Kajian tentang pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari filsafat. Namun demikian, ada
satu kekhawatiran mengenai boleh atau tidaknya mengkaji filsafat dalam Islam. Isu mengenai
hal ini memang sudah lama menjadi perdebatan, seperti yang di kemukakan Nasr bahwa
pengajaran filsafat kepada mahasiswa Muslim bukan hanya harus dimulai dengan pemahaman
Islam tentang arti filsafat, tetapi dengan kajian cermat tentang seluruh tradisi intelektual Islam.
Sebelum mahasiswa terpapar pada Descartes dan Kant atau bahkan Plato dan
Aristoteles seperti yang tampak melalui mata pelajaran filsafat Barat modern, ia harus
menerima landasan yang cermat dalam filsafat Islam dan bidang keahlian lainnya yang memiliki
impor filosofis.
Akan tetapi, mengingat bahwa filsafat adalah suatu istilah polisemik – suatu kata
dengan banyak arti – maka sudah pasti dapat dikatakan bahwa tidak mungkin mempunyai
sistem pendidikan tanpa “filsafat” dalam arti “tertentu”, sekalipun mata pelajaran ini tidak
disebutkan dengan nama demikian. Karena itu, harus diterima bahwa tidak mungkin
menanamkan pengetahuan dan sistem pendidikan formal tanpa filsafat, baik sebagai
pandangan-dunia maupun metode untuk mendisiplinkan pikiran. Karena itu, yang menjadi
pertanyaan adalah apakah orang harus mengajarkan filsafat kepada mahasiswa Muslim; jenis
atau jenis-jenis filsafat apa yang harus diajarkan; dan bagaimana materi ini harus didekati.
Dengan kata lain, kita tidak mungkin mengelak dari belajar filsafat karena mengkaji
pengetahuan juga berarti berfilsafat. Namun demikian, kita harus selalu menjadikan Al Qur’an
sebagai sumber rujukan utama. Sesuai dengan apa yang dicanangkan dalam “The First
International Muslims Education” di Mekkah bahwa sumber utama dari semua pendidikan
Islam yang otentik adalah Al Qur’an.
Bagi banyak Muslim tradisional yang belum tersentuh pendidikan modern, istilah filsafat
masih mengimplikasikan ‘wisdom’, al-hikmah, yang diasosiasikan dengan para nabi dan juga
orang-orang suci Muslim. Memang benar bahwa tradisi intelektual Islam terlalu kaya dan
beraneka ragam untuk memberikan hanya satu arti untuk istilah al-Quran ini (al-hikmah), juga
benar bahwa beberapa perspektif intelektual yang dipupuk di dalam Islam segala yang
memenuhi doktrin ketunggalan (al-tawhid) dan bahwa orang bisa sampai pada pemahaman
tentang arti dari istilah, filsafat, sebagai pengetahuan tentang sifat dari segala sesuatu yang
menghasilkan dan yang didasarkan pada al-tawhid dan karenanya sangat Islami sekalipun pada
awalnya bukan berasal dari sumber-sumber Islam. Pandangan para filsuf Islam tradisional
bahwa ‘filsafat berasal dari lentera nubuat’ (the lamp of prophecy) berkembang langsung dari
landasannya al-tawhid sebagai kriteria untuk ke-Islaman pengajaran tertentu. Dalam setiap
kasus filsafat dapat didefinisikan ulang menurut standar Islam guna memberikan kekuatan
intelektualnya tetapi dalam waktu yang bersamaan tetap melekat pada penyataannya dan
doktrin utamanya yang tiada lain adalah ketunggalan.
Sejak awalnya ide filsafat yang berlaku sekarang ini sebagai sikap skeptis dan keraguan,
sebagai aktivitas individualistik manusia sebagai orang yang memberontak terhadap Allah, dan
sebagai objektivisasi limitasi manusia tertentu yang disebut filsuf, haruslah dibuang jauh-jauh
dari pemikiran mahasiswa. Itu haruslah diganti dengan ide hikmat, universalitas, kepastian dan
sifat supra-individual dari bukan hanya Kebenaran tetapi juga rumusan-rumusan dan tradisional
dan kristalisasinya sehingga filsafat menjadi identik dengan perspektif intelektual kekal seperti
yang selalu tampak demikian di Timur dan bukan penafsiran individualistik atas realitas
sebagaimana halnya dengan filsafat Barat sejak masa Descartes.
Terminologi ini pertama sekali dipakai oleh J.F. Feriere yang membagi dua cabang utama
filsafat kepada ontologi dan epistemologi. Secara umum ontologi dapat disejajarkan dengan
metafisika, namun pengertiannya dalam bahasa Latin adalah teori mengenai “Ada” (theory of
being), sedangkan epistemologi sebagai teori pengetahuan (theory of knowledge). Hunnex
memberikan definisi yang secara umum dapat diterima untuk menjelaskan fokus pembahasan
epistemologi yaitu: dari mana kita memperoleh pengetahuan (sumber pengetahuan)?
