Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Piaget adalah seorang ahli psikologi perkembangan, tetapi psikologi hanya
berupa bagian kecil dari pekerjaannya. Ia sebenarnya seorang ahli epistemology. Ia
mempelajari bagaimana pengetahuan dan kompetensi diperoleh sebagai konsekuensi
pertumbuhan dan interaksi dengan lingkungan fisik dan sosial. Piaget mempelajari
cara berpikir pada anak-anak sebab ia yakin bahwa dengan cara ini ia akan
memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan epistemologi, seperti Bagaimana
kita memperoleh pengetahuan dan Bagaimana kita tahu bahwa apa yang bisa
diketahui. Hal-hal ini menyangkut hubungan antara logika dan psikologi sebagai
masalah yang ingin dipecahkan pada setiap umur.
Dimulai dengan membahas bagaimana hubungan teori Piaget dengan
empirisme dan rasionalisme. Selanjutnya, pembahasan meliputi beberapa aspek
pertumbuhan atau perkembangan intelektual, fakta-fakta yang mempengaruhi
perkembangan intelektual, macam-macam pengetahuan dan bagaimana pengetahuan
dibangun, serta implikasinya terhadap mengajar.












BAB II
PEMBAHASAN
A. Empirisme, Rasionalisme, dan Teori Piaget
Dua pertanyaan yang dikemukakan di atas mengenai pengetahuan mencakup
pengetahuan ilmiah dan pendidikan sains. Para ahli filsafat berabad-abad berdebat
tentang bagaimana manusia memperoleh kebenaran atau pengetahuan. Dua aliran,
yaitu empirisme dan rasionalisme, berkembang untuk menjawab pertanyaan ini.
1. Empirisme dan Rasionalisme
Para penganut empirisme (Locke, Berkeley, dan Horne) berpendapat bahwa
sesungguhnya pengetahuan bersumber dari luar individu dan pengetahuan itu
diinternalisai oleh indra-indra. Menurut mereka, saat lahir, seseorang merupakan batu
tulis yang bersih dan selama pertumbuhan, ditulis di atasnya.
Para rasionalis seperti Descartes, Spinoza, dan Kant tidak menolak pentingnya
pengalaman-pengalaman indra, tetapi mereka mempertahankan bahwa penalaran
lebih penting daripada pengalaman indra sebab penalaran membuat kita tahu dengan
penuh keyakinan akan banyak kebenaran yang tidak dapat dicapai oleh pengalaman-
pengalaman indra. Misalnya kita tahu bahwa setiap kejadian mempunyai sebab,
walaupun kita dengan nyata tidak dapat meneliti setiap kejadian di dalam masa lalu
dan masa yang akan datang. Para rasionalis juga menyatakan karena indra kita kerap
kali menipu kita dalam ilusi-ilusi perceptual, pengalaman-pengalaman sensor tidak
dapat diterima untuk member kita pengetahuan yang dapat dipercaya. Kekakuan,
ketelitian, dan kepastian matematis, suatu sistem yang murni deduktif, bagi para
rasionalis tetap merupakan contoh yang menunjang kekuatan penalaran. Bila mereka
harus menerangkan asal kekuatan penalaran, para rasionalis akhirnya menyatakan
bahwa dengan mengetahui dan menyatakan pengetahuan atau konsep merupakan
bawaan, hal tersebut berkembang sebagai suatu fungsi kedewasaan.





2. Munculnya Teori Piaget
Teori Piaget muncul karena keberatannya terhadap baik empirisme maupun
rasionalisme, dan menurutnya, teorinya merupakan suatu sintesis keduanya.itu
menunjukkan fakta bahwa para empiris mangakui pentingnya penalaran dan para
rasionalis mengakui pentingnya input indra. Ketidak setujuan muncul bila orang
harus memutuskan secara relatif pentingnya pengamatan dan penalaran untuk
mencapai kebenaran. Teori Piaget berbeda dengan impitan ini dalam hal Piaget
berpendapat bahwa observasi dan penalaran tidak hanya penting karena masalah
berimpitannya, tetapi keduanya saling bergantung karena yang satu tidak terjadi tanpa
yang lain.
Bahkan untuk mengenal suatu benda dari kayu berwarna kuning misalnya, kita
harus memiliki skema klasifikasi yang memungkinkan kita untuk berpikir bahwa
benda dari kayu yang berwarna kuning itu berbeda dengan hal-hal tertentu dari
benda-benda lain yang kita kenal. (Pernyataan ini berbeda dengan pernyataan bahwa
untuk mengenal suatu pensil sebagai suatu pensil, kita harus mempunyai konsep
suatu pensil. Pernyataan yang terakhir ini mengemukakan bahwa pensil dalam realita
eksternal harus sama dengan suatu konsep dalam kepala kita. Piaget menyatakan
bahwa konsep positif hanya dapat berada dalam hubungan dengan pada unsur-
unsur negatif, yaitu hal-hal lain.) Jika pensil itu tidak kita tempatkan dalam hubungan
dengan pengetahuan kita sebelumnya, pensil itu tetap akan terisolasi dalam pikiran
kita dan tidak ada hubungan denga hal-hal lain.
Untuk mengenal kekuningan pensil itu pun kita harus mempunyai suatu
kerangka klasifikasi yang memungkinkan kita membedakan kuning dari warna-
warna yang lain. Jadi, hanya dengan menempatkan benda-benda yang saling
berhubunganlah kita dapat membaca fakta-fakta empiris realita. Sebaiknya
penalaran juga tidak dapat berkembang tanpa informasi sensor sebab tanpa objek-





