Anda di halaman 1dari 8

SALSABILA

A06218019

EPISTIMOLOGI ILMU PENGETAHUAN

Pengertian Epistemologi Ilmu Pengetahuan

Secara etimologi, kata “epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yang berarti teori ilmu pengetahuan.
Epistemologi merupakan gabungan dua kalimat episteme berarti pengetahuan; sedangkan logos berarti
teori, uraian atau ulasan.

P. Hardono Hadi menyatakan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan
mencoba menentukan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta
pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Sedangkan D.W. Hamlyn
mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup
pengetahuan, dasar dan pengandaian-pengandaiannya serta secara umum hal itu dapat diandalkannya
sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan. Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan,
bahwa epistemologi sebagai ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode dan
validitas ilmu pengetahuan.

Jadi epistemologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari tentang hal-hal yang bersangkutan dengan
pengetahuan dan dipelajari secara substantif.

Ilmu pengetahuan berasal dari dua kata yaitu ilmu dan pengetahuan. Ilmu berasal dari bahasa Arab yaitu
‘alima yang berarti pengetahuan. Sebenarnya nama ini mengalami yang namanya redudensi peristilahan
(words redudancy), yang tujuannya untuk lebih menegaskan suatu makna, seperti jatuh ke bawah, naik
ke atas dan lain sebagainya.

Pengetahuan : Persepsi subyek (manusia) atas obyek (riil dan gaib) atau fakta. Ada dua term
pengetahuan, yaitu “pengetahuan ilmiah” dan “Pengetahuan Biasa“. Pengetahuan Biasa (knowledge)
diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan, seperti perasaan pikiran, pengalaman,
pancaindera dan intuisi untuk mengetahui sesuatu tanpa memperhatikan objek, cara dan kegunaannya.
Sedangkan “Pengetahuan Ilmiah” (science) juga merupakan keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan
untuk mengetahui sesuatu, tetapi dengan memperhatikan obyek, cara yang digunakan dan kegunaan
dari pengetahuan tersebut. Dengan kata lain, pengetahuan ilmiah memperhatikan obyek ontologis,
landasan epistemologis dan landasan aksiologis dari pengetahuan itu sendiri. Baik Science atau
knowledge pada dasamya keduanya merupakan hasil observasi pada fenomena alam atau fenomena
sosial.

Ilmu, menurut An-Nabhani, adalah pengetahuan (knowledge, ma‘rifah) yang diperoleh melalui metode
pengamatan (observation), percobaan (experiment), dan penarikan kesimpulan dari fakta empiris
(inference). Contohnya adalah fisika, kimia, dan ilmu-ilmu eksperimental lainnya. Adapun tsaqâfah
adalah pengetahuan yang diperoleh melalui metode pemberitahuan (al-ikhbâr), penyampaian
transmisional (at-talaqqi), dan penyimpulan dari pemikiran (istinbâth). Contohnya adalah sejarah,
bahasa, hukum, filsafat, dan segala pengetahuan non-eksperimental lainnya.

Menurut Ashley Montagu, ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari
pengamatanm studi dan pengalaman untuk menemukan hakekat dan prinsip tentang sesuatu yang
sedang dipelajari.

Menurut Zakiah Darajat, ilmu adalah seperangkat rumusan pengembangan pengetahuan yang
dilaksanakan secara obyektif, sistematis baik dengan pendekatan deduktif, maupun induktif yang
dimanfaatkan untuk memperoleh keselamatan, kebahagiaan dan pengamanan manusia yang berasal
dari Tuhan dan disimpulkan oleh manusia melalui hasil penemuan pemikiran oleh para ahli.

Ilmu Pengetahuan : Kumpulan pengetahuan yang benar disusun dengan sistem dan metode untuk
mencapai tujuan yang berlaku universal dan dapat diuji/diverifikasi kebenarannya.

Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang (1) disusun metodis, sistematis dan koheren (“bertalian”)
tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan (realitas), dan yang (2) dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) tersebut.

