1
1) Epistemologi ( Filsafat Pengetahuan )
2) Etika ( Filsafat Moral )
3) Estetika ( Filsafat Seni )
4) Metafisika
5) Politik ( Filsafat Pemeritahan )
6) Filsafat Agama
7) Filsafat Ilmu
8) Filsafat Pendidikan
9) Filsafat Hukum
10) Filsafat Sejarah
11) Filsafat Matematika
Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi ( Filsafat Pengetahuan )
yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan
cabang pengetahuan yang mempunyai ciri – ciri tertentu. Meskipun secara
metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu alam dan ilmu social, namun karena
permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu sering dibagi menjadi
filsafat ilmu alam dan filsafat ilmu social. Pembagian ini lebih kepada pembatasan
masing-masing bidang yang ditelaah, namun tidak ada perbedaan yang prinsipil
dimana keduanya mempunyai ciri keilmuan yang sama
BAB II
Dasar – Dasar Pengetahuan
1. Penalaran
Manusia adalah satu – satunya makhluk yang mampu mengembangkan
pengetahuan secara sungguh – sungguh. Kemampuan menalar menyebabkan manusia
mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia dari kekuasaan –
kekuasaannya. Manusi mengembangkan k]pengetahuannya mengatasi kebutuhan
kelangsungan hidup ini. Dia memikirkan hal – hal baru, menjelajah ufuk baru, karena
manusia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup, namun lebih dari itu.
Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama
yakni, pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan
informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Sebab kedua,
adalah kemampuan berpikir menurut alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis
besar cara berpikir seperti ini disebut penalaran.
Hakikat penalaran
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan
yang berupa pengetahuan. Sebagai suatu kegiatan berpikir, maka penalaran
mempunyai ciri – ciri tertentu. Ciri yang pertama ialah adanya suatu pola berpikir
yang secara luas dapat disebut logika. Dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan
penalaran merupakan suatu proses berpikir logis. Suatu kegiatan berpikir bias disebut
logis ditinjau dari suatu logika tertentu, dan mungkin tidak logis bila ditinjau dari
sudut logika lain.
Ciri yang kedua dari penalaran adalah sifat analitik dari prosesberpikirnya.
Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu
analisis dan kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah
logika penalaran yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan suatu
kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah.
Kegiatan berpikir juga ada yang tidak berdasarkan penalaran., umpamanya
adalah intuisi. Intuisi merupakan suatu kegiatan berpikir yang tidak mendasarkan diri
kepada suatu pola berpikir tertentu.
2. Logika
Penalaran merupakan suatu proses berpikr yang membuahkan pengetahuan.
Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka
proses berpikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan
baru dianggap sahih atau valid kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan
menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, dimana
logika secara luas dapat didefinisikan sebagai “pengkajian untuk berpikir secara
sahih”. Terdapat bermacam macam cara penarikan kesimpulan, yakni logika induktif
dan logika deduktif.
Logika induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus-
kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan logika
deduktif yang membantu kita dalam menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum
menjadi kasusu yang bersifat individual/ khusus.
Induksi merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang
bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif
dimulai dengan mengemukakan pernyataan pernyataan yang mempunyai ruang
lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan
pernyataan yang bersifat umum.
Penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya dari penalaran
induktif. Deduktif adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum
dittarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif
biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus (terdiri dari dua
pernyataan dan satu kesimpulan)
3. Sumber Pengetahuan
Kebenaran merupakan pernyataan tanpa ragu. Baik logika deduktif
maupunlogika induktif, dalam proses penalarannya, mempergunakan premis-premis
yang berupa pengetahuan yang dianggapnya benar. Kenyataan ini membawa kita
kepada sebuah pernyataan : bagaimanakah caranya kita mendapatkan pengetahuan
yang benar itu? Pada dasarnya terdapat dua cara bagi manusia untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar.Yang pertama, adalah mendasarkan diri kepada rasio dan
yang kedua mendasarkan diri kepada pengalaman. Kaum rasionalis mengembangkan
paham apa yang kita kenal dengan rasionalisme. Sedangkan mereka yang
mendasarkan kepada pengalama mengembangka paham yang disebut empirisme.
Kaum rasionalis mempergunakan metode deduktif dalam menyusun
pengetahuannya. Premis yang dipakai dalam penalarannya didapatkan dari ide yang
menurut anggapannya jelas dan dapat diterima. Ide ini menurut mereka bukanlah
ciptaan manusia. Fungsi pikiran manusia hanyalah mengenali ide tersebut yang lalu
menjadi pengetahuannya. Pengalaman tidaklah membuahkan ide dan justru
sebaliknya, hanya dengan mengetahui ide yang didapat lewat penalaran rasional
itulah maka kita dapat mengerti kejadian – kejadian yang berlaku dalam alam sekitar
kita. Namun pemikiran rasional cenderung untuk bersifat solipsistic (hanya benar
dalam kerangka pemikiran tertentu yang berada dalam bentuk orang yang berpikir
tersebut) dan subjektif.
