Anda di halaman 1dari 3

EPISTEMOLOGI SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU

A. Apa itu Epistemologi


Epistemologi derivasinya dari bahasa Yunani yang berarti teori ilmu pengetahuan.
Epistemologi merupakan gabungan dua kalimat episteme, pengetahuan; dan logos,
theory. Epistemologi adalah cabang ilmu filasafat yang membicarakan tentang teori ilmu
pengetahuan. Cabang ini berusaha menemukan jawaban atas pertanyaan bagaimana ada
itu berada. Proses ada itu dari sisi ilmu pengetahuan tentu mengikuti prinsip-prinsip
teoretik yang jelas[CITATION Suw15 \p 110-135 \l 1033 ].
Dengan demikian, definisi epistemologi adalah suatu cabang dari filsafat yang mengkaji
dan membahas tentang batasan, dasar dan fondasi, alat, tolak ukur, keabsahan. validitas,
dan kebenaran ilmu, makrifat, dan pengetahuan manusia.
B. Cakupan Pokok Epistemologi
Dengan memerhatikan definisi epistemologi, bisa dikatakan bahwa tema dan pokok
pengkajian epistemologi ialah ilmu, makrifat dan pengetahuan. Masalah ilmu dan
pengetahuan biasanya yang menjadi titik tolak pembahasan ilmiah.
Cakupan dan ragam epistemologi dapat dikelompokkan menjadi beberapa hal,
yakni: (a) Epistemologi subjektif artinya apabila dalam melacak kebenaran suatu ilmu
dilakukan tanpa standar reliable, melainkan didasarkan atas refleksi, refleksi diri yang
masuk ke dalam pemahaman ilmu, biasanya bersifat subjektif, (b) Epistemologi
pragmatik, adalah upaya menemukan yang kekal (kebenaran) dengan pencermatan
realistik, empitik, eksperimental. Dasar dari epistemologi ini adalah aspek kegunaan ilmu
itu dalam masyarakat; (c) Epistemologi moral, adalah pencarian keputusan benar atau
tidak, atas dasar baik buruk (meta-etik). Pertimbangan makna semata-mata didasarkan
atas keputusan etis tidaknya suatu ilmu bagi masyarakat; (d) Epistemologi religious,
adalah ilmu yang membahas pencarian kebenaran dari kitab-kitab dan doktrin.
Dalam epistemologi akan dikaji kesesuaian dan probabilitas pengetahuan, pembagian dan
observasi ilmu, dan batasan-batasan pengetahuan.
Untuk memperoleh ilmu pengetahuan, manusia dapat menelusuri empat hal, yaitu:
(1) Sumber ilmu pengetahuan itu dari mana. Sumber ilmu pengetahuan
mempertanyakan dari mana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Ilmu pengetahuan
diperoleh dari pengalaman (emperi) dan dari akal (rasio). Sehingga timbul paham
atau aliran yang disebut empirisme dan rasionalisme. Aliran empirisme, yaitu paham
yang menyusun teorinya berdasarkan pada empiri atau pengalaman. Tokoh-tokoh
aliran ini misalnya David Hume (1711- 1776), John Locke (1632-1704), Berkley,
Sedang nasionalisme menyusun teorinya berdasarkan rasio. Tokoh-tokoh aliran ini
misalnya Spinoza, Rene Descartes. Metode yang digunakan aliran empirisme adalah
induksi, sedang rasionalisme menggunakan metode deduksi. Immanuel Kant adalah
tokoh yang mensintesakan faham empirisme dan rasionalisme.
(2) Batas-batas Ilmu Pengetahuan. Menurut Immanuel Kant apa yang dapat kita tangkap
dengan pancaindra itu hanya terbatas pada gejala atau fenomena, sedang substansi
yang ada di dalamnya tidak dapat kita tangkap dengan pancaindra disebut nomenon.
Apa yang dapat kita tangkap dengan pancaindra itu adalah penting, pengetahuan
tidak sampai di situ saja tetapi harus lebih dari sekadar yang dapat ditangkap
pancaindra.
Yang dapat kita ketahui atau dengan kata lain dapat kita tangkap dengan pancaindra
adalah hal-hal yang berada di dalam ruang dan waktu. Yang berada di luar ruang dan
waktu adalah di luar jangkauan pancaindra kita, itu terdiri dari 3 (tiga) ide regularif:
1) Ide kosmologis, yaitu tentang semesta alam (kosmos), yang tidak dapat kita
jangkau dengan pancaindra, 2) Ide psikologis, yaitu tentang psiche atau jiwa
manusia, yang tidak dapat kita tangkap dengan pancaindra, yang dapat kita tangkap
dengan pancaindra kita adalah manifestasinya misalnya perilakunya, emosinya,
kemampuan berpikirnya, dan lain-lain, 3) Ide teologis, yaitu tentang Tuhan Sang
