Oleh:
Kelompok 2
Pendidikan Matematika B
Sumbaji Putranto (16709251028)
Arifta Nurjanah (16709251030)
Azwar Anwar (16709251038)
A. Pengertian Kompetensi
Menurut Blomhj & Jensen (2007:47) kompetensi merupakan kesiapan
penuh insight yang dimiliki seseorang untuk merespon tantangan pada suatu
situasi. Mereka menjelaskan lebih lanjut bahwa perkembangan kompetensi
merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Sementara itu, Frey (1999:109)
mendefinisikan kompetensi sebagai kemampuan seseorang untuk memeriksa dan
menilai kebenaran faktual masing-masing kecukupan pernyataan dan ditransfer ke
dalam suatu tindakan.
MODELING COMPETENCIES 2
Kompetensi tidak hanya mencakup kemampuan dan keterampilan tetapi
juga tercermin dalam kehidupan dan kemauan untuk menerapkan keterampilan
dan kemampuan tersebut ke dalam tindakan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Weinert (Henning & Keune, 2007:225) bahwa kompetensi adalah sejumlah
kemampuan dan keterampilan yang dimiliki disertai dengan kemauan untuk
memecahkan masalah dan kemauan untuk bertindak secara bertanggung jawab
dan mencari solusinya secara kritis. Hampir sama dengan pendapat tersebut,
Singer (Singer, 2007:239) mendefinisikan kompetensi sebagai serangkaian
struktur pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui pembelajaran,
yang membuat siswa mampu mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pada
suatu aktivitas tertentu, dalam berbagai konteks.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah kemamuan,
kemampuan, dan keterampilan untuk memecahkan suatu masalah.
MODELING COMPETENCIES 3
menilai model dan hasilnya, mengkomunikasikan modelnya, dan mengamati serta
mengatur sendiri proses pemodelan.
Kompetensi pemodelan juga dapat didasarkan pada fase-fase pada proses
pemodelan. Gagasan pemodelan tersebut didasarkan pada pertimbangan teoritis
oleh Blum dan Kaiser (Maa 2006) yang menentukan kompetensi pemodelan
dengan daftar lengkap kemampuan yang terkait dengan pemahaman tentang
proses pemodelan. Kemampuan tersebut meliputi berbagai berikut ini.
1. Memahami masalah sebenarnya dan membuat model berdasarkan kenyataan,
2. Membuat model matematis dari model sebenarnya.
3. Memecahkan pertanyaan matematika dalam model matematis.
4. Menginterpretasikan hasil matematis dalam situasi nyata, dan
5. Memvalidasi solusi yang didapat dan melihat keterbatasan model.
Houston (2007:249) juga menyatakan hal yang sama. Houston
menyebutkan bahwa fase-fase tersebut dapat dijadikan sebagai kerangka kerja
dalam melakukan penilaian kompetensi pemodelan. Penilaian kompetensi yang
dikembangkan oleh Houston (2007:249) menggunakan kriteria yang ditinjau dan
dipetakan berdasarkan tujuh tahapan siklus pemodelan, yaitu 1) menspesifikasi
masalah nyata, 2) membuat model matematis, 3) menspesifikasi masalah
Matematika, 4) menyelesaikan masalah Matematika, 5) menginterpretasikan
solusi Matematika, 6) memvalidasi model, 7) merevisi dan melaporkan. Proses
tersebut ditunjukkan pada gambar berikut ini.
MODELING COMPETENCIES 4
Di samping itu, Houston (2007:250-255) menyatakan bahwa tahap-tahap
pemodelan tersebut dapat dinilai secara menyeluruh (holistik) atau hanya berfokus
pada beberapa tahap tertentu (misalnya tahap 1 sampai 3), dan juga dapat dinilai
untuk setiap masing-masing tahap pemodelan (individial phases). Penilaian
masing-masing tahap tersebut dapat memberikan keuntungan dalam mengajarkan
pemodelan, tidak hanya secara menyeluruh tetapi secara detail, memberikan
feedback pada siswa.
1. Pemodelan Implisit
MODELING COMPETENCIES 5
dapat dilihat dengan sangat jelas, misalnya, dalam penerapan geometri pada
masalah kehidupan nyata. Terdapat perbedaan mendasar, antara siswa yang
mengabaikan kompleksitas situasi dunia nyata dengan aturan di dalam
pembelajaran dengan matematikawan atau ilmuwan yang secara mudah
menyederhanakannya dalam proses pemodelan.
