bersifat dinamik
mampu menyesuaikan dengan keadaan yang sedang terjadi. Sedangkan keyakinan itu sangat statik,
kecuali ada bukti-bukti baru yang akurat dan cocok buat kepercayaannya.

D.PENUTUP
Berdasarkan uraian mengenai sumber-sumber epistemologi tersebut maka dapat disimpulkan, bahwa
epistemologi adalah teori pengetahuan yang merupakan cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat
dan ruang lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung
jawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Dengan adanya penjelasan mengenai
epistemologi, maka akan diketahui asal mulanya pengetahuan, terjadinya pengetahuan, dan sumber-
sumber pengetahuan. Sehingga kita mengetahui dengan jelas dari mana kita mendapatkan pengetahuan
dan cara memperolehnya.
Sumber-sumber pengetahuan tersebut antara lain adalah alam, akal, hati, pengalaman indera, sejarah,
intuisi, keyakinan, dan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indra, dan sumber-
sumber tersebut mempunyai metode tersendiri dalam pengetahuan tersebut. Dan tanpa sumber-
sumber tersebut maka kita tidak tahu darimana pengetahuan itu berasal.

DAFTAR PUSTAKA
Amsal Bakhtiar. Filsafat Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Ahmad Hanafi, M.A. Pengantar Filsafat Islam, cet.V. Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991.
Kartanegara, Mulyadhi. Menyibak Tirai Kejahilan: Pengantar Epistemologi Islam. Bandung: Mizan, 2003
Muthahhari, Murtadha. Mengenal Epistemologi: Sebuah Pembuktian Terhadap Rapuhnya Pemikiran
Asing Dan Kokohnya Pemikiran Islam. Jakarta: Lentera, 2001.
Jujun S.Suriasumantri. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, cet.18. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan,
2005.
Muhammad Baqir Ash-Shadr. Falsafatuna. Cet.VI. Bandung: Mizan, 1998
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.
Surajiyo, Filsafat Ilmu Dan Perkembangannya di Indonesia: Suatu Pengantar.ed.I,cet.3. Jakarta: Bumi
Aksara, 2008.
Yazdi,M.Taqi Mishbah. Buku Daras Filsafat Islam, cet.1. Bandung: Mizan, 2003.

http://anggun0nggi.wordpress.com/2013/02/23/makalah-filsafat-ilmu-sumber-sumber-epistemologi/

Anda mungkin juga menyukai