objek untuk ditempatkan dalam hubungan-hubungan, kerangka logika matematika
tidak dapat berkembang.
Jadi, Piaget merasa bahwa pandangan empiris tentang sifat sensor pengetahuan
tidak tepat. Ia juga tidak dapat setuju dengan gagasan rasional bahwa penalaran itu
bersifat bawaan.
3. Hasil Pekerjaan Piaget
Originalitas pekerjaan Piaget mencakup hal-hal berikut.
a. Ia berpendapat bahwa pertanyaan-pertanyaan epistemology harus dijawab secara
ilmiah daripada secara spekulasi filosofi.
b. Ia yakin bahwa metode ilmiah yang paling baik untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan ini adalah dengan mempelajari perkembangan pengetahuan dalam
anak.
c. Ia merumuskan konstruktivisme sebagai suatu hipotesis.
d. Ia menemukan metode-metode yang luar biasa (ingenious) tentang pengumpulan
data. Semua ini merupakan contoh yang kreatif dalam sains.
B. Perkembangan Intelektual
Dalam perkembangan intelektual, ada tiga aspek yang diteliti oleh Piaget,
yaitu struktur, isi (konten), dan fungsi.
1. Struktur
Untuk sampai pada pengertian struktur, diperlukan suatu pengertian yang erat
hubungannya dengan struktur, yaitu pengertian operasi. Piaget berpendapat bahwa
ada hubungan fungsional antara tindakan fisik dan tindakan mental dan
perkembangan berpikir logis anak-anak. Tindakan (action) menuju pada
perkembangan operasi dan operasi selanjutnya menuju pada perkembangan struktur.
Operasi-operasi mempunyai empat ciri.





Pertama, operasi merupakan tindakan-tindakan yang terinternalisasi. Ini berarti
antara tindakan-tindakan itu, baik tindakan mental maupun tindakan fisik, tidak
terdapat garis pemisah. Misalnya, bila seorang anak mengumpulkan semua kelereng
kuning dan merah, tindakannya ia merupakan baik tindakan mental maupun fisik.
Secara fisik ia memindahkan kelereng-kelereng itu, tetapi tindakannya itu dibimbing
oleh hubungan sama dan berbeda yang diciptakannya dalam pikirannya.
Kedua, operasi-operasi itu reversibel. Misalnya, menambah dan mengurangi
merupakan operasi yang sama yang dilakukan dengan arah yang berlawanan: 2 dapat
ditambahkan pada 1 untuk memperoleh 3; atau 1 dikurangi dari 3 untuk memperoleh
2.
Cirri yang ketiga ialah tidak ada operasi yang berdiri sendiri. Suatu operasi
selalu berhubungan dengan struktur atau sekumpulan operasi. Misalnya operasi
penambahan-penambahan berhubungan dengan operasi klasifikasi, pengurutan, dan
konservasi bilangan. Operasi itu saling membutuhkan. Jadi, operasi itu adalah
tindakan-tindakan mental yang terinternalisasi, reversibel, tetap, dan terintegrasi
dengan struktur-struktur dan operasi-operasi lainnya.
Struktur yang juga disebut schemata merupakan organisasi mental tingkat
tinggi, satu tingkat lebih tinggi dari individu waktu ia berinteraksi dengan
lingkungannya. Struktur yang terbentuk lebih memudahkan individu itu menghadapi
tuntutan-tuntutan yang makin meningkat dari lingkungannya. Diperolehnya suatu
struktur atau schemata berarti telah terjadi suatu perubahan dalam perkembangan
intelektual anak.
2. Isi
Aspek kedua yang menjadi perhatian Piaget ialah aspek isi. hal yang dimaksud
dengan isi ialah pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respons yang
diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.





Antara tahun 1920 dan 1930 perhatian Piaget dalam penelitiannya tertuju pada
isi pikiran anak, misalnya perubahan dalam kemampuan penalaran semenjak kecil
sekali hingga agak besar, konsepsi anak tentang alam sekitarnya, yaitu pohon-pohon,
matahari, bulan, dan konsepsi anak tentang beberapa peristiwa alam, seperti
bergeraknya awan dan sungai. Sesudah tahun 1930, perhatian penelitian Piaget lebih
dalam. Dari deskripsi pikiran-pikiran anak, ia beralih pada analisis proses dasar yang
melandasi dan menetukan isi itu (Gisburg. 1979).
3. Fungsi
Fungsi ialah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan-kemajuan
intelektual. Menurut Piaget, perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi,
yaitu organisasi dan adaptasi.
Organisasi memberikan pada organism kemampuan untuk mensistematikkan
atau mengorganisasikan proses fisik atau psikologis menjadi sistem yang teratur dan
berhubungan atau terstruktur. Dalam lingkungan fisik misalnya, ikan memiliki
sejumlah struktur yang membuat ikan berfungsi secara efektif di dalam air, yaitu
insang, sistem sirkulasi, mekanisme suhu. Semua struktur ini bekerja sama secara
efisien untuk mempertahankan ikan itu di lingkungannya. Koordinasi secara fisik ini
merupakan hasil kecenderungan organisasi.
Kecenderungan organisasi juga terdapat pada tingkat psikologis. Seorang bayi
mempunyai struktur-struktur perilaku untuk pemfokusan visual dan memegang secara
terpisah. Pada suatu saat dalam perkembangannya, bayi itu dapat mengorganisasi
kedua struktur perilaku ini menjadi struktur tingkat tinggi dengan memegang suatu
benda sambil melihat benda itu. Dengan organisasi, struktur fisik dan psikologis
diintegrasi menjadi struktur tingkat tinggi.
Fungsi kedua yang melandasi perkembangan intelektual ialah adaptasi. Semua
organisasi lahir dengan kecenderungan untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi





pada lingkungan mereka. Cara adaptasi ini berbeda antara organism yang satu dengan
organism yang lain. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses,
yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan
struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menghadapi masalah yang
dihadapinya dalam lingkungannya. Dalam proses akomodasi, seseorang memerlukan
modifikasi struktur mental yang ada dalam mengadakan respons terhadap tantangan
lingkungannya.
Contoh berikutnya menunjukkan hubungan antara asimilasi dan akomodasi.
Seorang anak yang mengetahui bahwa cara membuka laci dengan menarik harus
mengembangkan gerakan-gerakan tangan baru untuk membuka laci dengan cara
memutar tombol, ia harus berakomodasi terhadap lingkungannya. Namun, sekali ia
telah mempelajari respons baru ini, ia akan dapat mengingat urutan perilaku untuk
membuka laci semacam ini. Ia mengadakan asimilasi terhadap lingkungannya. Secara
ringkas dapat dikatakan bahwa bila seseorang memiliki pola perilaku untuk
berinteraksi dengan lingkungannya, ia mengadakan asimilasi. Bila ia tidak memiliki
sekumpulan perilaku untuk menghadapi suatu situasi, ia harus mengubah pola
responsnya dan berakomodasi terhadap lingkungannya.
Bagi Piaget, adaptasi merupakan suatu keseimbangan antara asimilasi dan
akomodasi. Andaikata dengan proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan
adaptasi pada lingkungannya, terjadilah keadaan ketidakseimbanagn
(disekuilibrium). Akibat ketidakseimbangan ini adalah akomodasi dan struktur-
struktur yang ada mengalami perubahan atau timbul struktur baru. Pertumbuhan
intelektual merupakan proses terus-menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan
keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Akan tetapi, bila terjadi kembali
keseimbangan, individu itu berada pada tingkat intelektual yang lebih tinggi daripada
sebelumnya.