Berlainan dengan kaum rasionalis maka kaum empiris berpendapat bahwa
pengetahuan menusia itu bukan didapatkan lewat penalaran rasional yang abstrak
namun lewat pengalaman yang konkret. Gejala-gejala alamiah menurut anggapan
kaum empiris adalah bersifat konkret dan dapat dinyatakan lewat tangkapan
pancaindera manusia. Masalah utama yang timbul dalam penyusunan pengetahuan
secara empiris ini ialah bahwa pengetahuan yang dikumpulkan itu cenderung untuk
menjadi suatu kumpulan fakta-fakta. Namun kumpulan tersebut belum tentu bersifat
konsisten dan mungkin saja terdapat hal-hal yang bersifat kontradiktif.
Disamping rsionalisme dan empirisme masih terdapat cara untuk mendaptka
pengetahuan yang lain. Diantaranya ialah intuisi dan wahyu. Intuisi merupakan
pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang
yang sedang memusatkan pikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja menemukan
jawaban atas permasalahannya itu tanpa melalui proses berpikir yang berliku-liku.
Intuisi bersifat personal dan tidak dapat diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun
pengetahuan secara teratur maka intuisi ini tidak dapat diandalkan.
Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kapada
manusia. Pengetahuan ini disalurkan lewat nabi-nabi yang diutusnya sepanjang
zaman. Pengetahuan ini didasarkan kepada kepercayaan akan hal-hal yang gaib.
Kepercayaan kepada Tuhan yang merupakan sumber pengetahuan, kepercayaan
kepada nabi sebagai perantara, dan kepercayaan kepada wahyu sebagai penyampaian,
merupakan dasar dari penyusunan pengetahuan ini.
4. Kriteria Kebenaran
Suatu kesimpulan dapat dikatakan benar jika telah diuji kebenarannya. Ada
beberapa teori kebenaran yang dapat digunakan sesuai criteria kebenaran yang ada.
Yang pertama, adalah teori koherensi. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa
berdasarkan teori koherensi sutu pernyatan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat
koheren atau konsisten dengan pernyataan pernyataan sebelumnya yang dianggap
benar. Matematika merupakan bentuk pengetahuan yang penyusunannya dilakukan
pembuktian berdasarkan teori koheren.
Yang kedua adalah teori kerspondensi, dimana suatu pernyataan adalah benar
jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi dengan
objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Kedua teotri kebenaran ini dipergunakan
dalam cara berpikir ilmiah.
Penalaran teoritis yang berdasarkan logika deduktif jelas mempergunakan
teori koherensi ini. Sedangkan proses pembuktian secara empiris dalam bentuk
pengumpulan fakta - fakta yang mendukung suatu pernyataan tertentu
mempergunakan teori kebenaran yang lain yang disebut teoti kebenaran pragmatis.
Bagi seorang pragmatis maka kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria
apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya
suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan
itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Pragmatisme bukn;lah
suatu aliran filsafat yang mempunyai doktrin – doktrin filsafati melainkan teori dalam
penentuan criteria kebenaran dimana disebutkan diatas.
BAB III
Ontologi : Hakikat Apa yang Dikaji
1. Metafisika
Bidang telaah filsafat yang disebut metafisika ini merupakan tempat berpijak
dari setiap pemikiran filsafat termasuk pemikiran ilmiah. Diibaratkan pemikiran
adalah roket yang meluncur ke bintang bintang, menembus galaksi dan awan
gemawan, maka metafisika adalah landasan peluncurannya.
Beberapa tafsiran Metafisika
Tafsiran yang paling pertama yang diberikan oleh manusia terhadat alam ini
adalah bahwa terdapat ujud ujud yang bersifat gaib (supranatural) dan ujud-ujud ini
bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata.
Animisme merupakan kepercayaan yang berdasarkan pemikiran supernaturalisme ini
dimana manusia percaya bahwa terdapat roh roh yang bersifat gaib.
Sebagai lawan dari supernaturalisme maka terdapat paham naturalisme yang
menolak pendapat bahwa terdapat ujud ujud yang bersifat supernatural ini.
Metarialisme, yang merupakan paham berdasarkan naturalisme ini, berpendapat
bahwa gejala gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan yang bersifat
gaib, melainkan oleh kekuatan yang terdapat dalam alam itu sendiri, yang dapat
dipelajari. Namun paham ini ditentang oleh kaum vitalistik.
Kaum mekanik melihat gejala alam (termasuk mahluk hidup) hanya
merupakan gejala kimia fisika semata. Sedangkan bagi kaum vitalistik hidup adalah
suatu yang unik yang berbeda secara substansif dengan proses tersebut kimia – fisika.
Sudah merupakan kenyataan yang tidak usah diperdebatkan lagi bahwa
proses berpikir manusia menghasilkan pengethuan tentang zat (objek) yang
ditelaahnya. Namun, apakah kebenarannya hakikat pikiran tersebut, apakah dia
berbeda dengan zat yang ditelaahnya, ataukah hanya bentuk lain dari zat tersebut?
