Anda di halaman 1dari 26

TEORI KECERDASAN GANDA DAN PENERAPANNYA DALAM

PEMBELAJARAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran
yang diampu oleh Dr. H. Iskandar Zulkarnain, M.Si., Siti Mawaddah, M. Pd.,
dan Taufiq Hidayanto,S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:

KELOMPOK 12
Fitry Hayuni Gimelia (2010118220013)
Rezanor Fahlevi (2010118110013)
Sutan Fadillah Raga Barnaba (2010118210046)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan
benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “Teori
Kecerdasan Ganda dan Penerapannya dalam Pembelajaran”.
Makalah ini telah dibuat dengan beberapa bantuan dari teman-teman untuk membantu
menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.

Banjarmasin, 11 Februari 2021

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................................................................i
Daftar Isi........................................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................................3
A. Pengertian Kecerdasan......................................................................................................................3
B. Pengertuan Kecerdasan Ganda..........................................................................................................4
C. Latar Belakang Kecerdasan Ganda....................................................................................................5
D. Jenis-Jenis Kecerdasan dalam Kecerdasan Ganda............................................................................7
E. Kegiatan untuk Meningkatkan Kecerdasan Ganda............................................................................15
F. Penerapan Teori Kecerdasan Ganda Dalam Pembelajaran...............................................................16
G. Faktor-Faktor Penting dalam Implementasi Teori Kecerdasan Ganda..............................................19
H. Peran Kecerdasan Ganda terhadap Keberhasilan Belajar Anak........................................................21
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................................22
A. Kesimpulan.......................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................................23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses pengembangan potensi individu. Melalui
pendidikan, potensi yang dimiliki oleh individu akan diubah menjadi kompetensi. Kompetensi
mencerminkan kemampuan dan kecakapan individu dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan.
Tugas pendidik atau guru dalam hal ini adalah memfasilitasi anak didik sebagai individu untuk dapat
mengembangkan potensi yng dimkili menjadi kompetensi sesuai dengan cita-citanya. Program
pendidikan dan pembelajaran seperti yang berlangsung saat ini oleh karenanya harus lebih diarahkan
atau lebih berorientasi kepada invidu peserta didik.
Kenyataan menunjukkan bahwa program pendidikan yang berlangsung saat ini lebih banyak
dilaksanakan dengan cara membuat generalisasi terhadap potensi dan kemampuan siswa. Hal ini
disebabkan karena kurangnya pemahman pendidik tentang karakteristik individu.
Jerold E. Kemp dan kawan-kawan mengemukakan (1996) beberapa karakteristik individu
siswa ang perlu difahami antara lain :
 Age and maturity level
 Motivation and attitude toward subject
 Expectation and vocational level
 Special Talent
 Mechanical Dexterity
 Ability to work under various enviro condition.
Salah satu karakteristik  penting dari individu yang perlu dipahami oleh guru sebagai
pendidik adalah bakat dan kecerdasan individu. Guru yang tidak memahami kecerdasan anak didik
akan memiliki kesulitan dalam memfasilitasi proses pengembangan potensi individu menjadi yang
dicita-citakan. Generalisasi terhadap kemampuan dan potensi individu memberikan dampak negatif
yaitu siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengebangkan secara optimal pternsi yang aa pada
dirinya. Akibat penanganan salah seperti yang dilakukan oleh sistem persekolahan saat ini kita telah
kehilangan bakat-bakat cemerlang. Individu-individu yang cerdas tidak dapat mengembangkan
potensi diri mereka secara optimal.
Anak yang mempunyai taraf kecerdasan rendah atau di bawah normal sukar diharapkan
berprestasi tinggi. Teori Multiple Intelligences atau kecerdasan ganda mencoba memperbaiki
pandangan umum orang tua kepada anaknya bahwa tidak semua anak memiliki kecerdasan yang

1
sama, sehingga orang tua harus mampu mendidik anaknya dengan cara yang berbeda (Wahyuni,
2015). Kecerdasan merupakan alat untuk belajar, menyelesaikan masalah, dan menciptakan semua
hal yang bisa digunakan manusia. Gardner (2003) tidak memandang kecerdasan manusia berdasarkan
skor tes standar semata, namun kecerdasan adalah sebagai kemampuan untuk menyelesaikan masalah
yang terjadi dalam kehidupan manusia, kemampuan untuk menghasilkan persoalan baru untuk
diselesaikan, kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau untuk menawarkan jasa yang akan
menimbulkan penhargaan dalam budaya seseorang. Definisi tersebut menegaskan hakekat teorinya
(Campbell, dkk, 2006). Gardner (2003) mengemukakan sebuah teori yang baru ditemukannya, yaitu
kecerdasan minimal yang dimiliki seseorang meliputi delapan kemampuan intelektual yang berbeda
disebut dengan teori multiple intelligences. Kedelapan kecerdasan tersebut terdiri atas: linguistik
intelligence (kecerdasan linguistik), logical-mathematical intelligence (kecerdasan matematika dan
logika), spatial intelligence (kecerdasan spasial), bodily-kinesthetic intelligence (kecerdasan
kinestetik-tubuh), musical intelligence (kecerdasan musik), interpersonal intelligence (kecerdasan
interpersonal), intrapersonal intelligence (kecerdasan intrapersonal), dan natural intelligence
(kecerdasan natural).
Sumber kecerdasan ditentukan oleh tiga hal yaitu genetis, asupan makanan, dan lingkungan.
Tetapi, pada akhirnya, ketiga sumber kekuatan kecerdasan tersebut bermuara di sekolah. Penemuan
kekuatan kecerdasan siswa menjadi tanggung jawab moral sekolah. Peran sekolah seharusnya seperti
detektif pencari minat, bakat, dan kekuatan kecerdasan siswa. Sebagaimana perbedaan pada pola
genetis setiap siswa, maka perbedaan kemunculan kekuatan siswa pun berbeda satu sama lain.
Dengan demikian, banyak cara menuju kecerdasan dan banyak tanda pula untuk melihat kecerdasan
siswa (Chatib, 2012).

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kecerdasan
Ada banyak definisi kecerdasan, meskipun para ahli merasa sulit mendefinisikannya.
Kecerdasan dapat dilihat dari berbagai pendekatan, yakni pendekatan teori belajar, pendekatan teori
neurobiologis, pendekatan teori psikometri, dan pendekatan teori perkembangan.
Menurut pendekatan psikometris, kecerdasan dipandang sebagai sifat psikologis yang
berbeda pada setiap individu. Kecerdasan dapat diperkirakan dan diklasifikasi berdasarkan tes
inteligensi. Tokoh pengukuran inteligensi Alfred Binet mengatakan bahwa kecerdasan adalah
kemampuan yang terdiri dari tiga komponen, yakni (1) kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau
tindakan, (2) kemampuan untuk mengubah arah pikiran atau tindakan, dan (3) kemampuan untuk
mengkritisi pikiran dan tindakan diri sendiri atau autocritism. Menurutnya, inteligensi merupakan
sesuatu yang fungsional sehingga tingkat perkembangan individu dapat diamati dan dinilai
berdasarkan kriteria tertentu. Apakah seorang anak cukup inteligen atau tidak, dapat dinilai
berdasarkan pengamatan terhadap cara dan kemampuan anak melakukan tindakan dan kemampuan
mengubah arah tindakan apabila diperlukan.
Edward Lee Thorndike, seorang ahli psikologi pendidikan, mengklasifikasi inteligensi ke
dalam tiga bentuk kemampuan, yakni:
1. kemampuan abstraksi yakni kemampuan untuk “beraktivitas” dengan menggunakan gagasan dan
simbol-simbol secara efektif;
2. kemampuan mekanik, yakni kemampuan untuk “beraktivitas” dengan menggunakan alat-alat
mekanis dan kemampuan untuk kegiatan yang memerlukan aktivitas indra-gerak;
3. kemampuan sosial, yakni kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru
dengan cara-cara yang cepat dan efektif.

