Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Metode ilmiah (scientific methods) merupakan cara yang handal untuk
menemukan kebenaran ilmiah. Tingkat kebenarannya yang logis-empiris
membuat metode ilmiah mengembangkan ilmu pengetahuan yang semakin lama
semakin maju. Bukti dari kemajuan ilmu adalah banyaknya teori baru yang
semakin canggih, misalnya teknologi. Akan tetapi semakin berkembangnya ilmu
alam dan ilmu sosial serta ilmu-ilmu lainnya, tidak jarang melahirkan spesialisasi
yang berlebihan. Sebagai permisalan, Biologi berkepentingan untuk meneliti
manusia sebagai suatu organisme, bukan sebagai makhluk yang berbudaya. Begitu
pula ilmu Ekonomi berkepentingan dengan peningkatan kesejahateraan manusia,
bukan pada peran manusia sebagai makhluk yang memiliki perasaan keagamaan.
Dengan keterbatasan seperti itu membuat ilmu pengetahuan tidak dapat
merangkum seluruh pengalaman, pengetahuan, cita-cita, keindahan dan kasih
sayang yang terdapat dalam diri manusia. Hal ini menjelaskan bahwa tidak semua
urusan manusia dapat dipecahkan melalui pendekatan ilmiah, melainkan harus
dibantu oleh filsafat dan agama yang dapat menjangkau kebenaran pada wilayah
yang logis.
Pendekatan kebenaran ilmiah melalui penelitian ilmiah yang dibangun atas
teori tertentu berkembang melalui penelitian ilmiah, yaitu penelitian yang
sistematik dan terkontrol berdasarkan atas data empiris. Teori itu dapat diuji
dalam hal keajegan (consisten) dan kemantapan internalnya. Artinya jika
penelitian ulang orang lain menurut langkah-langkah yang sama, serupa pada
kondisi yang sama akan memperoleh hasil yang ajeg atau koheren dengan
sebelumnya. Pendekatan ilmiah ini menurut Sumardi Suryabrata, akan
menghasilkan kesimpulan yang serupa bagi hampir setiap orang, karena
pendekatan yang digunakan tidak diwarnai oleh keyakinan pribadi, bias, dan

1
perasaan, penyimpulan bersifat objektif bukan subyektif. Kebenaran ilmiah
terbuka untuk diuji oleh siapapun yang menghendakinya.
Pendekatan pada kebenaran dalam ilmu alam adalah pendekatan terhadap
sesuatu di luar pengenal, oleh karena itu memungkinkan dicapainya “keadaan
yang sebenarnya” dari objek pengetahuan walaupun tetap memungkinkan adanya
pengaruh dari pengenal. Sedangkan objektivitas dalam ilmu-ilmu sosial sulit
dicapai karena adanya hubungan timbal balik yang terus-menerus antara subjek
pengenal dan objek yang dikenal.
Kebenaran ilmiah pada akhirnya tidak bisa dibuat dalam suatu standard
yang berlaku bagi semua jenis ilmu secara paksa, hal ini terjadi karena adanya
banyak jenis dalam pengetahuan. Walaupun ilmu bervariasi disebabkan karena
beragamnya objek dan metode, namun ia secara umum bertujuan mencapai
kebenaran yang objektif, dihasilkan melalui konsensus. Kebenaran ilmu yang
demikian tetap mempunyai sifat probabel (kemungkinan), tentatif (tidak tetap),
evolutif (berkembang), bahkan relatif (tidak mutlak), dan tidak pernah mencapai
kesempurnaan. Hal itu terjadi karena ilmu diusahakan oleh manusia dan
komunitas sosialnya yang selalu berkembang disebabkan potensi yang besar
dalam wujud akal budi.
Oleh karenanya dari sudut pandang subyektif, penulis merasa perlu
mengedepankan teori kebenaran menurut wahyu atau agama, karena di dalamnya
didapati keyakinan yang menempati urutan teratas ketika berbicara hal-hal yang
tidak dapat di uraikan oleh teori koherensi maupun korespodensi. Teori kebanaran
wahyu dengan senjata keyakinan dan/atau keimanan mampu memenjadikan
manusia lebih sadar akan dirinya, dengan demikian ia akan sadar penciptanya.
Lebih dari urgen, keyakinan maupun keimanan ini berimbas pada kehidupan yang
terkendali menuju lebih baik.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu

1. Apakah faktor-faktor pendorong timbulnya filsafat matematika?


2. Apakah hakekat dan karakteristik filsafat matematika?

2
3. Apakah maksud dari matematika bagian dari science?
4. Apakah standar kebenaran Science?
5. Apakah maksud dari abstraksi dalam matematika?
6. Bagaimana asal angka nol dan penemuan Al-Khawarizmi?
7. Apakah pengertian kuantitas, pola dan bentuk dalam matematika?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah :

1. Memahami faktor-faktor pendorong timbulnya filsafat matematika?


2. Memahami hakekat dan karakteristik filsafat matematika?
3. Memahami maksud dari matematika bagian dari science?
4. Memahami standar kebenaran Science?
5. Memahami maksud dari abstraksi dalam matematika?
6. Memahami asal angka nol dan penemuan Al-Khawarizmi?
7. Memahami pengertian kuantitas, pola dan bentuk dalam matematika?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Faktor Pendorong Timbulnya Epistimologi Matematika


Suatu faktor atau kejadian pada dasarnya tidak pernah lepas dari peristiwa
yang mendahuluinya. Demikian juga, dengan timbul dan berkembangnya filsafat
maupun ilmu. Menurut Rinjin, filsafat dan ilmu dan berkembangnya akal budi,
thauma dan aporia.
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia.
Suatu peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi
mengatur semua aspek studi manusia dari filsafat dan ilmu murni (matematika)
sampai ilmu sosial. (Marda Juwita, 2013: 5) . Sehingga faktor pendorong
munculnya epistemologi matematika sama halnya dengan epistemologi itu sendiri.
1. Manusia merupakan makhluk yang berakal budi
Dengan akal budinya, kemampuan manusia dalam bersuara bisa
berkembang menjadi kemampuan berbahasa dan berkomunikasi sehingga
manusia disebut homo lequens dan animal symbolicum. Dengan akal budinya,
manusia dapat berpikir abstrak dan konseptual sehingga dirinya disebut homo
sapiens (makhluk pemikir) atau menurut Aristoteles, manusia dipandang
sebagai animal that reason yang ditandai dengan sifat selalu ingin tahu (all
men by nature desire to know). Pada diri manusia melekat kehausan
intelektual yang menjelma dalam wujud beragam pertanyaan.
2. Manusia memilki rasa kagum (thauma) pada alam semesta dan isinya.
Manusia merupakan makhluk yang memiliki rasa kagum pada segala
sesuatu yang diciptakan oleh sang pencipta, misalnya kegaguman pada
matahari, bumi, dirinya sendiri dan sebagainya. Kekaguman tersebut
kemudian mendorong manusia untuk berusaha mengetahui alam semesta
beserta asal usulnya (masalah kosmologis). Ia juga berusaha mengetahui
dirinya sendiri, eksistensi, hakikat dan tujuan hidup.

