Oleh:
YULLIA PUTRI
NPM 2223031007
BAB II
DASAR-DASAR PENGETAHUAN
2. Penalaran. Pengetahuan mampu dikembangkan manusia disebabkan
dua hal utama yakni, pertama manusia mempunyai bahasa yang mampu
mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi
informasi tersebut. Kedua, Adalah kemampuan berpikir menurut suatu alur
kerangka berpikir tertentu, yang menyebabkan manusia mampu
mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantap. Secara garis
besar cara berpikir seperti ini disebut penalaran.
3. Logika. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, dimana dapat
didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih.
4. Sumber Pengetahuan. Pada dasarnya terdapat dua cara bagi manusia
untuk mendapatkan pengetahuan yang benar yaitu mendasarkan diri pada
rasio atau disebut rasionalisme dan mendasarkan diri pada pengalaman atau
disebut empirisme. Disamping itu masih ada cara lain untuk mendapatkan
pengetahuan yaitu intusi (pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses
penalaran tertentu) dan wahyu yang merupakan pengetahuan yang
disampaikan oleh tuhan kepada manusia lewat perantara nabi-nabi yang
diutusnya sepanjang zaman.
5. Kriteria Kebenaran: Teori Koherensi yaitu suatu pernyataan
dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan
pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Selanjutnya,
Teori Korespondensi, bahwa suatu pernyataan dalah benar jika materi
pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan)
dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Terakhir, Teori
Pragmatis yang menyebutkan bahwa suatu pernyataan adalah benar jika
konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam
kehidupan manusia.
BAB III
ONTOLOGI: HAKIKAT APA YANG DIKAJI
BAB IV
EPISTIMOLOGI: CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN
YANG BENAR
11. Jarum Sejarah Pengetahuan. Salah satu cabang yang berkembang
menurut jalannya sendiri adalah ilmu yang berbeda dari pengetahuan
lainnya, terutama metodenya. Metode keilmuan jelas sangat berbeda
dengan ngilmu yang merupakan paradigma dari abad pertengahan.
12. Pengetahuan. merupakan khasanah kekayaan mental yang secara
langsung atau tak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Sukar
dibayangkan bagaimana kehidupan manusia seandainya pengetahuan itu
tidak ada, sebab pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi berbagai
pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Setiap jenis pengetahuan
mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana
(epistimologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersbeut disusun.
Ketiga landasan ini saling berkaiatan, jadi kalau kita ingin membicarakan
epistemologi ilmu, maka hal ini harus dikaitkan dengan ontologi dan
aksiologi ilmu.
13. Metode Ilmiah. Merupakan prosedur dalam mendapatkan
pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang
didaptkan lewat metode ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan
proses logico-hypothetico-verifikasi ini pada dasarnya terdiri dari langkah-
langkah sebagai berikut: (1) perumusan masalah; (2) penyusunan
kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis; (3) perumusan hipotesis;
(4) pengujian hipotesis; (5) penarikan kesimpulan. Keseluruhan langkah
ini harus ditempuh agar suatu penelaahan dapat disebut ilmiah.
14. Struktur Pengetahuan Ilmiah. Ilmu pada dasarnya merupakan
kumpulan pengetahuan yang bersifat menjelaskan berbagai gejala alam
yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk
menguasai gejala tersebut berdasarkan penjelasan yang ada. Penjelasan
keilmuan memungkinkan kita meramalkan apa yang akan terjadi dan
berdasarkan ramalan tersebut kita bisa melakukan upaya untuk mengontrol
agar ramalan itu menjadi kenyataan atau tidak. Secara garis besar terdapat
empat jenis pola penjelasan yakni deduktif, probabilistik, fungsional atau
teologis, dan genetik.
BAB V
SARANA BERPIKIR ILMIAH
15. Sarana Berpikir ilmiah. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara
baik diperlukan sarana berpikir. Tersedianya sarana tersebut
memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat.
Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat
impresif bagi seorang ilmuwan.
16. Bahasa. Bahasa memungkinkan manusia berpikir secara abstrak di
mana obyek-obyek yang faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol
bahasa yang bersifat abstrak. Kalau kita telaah lebih lanjut, bahasa
mengkomunikasikan tiga hal yakni buah pikiran, perasaan, dan sikap. Atau
seperti dinyatakan oleh Kneller bahasa dalam kehidupan manusia
mempunyai fungsi simbolik. Emotif, dan afektif. Jadi dengan bahasa
bukan saja manusia dapat berpikir secara teratur namun juga dapat
mengkomunikasikan apa yang sedang dia pikirkan kepada orang lain.