Menurut Thorndike, ketiga kemampuan tersebut, dapat saling berkorelasi, namun mungkin
pula tidak. Dengan demikian ada seseorang yang memiliki daya abstraksi bagus, tetapi lemah dalam
bersosialisasi, tetapi ada pula orang yang bagus dalam melakukan abstraksi, mekanik, dan sosial
sekaligus.
Inteligensi menurut Piaget lain lagi. Pandangan ahli perkembangan ini melihat inteligensi
secara kualitatif, berdasarkan aspek isi, struktur, dan fungsinya. Untuk menjelaskan ketiga aspek
tersebut, Piaget mengaitkan inteligensi dengan periodisasi perkembangan biologis, meliputi
sensorimotorik, praoperasional, konkret operasional, dan abstrak operasional. Pembagian ini

3
dimaksudkan juga sebagai periode perkembangan kognitif. Di dalam perkembangan tersebut
terkandung konsep kecerdasan atau inteligensi anak.

B. Pengertian Kecerdasan Ganda


Seorang ahli pendidikan lain dari Harvard University bernama Howard Gardner berpendapat
bahwa tidak ada manusia yang tidak cerdas. Paradigma ini menentang teori dikotomi cerdas-tidak
cerdas. Gardner juga menentang anggapan “cerdas” dari sisi IQ (intelectual quotion), yang
menurutnya hanya mengacu pada tiga jenis kecerdasan, yakni logiko-matematik, linguistik, dan
spasial. Untuk selanjutnya, Howard Gardner, kemudian memunculkan istilah multiple intelligences.
Istilah ini kemudian dikembangkan menjadi teori melalui penelitian yang rumit, melibatkan
antropologi, psikologi kognitif, psikologi perkembangan, psikometri, studi biografi, fisiologi hewan,
dan neuroanatomi (Armstrong, 1993; Larson, 2001).

Bagi para pendidik dan implikasinya bagi pendidikan, teori multiple intelligences melihat
anak sebagai individu yang unik. Pendidik akan melihat bahwa ada berbagai variasi dalam belajar, di
mana setiap variasi menimbulkan konsekuensi dalam cara pandang dan evaluasinya. Kecerdasan,
menurut paradigma multiple intelligences (Gardner, 1993), dapat didefinisikan sebagai kemampuan
yang mempunyai tiga komponen utama, yakni:

1. kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan nyata seharihari;
2. kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru yang dihadapi untuk diselesaikan;
3. kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan jasa yang akan menimbulkan
penghargaan dalam budaya seseorang.

Semua kemampuan tersebut dimiliki oleh semua manusia, meskipun manusia memiliki cara
yang berbeda untuk menunjukkannya. Kecerdasan anak juga didasarkan pada pandangan pokok teori
multiple intelligences (Armstrongs, 1993) sebagai berikut.

1. Setiap anak memiliki kapasitas untuk memiliki sembilan kecerdasan. Kecerdasan-kecerdasan


tersebut ada yang dapat sangat berkembang, cukup berkembang, dan kurang berkembang.
2. Semua anak, pada umumnya, dapat mengembangkan setiap kecerdasan hingga tingkat
penguasaan yang memadai apabila ia memperoleh cukup dukungan, pengayaan, dan pengajaran.
3. Kecerdasan bekerja bersamaan dalam kegiatan sehari-hari. Anak yang menyanyi membutuhkan
kecerdasan musikal dan kinestetik.
4. Anak memiliki brbagai cara untuk menunjukkan kecerdasannya dalam setiap kategori. Anak
mungkin tidak begitu pandai meloncat tetapi mampu meronce dengan baik (kecerdasan

4
kinestetik), atau tidak suka bercerita, tetapi cepat memahami apabila diajak berbicara (kecerdasan
linguistik).

C. Latar Belakang Kecerdasan Ganda


Dikotomi anak cerdas dan tidak cerdas, serta pemberian label hiperaktif, gangguan belajar,
dan prestasi di bawah kemampuan, mendorong para pendidik untuk mempelajari teori Multiple
Intelligences. Setelah menemukan delapan bukti dari teorinya, Gardner meneguhkan kriteria
temuannya tentang sembilan kecerdasan dalam multiple intelligences.
Howard Gardner (1993; Armstrong, 1993) menyadari bahwa banyak orang bertanya-tanya
tentang konsep multiple intelligences. Benarkah musikal, visual-spasial, intrapersonal, dan kinestetik
dapat dikategorikan sebagai kecerdasan, dan bukan bakat? Untuk menguatkan temuan dan
keyakinannya, Gardner menyusun kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap kategori
kecerdasan. Kriteria tersebut didasarkan pada bukti-bukti berikut.
1. Ditemukannya potensi yang terisolasi akibat kerusakan otak. Ini berarti setiap kecerdasan
memiliki sistem otak yang relatif otonom. Terdapat struktur otak dalam setiap kecerdasan.
2. Ditemukannya orang-orang genius dan idiot savant. Ini berarti, ada kecerdasan yang sangat tinggi
sementara kecerdasan lain hanya berfungsi pada tingkat rendah.
3. Ditemukannya riwayat perkembangan khusus dan kinerja kondisi puncak bertaraf ahli yang khas.
Hal ini berarti, kecerdasan terbentuk melalui keterlibatan anak dalam kegiatan dan setiap
kecerdasan memiliki waktu kemunculan tertentu. Musik dan bahasa, misalnya muncul sejak awal
dan bertahan hingga usia tua sementara logiko-matematis mencapai kinerja kondisi puncak pada
usia belasan tahun.
4. Ditemukannya bukti-bukti sejarah dan kenyataan logis evolusioner. Hal ini berarti, kecerdasan
ada pada setiap kurun waktu, meskipun peran dari setiap kecerdasan tidak sama. Bukti
kecerdasan musik ditemukan pada bukti arkeologis instrumen musik purba.
5. Ditemukannya dukungan dari temuan psikometri atau tes pengujian, seperti tes verbal IQ dan
TPA (verbal-linguistik), penalaran IQ dan TPA (logiko-matematik), tes bakat seni dan tes
memori visual (visual-spasial), tes kebugaran fisik (kinestetik), sosiogram (interpersonal), tes
proyeksi (intrapersonal) untuk mengenali kecerdasan anak. Saat ini, telah dibuat tes psikometri
untuk kecerdasan majemuk.
6. Ditemukannya dukungan riset psikologi eksperimental, seperti studi kemampuan mengingat,
persepsi, dan atensi. Hal ini menunjukkan bahwa manusia memiliki kemampuan yang terkotak-
kotak, dan bahwa setiap kemampuan kognitif berlaku khusus untuk satu kecerdasan.

