Anda di halaman 1dari 17

Filsafat Pendidikan Ontologi, Epistemologi, Axiologi

Oleh: Aghnia Muzammilul Maghfiroh, Nanda Eva Yusvitasari, Pratomo Yugo

Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang


Jl. Semarang 5, Malang 66145, Telepon 0341-585966
Aghniamaghfiroh98@gmail.com

Abstrak : Dalam sejarah pengetahuan manusia, filsafat dan ilmu pengetahuan


selalu berjalan beriringan dan saling berkaitan. Filsafat dan ilmu pengetahuan
mempunyai titik singgung dalam mencari kebenaran. Ilmu pengetahuan bertugas
melukiskan dan filsafat bertugas menafsirkan fenomena semesta, kebenaran
berada disepanjang pemikiran, sedangkan kebenaran ilmu pengetahuan berada
disepanjang pengalaman. Maka dari itu, tidak dipungkiri bahwa ilmu pengetahuan
tidak terlepas dari landasan ontologi, epistemologi dan aksiologi. Pembahasan
ontologi mengenai apa yang ingin diketahui dari teori tentang “ada” dengan
perkataan lain bagaimana hakikat obyek yang ditelaah sehingga membuahkan
pengetahuan. Pembahasan epistemologi mengenai bagaimana proses memperoleh
pengetahuan. Dan pembahasan aksiologi mengenai nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Dengan membahas ketiga unsur ini
manusia akan mengerti apa hakikat ilmu itu. Tanpa hakikat ilmu yang sebenarnya,
maka manusia tidak akan dapat menghargai ilmu sebagaimana mestinya. Nilai
kegunaan ilmu tergantung dari manusia yang memanfaatkannya.
Kata kunci : Ontologi, Epistemologi, Axiologi

PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan sebagai produk kegiatan berpikir yang merupakan obor
peradaban dimana manusia menemukan dirinya dan menghayati hidup lebih
sempurna. Bagaimana masalah dalam benak pemikiran manusia telah mendorong
untuk berfikir, bertanya, lalu mencari jawaban segala sesuatu yang ada, dan
akhirnya manusia adalah makhluk pencari kebenaran.. Meskipun terlihat banyak
dan beraneka ragam buah pemikiran manusia, namun pada hakikatnya upaya
manusia dalam memperoleh pengetahuan didasarkan pada tiga masalah pokok
yakni, Apakah yang ingin kita ketahui? (Ontologi) Bagaimanakah cara kita
memperoleh pengetahuan? (Epistemologi) dan apakah nilai pengetahuan tersebut
bagi kita? (Aksiologi) (Adib, 2011 :45).
Setiap pengetahuan yang dimiliki manusia selalu dipertanyakan dan
dikritisi oleh diri sendiri maupun orang lain. Bahwa pengetahuan yang
dimilikinya adalah pengetahuan tentang “apa” atau apanya yang perlu diketahui
1
maka jawabannya ada pada ontologi pengetahuan itu sendiri. Begitupula dengan
pertanyaan bagaimana cara menemukannya atau metode apa yang akan kita
gunakan dalam menemukan dan memperoleh pengetahuan itu adalah kajian
epistemologi. Selanjutnya pertanyaan apa kegunaan pengetahuan itu bagimanusia,
dan makhluk lainnya, termasuk lingkungan dimana manusia berada, disebut
kajian aksiologi.
Ketiga dimensi utama filsafat ilmu pengetahuan diatas yaitu ontologi
merupakan asas dalam menetapkan batas atau ruang lingkup yang menjadi objek
penelaahan serta penafsiran tentang hakikat realitas dari objek penelaahan
tersebut. Epistemologi merupakan asas mengenai cara bagaimana materi
pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan. Sedangkan
aksiologi merupakan bentuk asas dalam menggunakan pengetahuan yang telah
diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan tersebut, yang mana ketiganya
(ontologi, epistemologi, dan aksiologi) merupakan tiang penyangga bagi tubuh
pengetahuan yang disusunnya (Surajiyo, 2010:146). Ontologi, Epistemologi dan
Aksiologi sebagai unsur yang sangat penting dalam filsafat ilmu yang dipandang
sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu dengan yang lainnya.