Sebenarnya jika kita membahas mengenai epistemologi ilmu pengetahuan, dapat dikatakan bahwa hal
itu terjadi suatu kerancuan, karena epistemologi adalah teori ilmu pengetahuan. Namun karena
epistemologi sudah menjadi kata yang akrab dalam bahasa Indonesia, maka epistemologi ilmu
pengetahuan sama halnya dengan pengertian epistemologi yaitu suatu cabang filsafat yang mempelajari
mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan ilmu pengetahuan yang dipelajari secara substantif yang
meliputi sumber ilmu pengetahuan, hakikatnya dan lain-lain.

Ruang Lingkup, Obyek Dan Tujuan Epistemologi

Sebenarnya definisi-definisi epistemologi di atas telah memberikan pemahaman juga mengenai ruang
lingkup epistemologi, karena definisi di atas lebih didasarkan pada rincian ruang lingkup epistemologi
daripada aspek-aspek lainnya. Akan tetapi, ada baiknya jika dikemukakan pernyataan lain yang mencoba
menguraikan ruang lingkup epistemologi, sebab pernyataan-pernyataan ini akan lebih membantu dalam
memahami epistemologi yang lebih komprehensif.

Armai Arief mengatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Aziz, epistemologi bersangkutan dengan
masalah-masalah yang bersangkutan dengan:

 Filsafat, sebagai cabang ilmu dalam mencari hakikat dan kebenaran pengetahuan.
 Metode, memiliki tujuan untuk mengantarkan manusia mencapai pengetahuan.
 Sistem, bertujuan untuk memperoleh realitas kebenaran pengetahuan.

Dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakikat,
sumber dan validitas pengetahuan. MudlorAchmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur,
macam, tumpuan, batas dan sasaran pengetahuan. Bahkan A.M. Saefuddin menyebutkan, bahwa
epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab; apakah ilmu itu, darimana asalnya, apa
sumbernya, bagaimana hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran
itu mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah
batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkas menjadi dua masalah pokok; masalah sumber ilmu
dan masalah benarnya ilmu. Jadi ruang lingkup epistemologi dapat diringkas menjadi sumber ilmu dan
hakikat ilmu.

Persoalan-persoalan penting yang dikaji dalam epistemologi berkisar pada masalah: asal usul
pengetahuan, peran pengalaman dan akal dalam pengetahuan, hubungan antara pengetahuan dengan
kepercayaan, hubungan antara pengetahuan dengan kebenaran, kemungkinan skeptisisme universal,
dan bentuk-bentuk perubahan yang berasal dari konseptualisasi baru mengenai dunia.

Jika kita memadukan rincian aspek-aspek epistemologi tersebut, maka teori pengetahuan dapat meliputi
hakikat, keaslian, sumber, struktur, metode, validitas, unsur, macam, tumpuan, batas, sasaran, dasar,
pengandaian, kodrat, pertanggungjawaban dan skope pengetahuan. Mengingat begitu luasnya ruang
lingkup epistemologi sampai-sampai ada yang mengatakan, bahwa epistemologi sama luasnya dengan
filsafat.

Ada yang mengatakan bahwa bidang ini membicarakan dua hal yaitu: hakikat pengetahuan,
permasalahannya ialah “bagaimana hakikat pengetahuan itu.” Dalam kaitan ini muncul dua pandangan,
yaitu: 1) realisme, yaitu pandangan bahwa hakikat pengetahuan manusia riil adanya dalam kehidupan,
dan 2) idealisme, yaitu pandangan bahwa hakikat pengetahuan tidak terdapat dalam dunia riil
melainkan hanya dalam konsep atau dunia ide-ide.

Sumber pengetahuan, permasalahannya adalah “darimanakah sumber pengetahuan manusia”. Atau


“darimana manusia memperoleh pengetahuan”. Dalam kaitan ini muncul tiga pandangan yaitu: 1)
rasionalisme, yang menyatakan bahwa sumber pengetahuan berasal dari rasio (akal) manusia, 2)
empirisme, yang memiliki pandangan bahwa sumber pengetahuan adalah indera (empiri) manusia, 3)
kritisisme/transendentalisme, yaitu pandangan bahwa pengetahuan manusia bersumber dari luar diri
manusia, yaitu Tuhan.