2. Pemodelan Eksplisit
MODELING COMPETENCIES 6
penilaian dalam hal waktu, dalam hal informasi, dalam hal aktivitas, dalam hal
interaksi yang sosial, dari segi komunikasi.
3. Pemodelan Kritis
MODELING COMPETENCIES 7
sifat matematika sebagai bidang subjek. Hampir sama dengan pendapat tersebut
Henning dan Keune (Greer & Verschaffel, 2007:223) menyebutkan bahwa
kegagalan utama dalam pembelajaran matematika adalah bahwa siswa pada
umumnya tidak menyadari sifat dan asumsi model yang mempengaruhi kehidupan
mereka.
Berdasarkan hal tersebut, Greer & Verschaffel (2007:223)
menyimpulkan bahwa pemodelan harus dikembangkan melalui serangkaian
pembelajaran yang koheren, dimulai pada tahun-tahun awal, dan menyadari peran
krusialnya dalam pengembangan disposisi matematis yang sesuai. Pemodelan
menuntut keahlian adaptif dan biasanya merupakan aktivitas sosial, dan perlu
kerentanannya terhadap bentuk pengajaran dan penilaian perlu diatasi. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa lompetensi untuk pemodelan secara kritis
fokus pada pentingnya mengembangkan sikap kritis terhadap semua bagian dari
proses pemodelan, termasuk mengkritisi pada sifat dan asumsi yang ada dalam
pemodelan.
MODELING COMPETENCIES 8
2. Level 2 Pemodelan independen
Ditandai dengan kemampuan untuk menganalisa dan menyusun masalah,
mengabstraksi jumlah, membuat pandangan yang berbeda, membuat model
matematis, menyelesaikan model, menafsirkan hasil dan pernyataan model, serta
memvalidasi model dan keseluruhan proses.
3. Level 3 Metarefleksi pada pemodelan
Ditandai dengan kemampuan untuk menganalisa pemodelan secara kritis,
merumuskan kriteria evaluasi model, merefleksikan tujuan pemodelan, dan
merefleksikannya pada penerapan matematika.
Secara teoritis, diasumsikan bahwa pada level pertama, siswa dapat
mengenali dan memahami prosedur dan metode sebagai prasyarat untuk level
kedua, yaitu dapat menyelesaikan masalah secara mandiri. Siswa yang telah
mencapai level ini mampu memecahkan masalah secara mandiri. Meskipun
konteks atau ruang lingkup masalah berubah, siswa dapat menyesuaikan
modelnya atau mengembangkan prosedur solusi baru. Selanjutnya level ketiga,
meta refleksi akan menjadi syarat yang terakhir. Pada tingkat kompetensi yang
ketiga, keseluruhan konsep pemodelan dipahami dengan baik. Kemampuan untuk
menilai dan mengenali hubungan yang signifikan juga telah berkembang secara
kritis.
Menurut Henning & Kaune (2007:226) kompetensi tidak dapat diamati
secara langsung. Namun, mereka menyatakan bahwa kompetensi merupakan
variabel yang dapat diukur. Misalnya kompetensi dapat diamati melalui perilaku
dan tindakan siswa ketika menyelesaikan masalah. Demikian halnya, level
kompetensi pemodelan yang telah diuraikan tersebut dapat digunakan untuk
menunjukkan tingkat kompetensi pemodelan yang dicapai oleh siswa.
Tingkatan tersebut dapat diamati ketika siswa menyelesaikan masalah
pemodelan. Menurut Henning & Kaune (2007:228), tingkat kompetensi
pemodelan dapat dinilai melalui kemampuan literasi matematis siswa dalam
menyelesaikan soal-soal Programme for International Student Assesment (PISA).
Mereka menyatakan bahwa soal-soal PISA dapat memberikan informasi tentang
kemampuan seseorang dalam mengidentifikasi dan memahami peran Matematika
di dalam kehidupan, membuat penilaian matematis yang logis, dan terlibat di
MODELING COMPETENCIES 9
dalam aktivitas matematika. Aktivitas tersebut menghubungkan struktur
Matematika dengan tugas-tugas yang realistis, yaitu menganalisis, mengasimilasi,
menginterpretasi, dan memvalidasi masalah. Aktivitas tersebut sesuai dengan
kompetensi di dalam pemodelan Matematika.