Adaptasi dapat diterapkan pada belajar dalam kelas. Perkembangan kognitif
sebagian bergantung pada akomodasi. Siswa harus memasuki area yang tidak dikenal
untuk dapat belajar. Ia tidak dapat hanya mempelajari apa yang telah diketahuinya
dan ia tidak dapat hanya mengandalkan asimilasi. Dalam pelajaran yang tidak
memberikan hal-hal baru, siswa mengalami overassimilation. Kedua keadaan ini
tidak memperlancar pertumbuhan kognitif. Hal yang perlu diusahakan ialah adanya
keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi.
Telah diuraikan di atas bahwa ada tiga aspek pertumbuhan intelektual. Yaitu
struktur, isi, dan fungsi. Selama anak tumbuh, struktur dan isinya berubag, tetapi
fungsi-fungsinya tetap sama. Fungsi-fungsi organisasi dan adaptasi melahirkan satu
seri tingkat perkembangan. Setiap tingkat mempunyai struktur psikologis tertentu
atau khas yang menentukan kemampuan berpikir anak. Secara singkat dapat
dikemukakan bahwa perkembangan intelektual merupakan suatu konstruksi satu seri
struktur mental. Setiap struktur baru didasarkan pada kemampuaan tertentu
sebelumnya, tetapi pada saat yang sama melibatkan hasil-hasil pengalaman. Oleh
karena itu, perkembangan intelektual merupakan suatu proses konstruksi yang aktif
dan dinamis yang berlangsung dari perilaku bayi hingga bentuk-bentuk berpikir masa
remaja.
Bagi Piaget, intelegensi ialah jumlah struktur yang tersedia yang dapat
digunakan seseorang pada saat-saat tertentu dalam perkembangannya (Dembo, 1978)
C. Tingkat Perkembangan Intelektual
Menurut Piaget, setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual
sebagai berikut.
1. Sensori-motor (0-2 th)
2. Pra-operasional (2-7 th)
3. Operasional konkret (7-11 th)





4. Operasi formal (> 11 th)
Usia yang tertulis di belakang setiap tingkat hanya merupakan suatu perkiraan.
Semua anak melalui setiap tingkat, tetapi dengan kecepatan yang berbeda. Jadi,
mungkin saja seorang anak yang berumur 6 tahun berada pada tingkat operasional
konkret, sedangkan ada seorang anak yang berumur 8 tahun masih pada tingkat pra-
operasinal dalam cara berpikir. Namun, urutan perkembangan intelektual sama untuk
semua anak. Struktur untuk tingkat sebelumnya terintegrasi dan termasuk sebagai
bagian dari tingkat-tingkat berikutnya.
1. Tingkat Sensori-Motor
Tingkat sensai-motor menmpati dua tahun pertama dalam kehidupan. Selama periode
ini, anak mengatur alamnya dengan indra (sensori) dan tindakannya (motor). Selama
periode ini bayi tidak mempunyai konsepsi object permanence. Bila suatu benda
disembunyikan, ia gagal untuk menemukannya. Sambil pengalamannya bertambah,
sampai mendekati periode ini, bayi menyadari bahwa benda yang disembunyikan itu
masih ada, dan ia mulai mencarinya sesudah dilihatnya benda itu disembunyikan.
Konsep-konsep yang tidak ada pada waktu lahir, seperti konsep ruang, waktu,
kausalitas, berkembang, dan terinkoporasi ke dalam pola perilaku anak.
2. Tingkat Pra-operasional
Tingkat ini ialah antara umur 2 dan 7 tahun. Periode ini disebut pra-operasional
karena pada umur ini anak belum mampu untuk melaksanakan operasi mental, seperti
yang telah dikemukakan terdahulu, yaitu menambah, mengurangi, dan lain-lain.
Tingkat pra-operasional terdiri atas dua subtingkat. Subtingkat pertama antara 2
hingga 4 tahun yang disebut subtingkat pralogis, subtingkat kedua ialah antara 4
hingga 7 tahun yang disebut tingkat berpikir intuitif. Pada subtingkat pralogis,
penalaran anak adalah transduktif. Kita mengetahui bahwa deduksi ialah menalar dari
umum ke khusus. Sebagai contoh, diasumsikan bahwa semua anak baik. Jika kita





melihat seorang anak, kita mendeduksikan bahwa anak itu baik. Sebaliknya dari
deduksi ialah induksi, yaitu mengambil generalisasi dari hal-hal yang khusus. Sebagai
contoh jika kita bertemu dengan beberapa orang anak yang baik, kita simpulkan
bahwa semua anak itu baik. Bagaimana penalaran anak pada tingkat pralogis?
Menurut Piaget, berpikir anak itu bukan deduksi atau induksi. Mereka bergerak dari
khusus ke khusus, tanpa menyentuh pada yang umum. Anak itu melihat suatu
hubungan hal-hal tertentu yang sebenarnya tidak ada. Piaget menyebut ini menalar
transduktif.
Piaget memberikan contoh penalaran transduktif dari anaknya sendiri. Suatu
sore anaknya tidak dapat tidur, anak itu berkata pada Piaget: Saya belum tidur, jadi
hari belum sore (Dembo, 1978).
Anak pada tingkat pra-operasional tidak dapat berpikir reversibel. Operasi
matematis yang reversibel ditunjukkan oleh 4 + 8 = 12 dan 12 8 = 4. Jadi, kita lihat
bahwa reversibilitas ialah kemampuan berpikir kembali pada titik permulaan, menuju
pada satu arah dan mengadakan kompensasi dengan menuju pada arah yang
berlawanan. Anak pra-operasional tidak mempunyai kemampuan untuk memecahkan
masalah yang memerlukan berpikir reversibel. Pikiran anak pra-operasional
irreversibel. Sebagai contoh diberikan sebagai berikut.
Apakah Kamu mempunyai saudara?
Ya.
Siapa namanya?
Ali.
Apakah Ali mempunyai saudara?
Tidak