5
7. Ditemukannya cara kerja dasar yang teridentifikasi. Setiap kecerdasan memerlukan cara kerja
dasar yang berperan menggerakkan kegiatan yang spesifik pada setiap kecerdasan. Cara kerja
dasar kinestetik, misalnya adalah kemampuan meniru dan menguasai gerak.
8. Ditemukannya penyandian kecerdasan dalam sistem simbol. Semua kecerdasan memiliki sistem
simbol khas, seperti bunyi bahasa (verbal linguistik), simbol matematika (logiko-matematik),
kanji (visualspasial), braille (kinestetik), notasi (musikal), mimik wajah (interpersonal), dan
simbol diri terhadap karya seni (intrapersonal), klasifikasi spesies (naturalis), dan simbol nurani
(eksistensial).

Menurut Howard Gardner, multiple intelligences memiliki karakteristik konsep yang berbeda
dengan karakteristik konsep kecerdasan terdahulu. Karakteristik yang dimaksud adalah sebagai
berikut.

1. Semua inteligensi itu berbeda-beda, tetapi semuanya sederajat. Dalam pengertian ini, tidak ada
inteligensi yang lebih baik atau lebih penting dari inteligensi yang lain (Gardner, 1993; Hine;
2003; Armstrong, 1993; 1996).
2. Semua kecerdasan dimiliki manusia dalam kadar yang tidak persis sama. Semua kecerdasan dapat
dieksplorasi, ditumbuhkan, dan dikembangkan secara optimal.
3. Terdapat banyak indikator kecerdasan dalam tiap-tiap kecerdasan. Dengan latihan, seseorang
dapat membangun kekuatan kecerdasan yang dimiliki dan menipiskan kelemahan-kelemahan.
4. Semua kecerdasan yang berbeda-beda tersebut akan saling bekerja sama untuk mewujudkan
aktivitas yang diperbuat manusia. Satu kegiatan mungkin memerlukan lebih dari satu kecerdasan,
dan satu kecerdasan dapat digunakan dalam berbagai bidang (Gardner, 1993: 37–38).
5. Semua jenis kecerdasan tersebut ditemukan di seluruh atau semua lintas kebudayaan di seluruh
dunia dan kelompok usia (Gardner, 1993: Armstrong, 2004:10–13).
6. Tahap-tahap alami dari setiap kecerdasan dimulai dengan kemampuan membuat pola dasar.
Kecerdasan musik, misalnya ditandai dengan kemampuan membedakan tinggi rendah nada.
Sementara kecerdasan spasial dimulai dengan kemampuan pengaturan tiga dimensi.
7. Saat seseorang dewasa, kecerdasan diekspresikan melalui rentang pengejaran profesi dan hobi.
Kecerdasan logika-matematika yang dimulai sebagai kemampuan membuat pola dasar pada masa
balita, berkembang menjadi penguasaan simbolik pada masa anak-anak, dan akhirnya mencapai
kematangan ekspresi dalam wujud profesi sebagai ahli matematika, akuntan, atau ilmuwan.
8. Ada kemungkinan seorang anak berada pada kondisi “berisiko” sehingga apabila mereka tidak
memperoleh bantuan khusus, mereka akan mengalami kegagalan dalam tugas-tugas tertentu yang
melibatkan kecerdasan tersebut (Gardner, 1993: 27−29).

6
D. Jenis- Jenis Kecerdasan dalam Kecerdasan Ganda
1. Kecerdasan Verbal-Linguitstik
Kecerdasan ini ditunjukkan dengan kepekaan seseorang pada bunyi, struktur, makna,
fungsi kata, dan bahasa. Anak yang memiliki kecerdasan ini cenderung menyukai dan efektif
dalam hal berkomunikasi lisan dan tulisan mengarang cerita, diskusi dan mengikuti debat suatu
masalah, belajar bahasa asing, bermain “game” bahasa, membaca dengan pemahaman tinggi,
mudah mengingat ucapan orang lain, tidak mudah salah tulis atau salah eja, pandai membuat
lelucon, pandai membuat puisi, tepat dalam tata bahasa, kaya kosa kata, dan menulis secara jelas.
Kecerdasan verbal-linguistik anak usia dini dapat diketahui melalui kegiatan:
a. Mengobservasi kemauan dan kemampuan berbicara. Anak yang cerdas dalam verbal-
linguistik banyak bicara, suka bercerita, pandai melucu dengan kata-kata. Anda dapat
mengamati bagaimana mereka berbicara, bernegosiasi, mengekspresikan perasaan melalui
kata-kata, dan mempengaruhi orang lain;
b. mengamati kemampuan anak-anak melucu dengan kata-kata dan menangkap kelucuan;
c. mengamati kegiatan di kelas dan mengamati bagaimana anak-anak bermain dengan huruf-
huruf, seperti mencocok huruf, menukarkan huruf, menebak kata-kata, dan kegiatan bermain
lain yang melibatkan bahasa, baik lisan maupun tulis;
d. mengamati kesenangan mereka terhadap buku serta kemampuan mereka membaca dan
menulis;
Cara belajar terbaik bagi anak-anak yang cerdas dalam verbal-linguistik adalah dengan
mengucapkan, mendengarkan, dan melihat tulisan. Oleh karena itu, ajak anak-anak ke toko buku,
beri kesempatan berbicara, sediakan banyak buku-buku, rekaman, serta menciptakan peluang
mereka untuk menulis, menyediakan peralatan membuat tulisan, tape recorder, mesin ketik,
keyboard, untuk belajar mengidentifikasi huruf dalam kata-kata.

2. Kecerdasan Logis-Matematis
Kecerdasan ini ditandai dengan kepekaan pada pola-pola logis dan memiliki kemampuan
mencerna pola-pola tersebut, termasuk juga numerik serta mampu mengolah alur pemikiran yang
panjang. Seseorang yang memiliki kecerdasan ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal:
menghitung dan menganalisis hitungan, menemukan fungsi-fungsi dan hubungan,
memperkirakan, memprediksi, bereksperimen, mencari jalan keluar yang logis, menemukan
adanya pola, induksi dan deduksi, mengorganisasikan/membuat garis besar, membuat langkah-
langkah, bermain permainan yang perlu strategi, berpikir abstrak dan menggunakan simbol
abstrak, dan menggunakan algoritma.

7
Informasi mengenai kecerdasan logis-matematis anak-anak dapat diperoleh melalui
observasi terhadap:
a. kesenangan mereka terhadap angka-angka, mampu membaca angka, dan berhitung. Anak
yang cerdas dalam logis-matematis cepat dan efektif dalam menjumlah, mengurangi, dan
membaca simbol angka;
b. kemahiran mereka berpikir dan menggunakan logika. Anak yang cerdas logis-matematis
mampu memecahkan masalah secara logis, cepat memahami permasalahan, mampu
menelusuri sebab dan akibat suatu masalah;
c. kesukaan mereka bertanya dan selalu ingin tahu;
d. kecenderungan mereka untuk memanipulasi lingkungan dan menggunakan strategi coba-ralat,
serta menduga-duga dan mengujinya;
e. kecenderungan mereka untuk bermain konstruktif, bermain dengan polapola, permainan
strategi, menikmati permainan dengan komputer atau kalkulator;
f. kecenderungan untuk menyusun sesuatu dalam kategori atau hierarki seperti urutan besar ke
kecil, panjang ke pendek, dan mengklasifikasi benda-benda yang memiliki sifat sama.