PEMBAHASAN
A. Ontologi Pendidikan
Pengertian Ontologi
Ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Ontos” yang memiliki berada
(yang ada). Ontologi merupakan bagian dari filsafat yang paling umum, istilah
ontologi sering kali diidentifikasikan dengan metafisika atau proto-filsafat atau
biasa disebuat dengan filsafat pertama. Metafisika membicarakan semua yang
dianggap ada, dan mempersoalkan hakekat, dan hakekat ini tidak dapat dijangkau
dengan panca indra karena tak berbentuk, berwaktu, dan bertempat (Bahrum,
2013: 37). Persoalan yang bersangkutan dengan ontology menjadi pembahasan
pertama pada filsafat, yang membahas tentang realitas, realitas merupakan
kenyataan yang kemudian menjurus pada sesuatu yang dianggap benar (Suminar:
4).
Aspek realitas yang dijangkau oleh teori pendidikan melalui pengalaman
pancaindra adalah dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek filsafat
2
pendidikan adalah manusia sepenuhnya. Dalam dunia pendidikan, tenaga
pembimbing dalam hal ini guru atau dosen membimbing muridnya untuk
memahami realita yang ada di dunia dan membina tentang kesadaran kebenaran
yang berpangkal atas realita. Dalam artian lain seorang murid akan mengerti dan
memahami tentang mana yang benar dan mana yang tidak benar.

Objek Kajian Ontologi


Objek penelaahan ilmu ini meliputi segala macam hal kehidupan yang
dapat dibuktikan oleh panca indra manusia, dengan kata lain hal yang diluar
jangkauan panca indra tidak termasuk kedalam ilmu ini karena tidak dapat di
buktikan dengan metodolis dan empiris (Bahrum, 2013: 37). Dalam pengkajian
lebih dalam hakekat objek empiris, maka ilmu dibuat beberapa asumsi mengenai
objek itu, menurut Bahrum, 2013:37 ada beberapa asumsi mengenai objek empiris
yang dibuat oleh ilmu:
1. Menganggap objek tertentu mempunyai kesamaan bentuk (struktur, sifat,
bentuk, dsb) dengan objek lainnya.
2. Menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam
jangka waktu tertentu.
3. Menganggap segala gejala bukan suatu kejadian yang kebetulan.

Ketiga asumsi tersebut bertujuan untuk mendapatkan pengehtahuan yang bersifat


analitis dan mampu menjelaskan berbagai kaitan dengan gejala yang terjadi dalam
pengalaman manusia.

Kegunaan Ontologi Ilmu Pendidikan


Menurut Made Pidarta, dalam Landasan Pendidikan 2007:83, Ontologi
filsafat pendidikan menanyajan beberapa hal sebagai berikut:
1. Apakah pendidikan itu?
2. Apa yang hendak dicapai?
3. Bagaimana cara terbaik merealisasikan tujuan-tujuan pendidikan?
4. Bagaimana sifat pendidikan?
5. Bagaimana perbedaan pendidikan teori dan praktik?
6. Bagaimana hakekat kurikulum yang disajikan?
7. Siapa dan bagaimana para peserta didiknya
3
8. Bagaimana sistem pengembangan bakat dan minat anak didik?

Dari pertanyaan-pertanyaan diatas bertujuan untuk membentuk manusia


yang berbudi luhur, rasional, terampil, dan mandiri. Akan tetapi, untuk menjawab
pertanyaan tersebut memerlukan adanya suatu penelitisn, analisis, deskripsi, dan
penjabaran. Oleh karena itu setelah ontology filsafat pendidikan dilanjutkan
dengan epistomologi filsafat pendidikan.

B. Epistemologi Pendidikan
Pengertian Epistomologi
Epistemologi berasal dari kata episteme dan logos yang berarti perkataan,
pikiran, pengetahuan dan pengetahuan sistematik. Kata “epistemologi” sendiri
berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari dua kata, yaitu episteme (pengetahuan)
dan logos (ilmu, uraian atau ulasan) (Aziz, 2006) dalam (Syaifudin, 2013:329).
Maka dari itu epistemologi merupakan ilmu, percakapan tentang pengetahuan atau
ilmu pengetahuan. Kata episteme dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja
epistamai yang berarti menundukan, menempatkan atau meletakan. Maka secara
harafiah, episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk
menempatkan sesuatu pada kedudukan setepatnya. Disamping episteme untuk arti
pengetahuan dalam bahasa Yunani juga dipakai kata gnosis sehingga epistemologi
dalam sejarah pernah disebut gnoseologi. Sebagai kajian filosofis yang membuat
telaah kritis dan analitis tentang dasar-dasar teoritis pengetahuan, epitemoologi
kadang juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge erkentnis theorie)
(Idri, 2015: 2)
Dengan kata lain, kajian tentang epistemologi sangat erat kaitannya
dengan bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan, mengolah, menganalisis
dan membentuk suatu teori, postulat dan paradigma tertentu. Epistemologi
merupakan istilah teknis yang sering digunakan dalam kajian kefilsafatan.
Sebagaimana disinyalir R. Harre, epistemologi menempati salah satu cabang
kajian disamping logika, metafisika dan etika. Menurut Azyumardi Azra
menambahkan bahwa epistemologi sebagai ilmu yang membahas tentang
keaslian, pengertian, struktur, metode-metode dan validitas ilmu pengetahuan
(Syaifudin, 2013:329).