Berikut ini disajikan contoh soal-soal PISA dengan sedikit modifikasi
yang dapat digunakan dalam mengukur tingkat kompetensi pemodelan siswa.
Sebuah tangki air terbentuk dari gabungan sebuah tabung dan sebuah kerucut.
Bagian yang berbentuk tabung berada di atas kerucut dengan tinggi kedua bagian
tersebut sama. Ketinggian tangki seluruhnya adalah 3 m. Ketebalan tangki adalah 1
cm dengan lebar bagian dalam tangki 1 m. Pada mulanya tangki kosong,
kemudian tangki diisi air dengan kecepatan 1 liter/detik. Dari grafik berikut ini,
manakah yang menunjukkan perubahan tinggi permukaan air dari waktu ke waktu.
MODELING COMPETENCIES 10
Misalnya seorang siswa menyelesaikan masalah tersebut dengan menaksir
kecepatan air dengan cara membuat sketsa tangki, yaitu seperti berikut ini.
1m
Hanya dengan menggunakan gambar tersebut,
siswa dapat menjawab bahwa grafik yang
1,5 m
tepat dalam menunjukkan perubahan tinggi
permukaan air dari waktu ke waktu adalah
1,5 m grafik B.
MODELING COMPETENCIES 11
Di dalam permasalahan tersebut, terdapat beberapa informasi yang hilang.
Dengan demikian, untuk menyelesaikan masalah tersebut siswa perlu menganalisa
dan membuat struktur masalah. Siswa perlu mengestimasi informasi-informasi
penting yang ia perlukan. Misalnya, siswa harus memikirkan ukuran gedung dan
banyaknya penonton yang hadir. Setelah itu, siswa perlu mengestimasi seberapa
luas yang diperlukan untuk seorang penonton. Siswa perlu membuat model
matematis, kemudian menyelesaikan modelnya, dan menginterpretasikan
hasilnya. Maka siswa yang dapat menyelesaikan masalah ini telah mampu
menyelesaikan masalahnya secara mandiri dan dapat mengembangkan model
yang sesuai. Dapat dikatakan bahwa siswa telah mencapai level yang kedua.
3. Masalah Sistem Alarm
Di suatu kota, setiap tahun polisi mencatat statistik banyaknya kasus pencurian.
Dari statistik tersebut suatu pabrik sistem alarm memilih tahun-tahun berikut ini.
Year 1960 1965 1970 1975 1980 1984
Number of crimes 110 200 330 480 590 550
Pabrik menggunakan data tersebut untuk membuat pernyataan berikut: Setiap 10
tahun banyaknya pencuri bertambah dua kali atau tiga kali lipat! Beli system
alarm sekarang sebelum rumahmu kecurian juga!
a. Apakah kalimat pertama pada slogan iklan tersebut benar? Jelaskan
pendapatmu.
b. Kenapa bisa pabrik secara khusus memilih data tersebut?
Bayangkan jika orang tuamu bekerja pada polisi dan memberitahumu bahwa
polisi tidak mencatat statistik tersebut di masa yang akan datang.
c. Jelaskan secara singkat keuntungan/kerugian dari jenis statistik tersebut.
MODELING COMPETENCIES 12
E. Diskusi
1. Apakah seseorang yang memiliki kemampuan tetapi tidak memiliki kemauan
dan keterampilan dapat dikatakan telah memiliki kompetensi?
Merujuk pada definisi kompetensi menurut para ahli Weinert (Henning &
Keune, 2007:225) yang di kuatkan (Singer, 2007:239) maka untuk mempunyai
suatu kompetensi setidaknya ada tiga dimensi yang harus dimiliki oleh anak yaitu
kemauan, kemampuan, dan keterampilan. Ketiga dimensi tersbut dapat
diilustrasikan seperti gambar di bawah ini.
Maka untuk dapat menjadi seorang yang kompeten ketiga dimensi tersebut
harus terpenuhi oleh siswa.
MODELING COMPETENCIES 13
berkaitan dengan operasi dasar dan proporsionalitas (Usiskin,). Contoh dalam
matematika yaitu misalkan siswa di suruh mengerjakan soal perhitungan dasar 5 +
9 =....., 8 (-70) =...... dan seterusnya.
Pemodelan eksplisit merupakan analisis yang sangat rinci dan eksplisit
mengenai fase pemodelan yang memberikan kerangka kerja yang berguna untuk
pengajaran dan penilaian. Dalam hal ini pemodelan harus menyiratkan keahlian
adaptif serta tidak lagi menjadi keahlian rutin seperti pada pemodelan implisit.