Cara belajar terbaik anak-anak yang cerdas logis-matematis adalah melalui angka,
berpikir, bertanya, mencoba, menduga, menghitung, menimbang, mengurutkan, mengklasifikasi,
dan mengonstruksi.
Oleh karena itu, sediakan alat-alat bermain konstruktif, puaskan rasa ingin tahu anak, dan
beri kesempatan anak untuk bertanya, menduga, dan mengujinya.

3. Kecerdasan Visual-Spasial
Kecerdasan ini ditandai dengan kepekaan mempersepsi dunia visualspasial secara akurat
dan mentransformasi persepsi awal. Seseorang yang memiliki kecerdasan ini cenderung
menyukai arsitektur, bangunan, dekorasi, apresiasi seni, desain, atau denah. Mereka juga
menyukai dan efektif dalam membuat dan membaca chart, peta, koordinasi warna, membuat
bentuk, patung dan desain tiga dimensi lainnya, menciptakan dan menginterpretasi grafik, desain
interior, serta dapat membayangkan secara detil benda-benda, pandai dalam navigasi, dan
menentukan arah. Mereka suka melukis, membuat sketsa, bermain game ruang, berpikir dalam
image atau bentuk, serta memindahkan bentuk dalam angan-angan.
Informasi mengenai kecerdasan visual-spasial pada anak-anak dapat diperoleh melalui
observasi terhadap:

8
a. kemampuan menangkap warna serta mampu memadukan warna-warna saat mewarnai, dan
mendekorasi;
b. kesenangan mereka mencoret-coret, menggambar, berkhayal, membuat desain sederhana;
c. kemampuan anak dalam memahami arah dan bentuk;
d. kemampuan anak mencipta suatu bentuk, seperti bentuk pesawat terbang, rumah, mobil,
burung, atau bentuk lain yang mengesankan adanya unsur transformasi bentuk yang rumit.

Anak yang cerdas dalam visual-spasial terkesan kreatif, memiliki kemampuan


membayangkan sesuatu, melahirkan ide secara visual dan spasial dalam bentuk gambar atau
bentuk yang terlihat mata (Armstrong, 1996). Mereka memiliki kemampuan mengenali identitas
objek ketika objek tersebut ada dari sudut pandang yang berbeda. Mereka juga mampu
memperkirakan jarak dan keberadaan dirinya dengan sebuah objek (IndraSupit, dkk., 2003). Cara
belajar terbaik untuk anak yang cerdas visual-spasial adalah melalui warna, coretan, arah, bentuk,
dan ruang.

4. Kecerdasan Musikal
Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan menciptakan dan mengapresiasi irama pola
titi nada, dan warna nada; juga kemampuan mengapresiasi bentuk-bentuk ekspresi musikal.
Seseorang yang optimal dalam kecerdasan ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal
menyusun/mengarang melodi dan lirik, bernyanyi kecil, menyanyi dan bersiul. Mereka juga
mudah mengenal ritme, mudah belajar/mengingat irama dan lirik, menyukai mendengarkan dan
mengapresiasi musik, memainkan instrumen musik, mengenali bunyi instrumen, mampu
membaca musik, mengetukkan tangan dan kaki, serta memahami struktur musik.
Informasi mengenai kecerdasan musikal pada anak-anak dapat diperoleh melalui
observasi terhadap:
a. kesenangan dan kemampuan mereka menyanyi dan menghafal lagu-lagu, bersiul,
bersenandung, dan mengetuk-ngetuk benda untuk membuat bunyi berirama;
b. kepekaan dan kemampuan mereka menangkap nada-nada, irama, dan kemampuan
menyesuaikan suara dengan nada yang mengiringi;
c. kecenderungan musikal saat anak berbicara dan kemerduan suara mereka pada saat
menyanyi;
d. kesenangan dan kemampuan mereka memainkan alat musik;
e. kemampuan mereka mengenali berbagai jenis suara di sekitarnya, mulai dari suara manusia,
mesin, hewan, dan suara-suara khas lainnya.

9
Hampir semua anak memiliki kecerdasan ini, dan cara belajar yang terbaik untuk mereka
adalah dengan nada, irama, dan melodi. Oleh karena itu, guru perlu memfasilitasi anak agar dapat
berekspresi secara musikal melalui salam berirama, deklamasi, menyanyi bersama, tepuk
bernada, dan, bila mungkin, orkestra kaleng bekas, dan latihan membedakan bunyi dan suara di
sekitarnya.

5. Kecerdasan Kinestetik
Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan mengontrol gerak tubuh dan kemahiran
mengelola objek. Seseorang yang optimal dalam kecerdasan ini cenderung menyukai dan efektif
dalam hal mengekspresikan dalam mimik atau gaya, atletik, menari dan menata tari; kuat dan
terampil dalam motorik halus, koordinasi tangan dan mata, motorik kasar dan daya tahan. Mereka
juga mudah belajar dengan melakukan, mudah memanipulasikan bendabenda (dengan
tangannya), membuat gerak-gerik yang anggun, dan pandai menggunakan bahasa tubuh.
Informasi mengenai kecerdasan kinestetik pada anak-anak sangat mudah diperoleh.
Tanda-tanda yang dimunculkan sangat terlihat seperti kecerdasan verbal-linguistik. Indikator
kecerdasan ini dapat diperoleh melalui observasi terhadap:
a. frekuensi gerak anak yang tinggi serta kekuatan dan kelincahan tubuh;
b. kemampuan koordinasi mata-tangan dan mata-kaki, seperti menggambar, menulis,
memanipulasi objek, menaksir secara visual, melempar, menendang, menangkap;
c. kemampuan, keluwesan, dan kelenturan gerak lokomotor, seperti berjalan, berlari, melompat,
berbaris, meloncat, mencongklak, merayap, berguling, dan merangkak, serta keterampilan
nonlokomotor yang baik, seperti membungkuk, menjangkau, memutar tubuh, merentang,
mengayun, jongkok, duduk, berdiri;
d. kemampuan mereka mengontrol dan mengatur tubuh seperti menunjukkan kesadaran tubuh,
kesadaran ruang, kesadaran ritmik, keseimbangan, kemampuan untuk mengambil start,
kemampuan menghentikan gerak, dan mengubah arah;
e. kecenderungan memegang, menyentuh, memanipulasi, bergerak untuk belajar tentang sesuatu
serta kesenangannya meniru gerakan orang lain.
Anak yang memiliki kecerdasan gerak-kinestetik membutuhkan kesempatan untuk
bergerak, dan menguasai gerakan. Mereka perlu diberi tugas-tugas motorik halus, seperti
menggunting, melipat, menjahit, menempel, merajut, menyambung, mengecat, dan menulis, serta
motorik kasar, seperti berlari, melompat, berguling, meniti titian, berjalan satu kaki, senam irama,
merayap, dan lari jarak pendek.

10
Adanya rangsangan stimulus terhadap kecerdasan gerak-kinestetik membantu
perkembangan dan pertumbuhan anak. Sesuai dengan sifat anak, yakni suka bergerak, proses
belajar hendaklah memperhatikan kecenderungan ini. Anak-anak dengan kecenderungan
kecerdasan ini belajar dengan menyentuh, memanipulasi, dan bergerak. Mereka memerlukan
kegiatan belajar yang bersifat kinestetik dan dinamis. Mereka membutuhkan akses ke lapangan
bermain, lapangan rintangan, kolam renang, dan ruang olahraga. Oleh karena itu, proses
pembelajaran yang menuntut konsentrasi anak dalam konteks pasif (duduk tenang di kelas) dalam
waktu lama sangat menyiksa mereka.

6. Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan mencerna dan merespons secara tepat
suasana hati, temperamen, motivasi, dan keinginan orang lain. Seseorang yang optimal dalam
kecerdasan ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal mengasuh dan mendidik orang lain,
berkomunikasi, berinteraksi, berempati dan bersimpati, memimpin dan mengorganisasikan
kelompok, berteman, menyelesaikan dan menjadi mediator konflik, menghormati pendapat dan
hak orang lain, melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang, sensitif atau peka pada minat dan
motif orang lain, dan handal bekerja sama dalam tim.
Tanda utama kecerdasan interpersonal sangat mudah diidentifikasi. Anak yang memiliki
kecerdasan interpersonal sangat menyenangkan bagi teman sebayanya. Indikator kecerdasan
interpersonal dapat diketahui melalui observasi terhadap:
a. kepekaan anak terhadap perasaan, kebutuhan, dan peristiwa yang dialami teman sebayanya.
Kepekaan ini mendorong anak memberikan perhatian yang tinggi pada anak lain, senang
membantu teman lain;
b. kemampuan anak mengorganisasi teman-teman sebayanya. Kemampuan ini mendorong anak
menggerakkan teman-temannya untuk tujuan bersama, dan cenderung memimpin;
c. kemampuan anak memotivasi dan mendorong orang lain untuk bertindak. Hal ini disebabkan
oleh kemampuan mereka mengenali dan membaca pikiran orang lain, dan karenanya anak
dapat mengambil sikap yang tepat;
d. sikap yang ramah, senang menjalin kontak, menerima teman baru, dan cepat bersosialisasi di
lingkungan baru. Hal ini disebabkan oleh dorongan anak untuk selalu bersama orang lain dan
menjalin komunikasi dengan sesama;
e. kecenderungan anak untuk bekerja sama dengan orang lain, saling membantu, berbagi, dan
mau mengalah;

11
f. kemampuan untuk menengahi konflik yang terjadi di antara teman sebayanya, menyelaraskan
perasaan teman-teman yang bertikai, dan kemampuan memberikan usulan-usulan
perdamaian.

Cara belajar terbaik bagi anak yang cerdas interpersonal adalah melalui interaksi dengan
orang lain. Anak dengan kecerdasan ini akan tampak sebagai individu yang manis, baik hati, dan
suka perdamaian, oleh karena itu, mereka disukai banyak orang. Untuk mengembangkan
kecerdasan ini, pendidik perlu memberikan tugas-tugas menarik yang harus diselesaikan anak
secara berpasangan dan berkelompok. Kegiatan bermain bersama di bawah pengawasan pendidik
sangat disarankan.

7. Kecerdasan Naturalis
Kecerdasan ini ditandai dengan keahlian membedakan anggota-anggota suatu spesies,
mengenali eksistensi spesies lain, dan memetakan hubungan antara beberapa spesies, baik secara
formal maupun informal. Seseorang yang optimal kecerdasan naturalisnya cenderung menyukai
dan efektif dalam menganalisis persamaan dan perbedaan, menyukai tumbuhan dan hewan,
mengklasifikasi flora dan fauna, mengoleksi flora dan fauna, menemukan pola dalam alam,
mengidentifikasi pola dalam alam, melihat sesuatu dalam alam secara detil, meramal cuaca,
menjaga lingkungan, mengenali berbagai spesies, dan memahami ketergantungan pada
lingkungan.
Anak yang cenderung cerdas dalam naturalis tampak sebagai penyayang binatang dan
tumbuhan, serta peka terhadap alam. Kecerdasan mereka dapat diidentifikasi melalui observasi
terhadap:
a. kesenangan mereka terhadap tumbuhan, bunga-bungaan, dan kecenderungan untuk merawat
tanaman, tampak “seolah-olah berbicara” dengan tumbuhan;
b. sikap mereka yang sayang terhadap hewan piaraan (membelai, memberi makan-minum,
mengoleksi binatang atau gambar atau miniatur);
c. kemampuan mereka dalam mengenal dan menghafal nama-nama/jenis binatang dan
tumbuhan. Mereka hafal nama-nama ikan, nama-nama burung, dan mengenali tumbuhan;
d. kesukaan anak melihat gambar binatang dan hewan, serta sering mengajukan pertanyaan-
pertanyaan tentangnya. Apabila sudah dapat membaca, anak sering memilih bacaan tentang
hewan atau tumbuhan untuk dibaca;
e. kepekaan terhadap bentuk, tekstur, dan ciri lain dari unsur alam, seperti daun-daunan, bunga-
bungaan, awan, batu-batuan;

12
f. kesenangan terhadap alam, menyukai kegiatan di alam terbuka, seperti pantai, tanah lapang,
kebun, sungai, sawah, dan dalam alam terbatas menghabiskan waktu di dekat kolam, dekat
aquarium.

Anak-anak dengan kecerdasan naturalis tinggi cenderung tidak takut memegang-megang


serangga dan berada di dekat binatang (Indra-Supit, 2003). Sebagian besar anak berusaha
memenuhi rasa ingin tahunya dengan cara bereksplorasi di alam terbuka, mereka mencari cacing
di sampah, membongkar sarang semut, menelusuri sungai. Pendidik sering menilai kegiatan
mereka sebagai kenakalan dan menjijikkan. Larangan dan hukuman pun sering diberikan pada
anak-anak yang menonjol dalam kecerdasan naturalis.

8. Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan memahami perasaan sendiri dan kemampuan
membedakan emosi, serta pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri. Seseorang yang
optimal dalam kecerdasan ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal berfantasi, “bermimpi”,
menjelaskan tata nilai dan kepercayaan, mengontrol perasaan, mengembangkan keyakinan dan
opini yang berbeda, menyukai waktu untuk menyendiri, berpikir, dan merenung. Mereka selalu
melakukan introspeksi, mengetahui dan mengelola minat dan perasaan, mengetahui kekuatan dan
kelemahan diri, pandai memotivasi diri, mematok tujuan diri yang realistis, dan memahami.
Anak-anak yang cerdas intrapersonal sering tampak sebagai sosok anak yang pendiam
dan mandiri. Kecerdasan intrapersonal anak dapat diketahui melalui observasi yang cukup cermat
terhadap:
a. kecenderungan anak untuk diam (pendiam), tetapi mampu melaksanakan tugas dengan baik,
cermat;
b. sikap dan kemauan yang kuat, tidak mudah putus asa, kadang-kadang terlihat keras;
c. sikap percaya diri, tidak takut tantangan, tidak pemalu;
d. kecenderungan anak untuk bekerja sendiri, mandiri, senang melaksanakan kegiatan seorang
diri, tidak suka diganggu;
e. kemampuan mengekspresikan perasaan dan keinginan diri dengan baik;
Anak-anak yang cerdas secara intrapersonal belajar sesuatu melalui diri mereka sendiri.
Mereka mencermati apa yang mereka alami dan rasakan.