4
Menurut para Ahli.
Epistemologi menurut para ahli yaitu :
1. Abdul Munir Mulkan, segala macam bentuk aktivitas dan pemikiran
manusia yang selalu mempertanyakan dari mana asal muasal ilmu
pengetahuan itu diperoleh.
2. Mujamil Qomar, bagian ilmu filsafat yang secara khusus mempelajari dan
menentukan arah dan kodrat pengetahuan
3. Anton Bakker, cabang filsafat yang berurusan mengenai ruang lingkup
serta hakikat pengetahuan.
4. Achmad Charris Zubair, suatu ilmu yang secara khusus mempelajari dan
mempersoalkan secara dalam mengenai apa itu pengetahuan, dari mana
pengetahuan itu diperoleh serta bagaimana cara memperolehnya.
5. Jujun S. Suria Sumantri, arah berfikir manusia dalam menemukan dan
memperoleh suatu ilmu pengetahuan degan menggunakan kemampuan
rasio (Suriasumantri,1990:105)

Persoalan-persoalan pokok dalam epistemology


Secara umum epistemologi dapat diartikan sebagai cabang filsafat yang
membahas mengenai ruang lingkup dan batas-batas pengetahuan. Studi ini
mencari jalan untuk memecahkan pertanyaan-pertanyaan mendasar yang meliputi
pengkajian sumber-sumber watak dan kebenaran pengetahuan, yaitu mengenai (1)
Apakah sumber-sumber pengetahuan itu? Darimana pengetahuan yang benar itu
datang, dan bagaimana kita dapat mengetahui? (2) Apakah watak dari
pengetahuan? (3) Apakah pengetahuan kita itu benar (valid)? Bagaimana kita
membedakan antara kebenaran dan kekeliruan? ini adalah problema mencoba
kebenaran (verification) (Praja, 2008:87). Secara garis besar pertanyaan-
pertanyaan tersebut berkenaan dengan dua hal pokok. Pertama, pertannyaan yang
mengacu pada sumber pengetahuan yang disebut dengan pertanyaan
epistemologis kefilsafatan yang erat hubungannya dengan ilmu jiwa. Kedua,
pertanyaan yang merupakan masalah semantik yang menyangkut hubungan antara
pengetahuan dan objek pengetahuan tersebut.

5
Epistemologi sering dikaitkan dengan metode dan cara-cara mendapatkan
pengetahuan. Menurut Gulo, metode untuk memperoleh pengetahuan, yaitu:
Pertama, metode keteguhan (tenacity) yaitu keyakinan akan kebenaran sesuatu.
Bahwa manusia adalah ciptaan Allah, bukan keturunan monyet merupakan
keyakinan yang diperoleh dari agama. Kedua, metode otoritas, yaitu cara
mengetahui kebenaran melalui sumber yang mempunyai otoritas. Bahwa manusia
pertama adalah Adam yang diciptakan oleh Allah dari tanah merupakan
kebenaran karena sumbernya yaitu Al-Quran (Idri, 2015:11). Ketiga, metode a
priori atau instuisi. Keempat, metode tradisi yaitu kebenaran yang diterima
berasal dari tradisi yang berlaku dalam suatu lingkungan masyarakat. Kelima,
metode trial and error, kebenaran yang diperoleh dengan serangkaian percobaan
yang tidak sistematis dengan cara dicoba salah, dicoba lagi salah dan seterusnya
hingga ditemukan yang benar. Keenam, metode metafisika yaitu kebenaran yang
diperoleh melalui dunia trasenden misalnya pengetahuan dari ajaran agama,
kepercayaan, atau mistik. Ketujuh, metode ilmiah yaitu kebenaran yang diperoleh
melalui proses deduksi dan induksi terhadap fenomena alam empirik.