4
3. Manusia senantiasa menghadapi masalah
Faktor lain yang juga mendorong timbulnya filsafat dan ilmu adalah
masalah yang dihadapi (aporia). Kehidupan manusia selalu diwarnai masalah,
baik masalah yang bersifat teoritis maupun prkatis. Masalah mendorong
manusia untuk berbuat dan mencari jalan keluar yang tidak jarang
menghasilkan temuan yang sngat berharga.
4. kepastian dan kebenaran dari sebuah pengetahuan.
Berbagai kriteria yang dipakai untuk mengukur sebuah pengetahuan
disebut benar dan pasti. (Didi Haryono, 2015: 58) Suatu nilai kebenaran dapat
diukur melalui pembuktian dengan difinis dan teorema. Pembuktian dalam
matematika bisa dibuktikan secara induktif dan deduktif.
B. Hakikat dan Karakteristik Epistemologi Matematika
1. Hakikat Epistemologi Matematika
Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang
berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian
dan dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pertanyaan mengetahui
yang dimiliki.
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme dan logos. Episteme
berarti suatu pengetahuan dan logos berarti ilmu. Sehingga epistemologi
diartikan sebagai suatu ilmu pengetahuan. Pengetahuan dan ilmu pengetahuan
memiliki perbedaan, pengetahuan merupakan suatu kata yang digunakan untuk
menunjuk kepada apa yang diketahui oleh seseorang tentang sesuatu atau
dengan kata lain pengetahuan hanya sekedar untuk diketahui. Sedangkan ilmu
pengetahuan adalah proses pengkajian, analisa dan penyimpulan yang
dilakukan terhadap pengetahuan tersebut.
Epistemologi adalah salah satu cabang pokok bahasannya dalam
wilayah filsafat yang memperbincang seluk beluk pengetahuan. Persoalan
sentral epistemologi adalah mengenai apa yang dapat kita ketahui dan
bagaimana cara mengetahuinya. Epistemologi bermaksud mengkaji dan
mencoba menemukan ciri-ciri umum dan hakikat dari pengetahuan manusia,
bagaimana pengetahuan itu diperoleh dan diuji kebenarannya. Singkatnya,

5
epistemologi adalah pengetahuan mengenai pengetahuan yang juga disebut
dengan teori kebenaran.
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang berkaitan dengan hakikat
dan lingkup pengetahuan matematika yang meliputi matematika murni,
matematika terapan dan berbagai cabang matematika lainnya. (Haryono, 2014).
Epistemologis matematika merupakan cabang filsafat yang berhubungan
dengan pengetahuan matematika (Uyoh Sadulloh, 2017: 58). Karakteristik dari
epistemologi matematika meliputi abstraksi, besaran (kuantitas) simbolik,
bentuk dan pola.
Epistemologi matematika adalah sekelompok pertanyaan mengenai
apakah matematika itu (pertanyaan yang diperbincangkan oleh para ahli
matematika selama lebih daripada 2000 tahun), termasuk jenis pengetahuan
apa (pengetahuan empirik ataukah pengetahuan pra-pengalaman). Bagaimana
ciri-cirinya (deduktif, abstrak, hipotesis, eksak, simbolik, universal, rasional
dan kemungkinan ciri lainnya), serta lingkungan dan pembagian pengetahuan
matematika (matematika murni dan terapan serta berbagai cabang matematika
lain). Demikian pula persoalan tentang kebenaran matematika seperti misalnya
sifat alaminya dan macamnya. Jadi matematika jika ditinjau dari aspek
epistemologi, matematika mengembangkan bahasa numerik yang
memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif.
Dari dua pengertian epistemologi di atas dapat disimpulkan bahwa
epistemologi matematika adalah teori pengetahuan yang proses pengkajiannya
tentang matematika. Ciri-cirinya meliputi abstraksi, besaran (kuantitas)
simbolik, bentuk dan pola.
2. Karakteristik Epistemolgi Matematika
Adapun karakteristik epistemologi matematika antara lain:
a. Abstraksi
Abstraksi dalam matematika adalah proses untuk memperoleh intisari
konsep matematika, menghilangkan kebergantungannya pada objek-objek
dunia nyata yang pada mulanya mungkin saling terkait, dan
memperumumkan sehingga ia memiliki terapan terapan yang luas atau

6
bersesuaian dengan penjelasan abstrak lain untuk gejala yang setara. (Didi
Haryono, 2015: 79). Contohnya adalah geometri bermula dari perhitungan
jarak dan luas di dunia nyata. Aritmatika bermula dengan metode
penyelesaian masalah-masalah aritmatika.
b. Besaran (kuantitas)
Besaran dalam matematika adalah ukuran suatu objek matematika, suatu
sifat dengan mana objek itu dapat dibandingkan sebagai “lebih besar” atau
“lebih kecil” dengan objek sejenis yang lain. (Haryono, 2015 :90).
Contohnya besaran penataan (atau penempatan ranking) kelas objek pada
kelompoknya.
c. Simbolik
Simbol adalah sesuatu yang menyatakan sesuatu yang lain (things that
stand for other things) sebagai penunjukkan pada benda tersebut. Simbol
juga merupakan suatu tanda yang digunakan untuk melambangkan bilangan
dalam matematika. Simbol dan bilangan memperoleh fungsi khususnya
dari kesepakatan bersama, misalkan beberapa jumlah benda, tanpa ada
bilangan maka kita tidak bisa mengetahui berapa buah benda tersebut.
(Haryono, 2015: 74)
d. Bentuk
Bentuk adalah seluruh informasi geometris yang akan tidak berubah ketika
parameter, lokasi, skala dan rotasinya diubah. (David G Kendall). Contoh
nya adalah bentuk persamaan kuadrat, bentuk persamaan garis lurus dan
lain sebagainy.
e. Pola
Pola dalam matematika adalah suatu sistem mengenai hubungan-hubungan
menganalisis kejadian alam dan membuat suatu pola yang sama dengan
aslinya. Misalnya sebuah gunung yang berbentuk segitiga sebagai
perwujudan alamiah, maka dengan pola matematika fenomena perwujudan
alamiah, maka dengan pola matematika fenomena perwujudan gunung
tersebut mengandung keteraturan yang sama.