17. Matematika.
Matematika Sebagai Bahasa. Matematika adalah bahasa yang
melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita
sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “artifisial” yang baru
mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Tanpa itu maka
matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.
Beberapa Aliran dalam Filsafat. Tesis utama kaum logistik adalah
bahwa matematika murni merupakan cabang dari logika. Sedangkan kaum
formalis menekankan kepada aspek formal dari matematika sebagai
bahasa perlambang (sign-language) dan mengusahakan konsistensi dalam
penggunaan matematika sebagai bahasa lambang.
18. Statistika
Ilmu secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah
teruji kebenarannya. Semua pernyataan ilmiah adalah bersifat faktual,
dimana konsekuensinya dapat diuji baik dengan jalan mempergunakan
pancaindera, maupun dengan mempergunakan alat-alat yang membantu
pancaindera. Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita
untuk menghitung tingkat peluang ini dengan eksak. Statistika juga
memberikan kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu
hubungan kausalita bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait
dalam suatu hubungan yang bersifat empiris.
BAB VI
AKSIOLOGI:NILAI KEGUNAAN ILMU
19. Ilmu dan Moral
Dalam tahap ini ilmu tidak saja bertujuan menjelaskan gejala-gejala alam
untuk tujuan pengertian dan pemahaman, namun lebih jauh lagi bertujuan
memanipulasi faktor-faktor yang terkait dalam gejala tersbeut untuk
mengontrol dan mengarahkan proses yang terjadi. Bertrand Russell
menyebut perkembangan ini sebagai peralihan ilmu dari tahap
“kontemplasi ke manipulasi.”
Kalau dalam tahap kontemplasi masalah moral berkaitan dengan
metafisika keilmuan maka dalam tahap manipulasi ini masalah moral
berkaitan berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah. Atau
secara filsafati dapat dikatakan, dalam tahap pengembangan konsep
terdapat masalah yang ditinjau dari segi ontologi keilmuan, sedangkan
dalam tahap penerapan konsep terdapat masalah moral ditinjau dari segi
aksiologi keilmuan.
20. Tanggung Jawab Sosial Ilmuan
Ilmu merupakan hasil karya perorangan yang dikomunikasikan dan dikaji
secara terbuka oleh masyarakat. Dengan perkataan lain, penciptaan ilmu
bersifat individual namun komunikasi dan penggunaan ilmu adalah
bersifat sosial. Jelas bahwa seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab
yang terpikul dibahunya. Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan dalam
hal ini adalah memberikan perspektif yang benar: untung dan ruginya,
baik dan burukny, sehingga penyelesaian yang obyektif dapat
dimungkinkan.
21. Nuklir Dan Pilihan Moral. Seorang ilmuwan secara moral tidak akan
membiarkan hasil penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa lain
meskipun yang memperguanakn itu adalah bangsanya sendiri. Einstein
waktu itu memiliki sekutu karena menurut anggapannya sekutu mewakili
aspirasi kemanusiaan. Salah satu musuh kemanusiaan adalah peperangan.
Perang menyebabkan kehancuran, pembunuhan, dan kesengsaraan.
Pengetahua pada dasarnya bertujuan untuk kemaslahatan kemanusiaan.
Kenetralan seorang ilmuwan dalam hal ini disebabkan anggapannya
bahwa ilmu pengetahuan merupakan rangkaian penemuan yang mengarah
kepada penemuan selanjutnya. Ternyata ilmu tidak saja memerlukan
kemampuan intelektual namun juga keluhuran moral. Tanpa itu maka ilmu
hanya akan menjadi Frankenstein yang akan mencekik penciptanya dan
menimbulkan malapetaka.
22. Revolusi Genetika. Revolusi genetika merupakan babakan baru dalam
sejarah keilmuwan manusia sebab sebelum ini ilmu tidak pernah
menyentuh manusia sebagai obyek penelaahan itu sendiri. Ilmu berfungsi
sebagai pengetahuan yang membantu manusia dalam mencapai tujuan
hidupnya. Kesimpulan yang dapat ditarik dari seluruh pembahasan kita
tersebut di atas menyatakan sikap yang menolak terhadap dijadikannya
manusia sebagai obyek penelitian genetika. Secara moral kita lakukan
evaluasi etis terhadap suatu obyek formal (ontologis) ilmu.