Pada dasarnya obyek tidak sama dengan tujuan, obyek sama dengan sasaran, sedangkan tujuan hampir
sama dengan harapan. Meskipun antara obyek dan tujuan memiliki hubungan yang berkesinambungan,
karena obyeklah yang mengantarkan tujuan.

Dalam pembahasan filsafat terdapat dua obyek yaitu obyek formal dan material. Rizal Muntasyir dan
Misnal Munir mengatakan bahwa obyek material epistemologi adalah pengetahuan dan obyek
formalnya adalah hakikat pengetahuan.
Sementara itu obyek epistemologi ini menurut Jujun S. Suriasumantri adalah segenap proses yang
terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. Proses memperoleh pengetahuan inilah
yang menjadi sasaran teori ilmu pengetahuan dan mengantarkan kepada tujuan.

Sedangkan mengenai tujuan dari epistemologi ini Jacques Martain mengatakan sebagaimana yang
dikutip oleh Mujamil Qomar, “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab
pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya
dapat tahu”. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan,
kendatipun keadaan ini tetap tidak bisa dipungkiri lagi, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari
tujuan epistemologi ialah lebih penting dari itu yaitu ingin memiliki potensi untuk menggali,
mendapatkan atau memperoleh pengetahuan.

Hakikat Epistemologi

Sebelum membahas mengenai hakikat epistemologi secara lebih detail, terlebih dahulu diketahui
bahwa, landasan epistemologi sebagaimana yang penulis ketahui ialah metode ilmiah, yaitu cara yang
dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan dengan benar.

Pembahasan mengenai hakikat merupakan hal yang sulit, terlebih lagi mengenai hakikat epistemologi.
Karena membahas hakikat ialah bagaimana cara kita mengungkapkan pemahaman kita terhadap
sesuatu yang dapat mencakup atau mewakili dari keseluruhan, yang dalam hal ini ialah epistemologi.
Epistemologi merupakan cabang dari filsafat yang berusaha memberikan definisi ilmu pengetahuan.
Luasnya jangkauan epistemologi menyebabkan pembahasannya sangat detail dan sulit. Menurut Jujun
S. Suriasumantri, bahwa persoalan utama yang dihadapi tiap epistemologi pengetahuan pada dasarnya
adalah bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar dengan memperhitungkan aspek ontologi
dan aksiologi masing-masing.

Epistemologi juga bisa menentukan cara dan arah berpikir manusia. Dari sini dapat dilihat apakah
seseorang itu menggunakan cara berpikir deduktif atau induktif.

Pada bagian lain dikatakan, bahwa epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan antara
berpikir secara rasional dan berpikir secara empiris. Kedua cara berpikir tersebut digabungkan dalam
mempelajari gejala alam untuk menemukan kebenaran, sebab epistemologi ilmu memanfaatkan kedua
kemampuan manusia dalam mempelajari alam, yakni pikiran dan indera. Oleh sebab itu, epistemologi
adalah usaha untuk menafsir dan membuktikan keyakinan bahwa kita mengetahui kenyataan yang lain
dari diri sendiri. Aplikasi dari menafsirkan adalah berpikir rasional, sedangkan membuktikan adalah
berpikir empiris. Dan gabungan dua model berpikir diatas adalah metode ilmiah.

Dari sini terjadi kerancuan jika metode ilmiah adalah hakikat dari epistemologi, bahwa antara landasan
dan hakikat adalah sama. Disisi lain hakikat epistemologi itu bertumpu pada landasannya karena lebih
mencerminkan esensi epistemologi. Dari pemahaman yang demikian dapat memperkuat asumsi bahwa
epistemologi memang rumit dan memerlukan pengkajian yang lebih mendalam.
Pendekatan Epistemologi (Umum) Ilmu Pengetahuan

Dalam epistemologi Barat terdapat pendekatan yang berbeda dengan epistemologi islam. Dari
pendekatan ini dapat disimpulkan macam-macam epistemologi Barat. Epistemologi Barat telah
mengadakan imperialisme ke seluruh dunia dengan pendekatan-pendekatannya yang meniadakan
aspek teologi. Maka dari itu kita perlu mengidentifikasi pendekatan-pendekatan tersebut agar lebih jelas
mengetahui mengenai epistemologi Barat. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain pendekatan
skeptis, rasional-empirik, dikotomik, positivis obyektivis dan anti metafisika.