7
C. Matematika Bagian dari Science
Kemajuan ilmu pengetahuan selama dua abad terakhir mengalami
perkembangan yang pesat diberbagai bidang pengetahuan dibandingkan dengan
abad-abad sebelumnya dan banyak ilmuwan mengakui kebenaran dari kemajuan
tersebut. Perkembangan ilmu pengetahuan sebagian besar adalah hasil peradaban
barat pada periode modern sehingga ilmuwan barat pun mengakui bahwa mereka
telah berutang budi perkembangan islam pada masa kejayaannya atau dikenal
dengan abad the golden age.
Kata ilmu pengetahuan (science) berasal dari kata latin scire yang berarti
mengetahui. Science mencakup semua bidang ilmu pengetahuan baik baik nature
science maupun applied science. Perkemabangan ilmu pengetahuan merupakan
salah satu dari keberhasilan terbesar dari akal dan pemikiran manusia, tanpa
pengetahuan tentang perkembangan science, pasti manusia akan sukar dan tidak
mampu memahami sejarah modern.
Matematika sebagai bagian dari science yang merupakan sebuah
pengetahuan yang diperoleh dari proses belajar. Banyak ilmuwan yang
menyatakan bahwa matematika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan
(science). J.B Coales dalam bukunya yang berjudul Leader of the umbers and
space yang berarti matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang hubungan-
hubungan dari bilangan-bilangan dan ruangan. Samuel Smith dan kawan-kawan
dalam bukunya yang berjudul Best Method of Study (1955) menyatakan bahwa
matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang menguraikan bilangan dan
proses ruang kenyataan dalam segi kuantitatifnya.
Beberapa klasifikasi ilmu yang telah dikemukakan, namun klasifikasi yang
paling sederhana dan universal telah membagi ilmu itu ke dalam tiga pembagian
besar sebagai berikut:
1. Matematika yang subjek pengetahuannya berkaitan dengan ukuran kuantitas,
jumlah, volume, isi, dan bilangan.
2. Kimia, Fisika, Biologi yang membahas karakteristik universal materi dan sifat-
sifat yang berhubungan dengan kehidupan.

8
3. Etika, yang subjek kajiannya adalah manusia. Tujuan dari ilmu ini adalah
menyingkap hakikat actual dan tujuan hakiki dari aktifitasnya yang dilakukan
manusia.
Matematika merupakan suatu ilmu yang lebih banyak mengkaji tentang
kuantitas-kuantitas, bangunan-bangunan, ruang dan perubahan. Atau dalam
perspektif lain matematika adalah suatu ilmu yang menggunakan argumentasi
logis dengan bantuan kaidah-kaidah dan definisi-definisi untuk mencapai suatu
hasil yang teliti, cermat dan baru.
Amsal Bactiar mengatakan bahwa fungsi matematika sama luasnya dengan
fungsi bahasa yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu
pengetahuan tentu saja tidak lepas dari usaha para ilmuwan dalam
mengembangkannya, maka dalam hal ini matematika juga sebagai salah satu
sarana kegiatan ilmiah. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara lebih baik
diperlukan sarana berpikir.
Matematika juga mengambangkan bahasa numeric yang memungkikan kita
untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Menurut Ibnu Khaldun dalam
bukunya yang berjudul Muqaddimah menyatakan bahwa matematika merupakan
bagian dari keempat macam ilmu pengetahuan yang dikemukakan oleh beliau,
diantaranya ilmu logika, ilmu alam yang objek kajiannya meliputi benda-benda
yang dapat diindera oleh manusia yang berhubungan dengan tumbuh-tumbuhan,
barang tambang beserta apa saja yang ada dalam alam ini, selanjutnya metafisika,
dan terakhir ilmu matematika. Beliau juga membagi ilmu matematika kedalam
empat macam ilmu pengetahuan secara garis besar yaitu ilmu geometri, ilmu
aritmatika, ilmu musika dan ilmu astronomi.
Pertama, geometri atau ilmu ukur. Beliau mempelajari ukuran-ukuran,
bentuk secara umum, namun ada yang terputus seperti berkaitan dengan bentuk
geometris suatu bidang dan ruang, ada yang satu dimensi, dua dimensi, tiga
dimensi, dan seterusnya. Geometri adalah cabang dari matematika yang
mempelajari hubungan di dalam ruang.
Kedua, aritmatika. Kata aritmatika berasal dari istilah Yunani yaitu
arithnos yang berarti angka. Ilmu aritmatika merupakan bagian dari ilmu

9
matematika yang berkaitan dengan sifat-sifat esensial dan sifat assidential objek
yang bersifat kuantitas yaitu berkaitan dengan angka-angka, yang kemudian
berkembang menjadi ilmu hitung, ilmu aritmatika bisnis,dll.
Ketiga musika, ilmu musika merupakan ilmu pengetahuan tentang ukuran
suatu nada-nada serta pengukurannya dengan angka-angka atau pengukuran nada-
nada dalam musik ditentukan oleh perbandingan antara angka dan bilangan.
Hasilnya merupakan pengetahuan tentang nada-nada music.
Keempat astronomi. Ilmu astronomi merupakan ilmu yang menetapkan
benda-benda di angkasa, posisi dan jumlah planet dan bidang tertentu, dan
diantaranya memungkinkan mempelajari semuanya dari gerakan benda langit
yang kelihatan terdapat di setiap ruang angkasa.
Immanuel Kant berpendapat bahwa tiga disiplin pengetahuan matematika
terdiri dari logika, aritmetika, dan geometri sebagai cabang ilmu matematika yang
saling bebas dan masing-masing bersifat sintetik. Kebenaran sintetik memerlukan
kegiatan mensintesis atau mengkombinasikan dengan informasi yang lain untuk
mmperoleh pengetahuan yang baru.