Ada hal lain yang perlu kita ketahui tentang anak pra-operasional, yaitu sifat
egosentris. Menurut Piaget anak pra-operasional bersifat egosentris, yang berarti anak
itu mempunyai kesulitan untuk menerima pendapat orang lain. Sifat egosentris
memasuki arena bahasa dan komunikasi, bukan personalitas anak. Sifat egosentris ini
dapat kita perhatikan waktu anak-anak pra-operasional bermain bersama-sama. Kita
akan mendengar pembicaraan egosentris mereka. Kita dapat mendengar anak-anak itu
saling berbicara, tanpa sebetulnya mengharapkan saling mendengarkan atau saling
menjawab.
Selanjutnya anak pra-operasional lebih memfokuskan diri pada aspek statis
tentang suatu peristiwa daripada transformasi dari satu keadaan pada keadaan lain.
Sebagai contoh misalnya pada seorang anak pra-operasional diperlihatkan dua buah
bola yang sama besar. Kemudian, bola yang satu diubah menjadi bentuk sosis. Lalu
ditanyakan pada anak itu: Sama masih? Anak itu menjawab bahwa yang berbentuk
sosis lebih besar. Dalam percakapan ini anak itu mempertahankan bentuk malam dan
mengabaikan transformasi, yaitu perubahan dari bentuk bulat (bola) ke bentuk sosis.
3. Tingkat Operasional Konkret
Periode operasional konkret adalah antara umur 7-11 tahun. Tingkat ini merupakan
permulaan berpikir rasional. Ini berarti anak memiliki operasi-operasi logis yang
dapat diterapkannya pada masalah-masalah yang konkret. Bila menghadapi suatu
pertentangan antara pikiran dan persepsi, anak dalam periode operasional konkret
memilih mengambil keputusan logis, dan bukan keputusan perceptual seperti anak
pra-operasional. Operasi-operasi dalam periode ini terkait pada pengalaman
perorangan. Operasi-operasi itu konkret, bukan operasi formal. Anak belum dapat
berurusan dengan materi abstrak, seperti hipotesis dan proposisi verbal.
Berikut ini akan diberikan satu set operasi penting. Kombinativitas atau
klasifikasi ialah suatu operasi yang menggabungkan dua atau lebih kelas menjadi
kelompok yang lebih besar: semua anak laki-laki + semua anak perempuan = semua





anak. Hubungan seperti A > B dan B > C dapat digabungkan menjadi hubungan baru
A > C. untuk pertama kalinya anak dapat membentuk berbagi hubungan-hubungan
kelas dan bahwa beberapa kelas dapat dimasukkan ke dalam kelas-kelas yang lain.
Reversibilitas merupakan kriteria utama dalam berpikir operasional dalam
sistem Piaget. Ini berarti bahwa setiap operasi logis atau matematis dapat ditiadakan
dengan operasi yang berlawanan. Semua anak Semua anak perempuan = Semua
anak laki-laki; atau 7 + 3 = 10 dan 10 3 = 7.
Asosiasivitas merupakan operasi yang menggabungkan kelas-kelas dalam
urutan apa saja: (1 + 3) + 5 = 1 + (3+5). Dalam penalaran, operasi ini mengizinkan
anak sampai pada jawaban melalui banyak cara.
Identitas ialah operasi di mana terdapat suatu unsur nol yang bila digabungkan
dengan unsur atau kelas apa pun, tidak menghasilkan perubahan: 10 + 0 = 10.
Demikian pula suatu kuantitas dapat dinolkan dengan menggabungkan lawannya: 10
0 = 0 atau jika saya berjalan ke Timur 3 km dan ke Barat 3 km, saya akan berakhir
di tempat saya mulai (berangkat).
Tidak berarti bahwa anak-anak pada tingkat operasional konkret lebih pandai
daripada anak-anak prasekolah, tetapi mereka memperoleh kemampuan tertentu
untuk memecahkan masalah yang sebelumnya belum dapat mereka pecahkan dengan
benar. Berpikir operasional konkret lebih stabil bila dibandingkan dengan berpikir
yang sangat impresionistis dan statis yang terdapat pada anak-anak pra-operasional.
Anak dalam periode ini dapat menyusun satu seri objek dalam urutan, misalnya
mainan-mainan kayu atau lidi, sesuai dengan ukuran benda-benda itu. Piaget
menyebut operasi ini seriasi. Akan tetapi, anak hanya akan dapat melakukan ini
selama masalahnya konkret. Baru pada tingkat adolesensi masalah semacam ini dapat
diterapkan secara mental dengan menggunakan proposisi verbal.