Jenis-jenis epistemology
Berdasarkan cara kerja dan metode pendekatan, epistemologi dapat dibagi
menjadi tiga jenis, yaitu epistemologi metafisis, epistemologi skeptis, dan
epistemologi kritis. Epistemologi metafisis merupakan epistemologi yang
mendekati gejala pengetahuan dengan bertitik tolak dari pengandaian metafisika
tertentu (Idri, 2015: 15). Epistemologi ketegori ini berangkat dari suatu paham
tertentu tentang kenyataan kemudian membahas tentang bagaimana manusia
mengetahui kenyataan itu. Kenyataan realitas yang disebut juga “yang ada”,
apakah yang ada tersebut berupa materi atau ide-ide. Dikaji melalui epistemologi
metafisis disertai dengan metode-metode yang digunakan untuk mengetahuinya.
Epistemologi skeptis berdasar pada proporsi pembuktian terlebih dahulu
apa yang dapat diketahui sebagai sessuatu yang benar-benar rill dan tak
diragukan. Kebenaran sesuatu harus dibuktikan terlebih dahulu sehingga dapat
diterima. Jika tidak, maka kebenaran itu diragukan. Kesulitan yang dihadapi
dengan pendekatan epistemologi jenis ini terletak pada kondisi ketika seseorang
sudah masuk dalam sarang skeptisisme dan konsisten dengan sikapnya, tak
6
gampang menemukan jalan keluar. Sikap skeptis dalam menghadapi persoalan
keilmuan dengan meragukannya atau mengandaikan bahwa ada pengetahuan dan
bahwa manusia dapat mengetahui sesuatu tetapi pengetahuan itu dapat saja benar
dan mungkin juga salah (Idri, 2015: 16).
Epistemologi kritis tidak memprioritaskan metafisika atau epistemologi
tertentu, tetapi berangat dari asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran asal
sehat atau asumsi asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran ilmiah
sebagaimana ditemukan dalam kehidupan kemudian ditanggapi secara kritis (Idri,
2015: 17). Keyakinan dan pendapat-pendapat yang ada dijadikan data
penyelidikan atau bahan refleksi kritis untuk diuji kebenarannya berdasar nalar
sehat. Sikap kritis diperlukan untuk berani mempertanyakan apa yang selama ini
sudah diterima begitu saja tanpa dinalar atau tanpa dipertanggungjawabkan secara
rasional dan kemudian mencoba menemukan alasan yang masuk akal untuk
menerima atau menolaknya. Epistemologi kritis melebihi dua epistemologi
sebelumnya karena didasarkan pada asumsi, prosedur, dan kesimpulan pemikiran
akal sehat atau asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran ilmiah.

Hubungan epistemologi dengan Pendidikan


Pengertian Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang
menyelidiki asal, sifat, metode, dan gagasan pengetahuan manusia. Epistemologi
pada dasaranya adalah cara bagaimana pengetahuan disusun dari bahan yang
diperoleh dan dalam prosesnya menggunakan metode ilmiah, yaitu suatu kegiatan
berdasarkan perencanaan yang matang, dan mapan, sistematis dan logis. Dalam
rumusan lain, epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari watak,
sumber-sumber, kebenaran pengetahuan, dan berlakunya ilmu pengetahuan
(Syam, 2010:139). Dari berbagai masalah epistemologi yang paling utama adalah
bagaimana cara memperoleh pengetahuan, Sebenarnya seseorang baru dapat
dikatakan berpengetahuan apabila telah sanggup menjawab pertanyaan-
pertanyaan epistemologi artinya pertanyaan epistemologi dapat menggambarkan
manusia mencintai pengetahuan.
Hal ini menyebabkan eksistensi epistemologi sangat urgen untuk
menggambar manusia berpengetahuan yaitu dengan jalan menjawab dan
menyelesaikan masalah-masalah yang dipertanyakan dalam epistemologi.
7
Pengetahuan dalam epistemologi memiliki makna, yakni nilai tahu manusia
tentang sesuatu sehingga ia dapat membedakan antara satu ilmu dengan ilmu yang
lainnya (Mustansyrir, 2002:50). Sedangkan definisi dari pendidikan ialah
bimbingan yang diberikan kepada anak dalam masa pertumbuhan dan
perkembangannya untuk mencapai tingkat kedewasaan dan bertujuan untuk
menambah ilmu pengetahuan, membentuk karakter diri dan mengarahkan anak
untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Dari pengertian epistemologi dan pendidikan diatas dapat disimpulkan
bahwa epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan.
Epistemologi juga membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan,
validitas dan kebenaran pengetahuan. Suatu kebenaran fakta atau kenyataan dari
sudut pandang mengapa dan bagaimana fakta itu benar yang dapat diverifikasi
atau dibuktikan kebenarannya merupakan aspek dari epitemologi. Maka dari itu
dapat disimpulkan bahwa hubungan epistemologi dengan pendidikan adalah untuk
mengembangkan ilmu secara produkti dan bertanggung jawab serta memberikan
suatu gambaran-gambaran umum mengenai kebenaran yang diajarkan dalam
proses pendidikan. Epistemologi membahas mengenai sumber, proses, syarat,
batas fasilitas dan hakikat pengetahuan yang memberikan kepercayaan dan
jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada murid-muridnya
(Syam, 1986:32).
Secara epistemologi landasan pendidikan mengacu pada fitrah manusia.
Salah satu fitrah manusia adalah menginginkan agar hidupnya bermakna, baik
untuk dirinya maupun untuk lingkungannya. Kehidupan yang bermakna akan
membawa kesadaran pada diri manusia bahwa eksistensinya dihargai. Pandangan
Jalaluddin sebagaimana dalam Anas, menggambarkan bahwa epistemologi
pendidikan, terutama pendidikan Islam berdasarkan pada sumber-sumber yang
diwahyukan Tuhan. Oleh sebab itu maka dalam hal ini Toto, membagi sumber
pendidikan Islam dalam dua kategori, yaitu sumber normatif dan historis. Konsep
normatif adalah keseluruhan konsep yang bersumber dari Alquran dan Al-sunnah.
Selanjutnya Toto, menjelaskan bahwa Allah dalam konsep filsafat pendidikan
Islam merupakan “Pendidik” Yang Maha Agung, tidak hanya mendidik manusia