D. Standar Kebenaran Science


Kebenaran tertuang dalam ungkapan-ungkapan yang dianggap benar,
misalnya hukum-hukum, teori-teori, ataupun rumus-rumus filasafat, juga
kenyataan yang dikenal dan diungkapkan. Mereka muncul dan berkembang maju
sampai pada taraf kesadaran dalam diri pengenal dan/atau masyarakat pengenal.
Sebagai landasan penemuan defenisi kebenaran ini adalah kesimpulan umum
bahwa pengetahuan itu bersifat logis dan/atau rasional yang mengantarkan kepada
tujuan berupa kebenaran. Ahmad Tafsir mengungkapkan dalam kerangka berfikir
sebagai berikut:
“Yang logis ialah yang masuk akal. Yang logis itu mencakup yang rasional dan
supra-rasional. Yang rasional ialah yang masuk akal dan sesuai dengan hukum
alam. Yang supra-rasional ialah yang masuk akal sekalipun tidak sesuai dengan
hukum alam”. Istilah logis boleh dipakai dalam pengertian rasional.

10
Imam Wahyudi, seorang dosen Filsafat Pengetahuan dan Filsafat Ilmu
Universitas Gajahmada Yogyakarta, mengelompokkan kebenaran dalam tiga
makna, yaitu kebenaran moral, kebenaran logis, dan kebenaran metafisik.
Kebenaran moral menjadi bahasan etika, ia menunjukkan hubungan antara
pernyataan dengan apa yang dirasakan. Kebenaran logis menjadi bahasan
epistemologi, logika, dan psikologi, ia merupakan hubungan antara pernyataan
dengan kenyataan.
Dari beberapa defenisi kebenaran di atas, penulis menyimpulkan bahwa
kebenaran adalah keadaan yang cocok dengan keadaan sesungguhnya jika
dihubungkan dengan realitas; sifat kelurusan hati yang sesuai dengan persetujuan
atau perkenan jika dihubungkan dengan idealitas. Namun demikian jika berkenaan
dengan ilmu pengetahuan atau sisi ilmiah, maka penulis lebih cenderung pada
defenisi pertama yaitu keadaan yang cocok, sesuai, atau sejalan dengan keadaan
sesungguhnya.
Jujun S. Suriasumantri menyatakan bahwa ada tiga teori yang berkait
dengan kriteria kebenaran ini, yaitu: teori korespondensi, teori koherensi, dan teori
pragmatis. Namun pendapat sebagian yang lain hanya membicarakan dua teori
saja, yaitu teori korespondensi dan teori koherensi karena pragmatisme dijadikan
sebagai pelengkap dua teori tersebut. Berikut adalah beberapa teori tentang
kebenaran:
1. Teori Koherensi
Menyimpulkan suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan
tersebut bersifat kehoren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang
dianggap benar. Teori kebenaran koherensi berpandangan bahwa pernyataan
dikatakan benar bila terdapat kesesuaian antara pernyataan yang satu dengan
pernyataan terdahulu atau lainnya dalam suatu sistem pengetahaun yang
dianggap benar. Sebab sesuatu adalah anggota dari suatu sistem yang unsur-
unsurnya berhubungan secara logis. Jerome R. Ravertz menambahkan, uji coba
suatu ilmu adalah bahwa ia harus memberikan pengaturan-pengaturan teoritis
yang menjangkau luas, konsisten, dan koheren.

11
Matematika merupakan salah satu contoh pengetahuan yang sistem
penyusunan pembuktiannya didasarkan pada koherensi, pernyataan yang
dianggap benar berupa aksioma disusun secara teorema kemudian
dikembangkan melaui kaedah-kaedah matematika berupa sistem yang
konsisten. Menurut Louis O. Kattsoff, teori koherensi atau konsistensi ini
berkembang pada abad ke-19 di bawah pengaruh Hegel dan diikuti oleh
penganut idealisme, seperti filosof Britania F. M Bradley (1864-1924).
Dengan demikian, suatu pernyataan dianggap benar apabila tahan uji
(testable). Karl Kopper menegaskan, apabila pernyataan terdahulu
bertentangan dengan pernyataan yang datang kemudian, maka yang pertama
gugur atau batal (refutability). Sebaliknya jika cocok dengan pernyataan
terdahulu, maka teori itu semakin kuat (corroboration).
Sebagai sebuah teori tentu memiliki kelemahan, teori koherensi ini
terjebak dalam validitas, di mana teorinya dijaga agar selalu ada koherensi
internal. Suatu pernyataan dapat benar dalam dirinya sendiri, namun ada
kemungkinan salah jika dihubungkan dengan pernyataan lain di luar sistemnya.
Hal ini dapat mengarah kepada relativisme kebenaran. Namun demikian
bersama teori korespondensi, teori koherensi inilah yang dipergunakan dalam
cara berfikir ilmiah untuk mendapat kebenaran ilmiah. Penalaran teoritis yang
berdasarkan logika deduktif jelas mempergunakan teori koherensi ini.
2. Teori Korespondensi
Pernyataan dianggap benar jika materi yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan
tersebut. Pengetahuan itu dikatakan benar apabila di dalamnya terdapat
kesesuaian antara subjek dan objek. Hal ini karena puncak dari proses kognitif
(kesadaran/pengetahuan) manusia terdapat di dalam budi atau pikiran manusia
(intelectus), maka pengetahuan adalah benar bila terdapat di dalam budi pikiran
subjek itu benar sesuai dengan apa yang ada di dalam objek. Suatu pernyataan
benar apabila terdapat fakta yang sesuai menyatakan apa adanya. Kebenaran
adalah kesesuaian dengan fakta, selaras dengan realitas, serasi (correspondens)
dengan situasi aktual.