Dalam hal ini maka aliran monistik mempunyai pendapat yang tidak membedakan
antara pikiran dan zat, mereka hanya berbeda dalam gejala disebabkan proses yang
berlainan namun mempunyai sibstansi yang sama. Maka proses berpikir dianggap
sebagai aktifitas elektronika dari otak.
Pendapat ini ditolak oleh kaum yang menganut paham dualistic. Dalam
metafisika maka penafsiran dualistic membedakan antara zat dan kesadaran yang bagi
mereka berbeda sui generic secara substansif. Bahwa apa yang ditangkap oleh
pikiran, termasuk pengindraan dari segenap pengalaman manusi, adalah bersifat
mental. Maka yang bersifat nyata adalah pikiran, sebab dengan berpikirlah maka
sesuatu itu lantas ada.
2. Asumsi
Apakah gejala dalam alam ini tunduk kepada determinisme, yakni hokum
alam yang bersifat universal, ataukah hokum semacam itu tidak terdapat sebab setiap
gejala merupakan akibat pilihan bebas, ataukah kemauan memang ada namun berupa
peluang, sekedar tanggapan probebilistik ? Ketiga masalah ini merupakan
permasalhan filsafati yang rumit namun menarik. Tanpa mengenal ketiga aspek
tersebut, serta bagaimana ilmu sampai pada pemecahan masalah yang merupoakan
kompromi, akan sukar bagi kita untuk mengenal hakikat keilmuan dengan baik.
Paham determinisme, menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat
empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak yang bersifat universal. Aliran filsafat
ini merupakan lawan dari paham vatalisme yang berpendapat bahea segala kejadian
ditentukn oleh nasib yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Demikian juga paham
determinisme bertentangan dengan penganut pilihan bebas yang menyatakan bahwa
manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihannya tidak terikat pada
hokum alam yang tidak memberikan alternative.
3. Peluang
Dalam teori keilmuan dikenal istilah probabilitas 0.8 “apakah arti peluang
0.8 ini?”. Peluang 0.8 secara sederhana diartikan bahwa probabilitas untuk terjadinya
suatu kejadian adalah 8 dari 10 (yang merupakan kepastian). Harus disadari bahwa
ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan
yang bersifat mutlak. Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil
keputusan, dimana keputusan harus didasarkan kepada penafsiran kesimpulan ilmiah
yang bersifat relative. Dengan demikian maka kata akhir dari suatu keputusan terletak
ditangan kita dan bukan teori-teori keilmuan.
2. Pengetahuan
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui
tentang suatu obyek tertentu, termasuk kedalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan
bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping berbagai
pengetahuan lainnya seperti seni dan agama.
Ilmu membatasi diri pada pengkajian obyek yang berada dalam lingkup
pengalaman manusia, sedangkan agama memasuki daerah penjajahan yang bersifat
transendental yang berada di luar pengalaman kita.
Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah. Dengan kata lain, metode
ilmiah adalah cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar.
Setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa
(ontologi), bagaimana (epistemologi), dan untuk apa ( aksiologi) pengetahuan
tersebut disusun.
Ilmu mempelajari alam sebagaimana adanya dan terbatas pada lingkup
pengalaman kita. Pengetahuan dikumpulkan oleh ilmu dengan tujuan untuk
menjawab permasalahan kehidupan yang sehari-hari dihadapi manusia, dan untuk
digunakan dalam menawarkan berbagai kemudahan kepadanya.
Seni, pada sisi lain dari pengetahuan, mencoba mendeskripsikan sebuah gejala
dengan sepenuh-sepenuh maknanya. Karya seni ditujukan untuk manusia, dengan
harapan bahwa pencipta dan obyek yang diungkapkannya mampu berkomunikasi
dengan manusia yang memungkinkan dia menangkap pesan yang dibawa karya seni
itu. Sebuah karya seni yang baik biasanya mempunyai pesan yang ingin disampaikan
kapada manusia yang bisa mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Itulah sebabnya
maka seni memegang peranan penting dalam pendidikan moral dan budi pekerti suatu
bangsa.
Seni terpakai ini pada hakikatnya mempunyai dua ciri yakni pertama, bersifat
deskriptif dan fenomenologis dan, kedua, ruang lingkup terbatas. Sifat deskriptif ini
mencerminkan proses pengkajian yang menitikberatkan kepada penyelidikan gejala-
gejala yang bersifat empiris tanpa kecenderungan untuk pengembangan postulat yang
bersifat teoritis atomistis. Jadi dalam seni terapan kita tidak mengenal konsep seperti
gravitasi atau kemagnetan yang bersifat teoretis. Salah satu jembatan yang
menghubungkan seni terapan dengan ilmu dan teknologi adalah pengembangan
konsep teoretis yang bersifat mendasar yang selanjutnya dijadikan tumpuan untuk
pengembangan pengetahuan ilmiah yang bersifat integral.
Ilmu dan filsafat dimulai dengan akal sehat sebab tak mempunyai landasan
permulaan lain untuk berpijak. Karakteristik akal sehat diberikan oleh Titus sebagai
berikut : (1) karena landasannya yang berakar pada adat dan tradisi maka akal sehat
cenderung untuk bersifat kebiasaan dan pengulangan; (2) karena landasanya yang
berakar kurang kuat maka akal sehat cenderung untuk bersifat kabur dan samar-
samar; dan (3) karena kesimpulan yang ditariknya sering berdasarkan asumsi yang
tidak dikaji lebih lanjut maka akal sehat lebih merupakan pengetahuan yang tidak
teruji.