1. Pendekatan Skeptis
Ciri skeptis adalah keragu-raguan (kesangsian) tampaknya menjadi warna dasar bagi
epistemologi Barat. Skeptisisme ini buat pertama kalinya di Dunia Barat diperkenalkan oleh
Rene Descartes. Dia mendapat gelar bapak filsafat modern. Bagi Descartes, filsafat dan ilmu
pengetahuan dapat diperbarui melalui metode dengan menyangsikan segala-galanya. Dalam
bidang ilmiah, tidak ada sesuatu yang dianggap pasti; semuanya dapat dipersoalkan dan pada
kenyataannya dapat dipersoalkan juga, kecuali ilmu pasti. Pikiran-pikiran Descartes inilah yang
mewarnai filsafat modern, demikian juga epistemologinya. Dalam pemikirannya itulah
menurutnya, jika orang ragu-ragu terhadap segala sesuatu, dalam keragu-raguan itulah jelas ia
ada sedang berpikir. Sebab sesuatu yang sedang berpikir itu tentu ada dan jelas terang
benderang. Corgito Ergo Sum , saya berpikir, maka jelaslah saya ada.
Sikap keragu-raguan terhadap sesuatu tersebut akan memberikan koreksi yang
berkesinambungan terhadap segala sesuatu yang belum jelas kebenarannya. Di kalangan
ilmuwan Barat, keraguan menjadi salah satu ciri epistemologinya. Mereka berangkat dari
keraguan ketika menghadapi suatu persoalan pengetahuan yang belum terpecahkan secara
meyakinkan.
Melalui suatu sikap yang demikian inilah, para ilmuwan terlatih untuk tidak cepat-cepat bersikap
apriori terhadap kebenaran maupun kesalahan suatu pernyataan. Akan tetapi keraguan sebagai
suatu metode epistemologi oleh para filosof Barat nampaknya mempunyai konsekuensi yang
berputar-putar. Intinya selama yang dicapai hanyalah kebenaran yang mengandung keraguan,
maka tidak akan memberikan kemantapan dan keyakinan kepada para pengikutnya. Akibatnya
mereka hanya berputar-putar dalam keraguannya saja.

2. Pendekatan Rasional-Empirik
Sebenarnya dalam metode skeptis tidak bisa dilepaskan dari metode rasional. Dalam mekanisme
kerja epistemologi Barat, penggunaan rasio menjadi mutlak dibutuhkan. Tidak ada kebenaran
ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan tanpa mendapat pembenaran dari rasio. Posisi rasio
yang begitu besar dapat mendominasi kriteria pengesahan suatu ilmu pengetahuan. Bersama
metode yang lain, rasio menentukan keabsahan suatu ilmu pengetahuan. Namun, rasio memiliki
kekuatan yang paling besar dalam menentukan keabsahan ilmu pengetahuan.
Rene Descartes mengajukan empat langkah berpikir yang rasionalistis:
Tidak boleh menerima begitu saja hal-hal yang belum diyakini kebenarannya, akan tetapi harus
hati-hati dalam mengkaji hal tesebut.
Menganalisis dan mengklasifikasikan setiap permasalahan melalui pengujian yang teliti ke dalam
sebanyak mungkin bagian yang diperlukan bagi pemecahan yang memadai.
Menggunakan pikiran dengan cara demikian, diawali dengan menganalisis saran-saran yang
paling sederhana dan paling mudah diungkapkan.
Dalam setiap permasalahan dibuat uraian yang sempurna serta dilakukan peninjauan kembali
secara umum.
Sedangkan lawan dari rasional adalah empiris. Pendekatan ini memanfaatkan pengalaman
indrawi sebagai metode untuk mewujudkan ilmu pengetahuan. Disamping itu pengalaman
indrawi juga berfungsi sebagai pnentu validitas ilmu pengetahuan. Meskipun empirisme juga
ada yang mengarah kedalam pengalaman batin, tetapi disini lebih mengarah kepada
materialisme. Pada prinsipnya sebuah kebenaran diukur dengan empiris.
Dari pemaparan diatas tampak dua metode yang saling bertentangan dalam mencapai ilmu
pengetahuan, yaitu metode rasional dan empiris. Keduanya merupakan metode yang berat
sebelah dalam epistemologi Barat. Sebenarnya secara riil, kedua metode tersebut sama-sama
berperan dalam menemukan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan sekarang
lebih bersifat empiris yang lebih mementingkan pengalaman, observasi dan penelitian
/eksperimental ditambah cara-cara berpikir ala Descartes.
Perpaduan antara rasio dengan empiris inilah yang disebut metode ilmiah. Metode ini
berkembang pesat dan mewarnai epistemologi Barat atau umum.