12
Contoh penerapan dari teori ini misalnya pada pernyataan “Ibu kota
propinsi Sumatera Barat adalah Padang” merupakan pernyataan yang benar
sebab pernyataan tersebut faktual yaitu Padang sebagai ibu kota propinsi
Sumatera Barat. Sekiranya pernyataan “Ibu kota propinsi Sumatera Barat
adalah Bukittinggi”, maka pernyataan tersebut tidak benar sebab tidak terdapat
kesesuaian dengan objek yang dituju.
Teori korespondensi ini merupakan teori kebenaran yang paling awal,
sehingga dapat digolongkan kepada teori kebenaran tradisional, karena
Aristoteles sejak awal (sebelum abad modern) mensyaratkan kebenaran
pengetahuan harus sesuai dengan kenyataan yang diketahuinya. Pengikut
realisme adalah penganut teori ini, di antara pelopornya adalah Plato,
Aristoteles, Moore, Russel, Ramsey, dan Tarski, kemudian dikembangkan oleh
Bertrand Russel (1872-1970).
Akan tetapi teori korespondensi ini bukan juga termasuk teori yang
sempurna tanpa kelemahan, karena dengan mensyaratkan kebenaran harus
sesuai dengan kenyataan, maka dibutuhkan penginderaan yang akurat,
bagaimana dengan penginderan yang kurang cermat atau bahkan indra yang
tidak normal lagi? Disamping itu juga bagaimana dengan objek yang tidak
dapat diindra atau non-empiris? Maka dengan teori korespondensi objek non
empiris tidak dapat dikaji kebenarannya.
Walau bagaimanapun, seperti disimpulkan pada bagian teori
sebelumnya teori korespondensi juga merupakan instrumen yang dipergunakan
dalam cara berfikir ilmiah untuk mendapat kebenaran ilmiah karena penalaran
logika terdapat di dalamnya.
3. Teori Pragmatisme
Menurut teori ini, kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria
apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis atau
tidak. Elemennya adalah pembuktian secara empiris dalam bentuk
pengumpulan fakta-fakta yang mendukung suatu pernyataan tertentu
khususnya dalam realitas kehidupan, artinya suatu penyataan adalah benar, jika

13
pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan
praktis dalam kehidupan manusia.
Menurut William James, ide yang benar ialah ide yang dapat kita
serasikan, kita umumkan berlakunya, kita kuatkan dan kita periksa. Sebaliknya
ide yang salah ialah ide yang tidak dapat diserasikan, tidak dapat diumumkan,
tidak dapat diperiksa dan tidak dapat dijadikan penguatan.
Kriteria pragmatisme ini juga dipergunakan oleh ilmuwan dalam
menentukan kebenaran ilmiah dilihat dalam perspektif waktu. Secara historis
pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar, mungkin pada satu masa atau
waktu tidak demikian. Dalam menghadapi masalah seperti ini maka para
ilmuawan bersikap pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan memilki
kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar. Sekiranya pernyataan itu tidak
lagi bersifat demikian disebababkan perkembangan ilmu pengetahuan maka
pernyataan itu akan ditinggalkan.
Teori ini dikembangkan oleh Charles S. Pierce (1839-19140), kemudian
dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang mayoritas berkebangsaan
Amerika, makanya teori ini juga sering dikaitkan dengan filsafat Amerika.
Ahli-ahli filsafat ini antara lain William James (1842-1910), John Dewey
(1859-1952), George Herberd Mead (1863-1931), dan C. I. Lewis. Namun
demikian, informasi lain menyebutkan bahwa teori ini juga tidak asing di
Eropa, Hans Vaihinger (1852-1933) misalnya berpendapat bahwa mengetahui
itu memiliki arti praktis. Persesuain dengan objeknya tidak mungkin
dibuktikan, satu-satunya ukuran bagi berpikir adalah gunanya untuk
mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia.
Masalah yang akan timbul dari teori ini adalah penentuan sebatas mana
perbuatan itu dianggap keberhasilan dan eksistensi kebenaran yang dinyatakan
dihadapkan pada situasi dinamis dengan perubahannya. Selain itu,
pragmatisme juga tidak dapat mengantarkan kita pada hakikat kebenaran itu
sendiri karena cenderung menghalalkan segala cara untuk memperoleh hasil
dari penerapannya yang pada akhirnya akan menimbulkan pertentangan dengan
norma-norma yang ada.

14
Inilah beberapa teori kebenaran yang menjadi mayoritas pilihan para
ilmuwan, walaupun masih banyak teori-teori kebenaran lainnya dan akan
berkembang sesuai dengan potensi akal budi, misaanya teori ilmu hudhuri atau
iluminasi, performatif, proposisi, dan wahyu (agama).
Dari berbagai macam teori kebenaran itu yang dianggap sebagai kriteria
atau ukuran kebenaran ilmiah (ilmu pengetahuan), teori koherensi berdasarkan
logika deduktif atau silogisme yang menarik kesimpulan khusus dari hal yang
umum dengan akal sebagai sarana utamanya merupakan teori kebanaran ilmiah.
Selain itu teori korespondensi dengan logika induktif atau empiris yang menarik
kesimpulan umum dari hal yang khusus dengan pancaindra dan pengalaman
sebagai sarana utamanya, juga merupakan satu dari teori yang benar tentang
kebenaran. Ini dua hal yang urgen ketika melihat keadaan atau menjawab keragu-
raguan.
E. Abstraksi Dalam Matematika
Sejarah mencatat bahwa pengembangan dari geometri merupakan langkah
pertama di dalam abstraksi geometri yang dibuat oleh orang Yunani Kuno, dengan
Elemen Euclides menjadi dokumentasi pertama dari aksioma-aksioma geometri
pada bidang ruang, meskipun Proclus berpendapat bahwa aksiomatisasi yang
lebih dini dilakukan oleh Hippocrates dari Chios. Pada abad ketujuh belas,
Descrates memperkenalkan koordinat yang mengikuti pengembangan geometri
analitis. Langkah-langkah lebih jauh mengenai abstrkasi dilakukan oleh
Lobachevsky, Booley, Riemann, dan Gauss yang memperumumkan kosnep-
konsep geometri untuk mengembangkan geometri non-euclid. Kemudian pada
abad ke-19, para matematikawan memperumum geometri lebih luas lagi,
mengembangkan wilayah-wilayah itu sebagai geometri pada dimensi n, geometri
proyektif, geometri afindan geometri hingga.
Banyak kajian epistemolgi matematika dimulai dengan penalaahan
masalah-masalah dunia nyata kemudian diberikan simbol atau bilangan tertentu
untuk mewakili berapa banyak jumlah (kuantitas) benda, maka simbol atau
bilangan tersebutlah disebut dengan abstraksi suatu benda. Sebelum aturan-aturan
dan konsep-konsep matematikanya diidentifikasi dan didefinisikan sebagai