Selama periode ini bahasa juga berubah. Anak-anak menjadi kurang egosentris
dan lebih sosiosentris dalam berkomunikasi. Mereka berusaha untuk mengerti orang
lain dan mengemukakan perasaan dan gagasan-gagasan mereka pada orang dewasa
dan teman-teman. Proses berpikir pun menjadi kurang egosentris dan mereka
sekarang dapat menerima pendapat orang lain.
4. Tingkat Operasional Formal
Pada umur kira-kira 11 tahun, timbul periode operasi baru. Pada periode ini anak
dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya untuk membentuk operasi yang lebih
kompleks.
Kemajuan utama pada anak selama periode ini ialah ia tidak perlu berpikir
dengan pertolongan benda atau peristiwa konkret; ia mempunyai kemampuan untuk
berpikir abstrak.
Sudah dikemukakan terdahulu bahwa anak pada periode operasional konkret
dapat mengurutkan benda-benda menurut ukurannya. Akan tetapi, baru waktu ia
mencapai periode operasional formal ia dapat memecahkan masalah verbal yang
serupa. Ani lebih putih daripada Siti. Ani lebih hitam daripada Lili. Siapakah yang
terhitam dari ketiga anak ini?
Flavell (1963) mengemukakan beberapa karakteristik berpikir operasional
formal. Pertama, berpikir adolensensi ialah hipotesis-deduktif. Ia dapat merumuskan
banyak alternatif hipotesis dalam menanggapi masalah dan mengecek data terhadap
setiap hipotesis untuk membuat keputusan yang layak. Namun, ia belum mempunyai
kemampuan untuk menerima atau menolak hipotesis.
Kedua, periode ini ditandai oleh berpikir proporsional. Dalam berpikir, seorang
anak operasional formal tidak dibatasi pada benda-benda atau peristiwa-peristiwa
yang konkret; ia dapat menangani pernyataan atau proposisi yang memberikan data
konkret ini. Ia bahkan dapat menangani proposisi yang berlawanan dengan fakta. Jika





seorang anak dalam periode-periode yang lain diminta untuk pura-pura menjadi
Presiden Republik Indonesia, kemudian ditanyakan tentang suatu situasi hipotesis
yang mungkin dialaminya sebagai presiden, anak itu kemungkinan besar menjawab:
Namun, aku bukan Presiden Republik Indonesia. Seorang remaja tidak menemui
kesulitan dengan proposisi-proposisi yang berlawanan dengan fakta itu, dan menalar
dan proposisi-proposisi itu.
Ketiga, seorang remaja berpikir kombinatorial, yaitu berpikir meliputi semua
kombinasi benda, gagasan, atau proposisi yang mungkin. Sebagai contoh diberikan
hal berikut.
Dua orang anak, yaitu Arif dan Nono, diberi empat botol yang berisi zat cair
jernih dan tidak berbau: (1) air ; (2) air diberi oksigen ; (3) asam sulfat encer ; (4)
tiosulfat ; dan satu botol kecil tertutup pipet yang berisi (5) kalium iodida. Percobaan
ini didasarkan pada fakta bahwa air yang mengandung oksigen (2) mengoksida
kalium iodida (5) dalam suasana asam (3). Jadi campuran (2), (3), dan (5) akan
menghasilkan warna kuning. Air (1) netral, tetapi tiosulfat (4) bersifat sebagai zat
pengelantang (menghilangkan warna). Kedua anak ini diberi tahu bahwa suatu
kombinasi yang melibatkan zat cair dalam botol kecil (5) akan memberikan warna
kuning. Tugas mereka ialah menemukan kombinasi itu. (Hal yang perlu diperhatikan
ialah cara anak itu mencampurkan berbagai zat cair itu.)
Arif, umur 9 tahun:
Ia mencampur (5) dengan (1), (5) dengan (2), (5) dengan (4) Tidak ada
sesuatu yang terjadi. Masih ada cara lain untuk mencampur? Mungkin
mencampur semuanya. Ia mencampur (1) dan (2), lalu menambahkan setetes atau
dua tetes (5), menambahkan (3) Mulai menjadi kuning! Kemudian menuangkan
sedikit (4) Warna kuning hilang.






Nono, umur 13 tahun:
Ia mencoba (1) dan (5), (2) dan (5), (3) dan (5), (4) dan (5), dengan tidak ada
hasil Kukira harus dicampur. Ia mencoba (1), (2), dan (5); (1), (3), dan (5); (1),
(4), (5); (2), (3), dan (5) Itu dia! (ia melihat warna kuning terjadi). Apakah ada
cara-cara lain? Akan kucoba. Ia mencampur (2), (4), dan (5); lalu (3), (4), dan (5)
Tidak. Masih ada kombinasi lain? Kombinasi empat. Ia melanjutkan
mencampur (1), (2), (3), dan (5) Terjadi kuning lagi. Dalam botol (1) ini mungkin
terdapat air sebab tidak menimbulkan perbedaan dengan (2, 3, dan 5). Dilanjutkannya
dengan kombinasi-kombinasi yang lain: (1, 3, 4, dan 5); (2, 3, 4, dan 5); dan akhirnya
(1, 2, 3, 4, dan 5) tanpa ada hasil. Ya, hanya campuran (2), (3), dan botol kecil (5)
atau (1), (2), (3), dan botol kecil (5) yang menghasilkan warna kuning.
Nah, kita lihat bahwa Nono menggunakan semua kombinasi yang mungkin
(empat belas), sedangkan Arif hanya menggunakan bentuk-bentuk kombinasi yang
elementer saja. Dalam hal ini kita katakana: Nono berpikir kombinatorial.
Keempat, anak operasional formal berpikir reflektif. Anak-anak dalam periode
ini berpikir sebagai orang dewasa. Ia dapat berpikir kembali pada satu seri
operasional mental. Dengan perkataan lain, ia dapat berpikir tentang berpikirnya. Ia
dapat juga menyatakan operasi mentalnya melalui simbol-simbol. Dalam ilmu kimia
misalnya, setelah seorang siswa melakukan penyulingan campuran berbagai zat cair,
dapat diberi pertanyaan: Bagaimana kamu mengulangi percobaan ini agar hasilnya
lebih memuaskan? Siswa itu tentu harus memikirkan dan menilai apa yang telah
dilakukannya agar ia dapat menemukan cara yang lebih baik. Ia berpikir reflektif.
D. Faktor-faktor yang Menunjang Perkembangan Intelektual
Suatu pertanyaan yang diajukan mengenai tingkat perkembangan intelektual
Piaget ialah: Apakah yang menyebabkan seseorang pindah dari tingkat yang satu ke
tingkat yang lain? Berdasarkan hasil studinya yang bertahun-tahun, Piaget