8
tetapi mendidik seluruh makhluk. Dalam hal ini juga Robert L. Gullick dalam
Toto, Nabi Muhammad dipandang sebagai seorang pendidik yang luar biasa
(Mahfud, 2018: 91).
Sementara itu, selain sumber normatif dalam bahasan ini juga harus
melihat sumber historisnya yang terdiri dari (a) Hasil-hasil kajian ilmiah
mengenal watak manusia, mulai dari pertumbuhan secara psikologis, sosiologis,
tetapi senantiasa serasi dan akidah dan nilai dalam Islam. (b) Hasil-hasil kajian
ilmiah dalam bidang pendidikan mengenai proses belajar manusia, namun juga
tidak bertentangan dengan ajaran Islam. (c) Pengalaman tentang keberhasilan
kaum muslim di dalam mengembangkan pendidikan, segala bentuk dukungan
pemerintah akan membawa dampak terhadap perkembangan pendidikan Islam
yang dirumuskan. (d) Nilai-nilai dan tradisi sosial budaya masyarakat Muslim
yang tidak menghambat kemajuan dan perubahan (Mahfud, 2018: 91). Dari
sumber historis ini kemudian harus dilihat sebagai suatu keselarasan dengan
semangat ajaran Islam

C. Aksiologi Pendidikan
Pengertian Aksiologi
Aksiologi merupakan bagian dari  filsafat ilmu yang mempertanyakan
bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi: nilai kegunaan ilmu,
penyelidikan tentang prinsip-prinsip nilai. Secara etimologis, istilah aksiologi
berasal dari Bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata “aksios” yang berarti nilai dan
kata “logos” yang berarti teori. Aksiologi merupakan cabang filsafat yang
mempelajari nilai (Sadulloh, 2007: 36). Nilai yang dimaksudkan adalah sesuatu
yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang
akan dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu kepada
permasalahan etika dan estetika. Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori
nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh. Jadi
Aksiologi adalah suatu kajian yang mempelajari nilai dan teori untuk mencari
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh

Objek Kajian Aksiologi

9
Aksiologi memuat pemikiran tentang masalah nilai-nilai yang termasuk
nilai paling tinggi yaitu nilai dari Tuhan contohnya nilai moral, nilai agama, nilai
keindahan (estetika). Aksiologi tidak bisa diartikan secara sempit dikarenakan
objek kajiannya memang sangat luas. Aksiologi juga mengandung pengertian
yang lebih luas daripada etika atau higher values of life (nilai-nilai kehidupan
yang bertaraf tinggi).
Aksiologi memberikan jawaban atas beberapa pertanyaan berikut. Untuk
apa pengetahuan yang berupa ilmu dipergunakan? Bagaimana kaitan cara
penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek
yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan teknik
prosedural yang nerupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma
moral atau profesional.
Filsafat ilmu meneliti dampak pengetahuan ilmiah pada hal-hal berikut:
1. Pandangan manusia terhadap kenyaatan
2. Pemahaman berbagai dinamika alam
3. Saling keterkaitan antara logika dan matematika pada satu sisi dengan sisi
lain.
4. Berbagai sumber pengetahuan dan pertangggungjawabannya
5. Berbagai keadaan dari keberadaan-keberaadan teoritis.
Dilihat dari jenisnya, paling tidak terdapat bagian umum dari
aksiologidalam membangun filsafat ilmu ini, yaitu etika dan estetika.
a. Etika
Conny R. Semiawan (2005:158) menjelaskan tentang etika itu
sebagai: “the study of the nature of the morality and judgement” artinya
kajian tentang hakikat moral dan keputusan atau yang biasa disebut
kegiatan menilai. Selanjutnya semiawan menjelaskan bahwa etika
merupakan dasar atau standar perilaku manusia, yang kadang-kadang
disebut dengan “moral”. Bahwa tidak ada kejadian yang bisa diterangkan
secara pasti dengan zero tolerance atau nihilnya toleransi. Ada beberapa
spesifikasi tentang toleransi yang dapat dicapai. Di alam ilmu yang
berkembang langkah demi langkah selalu mengedepankan toleransi . ilmu
berlaku disemua kajian keilmuan baik ilmu eksakta ataupun bahasa, sosial,