15
struktur abstrak, maka yang harus dilakukan adalah menemukan objek yang akan
dikaji. Misalnya, aljabar dermula dengan metode penyelesaian masalah-masalah
artimatika dan bilangan, geometri bermula dari perhitungan jarak dan luas di
dunia nyata, serta statistika bermula dari perhitungan peluang (probabilitas)
didalam perundian dan perjudian.
The Liang Gie (1993) mengutip pendapat Slomon Bochner yang
menyatakan bahwa matematika tidak berhubungan dengan perwujudan-
perwujudan dan benda-benda dari dunia luar, melainkan hal-hal dan hubungan-
hubungan yang merupakan gambaran yang disepakati mereka sendiri. Kemudian
dengan itu maka lahirlah pendapat yang menganggap bahwa matematika sebagai:
“The study of abstrack system, i.e., as the study of games which are plaeyd wiuth
abstrack objeks whose behavior is characterized with given sets of rules. Artinya
penelaahan tentang sistem abstrak yaitu sebagai penelaahan tentang permainan
yang dimainkan dengan sasaran-sasaran abstrak yang perilakunya dicirikan
dengan kumpulan-kumpulan aturan yang ditentukan.
Berdasarkan penjelasan di atas setidaknya ada tiga manfaat dari proses
abstraksi dalam metematika yaitu sebagai berikut:
1. Kita memahami bahwa proses abstraksi merupakan proses yang ada dalam
pikiran manusia saja yang diimplementasikan dalam dunia kenyataan. Oleh
karena itu dengan proses abstraksi tersebut kita dapat menentukan kuantitas
dari jumlah benda yang sebelumnya belum diketahui oleh manusia berdasarkan
kesepakatan yang dibangun menghasilkan aksioma-aksioma yang telah
ditetapkan nilai kebenarannya.
2. Proses abstrak inilah yang menjadi proses pemicu perkembangan matematika
sehingga angka dan bilangan merupakan bagian dasar dalam pengetahuan
matematika, tanpa pengetahuan tentang matematika manusia tidak bisa
menggunakan segala apa yang berada dalam jagat raya (universe) dengan
cermat dan bijaksana.
3. Abstraksi menjelaskan secara mendalam hubungan antara cabang-cabang dan
bagian-bagian dari matematika antara satu dengan yang lainnya. Teknik, cara

16
atau metode dari satu cabang dapat diterapkan untuk membuktikan hasilnya
pada cabang yang lain.
F. Angka 0 (Nol) dan Al- Khawarizmi
Angka nol yang disimbolkan dengan “0” merupakan salah satu penemuan
yang sangat berpengaruh dan terpenting pada perkembangan ilmu matematika
dunia modern. Angka nol atau zero dalam bahasa Ingris berasal dari kata Arab
yaitu sifr ditemukan oleh Al-Khawarizmi dalam bukunya yang berjudul Kitab Al-
Jabar wa Al-Muqabilah (buku tentang integrasi dan persamaan) yang
diterjemahkan ke dalam Latin dengan judul Algoritmi de Numero Indorum.
Bukunya tersebut juga berisi pengembangannya pada rumus-rumus persamaan
yang sangat sederhana yang pada era modern kita temukan dalam aritmatika,
persamaan linear dan kuadrat yang akan kita temukan dalam aljabar, serta
kalkulasi integral kita temukan dalam kalkulus.
Dari buku tersebutlah muncul istilah “algoritma” yang semula adalah
kesalahan penerjemahannya ketika menyangka nama penulisnya adalah bagian
dari buku tersebut. Kini istilah algoritma adalah istilah yang paling lazim dalam
setiap program komputer. Penemuan angka nol oleh Al-Khawarizmi sangat
berpengaruh dengan pengembangan teknologi informasi yang dikenal dengan
angka biner yaitu 0 dan 1, nol yang diidentikkandenga off dan satu diidentikkan
dengan on. Beliau menemukan aturan-aturan berhitung misalkan aturan
menemukan sisa suatu bilangan jika dibagi oleh 9, aturan itu disebut aturan
mengeluarkan 9. Dengan bunyinya sebagai berikut: “jika suatu bilangan dibagi
oleh 9 maka sisanya sama dengan sisa jumlah angka penyusun bilangan tersebut
dibagi oleh 9”. Contoh: Sisa pembagian bilangan 798 oleh 9. Kemudian cukup
dicari sisa dari (7 + 9 + 8) di bagi 9. Maka didapatkan sisanya adalah 6.
Pengetahuan dan keahliannya bukan hanya dalam bidang syariat tapi di
dalam bidang filsafat, logika, artimatika, geometri, musik, ilmu hitung, sejarah
islam dan kimia. Al-Kawirizmi sebagai guru aljabar di Eropa. Beliau telah
menciptakan pemakaian secans dan tangen dalam penyelidikan trigonometri dan
astronomi. Beliau pernah memperkenalkan angka-angka India dan cara-cara
perhitungan India pada dunia Islam. Beliau juga merupakan seorang penulis

17
Ensiklopedia dalam berbagai disiplin. Al- Khawirizmi adalah seorang tokoh yang
pertama kali memperkenalkan aljabar dan hisab.
Banyak lagi ilmu pengetahuan yang beliau pelajari dalam bidang
matematika dan mengahasilkan konsep-konsep matematika yang begitu populer
yang masih digunakan sampai sekarang. Penemu angka 0 sampai 9 pada awalnya
dikembangkan oleh beliau dari angka Hindu India. Berikut ini adalah gambar
angka yang ciptakan oleh ilmuwan besar Islam Al-Khawirizmi:

Gambar 1.1 Angka Al-Khawarizmi Berdasarkan Banyak Sudut


Al-Khawarizmi menggunakan sistem sesuai dengan banyaknya sudut.
Adapun angka yang digunakan oleh orang Arab sendiri sekarang, dan yang di
dalam Al-Qur’an adalah angka India (Hindy Number) bukan angka arab islam.
Angka ini terbukti ketika kita membuka “Option” lalu ke “Advanced” –
“Numeral” dan pilih di sana ada Arabic Number dan Hindy Number.
Pada penemuan angka tersebut konon, pada pedagang India kemudian
membawanya ke Bagdad. Namun, di India angka ini tidak populer dalam
perhitungan sehari-hari, karena merupakan priviles para pendeta Hindu dalam
komunikasi antara mereka. Angka tersebut lalu dianalisis dan disebarluaskan
melalui bukunya Kalkulasi dengan Angka-Angka Hindu. Melalui buku ini, angka
tersebut tersebar ke seluruh dunia Islam lalu ke Eropa dan dikenal sebagai angka-