mengemukakan bahwa ada lima faktor yang mempengaruhi transisi ini. Kelima faktor
itu ialah: kedewasaan (maturation), pengalaman fisik (physical experience),
pengalam logika-matematis (logical-mathematical experience), transmisi sosial
(social transmission), dan proses keseimbangan (equilibration) atau proses
pengaturan sendiri (self-regulation) (Phillips, 1981).
1. Kedewasaan
Perkembangan sistem saraf sentral, otak, koordinasi motorik, dan manifestasi fisik
lainnya mempengaruhi perkembangan kognitif. Walaupun kedewasaan atau maturasi
merupakan faktor penting dalam perkembangan intelektual, maturasi tidak cukup
menerangkan perkembangan intelektual ini. Andaikata dapat peranan guru sangat
kecil dalam mempengaruhi perkembangan intelektual anak.
2. Pengalaman Fisik
Interaksi dengan lingkungan fisik digunakan anak untuk mengabstrakkan berbagai
sifat fisik benda-benda. Bila seorang anak menjatuhkan sebuah benda dan
menemukan bahwa benda itu pecah atau bila ia menempatkan benda itu dalam air,
kemudian ia melihat bahwa benda itu terapung, ia sudah terlibat dalam proses
abstraksi sederhana atau abstraksi empiris. Pengalaman ini disebut pengalaman fisik
untuk membedakannya dengan pengalaman logika-matematika, tetapi secara paradox
pengalaman fisik ini selalu melibatkan asimilasi pada struktur-struktur logika-
matematika. Pengalaman fisik ini meningkatkan kecepatan perkembangan anak sebab
observasi benda-benda serta sifat-sifat benda-benda itu menolong timbulnya pikiran
yang lebih kompleks.
3. Pengalaman Logika-Matematika
Bila seorang anak mengamati benda-benda, selain pengalaman fisik ada pula
pengalaman lain yang diperoleh anak itu, yaitu waktu ia membangun atau
mengonstruk hubungan-hubungan antara objek-objek, sebagai contoh misalnya, anak





yang sedang menghitung beberapa kelereng yang dimilikinya dan ia menemukan
sepuluh kelereng. Konsep sepuluh bukannya sifat kelereng-kelereng itu,
melainkan suatu konstruksi lain yang serupa, yang disebut pengalaman logika-
matematika, untuk membedakannya dari pengalaman fisik. Proses konstruksi
biasanya disebut abstraksi reflektif. Piaget membuat perbedaan penting antara
abstraksi reflektif dan abstraksi empiris. Dalam abstraksi empiris, anak
memperhatikan sifat fisik tertentu suatu benda dan tidak mengindahkan hal-hal yang
lain. Misalnya waktu ia mengabstrak warna suatu benda, ia sama sekali tidak
memperhatikan sifat-sifat yang lain, seperti massa dan bahan dasar benda itu.
Sebalinya, abstraksi reflektif melibatkan pembentukan hubungan-hubungan antara
benda-benda. Hubungan itu seperti konsep sepuluh yang telah dikemukakan di atas,
tidak terdapat pada kelereng yang mana pun, atau di mana saja di alam nyata ini.
Sepuluh itu hanya terdapat dalam kepala anak yang sedang menghitung kelereng-
kelereng itu. Mungkin lebih baik digunakan istilah abstraksi konstruktif daripada
istilah abstraksi reflektif sebab istilah itu menunjukkan bahwa abstraksi itu
merupakan suatu konstruksi sungguh-sungguh oleh pikiran.
4. Transmisi Sosial
Pengetahuan yang diperoleh anak dari pengalaman fisik diabstraksi dari benda-benda
fisik. Dalam hal pengalaman logika-matematika, pengetahuan dikonstruksi dari
tindakan-tindakan anak terhadap benda-benda itu. Dalam transmisi sosial,
pengetahuan itu datang dari orang lain. Pengaruh bahasa, instruksi formal, dan
membaca, begitu pula interaksi dengan teman-teman dan orang-orang dewasa
termasuk faktor transmisi sosial dan memegang peranan dalam perkembangan
intelektual anak.
5. Pengaturan Sendiri
Pengaturan sendiri atau ekuilibrasi adalah kemampuan untuk mencapai kembali
keseimbangan (equilibrium) selama periode ketidakseimbangan (disequilibrium).





Ekuilibrasi merupakan suatu proses untuk mencapai tingkat-tingkat berfungsi kognitif
yang lebih tinggi melalui asimilasi dan akomodasi, tingkat demi tingkat.
E. Pengetahuan Fisik, Logika-Matematika, dan Sosial
Dalam teori Piaget, ada tiga bentuk pengetahuan, yaitu pengetahuan fisik (physical
knowledge), pengetahuan logika-matematika (logico-mathematical knowledge), dan
pengetahuan sosial (social knowledge) yang dapat dibedakan menurut sumber-sumber
utamanya, serta cara penstrukturannya. Namun, perlu diperhatikan bahwa trikotomi
ini hanya merupakan suatu perbedaan teoretis. Dalam praktik psikologi anak itu,
menurut Piaget, ketiga bentuk pengetahuan itu terdapat bersama-sama, tidak terpisah-
pisah, kecuali dalam matematika murni dan logika (Kamii, 1979).
Dalam membicarakan berbagai pengalaman yang merupakan faktor yang
menunjang pengembangan intelektual anak, telah disinggung sedikit tentang ketiga
macam pengetahuan ini. Sekarang akan diberikan pembahasan yang agak lebih
terurai.
1. Pengetahuan Fisik dan Pengetahuan Logika-Matematika
Pengetahuan fisik merupakan pengetahuan tentang benda-benda yang ada di
luardan dapat diamati dalam kenyataan eksternal. Mengenai fakta bahwa sebuah
bola memantul bila dijatuhkan ke lantai, sedangkan suatu gelas pecah bila jatuh ke
lantai, hal tersebut merupakan pengalaman fisik. Sumber pengetahuan fisik terutama
terdapat dalam benda itu sendiri, yaitu dalam cara benda itu memberikan pada subyek
kesempatan-kesempatan untuk pengamatan.
Pengetahuan logika-matematika terdiri atas hubungan-hubungan yang
diciptakan subjek dan diintroduksikan pada objek-objek. Contoh suatu hubungan
ialah perbedaan antara bola merah dan bola biru. Hubungan perbedaan tiidak
terdapat pada bola biru maupun bola merah, demikian pula tidak dapat ditemukan di
mana saja dalam kenyataan eksternal. Perbedaan hanya terdapat dalam kepala anak