Perkembangan selanjutnya adalah tumbuhnya rasionalisme yang secara kritis
mempermasalahkan dasar-dasar pikiran yang bersifat mitos. Menurut Popper maka
tahap ini adalah penting sekali dalam sejarah berpikir manusia yang menyebabkan
ditinggalkannya tradisi yang bersifat dogmatik yang hanya memperkenankan
hidupnya satu doktrin yang digantikan dengan doktrin yang bersifat majemuk
(pluralistik) yang masing-masing mencoba menemukan kebenaran secara analisis
yang bersifat kritis.
Kelemahan dalam berpikir rasional menimbulkan berkembangnya empirisme
yang menyatakan bahwa pengetahuan yang benar itu didapat dari kenyataan
pengalaman.
Ilmu mencoba menafsirkan gejala alam dengan mencoba mencari penjelasan
tentang berbagai kejadian. Dalam usaha menemukan penjelasan ini terutama
penjelasan yang bersifat mendasar dan postulasional, maka ilmu tidak bisa
melepaskan diri dari penafsiran yang bersifat rasional dan metafisis. Berkembanglah
dalam kaitan pemikiran ini metode eksperimen yang merupakan jembatan antara
penjelasan teoritis yang hidup di alam rasional dengan pembuktian yang dilakukan
secara emperis.
Metode eksperimen dikembangkan oleh sarjana-sarjana Muslim pada abad
keemasan Islam, ketika ilmu dan pengetahuan lainnya mencapai kulminasi antara
abad IX dan XII Masehi.
Pengembangan metode eksperimen yang berasal dari Timur ini mempunyai
pengaruh penting terhadap cara berpikir manusia sebab dengan demikian maka dapat
diuji berbagai penjelasan teoritis apakah sesuai dengan kenyataan empiris ataukah
tidak. Dengan demikian maka berkembanglah metode ilmiah yang menghubungkan
cara berpikir deduktif dan induktif.
Dengan berkembangnya metode ilmiah dan diterimanya metode ini sebagai
paradigma oleh masyarakat keilmuan maka sejarah kemanusiaan menyaksikan
perkembangan pengetahuan yang sangat cepat.
3. Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang
disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode
ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut umum, sebab ilmu merupakan
pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
Syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercntum
dalam apa yang dinamakan metode ilmiah. Metode, menurut Senn, merupakan suatu
prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang
sistematis. Metodelogi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-
peraturan dalam metode tersebut. Jadi, metodelogi ilmiah merupakan pengkajian dari
peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah. Metodelogi ini secara
filsafati termasuk dalam apa yang dinamakan epistemologi. Epistemologi merupakan
pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan.
Seperti diketahui berpikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan
pengetahuan. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran.
Dalam hal ini maka metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif
dan cara berpikir induktif dalam membangun tubuh pengetahuannya.
Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah
dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya.
Secara konsisten dan koheren maka ilmu mencoba memberikan penjelasan yang
rasional kepada obyek yang berada dalam fokus penelahaan.
Penjelasan yang bersifat rasional ini dengan kriteria kebenaran koherensi tidak
memberikan kesimpulan yang bersifat final, sebab sesuai dengan hakikat rasionalisme
yang bersifat pluralistik, maka dimungkinkan disusunnya berbagai penjelasan
terhadap susatu obyek pemikiran tertentu. Oleh sebab itu, maka dipergunakan pula
cara berpikir induktif yang berdasarkan kriteria kebenaran korespondensi. Suatu
pernyataan adalah benar bila terdapat fakta-fakta empiris yang mendukung
pernyataan itu.
Proses kegiatan ilmiah, menurut Ritchie Calder, dimulai ketika manusia
mengamati sesuatu. Kalau kita telaah lebih lanjut ternyata bahwa kita mulai
mengamati obyek tertentu kalau kita mempunyai perhatian tertentu terhadap obyek
tersebut. Perhatian tersebut dinamakan John Dewey sebagai suatu masalah atau
kesukaran yang didasarkan bila kita menemukan sesuatu dalam pengalaman kita yang
menimbulkan pertanyaan. Dapat disimpulkan bahwa karena ada masalah makan
proses kegiatan berpikir dimulai, dan karena masalah ini berasal dari dunia empiris,
maka proses berpikir tersebut diarahkan pada pengamatan obyek yang bersangkutan,
yang bereksistensi dalam dunia empirisme.