18
angka arab. Selain itu, beliau juga membuat perbaikan dengan memperkenalkan
notasi pecahan sebagai angka-angka desimal di belakang koma.
Sehingga, pada abad modern artimatika, aljabar dan algoritma dikenal
sebagai berikut:
1. Aritmatika berkaitan dengan persamaan angka-angka yang sangat sederhana,
misalkan 2 + 3 = 5, 3 + 3 = 6 dan seterusnya.
2. Aljabar berhubungan dengan persamaan yang menggunakan notasi simbol-
simbol tertentu seperti x, y, z, misalkan 2x + 2 = 6 yang merupakan persamaan
linear, termasuk juga yang menemukan nilai-nilai kuadrat seperti x2 + 3x + 2
= 10
3. Algoritma yang diambil dari nama beliau sendiri yang merupakan sebuah jalur
atau prosedur sebagaimana dalam flowchart, yang harus diikuti untuk dapat
menilai keputusan dalam menyelesaikan masalah-masalah tertentu. Sistem ini
sebagaimana digunakan dalam pembuatan program komputer.
Karya-karya Al-Khawarizmi kemudian banyak dipelajari oleh ilmuwan
Eropa menjelang masa Renaissance, di antaranya Fibonacci yang menemukan
salah satu deret yang dikenal dengan deret Fibonacci yang menemukan salah satu
deret yang dikenal dengan deret Fibonacci yaitu 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34 dan
seterusnya. Kemudian Gerard dari Cremona dan Adelard dari Bath Inggris.
Melalui kajian tersebut sistem bilangan matematika modern dan lebih simpel
mulai menyebar keseluruh daratan Eropa menggantikan angka-angka Romawi
yang sebelumnya digunakan. Berkat buku-buku tersebut, para pedagang Italia
sudah menggunakan angka-angka desimal sebagaimana digunakan sekarang sejak
abad keempat belas.
Penemuan angka nol merupakan penemuan yang sangat spektakuler dalam
memudahkan peradaban manusia dalam perhitungan. Sehingga, banyak yang
memuji keberhasilan penemuan matematika muslim bahkan mereka berhutang
budi pada ilmuan tersebut.

19
G. Besaran, Pola dan Bentuk Dalam Matematika
Perkembangan abstraksi bilangan dalam matematika cukup berpengaruh
dan berkaitan dengan pengetahuan istilah kuantitas, pola dan bentuk dalam
matematika.
Kuantitas merupakan kata yang menunjukkan tentang suatu besaran suatu
benda yang berkaitan dengan bilangan. Bisa juga dikatakan bahwa kuantitas
sebagai penunjukkan dari banyaknya objek benda dengan menggunakan angka
dalam suatu bilangan. Pola (patterns) adalah suatu sistem mengenai hubungan-
hubungan menganalisis kejadian alam dan membuat suatu pola yang sama dengan
aslinya. Pola yang sederhana biasanya kerap kali terjadi dalam alam. Jika
perwujudan alamiah yang nampaknya rumit atau beranekaragam ditelaah secara
mendalam dan sering-sering dengan abstraksi dalam pikiran maka biasanya dapat
ditemukan pola-polanya.
Karena dengan kerumitan dalam matematika, kemudian banyak orang
senang dan suka dengan matematika disebakan oleh pola-pola yang sederhana
tersebut, maka dalam kaitannya dengan hal tersebut Meserve dan Sobel (1964)
menyatakan bahwa ilmuwan matematika sangat senang (sangat menyukai) dalam
mencari pola-pola dan mengeneralkan (bersifat umum) semua cabang
pengetahuannya ke dalam bagian aritmatika, aljabar, dan geometri. Suatu
pencarian pola tersebut bukan saja menarik melainkan juga dapat membantu
seseorang mengembangkan pemahaman dalam mengkaji tentang matematika
sebagai sesuatu keseluruhan.
Sehingga, bisa dibenarkan juga pendapat yang menyatakan bahwa
matematika merupakan suatu ilmu yang menelaah pola-pola dari ide-ide yang
dilakukan dengan suatu teknik atau cara tertentu yang telah dikembangkan.
Sebagaimana dikatakan oleh O.G. Sutton (1962) bahwa matemtika merupakan
studi tentang pola-pola dari ide-ide. Oleh karena itu studi matematika tentang
pola-pola atau sekarang lebih dikenal dengan istilah rumus-rumus dangat
diperlukan dalam matematika.
Sesuatu yang susah dikerjakan dan diselesaikan dalam matematika maka
dengan adanya rumus-rumus atau pola-pola tertentu, penyelesain matematika

20
yang dianggap susah tersebut dapat diselesaikan dengan mudah cepat sesuai
dengan metode yang telah ditentukan. Selain itu istilah pola, kita juga mengenal
istilah bentuk (form) dalam matematika.
Karena kata “bentuk” bersifat umum dan menimbulkan multitafsir (banyak
interpretasi) terhadap istilah tersebut, maka penulis perlu untuk dibatasi definisi
“bentuk” tersebut. Bentuk dalam matematika yang akan dijelaskan dan dibahas
dalam makalah ini bukanlah bentuk bentuk gambar atau bentuk-bentuk bidang
dan bentuk-bentuk ruang sebagaimana lazimnya kita temukan dalam geometri,
melainkan “bentuk” analisis mengenai pembuktian- pembuktian yang terjadi
dalam bagian-bagian matematika misalnya dalam geometri, aritmatika, aljabar
dan bagian bagian lainnya dengan menggunakan simbol simbol tertentu.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Edna E. Kramer (1995) dalam bukunya
yang berjudul The Main Stream of Mathematics bahwa matematika sebagai suatu
ilmu tentang bentuk tidak perlu dibatasi pada bilangan, ruang, besaran atau
pengukuran melainkan sebaiknya bersifat bersifat mencakup semuanya
(menyeluruh) termasuk berkaitan dengan logika, ilmu-ilmu murni maupun ilmu-
ilmu terapan, yang di dalam ilmu murni tersebut telah menyediakan bentuk.
The Liang Gie (1993) mengutip pendapat H.M Dadourian, pengertian
bentuk memegang suatu peranan yang sangat penting dalam studi pengetahuan
matematika. Misalkan bentuk dari suatu rumus matematika yang jauh lebih
penting daripada lambang-lambang yang dipakai dalam rumus tersebut. Suatu
lambang dapat diganti dengan sebuah tanda lainnya tanpa mengubah berlalunya
rumus tesebut. Sebagai contoh, jika jumlah dari dua besaran dikenakan pangkat
dua, maka terjadilah langkah penyelesaiannya sebagai berikut:

(𝑎 + 𝑏)2 = (𝑎 + 𝑏)𝑥(𝑎 + 𝑏)
= 𝑎(𝑎 + 𝑏) + 𝑏(𝑎 + 𝑏)
= 𝑎2 + 𝑎𝑏 + 𝑎𝑏 + 𝑏 2
= 𝑎2 + 2𝑎𝑏 + 𝑏 2

Rumus di atas dapat dituliskan dengan simbol-simbol yang lainnya sebagai


pengganti simbo a dan simbol b. Atau seperti yang ditulis oleh H.M Dadourian .