13
9. Kecerdasan Eksistensial
Kecerdasan eksistensial ditandai dengan kemampuan berpikir sesuatu yang hakiki,
menyangkut eksistensi berbagai hal, termasuk kehidupankematian, kebaikan-kejahatan.
Eksistensial muncul dalam bentuk pemikiran dan perenungan. Seseorang yang cerdas secara
eksistensial cenderung mempertanyakan hakikat kehidupan, mencari inti dari setiap
permasalahan, merenungkan berbagai hal atau peristiwa yang dialami, memikirkan hikmah atau
makna di balik peristiwa atau masalah, dan mengkaji ulang setiap pendapat dan pemikiran. Orang
yang cerdas secara eksistensial cenderung berani menyatakan keyakinan dan memperjuangkan
kebenaran, mampu menempatkan keberadaan sesuatu dalam bingkai yang lebih luas, selalu
mempertanyakan kebenaran suatu pernyataan/kejadian, memiliki pengalaman yang mendalam
tentang cinta pada sesama dan seni, mampu menempatkan diri dalam kosmis yang luas, serta
memiliki kemampuan merasakan, memimpikan, dan merencanakan hal-hal yang besar.
Kecerdasan eksistensial memiliki indikator yang sangat sulit dipastikan keberadaannya.
Bagaimana mengamati kegiatan berpikir, merasa, merenung, merefleksi diri, atau mimpi-mimpi
seseorang. Indikator hanya dapat diperoleh melalui pengamatan yang benar-benar cermat
terhadap:
a. kecenderungan anak untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang hakikat
sesuatu, tujuan sesuatu, dan manfaat sesuatu;
b. kepekaan anak untuk merasakan keberadaan diri dan sesuatu sebagai bagian dari komposisi
yang lebih besar;
c. kemampuan anak untuk menjabarkan penilaian dan reaksi tentang sesuatu. Anak mampu
menjawab pertanyaan-pertanyaan pendidik tentang berbagai hal yang dirasakan, diimpikan,
dan dipikirkannya;
d. reaksi anak yang relatif terkendali terhadap peristiwa yang dialaminya, belajar mengambil
hikmah dari suatu peristiwa;
Sama dengan kecerdasan lainnya, kecerdasan eksistensial mulai muncul pada awal masa
kanak-kanak.

14
E. Kegiatan Untuk Meningkatkan Kecerdasan Ganda
Sejumlah cara atau metode dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan – kemampuan
individu. Setiap metode digunakan untuk meningkatkan jenis  kecerdasan yang spesifik yaitu:
 Meningkatkan kecerdasan bahasa dapat dilakukana dengan cara mengadakan permainan
merangkai kata, buatlah buku harian atau usahakan untuk menulis tentang apa saja yang ada
dalam pikiran setiap harinya sebanyak 250 kata, dan sediakan waktu untuk bercerita secara teratur
dengan keluarga atau sahabat.
 Cara untuk meningkatkan kecerdasan spasial yaitu  seringlah berlatih permainan gambar tiga
dimensi, puzzle, kubus, dan teka-teki visual lainnya, dekorasi ulang interior dan taman rumah,
buatlah struktur benda dengan logo, atau bahan mainan tiga dimensi lainnya.
 Meningkatkan kecerdasan matematis logis dapat dilakukan dengan cara berlatih menghitung soal-
soal matematika sederhana di kepala ( berapa 21 X 40 dalam 5 detik), pelajari cara menggunakan
sempoa, sering-seringlah mengisi teka-teki silang/asah otak lainnya.
 Kecerdasan musikal dapat dilatih  dengan cara mengunjungi konser atau pertunjukan musik,
bernyanyilah di kamar mandi atau di manapun yang memungkinkan untuk bersenandung,
luangkan waktu selama satu jam setiap minggu untuk mendengarkan gaya musik yang tidak
dikenal akrab (western, jazz, country, world music ,dll).
 Meningkatkan kecerdasan kinestetik dapat dilakukan dengan carai bergabung dan berlatih
berdsama dengan klub olahraga di lingkungan, pelajarilah kegiatan dansa, kumpulkanlah
berbagai  macam benda yang memiliki beragam tekstur dan bentuknya khas, cobalah  kenali
benda-benda tersebut dengan mata tertutup.
 Cara atau metode yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal yaitu:
belilah kotak kartu nama, penuhi dengan nama kontak bisnis, teman, kenalan, kerabat, dan orang
lain, serta tetaplah menjalin hubungan dengan mereka; luangkan waktu selama 15 menit setiap
hari untuk mempraktekkan mendengarkan secara aktif dengan pasangan hidup atau sahabat dekat;
bekerjasamalah dengan satu orang atau lebih dalam sebuah proyek yang berdasarkan pada
kesamaan minat (seni kain perca, pemain bass, penulisan artikel tentang pantai).
 Meningkatkan kecerdasan intrapersonal dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : pilihlah
tokoh favorit yang positif, dan baca serta jadikan mereka sebagai kawan imajinasi dalam
memecahkan suatu permasalahan yang membutuhkan waktu pemahaman yang dalam, lakukanlah
sesuatu yang menyenangkan diri sekurang-kurangnya sekali sehari, luangkan waktu sekitar
sepuluh menit setiap sore hari untuk meninjau kembali secara mental berbagai macam perasaan
dan gagasan yang dialami.

15
 Metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kecerdasan naturalis antara lain  peliharalah
hewan favorit, tingkatkan frekuensi melihat acara-acara mengenai program flora dan fauna, (ini
yang paling mudah) cobalah untuk menahan dari untuk tidak merusak  lingkungan, seperti
mencorat-coret meja, menginjak rumput kantor, memetik bunga yang sedang tumbuh.

F. Penerapan Teori Kecerdasan Ganda dalam Pembelajaran


Pada awalnya teori mengenai multiple intelligences ini hanya menjadi konsumsi para
psikolog, namun pada saat ini teori ini telah berkembang menjadi alat yang digunakan banyak
kalangan. Termasuk dalam hal ini mereka yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Para pendidik
(guru) mencoba menerapkan teori ini menjadi salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan
langsung pada proses pembelajaran.
Teori multiple intelligences yang menganggap  “semua anak memiliki kelebihan” adalah
sebuah model yang mengutamakan siswa dan kurikulum sering dimodifikasi agar sesuai
dengan karakteristik, potensi, minat dan bakat siswa. Sedangkan guru
yang menerapkan model multiple intelligences dalam pembelajaran bisa mendorong siswa
menggunakan kelebihan dan potensi siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka
pelajari (Hoerr, 2007: 14-16).
Gardner (Campbell dkk. 2005: 2-3), mengemukakan bahwa beberapa komponen kecerdasan
yang dimiliki setiap individu. Berdasarkan alur pemikiran Gardner, dapat memberikan gambaran
bahwa seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan model multiple intelligences ini harus
mampu menghargai berbagai keunikan yang dimiliki setiap siswa.
Model multiple intelligences ini, mampu menjembatani proses pembelajaran yang
membosankan menjadi suatu pengalaman belajar yang menyenangkan dan siswa tidak hanya dijejali
materi dan teori-teori semata. Akan tetapi, dengan model multiple intelligences siswa dihadapkan
pada kenyataan bahwa materi dan teori-teori yang mereka terima memang dapat mereka temui di
dalam kehidupan keseharian mereka, sehingga memberikan kesan yang mendalam dalam kehidupan
mereka. Adapun keunggulan dan manfaat penerapan model multiple intelligences dalam proses
pembelajaran di sekolah, sebagai berikut:
 Pendidik perlu membantu tumbuh kembang anak dalam berbagai rencana, pelaksanaan, dan
evaluasi program yang memberi wadah bagi perkembangan semua jenis kecerdasan mereka.
 Pendidik lebih arif dan mampu menghargai serta memfasilitasi perkembangan anak.
 Pendidik memiliki andil besar untuk membantu perkembangan inteligensi peserta didik.
 Setiap siswa memiliki inteligensi yang mungkin berbeda, sehingga siswa akan lebih mudah
memahami pelajaran jika materinya disajikan sesuai dengan inteligensi yang menonjol dalam diri