10
religi, ataupun politik, bahkan dalam setiap perubahan pemikiran ataupun
dogma. Semua perubahan ilmu didasari dan dilandasi oleh toleransi. Hal
ini demikian karena hasil dari penelitian tidak sama dengan sifat objektif
penelitian atau hasil penelitian pengetahuan ilmiah yang lain.
Makna etika dipakai dalam dua bentuk arti, pertama etika
merupakan bentuk suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian
terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Kedua, merupakan suatu predikat
yang dipakaiuntuk objek formal etika meliputi norma-norma kesusilaan
manusia, dan mempelajari baik buruknya manusia.
b. Estetika
Menurut (Semiawan, 2005: 159) estetika adalah hakikat keindahan
didalam seni. Setetika merupakan cabang filsafat yang mengkaji tentang
hakikat indah dan buruk. Estetika membantu khalayak luas untuk
memahami, mengarahkan dalam persepsi baik dari suatu pengetahuan
ilmiah. Dalam estetika sendiri mempunyai beberapa yaitu diantaranya:
- Universal
Universal berarti berlaku umum. Salah satu tuntutan yang harus
dioenuhi oleh ilmu atau pengetahuan ilmiah adalah harus berlaku
umum. Lintas ruang dan waktu, paling sedikit di bumi ini. Ini juga
bertemu hukum-hukum fisika yang betrlaku di Indonesia maupun di
Amerika Serikat, baik sekarang maupun ratusan tahun yang lalu,
dengan beberapa catatan, misalnya kondisi-kondisi yang relevan di
tempat-tempat dan di waktu-waktu yang dibandingkan sama. Ternyata
sifat universal memiliki keterbatasan. Keterbatasan sifatnyta lebih
nyata pada ilmu-ilmu sosial, misalnya sejarah, antropologi budaya,
ilmu hukum dan ilmu pendidikan. Tampaknya keterbatasan ini tidak
dapat dipisahkan dari hakikat ilmu ilmu sosial sebagai ilmu mengenai
manusia yang sebagai pelaku utama.
Keterbatasan sifat universal berkaitan erat dengan karakter
universalnya. Ada perbedaan antara karakter universal ilmu-ilmu sosial
dan ilmu eksakta. Misalnya antara ilmu sejarah dan mekanika.
Fenomena ilmu sejarah berkaitan dengan ruang dan waktu sementara

11
mekanika boleh dikatakan boleh dikatakan terbebas dari ruang dan
waktu. Karena itu karakter universal sejarah berbeda dengan universal
mekanika.
- Dapat dikomunikasikan
Disebut dapat dikomunikasikan apabila bahasa tidak merupakan
kendala, pengetahuan ilmiah bukan saja dimengerti artinya, tetapi
maknanya. Jadi, memberikan pengetahuan baru kepada orang lain
dengan tingkat kepercayaan cukup besar. Terpenuhinya dengan baik
sifat intersubjektif suatu pengetahuan sangat membantu menjadi
communicable.
- Progresif
Progresif dapat artkan adanya kemajuan, perkembangan,
peningkatan. Sifat ini meruypakan salah satu sifat tuntutan diera
modern untuk ilmu. Sifat ini sangat didorong oleh ciri-ciri penalaran
filosofis, yaitu skeptis, menyeluruh (holistic comprehensive),mendasar
(radical), kritis dan analitis, yang menyatu dalam semua imajinasi dan
penalaran ilmiah. Adanya sifat-sifat ini didominasi oleh sifat skreptis
terhadap segala sesuatu yang dianggap berat, akan mendorong
seseorang untuk menanyakan semua pengetahuan, kemudian ciri-ciri
lain yang akan membawanya ke imajinasi dan penalaran filosofis
ilmiah yang kemudian berlanjut ke pengembangan pengetahuan, dan
berujung pada penemuan pengatuah baru. Dengan demikian
berlangsunglah progresivutas pengetahuan.