21
Simbol a digantikan oleh segi empat dan simbol b digantikan oleh
segitiga. Sehingga bentuknya menjadi:

( + )2 = 2
+2 + 2

Jika kita bandingkan antara rumus pertama dengan yang kedua,


mempunyai bentuk pembuktian dan metode yang sama, hanya simbolnya saja
yang berbeda. Akhirnya perlu dipertegaskan kembali bahwa jelaslah ketiga istilah
tersebut yaitu kuantitas, pola dan bentuk dalam matematika mempunyai
keterkaitan dan hubungannya antara satu dengan yang lainnya. Kuantitatif
berkaitan dengan besaran atau banyaknya bilangan-bilangan, selanjutnya pola
merupakan suatu sistem mengenai hubungan-hubungan yang menganalisis
kejadian ilmiah (nature), yang jika perwujudan alamiah tersebut rumit akan
ditelaah maka dengan mudah akan ditemukan pola-polanya, sedangkan bentuk
analisisnya merupakan langkah-langkah pembuktian yang akan digunakan untuk
menyederhanakan penyelesaian tersebut dalam simbol-simbol yang telah
didefinsikan.

22
Daftar Pertanyaan

Jawablah pertanyaan berikut ini dengan landasan pendapat para ahli dan
buat kesimpulan!

1. Jelaskan hubungan antara epistemologi dan matematika


Jawab:
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang berkaitan dengan hakikat dan
lingkup pengetahuan matematika yang meliputi matematika murni, matematika
terapan dan berbagai cabang matematika lainnya. (Haryono, 2014).
Epistemologis matematika merupakan cabang filsafat yang berhubungan
dengan pengetahuan matematika (Uyoh Sadulloh, 2017: 58). Karakteristik dari
epistemologi matematika meliputi abstraksi, besaran (kuantitas) simbolik,
bentuk dan pola. Dari pernyataan para ahli di atas dapat di simpulkan bahwa
hubungan antara epistemologi dan matematika adalah keduanya sama-ssama
membahas mengenai abstraksi yang nilai kebenaran astraksi tersebut
mengadung dua buah nilai kebenaran yaitu nilai benar dan nilai salah. Untuk
memutuskan nilai kebenaran yang ada maka diperlukan pembuktian secara
empiris yaitu induksi dan deduksi. Dan juga fakta-fakta yang ada juga bisa
menjadi pedoman untuk menunjukkan nilai kebenaran sebuah proposisi atau
premis.
2. Manakah yang lebih luas ruang lingkup antara ilmu dan ilmu pengetahuan?
Jelaskan!
Jawab:
Pengetahuan dan ilmu pengetahuan memiliki perbedaan, pengetahuan
merupakan suatu kata yang digunakan untuk menunjuk kepada apa yang
diketahui oleh seseorang tentang sesuatu atau dengan kata lain pengetahuan
hanya sekedar untuk diketahui. Sedangkan ilmu pengetahuan adalah proses
pengkajian, analisa dan penyimpulan yang dilakukan terhadap pengetahuan
tersebut. (Haryono, 2015: 57)

23
Dari pernyataan ahli di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa pengetahuan jauh
lebih luas ruang lingkupnya dibandingkan ilmu pengetahuan. Tidak semua
pengetahuan adalah ilmu.
3. Jelaskan manfaat dari proses abstraksi dalam matematika!
Tiga manfaat dari proses abstraksi dalam metematika yaitu sebagai berikut:
a. Kita memahami bahwa proses abstraksi merupakan proses yang ada dalam
pikiran manusia saja yang diimplementasikan dalam dunia kenyataan.
Oleh karena itu dengan proses abstraksi tersebut kita dapat menentukan
kuantitas dari jumlah benda yang sebelumnya belum diketahui oleh
manusia berdasarkan kesepakatan yang dibangun menghasilkan aksioma-
aksioma yang telah ditetapkan nilai kebenarannya.
b. Proses abstrak inilah yang menjadi proses pemicu perkembangan
matematika sehingga angka dan bilangan merupakan bagian dasar dalam
pengetahuan matematika, tanpa pengetahuan tentang matematika manusia
tidak bisa menggunakan segala apa yang berada dalam jagat raya (universe)
dengan cermat dan bijaksana.
c. Abstraksi menjelaskan secara mendalam hubungan antara cabang-cabang
dan bagian-bagian dari matematika antara satu dengan yang lainnya.
Teknik, cara atau metode dari satu cabang dapat diterapkan untuk
membuktikan hasilnya pada cabang yang lain.
4. Jelaskan proses kajian epistemolgi matematika!
kajian epistemolgi matematika dimulai dengan penalaahan masalah-masalah
dunia nyata kemudian diberikan simbol atau bilangan tertentu untuk mewakili
berapa banyak jumlah (kuantitas) benda, maka simbol atau bilangan tersebutlah
disebut dengan abstraksi suatu benda. Sebelum aturan-aturan dan konsep-
konsep matematikanya diidentifikasi dan didefinisikan sebagai struktur abstrak,
maka yang harus dilakukan adalah menemukan objek yang akan dikaji.
Misalnya, aljabar dermula dengan metode penyelesaian masalah-masalah
artimatika dan bilangan, geometri bermula dari perhitungan jarak dan luas di
dunia nyata, serta statistika bermula dari perhitungan peluang (probabilitas)
didalam perundian dan perjudian

24
5. Didalam masyarakat sering berkembang isu “mitos”. Apakah istilah mitos
apakah bersifat pengetahuan atau ilmu pengetahuan? Jelaskan!
Jawab:
Istilah mitos adalah bersifat pengetahuan saja bukan ilmu pengetahuan. Hal ini
dikarena di dalam istilah mitos belum bisa memenuhi standar kebenaran
science yaitu belum memenuhi standar teori korespondensi, teori kohenrensi
dan teori pragmatisme. Mitos akan dapat menjadi ilmu pengetahuan apabila
sudah teruji secara empiris.

25

Anda mungkin juga menyukai