Berdasarkan sikap manusia menghadapi masalah ini maka Van Peursen
membagi perkembangan kebudayaan menjadi tiga tahap yakni tahap mistis, tahap
ontologis, dan tahap fungsional. Yang dimaksud dengan tahap mistis adalah sikap
manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib
disekitarnya. Yang dimaksud dengan ontologis adalah sikap manusia yang tidak lagi
merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib dan bersikap mengambil
jarak dari obyek disekitarnya serta memulai melakukan penelaahan-penelaahan
terhadap obyek tersebut. Sedangkan tahap fungsional adalah sikap manusia yang
bukan saja merasa telah terbebas dari kepungan kekuatan gaib dan mempunyai
pengetahuan berdasarkan penelaahan terhadap obyek-obyek disekitar kehidupannya,
namun lebih dari itu dia memfungsionalkan pengetahuan tersebut bagi kepentingan
dirinya. Tahap fungsional ini dibedakan dengan tahap ontologis.
Ilmu mulai berkembang pada tahap ontologis. Dalam tahap ontologis ini maka
manusia mulai mengambil jarak dari obyek disekitarnya, tidak seperti apa yang
terjadi dalam dunia mistis, dimana semua obyek berada dalam kesemestaan yang
bersifat difusi dan tidak jelas batas-batasnya.
Dalam usaha untuk memecahkan usaha tersebut maka ilmu tidak berpaling
kepada perasaan melainkan kepada pikiran yang berdasarkan penalaran. Secara
ontologis maka ilmu membatasi masalah yang dikajinya hanya pada masalah yang
terdapat dalam ruang ligkup jangkauan pengalaman manusia. Hal ini harus kita
sadari, karena hal inilah yang harus memisahkan daerah ilmu dan agama. Perbedaan
antara lingkup permasalahan yang dihadapinya juga menyebabkan berbedanya
metode dalam memecahkan masalah tersebut. Tanpa mengetahui hal ini maka mudah
sekali kita terjatuh kedalam kebingungan, padahal dengan mengetahui hakikat ilmu
dan agama secara baik, kedua pengetahuan ini justru akan bersifat saling melengkapi.
Secara rasional maka ilmu menyusun pengetahuan secara konsisten dan
komulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan yang
sesuai dengan fakta atau tidak. Oleh sebab itu maka sebelum teruji kebenaran secara
empiris, semua penjelasan rasional yang diajukan statusnya hanya bersifat sementara.
Penjelasan sementara ini biasanya disebut dengan hipotesis. Hipotesis merupakan
dugaan atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang kita hadapi.
Hipotesis ini pada dasarnya disusun secara deduktif dengan mengambil premis-
premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya.
Dengan adanya jembatan berupa penyusunan hipotesis ini maka metode
ilmiah sering dikenal dengan proses logico-hipothetico-verivikasi; atau menurut
Tyndall sebagai “perkawinan yang berkesinambungan antara deduksi dan induksi.
Penyusunan hipotesis itu sendiri dilakukan dalam kerangka permasalahan yang
bereksistensi secara empiris dengan pengamatan kita yang mau tidak mau turut
mempengaruhi proses berpikir deduktif.
Langkah selanjutnya sesudah penyusunan hipotesis adalah menguji hipotesis
tersebut dengan mengkonfrontasikannya dengan dunia fisik yang nyata.
Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logico-hipothetico-verivikasi
ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langka sebagai berikut:
1. Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai obyek empiris yang
jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait
didalamnya;
2. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan
argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai
faktor yang saling mengkait dan bentuk konstelasi permasalahan. Karangka
berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah
teruji kebenaranya dengan memperhatikan faktor-faktor emipiris yang relevan
dengan permasalahan;
3. Perumusahan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap
pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka
berpikir yang dikembangkan;
4. Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan
dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta
yang mendukung hipotesis tersebut ataukah tidak;
5. Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang
diajukan diterima atau ditolak. Sekiranya dalam proses pengujian terdapat fakta
yang cukup mendukung hipotesis maka hipotesis itu diterima, sebaliknya jika
tidak terdapat fakta yang mendukung hipotesis tersebut maka hipotesis itu ditolak.
Keseluruhan langkah ini harus ditempuh agar suatu penelaahan dapat disebut
ilmiah.
Perbedaan utama dari metode ilmiah bila dibandingkan dengan metode-
metode pengetahuan lainya, menurt Jacob Bronowski, adalah hakikat mtode ilmiah
yang bersifat sistematik dan eksplisit. Sifat eksplisit ini memungkinkan terjadinya
komunikasi yang intensif dalam kalangan masyarakat ilmuwan.
Dapat disimpulkan bahwa ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang
disusun secara konsisten dan kebenarannya telah teruji secara empiris. Dalam hal ini
harus disadari bahwa proses pembuktian dalam ilmu tidaklah bersifat absulut.
2. Bahasa
Keunikan manusia terletak pada kemampuannya berbahasa. Tanpa
mempunyai kemampuan berbahasa ini maka kegiatan berpikir secara sistematis dan
teratur tidak mungkin dapat dilakukan. Tanpa kemampuan berbahasa ini maka
manusia tidak mungkin mengembangkan kebudayaannya, sebab tanpa mempunyai
bahasa maka akan hilang pulalah kemampuan untuk meneruskan nilai-nilai budaya
dari generasi yang satu kepada generasi selanjutnya.
Bahasa memungkinkan manusia berpikir secara abstrak dimana obyek-obyek
yang faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak.