Kegunaan Aksiologi Ilmu Pendidikan


(Abdulhak, 2008) menyarakan aksiologi ilmu pendidikan sebagai nilai
kegunaan teoritis dan nilai kegunaan praktis :
a. Aksiologi Ilmu Pendidikan Nilai Kegunaan Teoritis
- Kegunaan bagi ilmu dan teknologi
Hasil ilmu pendidikan adalah konsep-konsep ilmiah tentang aspek
dan dimensi pendidikan sebagai salah satu gejala kehidupan manusia.
Pemahaman tersebut secara potensial dapat dipergunakan untuk lebih
mengembangkan konsep-konsep ilmiah pendidikan, baik dalam arti
12
meningkatkan mutu (validitas dan signifikan) konsep-konsep ilmiah
pendidikan yang telah ada, maupun melahirkan atau menciptakan
konsep-konsep baru, yang secara langsung dan tidak langsung
bersumber pada konsep-konsep ilmiah pendidikan yang telah ada.
Dengan kata lain, pemahaman terhadap konsep-konsep ilmiah
pendidikan secara potensial mempunyai nilai kegunaan untuk
mengembangkan isi dan metode ilmu pendidikan, mengembangkan
mutu professional teoretikus dan praktisi pendidikan.
Rowntree dalam educational technology in curriculum
development antara lain menyatakan bahwa oleh karena teknologi
pendidikan adalah seluas pendidikan itu sendiri, maka teknologi
pendidikan berkenaan dengan desain dan evaluasi kurikulum dan
pengalaman-pengalaman belajar, serta masalah-masalah pelaksanaan
dan perbaikannya. Pada dasarnya, teknologi pendidikan adalah suatu
pendekatan pemecahan masalah pendidikan secara rasional, suatu cara
berpikir skeptis dan sistematis tentang belajar dan mengajar.
- Kegunaan bagi Filsafat
Konsep-konsep ilmiah yang dihasilkan oleh ilmu pendidikan,
secara potensial dapat mengundang berkembangnya kritik pendidikan,
baik yang datang dari kalangan para pengamat pendidikan pada
umumnya, maupun yang akan datang dari kalangan yang profesional
pendidikan, yang termasuk didalamnya para ilmuan pendidikan, filosof
pendidikan serta para pengelola dan pengembang pendidikan.

b. Aksiologi Ilmu Pendidikan Nilai Kegunaan Praktis


- Kegunaan bagi praktek pendidikan
Pemahaman tenaga kependidikan secara konprehensif dan
sistematis turut serta dalam menumbuhkan rasa kepercayaan diri dalam
melakukan tugas-tugas profesionalnya. Hal ini terjadi karena konsep-
konsep ilmiah pendidikan menerangkan prinsip-prinsip bagaimana
orang melakukan pendidikan. Penguasaan yang mantap terhadap
konsep-konsep ilmiah pendidikan memberikan pencerahan tentang
bagaimana melakukan tugas-tugas profesional pendidikan.
13
Apabila hal ini terjadi, maka seorang tenaga pendidikan akan dapat
bekerja konsisten dan efisien, karena dilandasi oleh prinsip-prinsip
pendidikan yang jelas terbaca dan kokoh. Tindakan-tindakannya akan
menunjukan arah yang lebih jelas, dan bentuknya pun tidak asal-
asalan, tetapi lebih terpola yang dipilih berdasarkan pertimbangan
prinsip-prinsip pendidikan yang diyakini dan dianutnya.
- Kegunaan bagi praktek pendidikan agama islam
Ajaran Islam merupakan perangkat sistem nilai yaitu pedoman
hidup secara Islami, sesuai dengan tuntunan Allah SWT yang telah
tercatat dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Aksiologi pendidikan islam berkaitan dengan nilai-nilai, tujuan dan
target yang akan dicapai dalam pendidikan islam. Sedangkan tujuan
pendidkan islam menurut Abuddin Nata adalah untuk mewujudkan
manusia yang shaleh dan shalehah, taat beribadah dan gemar beramal
untuk tujuan akhirat. Nilai- Nilai-nilai tersebut harus dimuat dalam
kurikulum pendidikan Islam, diantaranya: Mengandung petunjuk
Akhlak, Mengandung upaya meningkatkan kesejahteraan hidup
manusia dibumidan kebahagiaan di akherat, Mengandung usaha keras
untuk meraih kehidupan yang baik, Mengandung nilai yang dapat
memadukan antara kepentingan kehidupan dunia dan akhirat.
- Kegunaan bagi seni pendidikan
Disamping memberi kemungkinan berkembangnya teknologi
pendidikan, penerapan konsep-konsep ilmiah tentang pendidikan
dalam praktek, dapat pula memberi peluang pada berkembangnya seni
pendidikan. Sebuah kegiatan pendidikan dikatakan sebuah seni
pendidikan apabila kegiatan tersebut tidak saja mencapai hasil yang
diharapkan, tetapi proses pelaksanaanya dapat memberi keasyikan dan
kesenangan, baik bagi peserta didik maupun pendidiknya. Dalam
kegiatan sebagai seni, berlangsungnya suatu proses hubungan sosial
melibatkan emosi yang cukup mendalam dan nilai-nilai kemanusiaan.
Hal ini mengandung arti bahwa penerapan konsep-konsep ilmiah
pendidikan dalam praktek pendidikan perlu memperhitungkan

14
terpenuhinya kebutuhan emosional, berupa rasa puas, rasa senang
ataupun rasa yang sejenisnya (Mudyahardjo, 2012).