BAB VII
ILMU DAN KEBUDAYAAN
23. Manusia dan Kebudayaan. Kebudayaan didefinisikan untuk pertama
kali oleh E. B. Taylor kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta
kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Kuntjaraningrat (1974) secara lebih terperinci
membagi kebudayaan menjadi unsur-unsur yang terdiri dari sistem religi
dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem
pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian serta sistem
teknologi dan peralatan. Maslow mengidentifikasikan lima kelompok
kebutuahan manusia yakni kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga
diri dan pengembangan potensi. Nilai-nilai budaya ini adalah jiwa dari
kebudayaan dan menjadi dasar dari segenap wujud kebudayaan.
Kebudayaan dan Pendidikan. Allport, Vernon dan Lindzey (1951)
mengidentifikasikan enam nilai dasar dalam kebudayaan yakni nilai teori,
ekonomi, estetika, sosial, politik dan agama.
24. Ilmu Dan Pengembangan Kebudayaan Nasional. Dalam rangka
pengembangan kebudayaan nasional ilmu mempunyai peranan ganda.
Pertama, ilmu merupakan sumber nilai yang mendukung terselenggaranya
pengembangan kebudayaan nasional. Kedua, ilmu merupakan sumber nilai
yang mengisi pembentukan waktu suatu bangsa.
Ilmu Sebagai Asas Moral. Ilmu merupakan kegiatan berpikir untuk
mendapatkan pengetahuan yang benar, atau secara sederhana ilmu
bertujuan untuk mendapatkan kebenaran. Ada dua karakteristik yang
merupakan asas moral bagi kaum ilmuwan yakni meninggikan kebenaran
dan pengabdian secara universal.
Nilai-Nilai Ilmiah dan Pengembangan Kebudayaan Nasional. Ada
tujuh nilai yang terpancar dari hakikat keilmuan yakni kritis, rasional,
logis, obyektif, terbuka, menjunjung kebenaran dan pengabdian universal.
Sifat menjunjung kebenaran dan pengabdian universal akan merupakan
faktor yang penting dalam pembinaan bangsa (nation building) di mana
seseorang lebih menitikberatkan kebenaran untuk kepentingan nasional
dibandingkan kepentingan golongan.
Kearah Peningkatan Peranan Keilmuan. Langkah-langkah yang
sistematik sebagai berikut: (1) ilmu merupakan bagian dari kebudayaan
dan oleh sebab itu langkah-langkah ke arah peningkatan peranan dan
kegiatan keilmuan harus memperhatikan situasi kebudayaan masyarakat
kita; (2) ilmu merupakan salah satu cara dalam menemukan kebenaran; (3)
asumsi dasar dari semua kegiatan dalam menemukan kebenaran adalah
rasa percaya terhadap metode yang dipergunakan dalam kegiatan tersebut;
(4) pendidikan keilmuan harus sekaligus dikaitkan dengan pendidikan
moral; (5) pengembangan bidang keilmuan harus disertai dengan
pengembangan dalam bidang filsafat terutama yang menyangkut
keilmuan; (6) kegiatan ilmiah haruslah bersifat otonom yang terbebas dari
kekangan struktur kekuasaan.
25. Dua Pola Kebudayaan. Tujuan ilmu adalah mencari penjelasan dari
gejala-gejala yang kita temukan yang memungkinkan kita mengetahui
sepenuhnya hakikat objek yang kita hadapi.
Dalam soal pengukuran yang menjadi dasar bagi suatu analisis kuantitatif
maka ilmu-ilmu sosial menghadapi dua masalah. Masalah yang pertama
adalah sukarnya melakukan pengukuran karena mengukur aspirasi atau
emosi seorang manusia adalah tidak semudah mengukur panjang sebuah
logam. Masalah yang kedua adalah banyaknya variabel yang
mempengaruhi tingkah laku manusia.
Secara lebih kongret mungkin kita dapat berpaling kepada contoh dalam
pendidikan statistika. Bagi tujuan pendidikan yang pertama yakni
pendidikan analitik maka yang penting adalah penguasaan berpikir
matematik yang memungkinkan suatu analisis sampai terbentuknya rumus
statistika tersebut. Bagi tujuan pendidikan yang kedua yakni pendidikan
simbolik maka yang penting adalah pengetahuan mengenai kegunaan
rumus tersebut serta penalaran deduktif dalam penyusunan meskipun tidak
secara seluruhnya merupakan analisis matematik.