Dengan adanya transformasi ini maka manusia dapat berpikir mengenai suatu obyek
tertentu meskipun obyek tersebut secara faktual tidak berada di tempat di mana
kegiatan berpikir itu dilakukan.
Kalau kita telaah lebih lanjut, bahasa mengkomunikasikan tiga hal yakni buah
pikiran, perasaan dan sikap. Seperti dnyatakan oleh Kneller bahasa dalam kehidupan
manusia mempunyai fungsi simbolik, emotif dan afektif. Fungsi simbolik dari bahasa
menonjol dalam komunikasi ilmiah sedangkan fungsi emotif menonjol dalam
komunikasi estetik. Komunikasi dengan mengunakan bahasa akan mengandung unsur
simbolik dan emotif.
Apakah sebenarnya bahasa?
Pertama-tama bahasa dapat kita cirikan sebagai serangkaian bunyi.
Sebenarnya kita bisa berkomunikasi dengan mempergunakan alat untuk
berkomunikasi.dengan mempergunakan alat-alat lain, umpamanya saja dngan
memakai berbagai isyarat. Kedua, bahasa merupakan lambang dimana rangkaian
bunyi ini membentuk suatu arti tertentu.
Manusia mengumpulkan lambang-lambang ini dan menyusun apa yang kiata
kenal sebagai perbendaharaan kata-kata. Perbendaharaan ini pada hakikatnya
merupakan akumulasi pengalaman dan pemikiran mereka. Bahasa diperkaya oleh
seluruh lapisan masyarakat yang mempergunakan bahasa tersebut; para ilmuwan, ahli
politik, pendidik, remaja dan bahkan tukang copet. Adanya lambang-lambang ini
memungkinkan manusia dapat berpikir dan belajar dengan baik.
Adanya bahasa ini memungkinkan kita untuk memikirkan sesuatu dalam
benak kepala kita, meskipun obyek yang sedang kita pikirkan tersebut tidak berada
didekat kita.
Jadi dengan bahasa bukan saja manusia dapat berpikir secara teratur namun
juga dapat mengkomunikasikan apa yang sedang ia pikirkan kepada orang lain.
Namun bukan itu saja, dengan bahasa kita pun dapat mengekpresikan sikap dan
perasaan kita.
Dengan adanya bahasa maka manusia hidup dalam dua dunia yakni dunia
pengalaman yang nyata dan dunia simbolik yang dinyatakan dengan bahasa.
Menurut Sigmund Freud, kebudayaan membentuk manusia dengan menekan
dorongan-dorongan alami mereka, mensublimasikan menjadi sesuatu yang berbudaya
yang kemudian merupakan dasar bagi pembentukan kebudayaan.
Manusia lalu mengembangkan pengetahuan untuk menguasainya; tanah
diolahnya, belantara ditebangnya, air dan iklim dikuasai dan dimanfaatkannya. Lewat
pengetahuan ini maka manusia menjadi penguasa dunia. “Pengetahuan adalah
kekuasaan,” seru Francis Bacon, dan dengan kekuasaan ini manusia mencoba
mengerti hidupnya.
Dengan ini manusia memberi arti kepada hidupnya. Arti yang terpateri dalam
dunia simbolik yang diwujudkan lewat kata-kata. Kata-kata lalu mempunyai arti
bahkan kekuatan. Kekuatan yang memberinya dorongan dan arah dalam
berkehidupan.
Komunikasi ilmiah mensyaratkan bentuk komunikasi yang sangat lain dengan
komunikasi estetik. Komunikasi ilmiah bertujuan untuk menyampaikan informasi
yang berupa pengetahuan. Agar komunikasi ilmiah ini berjalan dengan baik maka
bahasa yang dipergunakan harus terbebas dari unsur-unsur emotif. Komunikasi ilmiah
harus bersifat reproduktif. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah apa yang dinamakan
sebagai suatu salah informasi, yakni suatu proses komunikasi yang mengakibatkan
penyampaian informasi yang tidak sesuai dengan apa yang dimaksudkan. Oleh sebab
itu maka proses komunikasi ilmiah harus bersifat jelas dan obyektif yakni terbebas
dari unsur-unsur emotif.
Berbahasa dengan jelas artinya ialah bahwa makna yang terkandung dalam
kata-kata yang dipergunakan diungkapkan secara tersurat (eksplisit) untuk mencegah
pemberian makna yang lain.
Berbahasa dengan jelas artinya juga mengemukakan pendapat atau jalan
pemikiran secara jelas. Kalau kita teliti lebih lanjut maka kalimat-kalimat dalam
sebuah karya ilmiah pada dasarnya merupakan suatu pernyataan. Pernyataan itu
melambangkan suatu pengetahuan yang ingin kita komunikasikan kepada orang lain.
Karya ilmiah pada dasarnya merupakan kumpulan-kumpulan pernyataan yang
mengemukakan informasi tentang pengetahuan maupun jalan pemikiran dalam
mendapatkan pengetahuan tersebut. “Tata Bahasa” menurut Charlton Laird,
“merupakan alat dalam mempergunakan aspek logis dan kreatif dari pikkiran untuk
mengungkapkan arti dan emosi dengan mempergunakan aturan-aturan tertentu”.