itu yang menempatkan kedua objek itu dalam hubungan ini, dan bila anak itu tidak
dapat menciptakan hubungan ini, perbedaan itu tidak akan ada padanya. Anak itu
dapat pula menempatkan kedua bola itu dalam hubungan sama (sebab kedua bola
itu ialah bola biliar). Kesamaan itu pun tidak terdapat baik pada bola biru maupun
pada bola merah, tetapi dalam pikiran anak yang menganggap kedua bola itu sama.
Demikian pula ia dapat menempatkan kedua bola itu dalam hubungan dua yang
juga tidak terdapat pada bola-bola itu.
2. Pengetahuan Sosial
Pengetahuan sosial seperti fakta bahwa hari Minggu anak-anak tidak bersekolah,
didasarkan pada perjanjian sosial, suatu perjanjian atau kebiasaan yang dibuat oleh
manusia. Tidak seperti pengetahuan fisik dan pengetahuan logika-matematika,
pengetahuan sosial membutuhkan manusia. Tanpa interaksi dengan manusia, tidak
mungkin bagi seorang anak memperoleh pengetahuan sosial.
Pengetahuan sosial dan pengetahuan fisik serupa dalam hal keduanya
merupakan pengetahuan tentang isi (content) dan bersumber terutama dari kenyataan
eksternal. Di sini dikatakan terutama sebab kedua pengetahuan itu dikonstruksikan
tidak langsung dari kenyataan nyata, tetapi dari dalam melalui kerangka logika-
matematika saat berinteraksi dengan lingkungan (Kamii, 1979: 37). Tanpa kerangka
logika-matematika, anak tidak akan dapat mengerti perjanjian apa pun, seperti ia
tidak dapat mengenal suatu benda kuning terbuat dari kayu sebagai sebuah pensil.
Dari uraian di atas dapat terlihat bahwa pengetahuan fisik dan pengetahuan
sosial terutama merupakan pengetahuan empiris, sedangkan pengetahuan logika-
matematika mewakili pengetahuan menurut tradisi rasional.







F. Bagaimana Pengetahuan Diperoleh?
Menurut Piaget, anak-anak banyak memperoleh pengetahuan di luar sekolah dan
pendidikan seharusnya memperhatikan hal itu dan menunjang proses alamiah itu.
Untuk dapat melaksanakan proses pembelajaran semacam ini, berikut disarankan
beberapa prinsip mengajar IPA di Sekolah Dasar (SD).
1. Beberapa Prinsip
a. Siapkanlah benda-benda nyata untuk digunakan para siswa.
Ada dua alasan bagi prinsip ini. Pengetahuan fisik diperoleh dengan
berbuat pada benda-benda dan melihat bagaimana benda-benda itu bereaksi.
Misalnya, untuk mengetahui apakah sebuah bola yang dibuat dari tanah liat dapat
terapung dalam air, anak itu harus berbuat sesuatu pada bola itu dan memperoleh
jawaban dari bola itu. Sambil ia mengubah-ubah perbuatan atau tindakannya ia
menghubungkan perubahan-perubahan dalam perbuatannya dan perubahan-
perubahan dalam reaksi benda itu. Bukan hanya pengetahuan fisik yang
dikembangkannya, melainkan juga pengetahun logika-matematika.
Alasan kedua para siswa harus bekerja dengan benda-benda ialah bahwa
inilah satu-satunya cara mereka dapat meng-logika-matematika-kan kenyataan.
Bukan dengan cara belajar kata-kata para siswa menjadi lebih baik berpikir
mengenai alam nyata.
b. Dengan memperhatikan empat cara di bawah ini mengenai berbuat terhadap
benda-benda, pilihlah pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
1) Berbuat terhadap benda-benda dan melihat bagaimana benda-benda itu bereaksi
2) Berbuat terhadap benda-benda untuk menghasilkan suatu efek yang diinginkan
3) Menjadi sadar bagaimana seorang menghasilkan efek yang diinginkan
4) Menjelaskan






Sebagai contoh, kita ambil pelajaran terapung, melayang dan
tenggelam. Guru menggunakan pendekatan kedua (2) bila ia meminta para siswa
untuk membuat kapal tanah liat terapung dalam air. Kemudian, bila guru bertanya
pada para siswa apa yang akan terjadi, bila siswa menmpatkan benda-benda dalam
kapal itu, ia menggunakan pendekatan pertama (1). Kedua pendekatan ini
mengandung unsur-unsur penjelasan dan pada umumnya lebih baik daripada
mengajar menjelaskan yang bagaimana juga sulit bagi para siswa dalam periode
konkret.
Pendekatan ketiga (3), yaitu menjadi sadar bagaimana seseorang
menghasilkan efek yang diinginkan, dapat digunakan bila guru menganjurkan
siswa untuk bertanya pada siswa yang lain bagaimana ia menyelesaikan tugasnya.
Ini merupakan suatu contoh situasi yang secara edukatif baik bagi siswa yang
mengajarkan maupun bagi siswa yang diajari. Pendekatan ketiga ini pun
mengandung unsur penjelasan.
c. Perkenalkan kegiatan yang layak dan menarik serta berilah para siswa kebebasan
untuk menolak saran-saran guru.
Kegiatan-kegiatan itu mungkin menarik bagi para siswa, tetapi jangan
dipaksakan pada mereka. Para siswa hendaknya mempunyai kebebasan untuk
mengikuti perhatian mereka sendiri sehingga hanya akan dapat berkembang bila
siswa itu terlibat.
d. Tekanka penciptaan pertanyaan dan masalah, serta demikian pula pemecahannya.
Dewasa ini para pendidik kerap kali menganjurkan pemecahan masalah,
tetapi jarang kita dengar tentang pentingnya penciptaan masalah dan pengajuan
pertanyaan. Suatu bagian penting dalam pendidikan ialah konstruksi pertanyaan-
pertanyaan. Selain para siswa mencoba menjawab pertanyaan atau memecahkan
masalah mereka sendiri, mereka juga termotivasi untuk bekerja keras. Menurut
Piaget, perumusan pertanyaan-pertanyaan merupakan salah satu dari bagian yang