BAB VIII
ILMU DAN BAHASA
26. Tentang Terminologi: Ilmu, Ilmu Pengetahuan atau sains? Dua
Jenis Ketahuan Manusia dengan segenap kemampuan kemanusiannya
seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pancaindra dan intuisi mampu
menangkap alam kehidupannya dan mengabstrasikan tangkapan tersebut
dalam dirinya dalam berbagai bentuk “ketahuan” umpamanya kebiasaan,
akal sehat, seni, sejarah dan filsafat. Terminologi ketahuan ini adalah
terminologi artifisial yang bersifat sementara sebagai alat analisis yang
pada pokoknya diartikan sebagai keseluruhan bentuk dari produk kegiatan
manusia dalam usaha untuk mengetahui sesuatu. Untuk membedakan tiap-
tiap bentuk dari anggota kelompok ketahuan (knowledge) ini terdapat tiga
kriteria yakni:
1. Apakah obyek yang ditelaah yang membuahkan ketahuan
(knowledge) tersebut?
2. Cara yang dipakai untuk mendapatkan ketahuan (knowledge)
tersebut!
3. Untuk apa ketahuan (knowledge) ini dipergunakan atau nilai
keguanaan apa yang dipakai olehnya?
Salah satu dari bentuk ketahuan (knowledge) ditandai dengan (1) Obyek
ontologis: Pengalaman manusia yakni segenap ujud yang dapat dijangkau
lewat pancaindra; (3) Landasan epistemologis: metode ilmiah yang berupa
gabungan logika deduktif dan logika induktif dengan pengajuan hipotesis
atau yang disebut logico-hyphotetico-verifikasi; (4) Landasan aksiologis:
kemaslahatan manusia artinya segenap ujud ketahuan itu secara moral
ditujukan untuk kebaikan hidup manusia.
27. Qou Vadis?
Dengan mengambil ilmu pengetahuan untuk scientific knowledge, ilmu
untuk knowledge, dan pengetahuan untuk secince, maka harus diadakan
beberapa perubahan antara lain (1) Metode ilmiah harus diganti dengan
metode pengetahuan; (2) Ilmu-ilmu sosial (the social sciences) harus
diganti dengan pengetahuan-pengetahuan sosial atau ilmu-ilmu
pengetahuan sosial; dan (3) ilmuwan harus diganti dengan ahli
pengetahuan.
28. Politik Bahasa Nasional. Bahasa pada hakikatnya mempunyai dua
fungsi utama yakni: (1) sebagai sarana komunikasi antar manusia(fungsi
komunikatif); (2) sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok
manusia yang mempergunakan bahasa tersebut (fungsi kohesi atau
integrative).
Salaku alat komunikasi pada pokoknya bahasa mencakup tiga unsur yakni,
pertama, bahasa selaku alat komunikasi untuk menyampaikan pesan yang
berkonotasi perasaan (emotif), kedua, berkonotasi sikap (afektif) dan,
ketiga, berkonotasi pikiran (penalaran). Atau secara umum dapat dikatakan
bahwa fungsi komunikasi bahasa dapat diperinci lebih lanjut menjadi
fungsi emotif, afektif dan penalaran.
BAB IX
PENELITIAN DAN PENULISAN ILMIAH
BAB X PENUTUP
32. Hakikat dan Kegunaan Ilmu. Hakikat ilmu merupakan sekadar
pengetahuan yang harus dihafal, agar bisa dikemukakan waktu berdebat:
makin hafal lantas makin hebat! Pengetahuan yang dikuasai harus
mencakup bidang- bidang yang amat luas, agar tiap masalah yang muncul
bisa ikut menyambut, makin banyak maka makin yahut.
Ilmu tidak berfungsi sebagai pengetahuan yang diterapkan dalam
memcahkan masalah kita sehari-hari, melainkan sekedar dikenal dan
dikonsumsi, seperti lagu Ebiet atau sajak Sutardji. Kepercayaan seseorang
tergantung kepada pendidikan, kepercayaan masyarakat tergantung kepada
kebudayaan.
DAFTAR PUSTAKA
S. Suriasumantri, Jujun. 2010. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.