3. Pendekatan Dikotomik
Barat memisahkan antara kemanusiaan (humanitas) dari ilmu-ilmu sosial, karena pertimbangan
metodologi. Menurutnya ilmu itu harus obyektif yang bebas dari distorsi tradisi, idiologi, agama
maupun golongan. Disamping itu juga karakteristik epistemologi Barat adalah dikotomi antara
nilai dan fakta, realitas objektif dan nilai-nilai subjektif, antara pengamat dan dunia luar.
Maka dari itu pembagian pengetahuan yang bersifat dikotomi itu tidak diterima oleh Islam,
karena berlawanan dengan kandungan ajaran Islam sendiri, dan nanti akan menyebabkan
kehancuran keilmuan di masyarakat muslim.

4. Pendekatan Positivis-Objektivis
Ciri positif dari epistemologi Barat adalah dipengaruhi oleh positivisme, suatu ajaran yang
digagas oleh Comte. Positivisme telah memainkan peran penting dalam mewarnai corak
pengetahuan yang berkembang sekarang ini, sehingga pengetahuan Barat yang mendominasi
seluruh dunia ini serba empiris, material, kausal, kuantitatif, dualistik, reduksionis, proporsional,
verifikatif dan bebas nilai. Implikasinya adalah ilmu pengetahuan sekarang ini makin jauh dari
cita rasa moral dan nilai.
Pendekatan yang dekat dengan positif tersebut adalah objektif. Yang dimaksud pendekatan
objektivis ini adalah pendekatan yang memandang pengetahuan manusia sebagai suatu sistem
pernyataan atau teori yang dihadapkan pada diskusi kritis, ujian intersubjektif atau kritik timbal
balik.Dalam realitanya, pendekatan objektivis ini memberikan banyak manfaat. Pendekatan ini
senantiasa menumbuhkan kejujuran intelektual dan keterbukaan. Pendekatan ini sesungguhnya
adalah pendekatan yang dipakai ilmuwan untuk menyatakan fakta secara apa adanya, tanpa
adanya paksaan atau tekanan tertentu.
Oleh karena itu, pendekatan objektivis ini menghasilkan konsekuensi tertentu, seperti
kontinuitas kritik. Suatu ilmu dapat dikatakan benar jika dapat bertahan dari gempuran-
gempuran kritik. Bahkan yang disebut sebagai ilmu itu salah satu indikasinya bila suatu saat
salah. Ketika ilmu tidak dapat bertahan dari kritikan berarti telah pudarlah kebenarannya.

5. Pendekatan Antimetafisika
Epistemologi modern yang diawali oleh Descartes telah menunjukkan atau mengarah pada
antroposentrisme. Kecenderungan filsafat pada zaman ini adalah dalam bidang epistemologi,
sehingga kurang begitu memperhatikan mengenai aksiologi atau ontologi. Bahkan positivisme
menolak cabang filsafat metafisika.
Dalam hal ini juga terjadi penolakan terhadap realitas dan keberadaan Tuhan. Hal itu tercermin
dalam metode-metode epistemologinya yaitu rasionalisme logis, empirisme logis dan lain-lain.
Bahkan model pemikiran mereka masih menjamur sampai sekarang yaitu menempatkan
manusia pada posisi yang menentukan segala-galanya.