Karya ilmiah juga mempunyai gaya penulisan yang pada hakikatnya
merupakan usaha untuk mencoba menghindari kecenderungan yang bersifat
emosional bagi kegiatan seni namun merupakan kerugian bagi kegiatan ilmiah. Oleh
sebab itu gaya penulisan ilmiah, dimana tercakup di dalamnya penggunaan tata
bahasa dan penggunaan kata-kata, harus diusahakan sedemikian mungkin untuk
menekan unsur-unsur emotif ini seminimal mungkin.
3. Matematika
Matematika Sebagai Bahasa
Definisi : Bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan
yang disampaikan.
Indikator : Lambang-lambang Matematika bersifat artificial (memiliki arti
setelah makna diberikan.
Contoh : Lambang X = kecepatan jalan kaki seorang anak
Lambang Y = jarak yang ditempuh seorang anak
Lambang Z = waktu berjalan kaki seorang anak
Hubungan Matematika dari lambang diatas dapat dituliskan:
Y
Z=
X atau X = atau Y = X.Z
Y
Z
Kesimpulan:
Lambang pada Matematika mempunyai arti setelah ada makna yang diberikan.
Sifat Kuantitatif
Definisi : Matematika adalah bahasa numerik yang bersifat kuantitas (angka
atau jumlah).
Tujuan : Melalui pengukuran secara kuantitatif.
Contoh : Logam Baja bila dipanaskan akan bertambah panjang dengan suhu-
suhu yang berbeda.
Parameter : Berapa besar pertambahan panjang jika dipanaskan pada suhu 100°C.
Kontra : Bahasa Verbal mengacu kepada sifat kualitatif. Ketelitiannya sulit
diprediksi sehingga bahasa verbal belum cermat ketelitiannya.
Matematika sebagai sarana berpikir deduktif
Definisi: Proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis-
premis yang kebenarannya telah ditentukan.
Contoh: “Jumlah sudut dalam Segitiga”
Premis 1
Kalau terdapat dua garis sejajar maka sudut-sudut yang dibentuk kedua garis
sejajar tersebut dengan garis ketiga adalah sama.
Premis 2
Jumlah sudut yang dibentuk oleh sebuah garis lurus adalah 180 derajat.
(premis 1)
180°
(premis 2)
Kesimpulan:
Matematika tersusun dari logika deduktif dan berdasar kepada analisis pada pola
pikir tertentu. Matematika merupakan kegunaan praktis dalam kehidupan sehari-
hari.
Aliran Filsafat Matematika
a. Logistik
Matematika merupakan cara berpikir logis yang salah atau benarnya dapat ditentukan
tanpa mempelajari dunia empiris.
b. Intuisionis
Matematika merupakan intuisi murni dari berhitung dan titik tolak.
c. Formalis
Matematika merupakan pengetahuan tentang struktur formal dari lambang.
Matematika dan Peradaban
Matematika adalah suatu sarana untuk meningkatkan kemampuan npenalaran
deduktif. Matematika tidak dapat dilepaskan dari perkembangan peradaban manusia.
4. Statistika
Konsep dan Tokoh:
1) Blaise Pascal (1623-1662)
Teori Peluang
2) Pierre de Fermat (1601-1665)
3) Pendeta Thomas Bayes (1763) → Teori Peluang Subyektif
4) Abraham Demoivre (1667-1754) → Teori Galat/kekeliruan
5) Thomas Simpson (1757) → Teori distribusi yang berlanjut
6) Pierre Simon de Laplace (1749-1827) → Teori distribusi normal
7) Francis Galton (1822-1911) Teori distribusi bukan berupa kurva normal.
8) Karl Pearson (1857-1936) Konsep regresi, korelasi, distribusi chi
kuadrat & analisis statistika kualitatif.
- Software
-
Hardware
Prinsip:
Masalah Moral
Golongan:
Ilmu adalah hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara
terbuka oleh Masyarakat. Penciptaan ilmu bersifat individual, komunikasi dan
penggunaan bersifat sosial. Ilmuwan memiliki tanggung jawab dan konsisten terhadap
penelaahan keilmuan.
Tanggung jawab:
A.Einstei
Teori
Relativita
s
E = mc2 Perang Dunia
BOM -kehancuran
ATO -
kesengsaraan
-
ILMU
AKSIOLOGIS
NETRA
L
4. Revolusi
Genetika
Dasar: ILMU BIOLOGI
Organ hewan/manus
Obyek
penelaahan
Prinsip:
Berhasil
BAB VII
Ilmu dan Kebudayaan
- Kebudayaan
Berpikir Ilmiah
Karakter: 1). Mempunyai rasio untuk mendapatkan pengetahuan yang benar.
2). Alur yang logis dan konsisten dengan pengetahuannya.
3). Pengujian empiris sebagai kriteria kebenaran obyektif.
4). Mekanisme yang terbuka terhadap koreksi.