Selain itu disarankan bahwa elemen pemodelan yang secara inheren bersifat
sosial, seperti tujuan pemodelan, komunikasi interpretasi terhadap model untuk
target berada di luar lingkup bentuk standar penilaian dalam hal informasi, dalam
hal aktivitas, dalam hal interaksi sosial, dalam hal komunikasi".
Contoh dalam pembelajaran matematika soal dikaitkan dengan kehidupan
sosial atau kehidupan sehari-hari. Misalnya Ibu membeli gula pasir dipasar
sebanyak 3 kg, bawang merah 2 kg, dan tepung 5 kg. Tiba-tiba ditengh perjalanan
pulang tepungnya jatuh sebanyak 2,5 kg. Dan ibu tidak menghiraukannya. Berapa
keseluruhan belanjaan ibu?
MODELING COMPETENCIES 14
Merujuk pada hal diatas menunjukkan bahwa untuk dapat mencapai level
kedua membutuhkan capaian di level pertama. Begitu pula untuk dapat mencapai
level ketiga membutuhkan capaian di level pertama dan kedua. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa level dalam pemodelan merupakan level berjenjang yang
membutuhkan level sebelumnya untuk dapat mencapai level yang lebih tinggi.
MODELING COMPETENCIES 15
c. Tahap operasional konkret (umur 7-11 tahun): Mampu berpikir logis. Mampu
konkret memperhatikan lebih dari satu dimensi sekaligus dan juga dapat
menghubungkan dimensi ini satu sama lain. Kurang egosentris. Belum bisa
berpikir abstrak.
d. Tahap operasional formal (umur 11-dewasa): Mampu berpikir abstrak dan
dapat menganalisis masalah secara ilmiah dan kemudian menyelesaikan
masalah.
Dalam kompetensi pemodelan erat kaitannya dengan teori perkembangan
kognitif anak karena ada beberapa hal yang perlu ditinjau dari kemampuan,
keterampilan serta sikap siswa dalam belajar. Inilah yang kemudian memunculkan
peran penting guru, untuk mampu memahami tingkat perkembangan anak
sehingga mampu mengembangkan kompetensi pemodelan siswa secara maksimal.
F. Kesimpulan
Kompetensi pemodelan dapat dimaknai sebagai kemamuan, kemampuan,
dan keterampilan untuk memecahkan suatu masalah yang meliputi : 1) Memahami
masalah sebenarnya dan membuat model berdasarkan kenyataan, 2) Membuat
model matematis dari model sebenarnya, 3) Memecahkan pertanyaan matematika
dalam model matematis, 4) Menginterpretasikan hasil matematis dalam situasi
nyata, dan, 5) Memvalidasi solusi yang didapat dan melihat keterbatasan model.
Kompetensi pemodelan dapat dibedakan menjadi tiga tingkat aktivitas
pemodelan, yaitu pemodelan implisit (memodelkan tanpa menyadarinya),
pemodelan eksplisit (memerlukan perhatian dalam proses pemodelan), dan
pemodelan kritis (peran pemodelan dalam matematika dan sains, dan di dalam
masyarakat, diperiksa secara kritis).
Kompetensi pemodelan dapat diklasifikasikan dalam tiga level, yaitu level
pengenalan dan pemaham pemodelan (recognize and understanding modelling),
level pemodelan independen (indepedent modelling), dan level meta-refleksi pada
pemodelan (meta-reflection on modelling).
MODELING COMPETENCIES 16
DAFTAR PUSTAKA
Blomhj, M., & Jensen, T. H. (2007). What's all the fuss about Competencies.
Dalam Blum, W., Galbraith, P. L., Henn, H. W., & Niss, M. (Eds.),
Modelling and Applications in Mathematics Education, The 14th ICMI
Study. (pp. 45-56). New York, NY: Springer.
Maas, K. (2006). What are modelling competencies? Zentralblatt fur Didaktik der
Mathematik (ZDM): The International Journal on Mathematics
Education, 38(2), 113142.
Singer, M. (2007). Modelling Both Complexity and Abstraction: A Paradox?.
Dalam Blum, W., Galbraith, P. L., Henn, H. W., & Niss, M. (Eds.),
Modelling and Applications in Mathematics Education, The 14th ICMI
Study. (pp. 232-240). New York, NY: Springer.
MODELING COMPETENCIES 17