16
siswa. Misalnya, bila siswa menonjol dalam inteligensi musikal, ia akan mudah memahami mata
pelajaran tertentu, misalnya biologi, jika dijelaskan dengan memasukkan unsur musik ke
dalamnya. Jika siswa menonjol dalam inteligensi visual, ia akan lebih mudah menangkap
pelajaran jika dijelaskan menggunakan bermacam-macam bentuk yang dapat diamati. Oleh
karena inteligensi siswa di kelas beragam, maka guru dalam bidang studi apapun perlu
memasukkan dan mengolah materi yang akan diajarkan sesuai dengan inteligensi siswa-siswa
tersebut.
 Setiap guru mencoba mengenali inteligensi apa saja yang dimiliki anak didiknya.
 Guru dapat menggunakan kerangka multiple intelligences dalam melaksanakan proses pengajaran
secara luas. Aktivitas yang bisa dilakukan seperti menggambar, menciptakan lagu, mendengarkan
musik, melihat suatu pertunjukkan  dapat menjadi ‘pintu masuk’ yang vital terhadap proses
belajar. Bahkan siswa yang penampilannya kurang baik pada saat proses belajar menggunakan
pola tradisional (menekankan bahasa dan logika), jika aktivitas ini dilakukan akan memunculkan
semangat mereka untuk belajar.
 Guru yang menonjol dalam inteligensi linguistik akan senang mengajar dengan menggunakan
model inteligensi itu, seperti berceramah, bercerita panjang lebar, dengan puisi, membaca, dan
sebagainya. Guru yang inteligensi matematis logisnya menonjol akan lebih senang mengajar
dengan menekankan cara pendekatan matematis-logis; secara sistematis, dengan skema, bagan,
rumus, dan sebagainya. Guru tersebut jarang mengajar dengan menggunakan inteligensi
kinestetik, interpersonal, ruang-visual, natural, atau lainnya, yang mungkin lebih cocok untuk
siswa. Akibatnya, siswa yang tidak memiliki inteligensi sama dengan yang digunakan guru,
kurang merasa terbantu secara baik dalam belajarnya. Bahkan bisa jadi siswa tersebut merasa
tidak diajar apapun, karena guru mengajar dengan pendekatan yang cocok untuk dirinya sendiri.
 Siswa akan mampu menunjukkan dan ‘berbagi’ tentang kelebihan yang dimilikinya. Membangun
kelebihan yang dimiliki akan memberikan suatu motivasi untuk menjadikan siswa sebagai
seorang ‘spesialis’.
 Pembelajaran disekolah saat ini cenderung menyeragamkan siswa sehingga siswa sulit
mengembangkan potensi dirinya.
 Kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa antara lain kemampuan lisnguistik, mathematic,
sosial sience, dan natural sience, akan tetapi, kemampuan yang lain juga harus dieksplorasi demi
kemajuan siswa.

17
Dalam penerapan model multiple intelligences secara praktis di sekolah, Mikarsa dkk.
(2007: 7.29 - 7.30) menjelaskan, bahwa terdapat tujuh tahapan pembelajaran yang harus
ditempuh untuk mengembangkan kurikulum pembelajaran dengan menggunakan model multiple
intelligences. Ketujuh tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Fokuskan topik atau tujuan khusus; tetapkan apakah tujuan berskala besar (untuk jangka panjang)
atau bertujuan khusus (mendorong rencana pendidikan siswa secara individual). Tujuan harus
dinyatakan secara jelas dan singkat.
2.    Munculkan pertanyaan multiple intelligences, misalnya “bagaimana menggunakan lisan atau
kata”, “bagamana cara menggunakan alat visual, warna, metafora”, “bagaimana saya terlibat secara
fisik dan berbagai pengalaman”, “bagaimana saya melibatkan siswa dengan rekan sebaya”./
3.    Pertimbangkan segala kemungkinan, pikirkanlah metode dan materi yang tepat bahkan juga yang
tidak tepat.
4.    Curah pendapat; kemukakan segala gagasan yang ada dalam pikiran dan usahakan satu ide untuk
satu kecerdasan kemudian konsultasikan dengan kolega untuk membantmenstimulasi pikiran.
5.    Pilihlah aktivitas yang cocok, setelah semua gagasan lengkap maka tentukan pendekatan yang
benar-benar operasional dalam adegan pendidikan.
6.    Kembangkan urutan tindakan, dengan menggunakan pendekatan yang telah dipilih rancanglah
rencana pelajaran dan tetapkan alokasi waktu untuk setiap hari pelajaran.
7.    Implementasikan rencana, kumpulkan materi yang dibutuhkan, pilihlah waktu yang tepat,
kemudian laksanakan rencana belajar. Modifikasi dapat dilakukan selama proses implementasi
strategi.

Dalam upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa, maka guru dituntut untuk dapat
menciptakan suatu proses pembelajaran yang memunculkan rasa senang untuk membangkitkan
semagat beajarnya serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeluarkan pendapatnya.
Oleh karena itu, seharusnya guru dapat memilih dan mengaplikasikan model, strategi
pembelajaran, pendekatan, metode, media, dan bahan ajar yang sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai, yaitu menghadirkan pembelajaran bermakna yang bisa meningkatkan aktifitas dan hasil
belajar siswa disekolahnya.

18
G. Faktor – Faktor Penting dalam Implementasi Teori Kecerdasan Ganda
Implementasi teori kecerdasan ganda dalam aktivitas pembelajaran memerlukan dukungan
komponen-komponen sistem persekolahan sebagai berikut :

 Orang tua murid


 Guru
 Kurikulum dan fasilitas
 Sistem penilaian

Komponen masyarakat, dalam hal ini orang tua murid, perlu memberikan dukungan yang
optimal agar implementasi teori kecerdasan ganda di sekolah dapat berhasil. Orang tua, dalam
konteks pengembangan kecerdasan ganda perlu memeberikan sedikit kebebasan pada anak mereka
untuk dapat memilih kompetensi yang ingin dikembangkan sesuai dengan kecerdasan dan bakat yang
mereka miliki.

Guru memegang peran yang sangat penting dalam implementasi teori kecerdasan ganda.
Agar implementasi teori kecerdasan ganda dapat mencapai hasil seperti yang diinginkan ada dua hal
yang perlu diperhatikan yaitu :

 Kemampuan guru dalam mengenali kecerdasan individu siswa


 Kemampuan mengajar dan memanfaatkan waktu mengajar secara proporsional.

Kemampuan guru dalam mengenali kecerdasan ganda yang dimiliki oleh siswa merupakan
hal yang sangat penting. Faktor ini akan sangat menentukan dalam merencanakan proses belajar yang
harus ditempuh oleh siswa. Ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengenali
kecerdasan spesifik yang dimiliki oleh siswa. Semakin dekat hubungan antara guru dengan siswa,
maka akan semakin mudah bagi para guru untuk mengenali karakteristik dan tingkat kecerdasan
siswa.