paling penting dan kreatif pada sains yang sering diabaikan dalam pendidikan
sains.
e. Anjurkan para siswa untuk saling berinteraksi.
Menurut Piaget, pertukaran gagasan-gagasan tidak dapat dihindari untuk
perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara
langsung, perkembangannya dapat distimulasi oleh konfortasi kritis, khususnya
dengan teman-teman setingkat. Seperti halnya perbedaan pendapat itu esensial
untuk konstruksi sains, demikian pula hal ini tidak dapat dihindari untuk
mengonstruksi pengetahuan fisik dan pengetahuan logika-matematika. Menurut
Piaget, para siswa hendaknya dianjurkan untuk mempunyai pendapat sendiri
(walaupun pendapat itu mungkin salah), mengemukakannya,
mempertahankannya, dan merasa bertanggung jawab atasnya. Ungkapan
keyakinan secara jujur dan membuat para siswa lebih cerdas dan termotivasi untuk
terus belajar dibandingkan dengan belajar jawaban benar.
Ada kalanya guru dapat menganjurkan para siswa untuk membandingkan
berbagai gagasan. Pada kesempatan lain guru membentuk kelompok-kelompok
kecil untuk memecahkan masalah tertentu. Cara lain untuk membangkitkan
interaksi ialah dengan meminta seluruh kelas membandingkan berbagai masalah,
pengamatan, dan interpretasi.
f. Hindarilah istilah teknis dan tekankan berpikir.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa bahasa dapat memperjelas dan
memperkaya gagasan bila para siswa sudah pada tingkat perkembangan tinggi.
Namun, kerap kali kata-kata merintangi berpikir.
g. Anjurkan para siswa berpikir dengan cara mereka sendiri.
Ada kalanya siswa membandingkan hal-hal yang salah. Walaupun
demikian, mereka harus dianjurkan untuk berpikir dengan cara mereka sendiri.
Sebagian dari gagasan mereka itu ada yang salah dan sebagian ada yang betul, dan
gagasan-gagasan ini harus ditelusurindan dikoordinasikan agar para siswa menjadi
pemikir-pemikir yang diharapkan.







h. Perkenalkan ulang materi dan kegiatan yang sama setelah beberapa waktu.
Anak yang sama bila melihat mobil atau benda lain apa pun juga atau
peristiwa tidak akan melihat kenyataan yang sama pada umur 6, 10, dan 14 tahun.
Alasannya ialah karena anak yang lebih tua mengasimilasikan benda-benda ke
dalam pengetahuan terstruktur lebih baik daripada anak yang lebih muda.
Penelitian Piaget juga menunjukkan bahwa anak-anak memperoleh pengetahuan
dengan cara-cara yang amat berbeda dari para orang dewasa. Beberapa contoh
kegiatan di bawah ini diberikan untuk menolong para guru melihat bagaimana
teori Piaget dapat diterapkan pada tingkat sekolah dasar.

















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pandangan Piaget, belajar yang sebenarnya bukanlah sesuatu yang
diturunkan oleh guru, melainkan sesuatu yang berasal dari dalam diri anak sendiri.
Belajar merupakan sebuah proses penyelidikan dan penemuan spontan. Berkaitan
dengan belajar, Piaget membangun teorinya berdasarkan pada konsep Skema yaitu,
stuktur mental atau kognitif yang menyebabkan seseorang secara intelektual
beradaptasi dan mengoordinasikan lingkungan sekitarnya. Skema pada prinsipnya
tidak statis melainkan selalu mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan
kognitif manusia. Berdasarkan asumsi itulah, Piaget berpendapat bahwa belajar
merupakan proses menyesuaikan pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang
telah dipunyai seseorang. Bagi Piaget, proses belajar berlangsung dalam tiga tahapan
yakni: asimilasi, akomodasi dan equilibrasi. Kompleksitas pengetahuan dan struktur
kognitif tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya asimiliasi secara mulus.
Dalam kasus tertentu asimilasi mungkin saja tidak terjadi karena informasi baru yang
diperoleh tidak bersesuaian dengan stuktur kognitif yang sudah ada. Dalam konteks
seperti ini struktur kongitif perlu disesuaikan dengan pengetahuan baru yang diterima.
Proses semacam ini disebut akomodasi. Penekanan Piaget tentang betapa pentingnya
fungsi kognitif dalam belajar didasarkan pada tahap perkembangan kognitif manusia.









MAKALAH
PEAGET DAN TEORI BELAJARNYA
(Buku Teori Teori Belajar dan Pembelajaran)

Mata Kuliah Inovasi dan Model Pembelajaran
Dr. H. PM. Labulan, M.Pd.









Oleh
Rony Budyanto
NIM. 1305146290

PROGRAM PASCASARJANA KEPENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2014





DAFTAR PUSTAKA

Majid, Abdul.2007. Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengaja: Salah Satu Unsur Pelaksanaan Strategi
Belajar Mengajar: Teknik Penyajian. Jakarta: Rineka Cipta
Sabri, Ahmad.2005 Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching. Jakarta:
Quantum Teaching
Sudjana, Nana. 2006. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah Makalah, Skripsi, Tesis,
Disertasi. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Sutikno, M. Sobry. 2009. Pengelolaan Pendidikan: Tinjauan Umum dan Konsep
Islami. Bandung: Prospect
Syaefudin Udin Saud, dkk.2005. Perencanaan Pendidikan. Bandung : Rosda Karya
Wills Ratna Dahar. 2011. Teori Teori Belajar dan Pembelajaran. . Glora Aksara
Pratama













DAFTAR ISI

Halaman
Daftar Isi ................................................................................................... i

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
II. PEMBAHASAN
A. Empirisme, Rasionalisme, dan Teori Piaget ....................................... 2
B. Perkembangan Intelektual .................................................................... 4
C. Tingkat perkembangan Intelektual ........................................... 8
D. Faktor Faktor Yang Menunjang Perkembangan Intelektual ... 15
E. Pengetahuan Fisik,Logika-Matematika, dan Sosial ................... 18
F. Bagaimana Pengetahuan Diperoleh? .......................................... 20
III. PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 24

Daftar Pustaka ......................................................................................... 25






i

Anda mungkin juga menyukai