Kesimpulan
Dalam landasan ilmu pengetahuan yang digunakan adalah ontologi,
epistemologi dan aksiologi, atau dengan kata lain apa, bagaimana dan kemana
ilmu itu. Ontologi berarti ilmu yang membahas tentang hakikat sesuatu yang ada
atau berada atau dengan kata lain, artinya ilmu yang mempelajari tentang yang
ada. Sedangkan,  menurut istilah adalah ilmu yang membahas sesuatu yang telah
ada, baik secara jasmani maupun secara rohani. Epistemologi merupakan aspek
cabang filsafat yang membicarakan tentang asal muasal, sumber, metode, struktur
dan validitas atau kebenaran pengetahuan. Dalam aspek ini yang dibahas adalah
bagaimana cara kita mencari pengetahuan dan seperti apa pengetahuan tersebut.
Aksiologi salah satu aspek dari cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan
bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Disisi lain,  aksiologi sebagai teori
nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh Nilai
kegunaan ilmu tergantung dari manusia yang memanfaatkannya.

Dalam realitas manusia terdiri dari dua golongan, pertama golongan yang
mengatakan bahwa ilmu itu bebas mutlak berdiri sendiri. Golongan kedua
berpendapat bahwa ilmu itu tidak bebas nilai. Adapun dalam Islam ilmu itu tidak
bebas nilai ia dilandasi oleh hokum normatif transendental. Nilai yang menjadi
dasar dalam penilaian baik buruknya segala sesuatu dapat dilihat dari nilai etika
(agama) dan estetika. Tujuan dari pengetahuan adalah untuk mendapatkan
kebenaran. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa nilai dari pengetahuan atau
ilmu adalah untuk mendapatkan kebenaran.

15
Daftar Rujukan

Abdulhak, Ishak. 2008. Filsafat ilmu pendidikan. Bandung:Remaja Rosdakarya.

Adib, M. 2011. Filsafat Ilmu; Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan logika Ilmu
pengetahuan. Yogyakarta:Pustaka Pelajara.

Bahrum. 2013. Ontologi, epistomologi, aksiologi. Journal UIN Alauddin. Dari


http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/sls/article/download/1276/1243.
Diakses pada 30 Agustus 2019.

Idri, H. 2015. Epistemologi: Ilmu Pengetahuan, Ilmu Hadis, dan Ilmu Hukum
Islam. Jakarta: Prenada Media.

Mahfud. 2018. Mengenal Ontologi, Epistemologi, Aksiologi Dalam Pendidikan


Islam. Cendekia: jurnal studi keislaman Volume 4, nomor 1, Juni 2018; P-
ISSN 2443-2742;E-ISSN 2579-5503. Gresik. (online).
https://media.neliti.com/media/publications/268446-mengenal-ontologi-
epistemologi-aksiologi-d40001af.pdf. Diakses pada 30 Agustus 2019.

Mudyahardjo, Redja. 2012. Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar. Bandung:


Rosda.

Mustansyir, R. 2002. Ilmu Filsafat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pidarta, M. 2007. Landasan Pendidika. Jakarta: Rineka Cipta.

Praja, J.S. 2008. Aliran-Aliran Filsafat&Etika. Jakarta:Prenada Media.

Sadulloh, Uyoh. 2007. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Penerbit


Alfabeta.

Salahudin, A. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Semiawan, conny. 2005. Panorama Filsafat Ilmu. Jakarta: Balai Pustaka.

Sumantri, S. Jujun. 1996. Filsafat ilmu sebuah pengantar populer. Jakarta:Pustaka


Sinar Harapan.

16
Suminar, T. Tinjauan Filsafati (Ontologi, epistomologi, dan aksiologi) dalam
Manajemen Pembelajaran Berbasis Teori Sibernetik. Journal Unnes.
(online).http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/edukasi/article/download/
961/898. Diakses pada 30 Agustus 2019.

Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi


Aksara.

Suriasumantri, J.S. 1990. Ilmu Filsafat. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Syaifudin, R. 2013. Epistemologi Pendidikan Islam Dalam Kacamata Al-Ghazali


dan Fazlur Rahman. Episteme, Vol. 8, No 2, Desember 2013. Malang.
(Online).
http://ejournal.iain-tulungagung.ac.id/index.php/epis/article/view/49/45.
Diakses pada 30 Agustus 2019.

Syam, N.W. 2010. Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media.

Syam, M.N. 1986. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila.
Surabaya:Usaha Nasional.

17

Anda mungkin juga menyukai