Kritis
Ilmu-ilmu alam mempelajari dunia fisik yang relatif tetap dan mudah
dikontrol. Obyeknya tidak mengalami perubahan dalam perspektif waktu maupun
tempat. Perbedaan tersebut tidak mengubah tujuan penelaahan keilmuan. Tujuan
keilmuan untuk mencari penjelasan dari gejala-gejala dan hakikat obyek yang
dihadapi.
Masalah keilmuan
- Ilmu alam → masalah ilmiah → terdapat satu masalah kajian
- Ilmu sosial → masalah ilmiah → terdapat dua masalah kajian
Contoh kajian
- Ilmu alam : Pengukuran sebuah logam baja yang dipanaskan, didapat hasil tentang
pertambahan panjang batang, temperatur yang berbeda akibat pemanasan baja.
- Ilmu sosial: Pengukuran tentang emosi seseorang, didapat hasil yang bervariasi.
Banyak faktor lain yang mempengaruhi emosi seseorang, misalnya faktor
individunya.
Implikasi
- Ilmu alam » Dasar kuantitatif dan analisis yang valid.
- Ilmu sosial » Masih menyelidiki dalam tahap kualitatif dan obyek yang dikaji masih
mendalam lagi.
Pola arah:
- Jurusan ilmu alam (ilmu pasti)
- Jurusan ilmu sosial (ilmu sosial budaya)
BAB VIII
Ilmu dan Bahasa
Beberapa Alternatif
Alternatif pertama: Ilmu pengetahuan untuk science dan Pengetahuan untuk
knowledge.
Penggunaannya:
Kelemahan pertama : Knowledge merupakan terminologi generik.
Science merupakan anggota dari kelompok tersebut.
Kelemahan kedua : kata sifat dari science yakni scientific artinya ilmu adalah
pengetahuan ilmiah.
Kelemahan ketiga : tidak konsekuensinya penggunaan terminologi ilmu
pengetahuan untuk science, misal biologi disebut ilmu hayat dan fisika adalah ilmu
pengetahuan alam.
Alternatif kedua : Asumsi bahwa ilmu pengetahuan terdiri dari dua kata benda yakni
ilmu dan pengetahuan. Untuk ilmu digunakan kata science dan pengetahuan
digunakan kata knowledge.
Kata sifat dari ilmu adalah ilmiah atau keilmuan. Metode yang dipergunakan adalah
metode ilmiah dan ahli dalam bidang keilmuan disebut ilmuwan.
Sains:
Adopsi yang Kurang Dapat Dipertanggungjawabkan
☻ Masalah pertama : penggunaan kata sains, sains adalah terminologi yang
diadopsi dari kata science. Scientific atau ke-sains-an atau saintifik, scientist adalah
sainswan atau saintis.
☻ Masalah kedua : penggunaan kata natural science seperti teknik. Economics
adalah bukanlah science.
Masalah diatas harus dihilangkan atau verbalisme yang bertentangan dengan hakikat
keilmuan.
2. Quo Vadis
KIPNAS III LIPI yang berlangsung di Jakarta (15-19 September 1981) membahas
tentang terminologi ilmu dan pengetahuan. Alasan untuk perubahan tersebut adalah:
1. Ilmu (species) adalah sebagian dari pengetahuan (genus).
3. Menurut tata bahasa Indonesia, ilmu adalah (D) diterangkan dan pengetahuan
adalah (M) menerangkan.
4. Kata ganda dari dua kata benda menunjukkan dua obyek yang berbeda, maka
ilmu pengetahuan adalah ilmu dan pengetahuan.
Pendapat lain:
Kata dasar dalam bahasa Indonesia jelas dikatakan bahwa “tahu” bersifat
(generik) dan bukan spesifik dalam pengertian science.
BAB IX
Penelitian dan Penulisan Ilmiah
Abstrak
Seluruh laporan penelitian kemudian disarikan dalam sebuah ringkasan yang
disebut abstrak. Abstrak merupakan ringkasan seluruh kegiatan penelitian yang paling
banyak terdiri dari tiga halaman.
Daftar pustaka
Sebuah laporan penelitian dilegkapi dengan daftar pustaka yang merupakan
sumber refrensi bagi seluruh kegiatan penelitian.
Riwayat hidup
Riwayat hidup merupakan deskripsi dari latar belakang pendidikan dan
pekerjaan yang mempunyai hubungan dengan penulisan ilmiah yang disampaikan.
Usulan penelitian
Usulan penelitian mengandung seluruh langkah-langkah penelitian tersebut
diatas tanpa hasil penelitian, sebab hal ini baru akan dilakukan. Usulan penelitian
hanya mencakup langkah pengajuan masalah, penyusunan kerangka teoritis dan
pengajuan hipotesis serta metodologi penelitian.
Lain-lain
Pertama, tentu saja adalah halaman judul dan laporan ilmiah tersebut. Judul
tersebut harus singkat. Setelah itu dikemukakan secara umum lingkup laporan yang
akan disampaikan. Daftar isi dilengkapi dengan daftar tabel dan daftar gambar.
Semua materi lain-lain diberi halaman dengan menggunakan huruf kecil, misalnya i,
ii.iv,dst.