OLEH:
VACENACORLEONE
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia mempunyai pengetahuan, binatang mempunyai pengetahuan,
malaikat juga mempunyai pengetahuan. Mahluk selain manusia pemgetahuannya
bersifat statis, dari masa ke masa tetap begitu saja. Tetapi pengetahuan yang
dimilki manusia bersifat dinamis, terus berkembang dari zaman ke zaman, karena
manusia mempunyai kemampuan mencerna pengalaman, merenung, merefleksi,
menalar, dan meneliti dalam upaya memahami lingkungannya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
telah sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan epistemologi artinya pertanyaan
epistemologi dapat menggambarkan manusia mencintai pengetahuan.
2. Aksiologi
Dalam aksiologi juga teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada
permasalahan etika dan estetika. Etika merupakan lebih kepada manusia dalam
menilai perbuatan manusia terhadap manusia lainnya. Sedangkan estetika
merupakan nilai tentang pengalaman yang dimiliki oleh manusia terhadap
lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
4
3. Ontologi
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu, apa hakikat kebenaran dan
kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yng tidak terlepas dari
persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana (yang) ada itu. Keyakinan kita
masing-masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi
kebenaran yang akan kita cari. Disinilaah letak permasalahan ontologi dan
pemahaman seperti apa dan bagaimana ilmu ontologi.
Pembicaraan tetang hakikat sangatlah luas sekali, segala yang ada yang
mungkin ada. Hakikat adalah realitas; realitas adalah ke-real-an, artinya
kenyataan yang sebenarnya. Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu
berusaha untuk menjawab pertanyaan apa itu ada yang menurut Ariestoteles
merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda-
benda (sesuatu). Sebenarnya, bukan sekedar benda yang penting, tetapi fenomena
di jagad raya ini, apa dan mengapa ada. Di alam semesta ini, kalau mau merenung
secara hakiki, banyak hal yang menimbulkan tanda-tanda besar. Oleh karena itu
kita perlu memperjelas dikemukakannya pengertian dan aliran pemikiran dalam
ilmu ontologi ini.
5
terkandung dalam proses refleksi adalah berbagai kegiatan/problema kehidupan
manusia. Tidak semua kegiatan atau berbagai problema kehidupan tersebut
dikatakan sampai pada derajat pemikiran filsafat, tetapi dalam kegiatan atau
problema yang terdapat beberapa ciri yang dapat mencapai derajat pemikiran
filsafat adalah sebagai berikut :
2. Tidak faktual
Kata lain dari tidak faktual aalah spekulatif, yang artinya filsafat membuat
dugaan-dugaan yang masuk akal mengenai sesuatu dengan tidak berdasarkan
pada bukti. Hal ini sebagai sesuatu hal yang melampaui tapal batas dari fakta-
fakta pengetahuan ilmiah. Jawaban yang didapat dari dugaan-dugaan tersebut
sifatnya juga spekulatif. Hal ini bukan berarti bahwa pemikiran filsafat tidak
ilmiah, akan tetapi pemikiran filsafat tidak termasuk dalam lingkup kewenangan
ilmu khusus.
6
4. Berkaitan dengan arti
Sesuatu yang bernilai tentu di dalamnya penuh dengan arti. Agar para
filosof dalam mengunkapkan ide-idenya sarat denga arti, para filosof harus dapat
menciptakan kalimat-kalimat yang logis dan bahasa-bahasa yang tepat, semua itu
berguna untuk menghindari adanya kesalahan/sesat pikir (fallacy).
5. Implikatif
C. Dasar-Dasar Pengetahuan
1. Pengetahuan biasa (common sense) yaitu pengetahuan biasa, atau dapat kita
pahami bahwa pengetahuan ini adalah pengetahuan yang karena seseorang
memiliki sesuatau karena menerima secara baik. Orang menyebut sesuatu itu
merah karen memang merah, orang menyebut benda itu panas karena memang
benda itu panas dan seterusnya.
7
2. Pengetahuan Ilmu (science) yaitu ilmu pengetahuan yang bersifat kuantitatif
dan objektif, seperti ilmu alam dan sebagainya.
3. Pengetahuan Filsafat, yakni ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran
yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih
menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu.
Pengetahuan Agama, yaitu pengetahuan yang hanya didapat dari Tuhan lewat
para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh
para pemeluk agama.
1. Mengamati (Observes)
8
3. Tahapan mempercayai obyek tersebut (Believes)
6. Mengatur (Organizes)
9
8. Proses Menikmati (Enjoys)
1. Pengalaman
10
2. Ingatan
Ingatan tidak selalu benar dan karenanya tidak selalu merupakan bentuk
pengetahuan. Agar ingatan dapat dijadikan rujukan dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya bagi pengetahuan, setidaknya ada dua
syarat yang harus dipenuhi yakni: (1) kesaksian dan (2) konsisten.
3. Kesaksian
11
Walaupun demikian, ada beberapa pengetahuan yang kebenarannya dirujukkan
kepada kesaksian seperti sejarah, hukum, dan agama secara metodologis.
12
kecerdasan untuk menentukan tindakan terbaik dalam suatu keadaan. Ini definisi
kasar, tapi berguna sebagai landasan untuk membangun suatu argumen.
6. Logika
7. Bahasa
13
mendorong manusia untuk mengembangkan pengetahuannya. Berbeda dengan
binatang, manusia memperoleh pengetahuan tidak hanya didasarkan pada
instingtif tapi juga kreatif. Manusia adalah makhluk yang mampu menciptakan
alat, memiliki strategi, dan kebijaksanaan dalam bertindak.
a. Realisme
14
b. Idealisme
1. Empirisme
15
Pengetahuan inderawi bersifat parsial. Itu disebabkan oleh adanya perbedaan
antara indra yang satu dengan indra yang lainnya, berhubungan dengan sifat khas
fisiologis indera dan dengan objek yang dapat ditangkap sesuai dengannya.
Masing-masing indra menangkap aspek yang berbeda mengenai barang atau
makhluk yang menjadi objeknya. Jadi pengetahuan inderawi berada menurut
perbedaan indera dan terbatas pada sensibilitas organ-organ tertentu.
2. Rasionalisme
3. Intuisi
16
diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur maka
intuisi ini tidak bisa diandalkan.
4. Wahyu
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Bidang Kajian Filsafat Ilmu
1. Epistimologi
2. Aksiologi
3. Ontology
b. Ciri-ciri pemikiran filsafat ilmu
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yg diketahui manusia. Suatu hal yang menjadi
pengetahuan selalu terdiri atas unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta
kesadaran mengenai hal yang ingin diketahui. Karena itu pengetahuan menuntut
adanya subjek yang mempunyai kesadaran untuk mengetahui tentang sesuatu dan
objek yang merupakan sesuatu yang dihadapinya sebagai hal yang ingin
diketahuinya.
18