Metode Epistemologi (Umum) Ilmu Pengetahuan

Walaupun di depan tadi sudah dibahas rinci mengenai beberapa pendekatan dalam epistemologi umum,
akan tetapi kali ini penulis akan berusaha menguraikan mengenai metode epistemologi dalam
epistemologi umum atau Barat. Metode-metode tersebut antara lain: metode rasional, metode dialogis,
metode komparatif dan metode kritik. Metode-metode ini mempunyai mekanisme kerja yang berbeda-
beda dalam memperoleh pengetahuan.

1. Metode Rasional
Metode ini adalah metode yang dipakai untuk memperoleh pengetahuan dengan
pertimbangan-pertimbangan atau menggunakan kriteria kebenaran yang dapat diterima rasio.
Metode ini sebagaimana diterangkan dalam pendekatan epistemologis diatas merupakan
metode yang dikembangkan pertama kali oleh Rene Descartes.
Metode ini mempunyai mekanisme kerja yaitu menggunakan standar rasio untuk menentukan
validitas ilmu pengetahuan dan juga untuk mencari sumber ilmu pengetahuan. Akan tetapi,
pemikiran ini obyeknya dibatasi pada sekup empiris saja. Dan juga metode ini mengandalkan
skeptisis dalam mencari sebuah kebenaran. Namun kebanyakan metode ini selalu terus
menerus.
Metode rasional ini mempunyai peranan yang sangat besar dalam epistemologi Barat, karena
ini merupakan ciri filsafat modern dan berpikir ilmiah.
2. Metode dialogis
Dialog merupakan salah satu metode epistemologi Barat. Dialog berarti menyuruh manusia
agar berpikir kritis dan rasional. Dengan dialog ilmu pengetahuan dapat dikembangkan dengan
cepat. Dan dengan dialog juga ilmu pengetahuan dibentuk.
Dialog menjadikan manusia lebih dapat berpikir kritis terhadap validitas ilmu pengetahuan.
Dalam kapasitasnya sebagai metode epistemologi, dialog menjadi salah satu tumpuan harapan
dalam menggali, menyusun, merumuskan, membangun dan mengembangkan ilmu
pengetahuan.
3. Metode Komparatif
Metode ini merupakan metode untuk memperoleh pengetahuan dengan cara membandingkan
pengetahuan-pengetahuan. Jujun S. Suriasumantri mengatakan “pengetahuan yang didapat
berdasarkan perbandingan mempunyai banyak kegunaan”.
Metode komparatif ini selain sebagai metode epistemologi, pada tahap operasionalnya juga
menjadi salah satu metode penelitian. Adapun dari segi mekanisme kerja ini, metode
komparatif diaplikasikan melalui langkah-langkah kerja secara bertahap sebagai berikut: 1)
menelusuri permasalahan-permasalahan yang setara tingkat dan jenisnya; 2) mempertemukan
dua atau lebih permasalahan yang setara tersebut; 3) mengungkapkan ciri-ciri dari obyek yang
dibandingkan secara jelas dan terinci; 4) mengungkapkan hasil perbandingan; 5) menyusun
atau memformulasikan kembali teori yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
4. Metode Kritis
Salah satu cara mengembangkan pengetahuan adalah dengan kritik. Kriik sangat berperan
dalam mewujudkan dinamika ilmu pengetahuan. Kritik merupakan motif utama bagi
perkembangan intelektual. Tanpa kritik tak ada motif rasional untuk mengubah teori-teori kita.
Akan tetapi dalam kritik biasanya terjadi kontradiksi. Kontradiksi tidak boleh dibiarkan, harus
dicari solusinya agar mendapat kepastian. Menerima kontradiksi menyebabkan kritik berhenti
dan membawa kejatuhan ilmu.

Anda mungkin juga menyukai