Pencipta Semesta Alam.
(3) Strukturnya. Yang ingin mengetahui adalah subjek yang memiliki kesadaran. Yang
ingin kita ketahui adalah objek, di antara kedua hal tersebut seakan-akan terdapat
garis demarkasi yang tajam. Namun demikian sebenarnya dapat dijembatani dengan
mengadakan dialektika. Jadi sebenarnya garis demarkasi tidak tajam, karena apabila
dikatakan subjek menghadapi objek itu salah, karena objek itu adalah subjek juga,
sehingga dapat terjadi dialektika.
(4) Keabsahan, Keabsahan ilmu pengetahuan membahas tentang kriteria bahwa ilmu
pengetahuan itu sah berarti membahas kebenaran. Tetapi kebenaran itu nilai
(axiologi), dan kebenaran itu adalah suatu relasi. Kebenaran adalah kesamaan antara
gagasan dan kenyataan. Misalnya ada korespondensi, yaitu persesuaian antara
gagasan yang terlihat dari pernyataan yang diungkapkan dengan realita.
Kalau direnungkan, terdapat 3 (tiga) macam teori untuk mengungkapkan kebenaran, yaitu
(a) Teori Korespondensi, terdapat persamaan atau persesuaian antara gagasan dengan
kenyataan atau realita, (b) Teori Koherensi, terdapat keterpaduan antara gagasan yang
satu dengan yang lain. Tidak boleh terdapat kontradiksi antara rumus yang satu dengan
yang lain, (c) Teori Pragmatis, yang dianggap benar adalah yang berguna. Pragmatisme
adalah tradisi dalam pemikiran filsafat yang berhadapan dengan idealisme, dan realisme.
Aliran Pragmatisme timbul di Amerika Serikat. Kebenaran diartikan berdasarkan teori
kebenaran pragmatisme.
C. Hubungan Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Filsafat dan ilmu pengetahuan selalu ada keterkaitan secara substantif. Ilmu telah menjadi
sekelompok pengetahuan yang terorganisasi dan tersusun secara sistematis. Ilmu dapat
dibedakan dengan filsafat. Ilmu bersifat pasteriori. Sedangkan filsafat bersifat priori,
yakni; kesimpulan-kesimpulannya ditarik tanpa pengujian.
Di samping sejumlah perbedaan tadi, antara ilmu dan filsafat serta cara kerja ilmuwan dan
filosofis, memang mengandung sejumlah persamaan, yakni sama-sama mencari
kebenaran.
Hubungan filsafat dengan ilmu dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Filsafat mempunyai objek yang lebih luas, sifatnya universal, sedangkan ilmu
objeknya terbatas, khusus lapangannya saja.
2) Filsafat hendak memberikan pengetahuan, insight (pemahaman) lebih dalam dengan
menunjukkan sebab-sebab yang terakhir.
3) Filsafat memberikan sintesis kepada ilmu-ilmu yang khusus, mempersatukan, dan
mengkoordinasikannya.
4) Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan ilmu, tetapi sudut pandangnya
berlainan.
D. Macam-macam Epistemologi
Di sini perlu diperkenalkan perbedaan antara kaum realis epistemologis dan kaum
idealis epistemologis. Secara luas akan dirumuskan : (a) Realisme epistemologis
berpendapat bahwa kesadaran menghubungkan saya dengan apa yang lain dari diri saya,
(b) Idealisme epistemologis berpendapat bahwa setiap tindakan mengetahui berakhir di
dalam suatu ide, yang merupakan suatu peristiwa subjektif murni.
E. Tumbangnya Epistemologi
Epistemologi sebagai pilar dasar keilmuan, tidak akan selamanya berdiri tegak. Ada
kalanya, epistemologi tumpul dan diserang oleh cabang keilmuan lain. Konon, kematian
atau tumbangnya epistemologi dapat dipahami lewat aktrivitas akal budi manusia. Kapan
manusia berhenti bertanya? Nalar puitis berhenti bersuara saat pertanyaan menjelma
pengalaman yang pada gilirannya menukik pada pengetahuan. Sejarah adalah hasil
sedimentasi pengetahuan yang bercikal bakal pada lontaran pertanyaan nalar puitis.
Sedimentasi yang menebal itulah yang membuat kita tidak lagi bertanya.
Tampaknya, gagasan tumbangnya epistemologi di atas, hanya hendak menyatakan bahwa
ilmu pengetahuan itu suatu saat akan goyah. Ilmu pengetahuan tidak pernah mutlak,
biarpun telah melalui penelitian mendalam. Ada kalanya ilmu pengetahuan digoyahkan
oleh tindakan metafisik yang menggunakan konsentrasi batin (hening).

Anda mungkin juga menyukai