Setelah mengetahui kecerdasan setiap individu siswa, maka  langkah – langkah berikutnya
adalah merancang kegiatan pembelajaran. Armstrong (2004) mengemukakan proporsi waktu yang
dapat digunakan oleh guru dalam mengimplementasikan teori kecerdasan ganda yaitu :

 30 % pembelajaran langsung
 30 % belajar kooperatif
 30% belajar independent

19
Implementasi teori kecerdasan ganda membawa implikasi bahwa guru bukan lagi berperan
sebagai sumber (resources), tapi harus lebih berperan sebagai manajer kegiatan pembelajaran. Dalam
menerapkan teori kecerdasan ganda, sistem sekolah perlu menyediakan guru-guru yang kompeten dan
mampu membawa anak mengembangkan potensi-potensi kecerdasan yang mereka miliki. Guru
musik misalnya, selain mampu memainkan  instrumen musik, ia juga harus mampu mengajarkannya
sehimgga dapat menjadi panutan yang baik bagi siswa yang memiliki kecerdasan musikal.

Sekolah yang menerapkan teori kecerdasan ganda juga perlu menyediakan fasilitas
pendukung selain guru yang berkualitas. Fasilitas tersebut dapat digunakan oleh guru dan siswa
dalam meningkatkan kecerdasan-kecerdasan yang spesifik.

Fasilitas dapat berbentuk media pembelajaran dan peralatan serta perlengkapan  pembelajaran
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kecerdasan ganda. Contoh fasilitas pembelajaran yang
dapat digunakan untuk meningkatkan kecerdasan ganda antara lain : peralatan musik, peralatan olah
raga dan media pembelajaran yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan spesifik.

Sistem penilaian yang diperlukan oleh sekolah yang menerapkan teori kecerdasan ganda
berbeda dengan sistem penilaian yang digunkan pada sekolah konvensional. Sekolah yang
menerapkan teori kecerdasan ganda pada dasarnya berasumsi bahwa semua individu itu cerdas.
Penilaian yang digunakan tidak berorientasi pada input dari proses pembelajaran tapi lebih
berorientasi pada proses dan kemajuan (progress)  yang diperlihatkan oleh siswa dalam mempelajari
suatu keterampilan yang spesifik. Metode penilaian yang cocok dengan sistem seperti ini adalah
metode penilaian portofolio. Sistem penilaian portofolio menekankan pada perkembangan bertahap
yang harus dilalui oleh siswa dalam mempelajari sebuah keterampilan atau pengetahuan.

20
H. Peran Kecerdasan Ganda terhadap Keberhasilan Belajar Anak
Kegiatan pengembangan berdasarkan multiple intelligences memberikan peluang
keberhasilan yang lebih besar karena anak mendapatkan kesempatan untuk belajar melalui cara-cara
yang lebih bervariasi. Anak akan berusaha mencapai hasil belajar yang optimal melalui cara yang
sesuai dengan diri dan karakteristik objek yang dipelajari. Belajar tentang alam tentu berbeda dengan
belajar tentang diri sendiri, kemanusiaan, dan musik. Anak juga memiliki berbagai cara untuk belajar
tentang objek.
Tujuan belajar bagi setiap orang adalah memahami apa yang akan di pelajari melalui berbagai
cara. Jeannette Vos (2003) menguraikan pendapat para ahli tentang 13 cara anak belajar berikut ini.
1. Anak belajar melalui pengalaman melakukan aktivitas (learning by doing).
2. Anak belajar melalui apa yang dilihat dan didengar (reinforce with picture and sounds).
3. Belajar harus menyenangkan bagi anak (learning should be fun).
4. Anak belajar harus berada pada situasi yang santai tetapi menantang (learn in a relaxed but
challenging situation).
5. Belajar melalui musik dan ritme (learn with music and rhythm).
6. Belajar melalui penyatuan gerak tubuh dan aktivitas otak (learn with lots of movement-use the
body and the mind together).
7. Belajar dengan saling berbicara dengan yang lain atau berkomunikasi (learning by talking to each
other).
8. Belajar dengan refleksi (learn by reflecting).
9. Belajar melalui integrasi angka dan kata secara menyenangkan (link numbers and words in a
playful way).
10. Belajar dengan menyentuh (learn by touching).
11. Belajar dengan mengecap (learn by tasting).
12. Belajar dengan membaui (learn by smelling).
13. Belajar dengan memanfaatkan seluruh alam (use the whole world).
Berdasarkan gambaran di atas, dapat disimpulkan bahwa anak belajar dengan berbagai cara.
Cara-cara tersebut memungkinkan anak menguasai berbagai pengetahuan sesuai dengan karakteristik
pengetahuan yang akan dipelajarinya. Pengetahuan mengenai rasa membutuhkan ketajaman
pengecapan, tekstur dengan perabaan. Hal yang juga sangat penting adalah bahwa belajar harus
berada pada situasi yang menyenangkan, relaks, tapi menantang. Belajar harus menyatukan gerakan
tubuh dan gerakan pikiran.

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setiap individu memiliki potensi yang unik yang harus dikembangkan menjadi kompetensi.
Pendidikan merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mengembangkan potensi individu menjadi
kompetensi. Manusia, pada dasarnya,  memiliki beberapa jenis kecerdasan yang menonjol. Howard
Gardner, seorang pakar psikologi dari Harvard University, mengemukakan delapan jenis kecerdasan
yang meliputi kecerdasan:
 Bahasa
 Matematis logis
 Spasial
 Musikal
 Kinestetis tubuh
 Interpersonal
 Intrapersonal
 Naturalis
Dalam mengimplementasikan teori kecerdasan ganda di sekolah, ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan yaitu : masyarakat dan orang tua, guru, kurikulum, fasilitas pembelajaran dan sistem
penilaian.
Strategi pembelejaran kecerdasan ganda bertujuan agar semua potensi anak dapat berkembang.
Strategi dasar pembelajarannya dimulai dengan :
 Membangun/memicu kecerdasan
 Memperkuat kecerdasan
 Mengajarkan dengan/untuk kecerdasan
 Mentransfer kecerdasan
Sedangkan kegiatan-kegiatan dapat dilakukan dengan cara menyediakan hari-hari karir, studi
tour, biografi, pembelajaran terprogram, eksperimen, majalah dinding, papan display, membaca buku-
buku untuk mengembangkan kecerdasan ganda, membuat table perkembangan kecerdasan anda, atau
human intelligence hunt.

22
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.ut.ac.id/4713/1/PAUD4404-M1.pdf

https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/izadatulm/5fbb2da0d541df4a5515b0e2/
mengenal-teori-kecerdasan-ganda-dan-penerapannya

http://irahyyni.blogspot.com/2017/03/teori-kecerdasan-ganda-dan-penerapannya.html?
m=1#:~:text=12%20Maret%202017-

http://insinyurpendidikan.blogspot.com/2012/01/guru-menerapkan-model-multiple.html

Armstrong, T., 2002. Sekolah Para Juara  : Menerapkan Multiple Intelegences di Dunia Pendidikan.
Bandung : Kaifa

Budiningsih, C. Asri, 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

Campbel, L, et al. 1996. Teaching and Learning through Multiple Intelegences. Massachusetts : Allyn
and Bacon

Dalton, J. 1990. Creative Thinking and Cooperative Talk in Small Group. Australia : Thomas Nelson

Dryden, G.S. 1999. Revolusi Cara Belajar : Keajaiban Pikiran. Bandung : Kaifa

Meier, Dave. 2000. The Accerated Learning Handbook : A Creative Guide to Designing and Delivering
Faster, More Effective Training Programs. Massachusetts : Allyn and Bacon

23

Anda mungkin juga menyukai