Bagaimana hubungan antara subyek yang mengetahui dengan obyek yang diketahui (struktur,
situasi pengetahuan)? Apa kriteria pengetahuan yang disebut benar? Apakah yang menjadi
batas (wilayah) ilmu pengetahuan? Jadi epistemologi adalah cabang filsafat yang secara
sistematis membahas tentang sifat dasar, sumber, dan validitas pengetahuan.
Epistemologi pada dasarnya merupakan satu upaya evaluatif dan kritis tentang pengetahuan
(knowledge) manusia, sedangkan filsafat ilmu adalah refleksi kritis atas ilmu pengetahuan
(science). Ilmu pengetahuan merupakan salah satu bentuk pengetahuan yang memiliki ciri-ciri
dan metode khusus.
Menurut Holt, epistemologi merupakan studi tentang teori pengetahuan dan merupakan
bidang yang sangat penting dalam filsafat.
“Epistemology, the study of the theory of knowledge, is among the most important areas of
philosophy.”
Masalah yang pertama kali muncul dalam epistemologi adalah dalam hal mendefinisikan
pengetahuan sedangkan isu penting yang kedua berminat pada sumber utama pengetahuan.
Para ahli filsafat menggunakan the tripartite theory of knowledge yang menganalisa
pengetahuan sebagai keyakinan akan kebenaran yang sah, sebagai model kerja sepanjang
waktu.
Sayangnya The Tripartite Theory tidak sepenuhnya diterima; Kasus Gettier menunjukkan
bahwa beberapa keyakinan akan kebenaran yang pada awalnya sudah diterima ternyata tidak
merujuk pada pengetahuan. Sumber pengetahuan adalah apa yang menjadi titik tolak atau apa
yang merupakan objek pengetahuan itu sendiri. Sumber itu bisa bersifat dunia eksternal atau
yang terkaitan dengan kemampuan subjek (dunia internal).
Menurut van Peursen, dalam sejarah filsafat ada dua macam bentuk pengetahuan yang
dengan cepat menjadi pusat perhatian, yaitu pengetahuan melalui pancaindera dan
pengetahuan melalui akal budi.
Kedua sumber pengetahuan ini pada dasarnya telah tercantum dalam al-Qur’an seperti yang
tersirat dalam surah an-Nahl 78:
78. dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
179. dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat
Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat
lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.
Soal 2. Tuliskan AYAT QS. AL-A’RAF AYAT 179 diatas!
Prof. Dr. Quraish Shihab menafsirkan bahwa QS an-Nahl 78 menunjuk kepada alat-alat pokok
yang digunakan guna meraih pengetahuan. Alat pokok pada objek yang bersifat material adalah
mata dan telinga, sedangkan objek yang bersifat immaterial adalah akal dan hati. Dalam
pandangan al-Qur’an, ada wujud yang tidak tampak betapapun tajamnya mata kepala atau
pikiran. Banyak hal yang tidak dapat terjangkau oleh indera bahkan oleh akal manusia. Yang
dapat menangkapnya hanyalah hati, melalui wahyu, ilham dan intuisi. Dari sini pula sehingga al-
Qur’an, disamping menuntun dan mengarahkan pendengaran dan penglihatan, juga
memerintahkan agar mengasah akal, yakni daya piker dan mengasuh pula daya kalbu.
Sementara Prof. Dr. Hamka menjelaskan bahwa pendengaran dan penglihatan (QS. An-
Nahl 78) soal 3. Tuliskan ayatnya! dituntun oleh perkembangan hati, yaitu perasaan dan pikiran.
Manusia diberi pendengaran sehingga tidak tuli, diberi alat penglihatan sehingga tidak buta
diberi pula hati buat mempertimbangkan apa yang didengar dan apa yang dilihat.
Pengetahuan lewat akal budi dan pengetahuan lewat pancaindera pada dasarnya
memang tidak dapat berdiri sendiri-sendiri. Abstraksi-abstraksi yang menjauh dari dunia konkrit
akan mengalami konflik dengan pengalaman sehari-hari. Oleh karena itu, pengertian
konseptual selalu membutuhkan pengalaman inderawi, karena pengalaman itulah yang semula
menjadi titik pangkalnya. Pengalaman yang semata-mata inderawi juga pada dasarnya tidak
ada. Bila kita hidup dengan sadar, kita selalu sadar akan sesuatu.
Vauger menyatakan bahwa titik tolak penyelidikan epistemologi adalah situasi kita, yaitu
kejadian. Kita sadar bahwa kita mempunyai pengetahuan lalu kita berusaha untuk memahami,
menghayati dan pada saatnya kita harus memberikan pengetahuan dengan menerangkan dan
mempertanggung jawabkan apakah pengetahuan kita benar dalam arti mempunyai isi dan arti.
Bertumpu pada situasi kita sendiri itulah sedikitnya kita dapat memperhatikan
perbuatan-perbuatan mengetahui yang menyebabkan pengetahuan itu. Berdasar pada
penghayatan dan pemahaman kita dan situasi kita itulah, kita berusaha untuk mengungkapkan
perbuatan-perbuatan mengenal sehingga terjadi pengetahuan.
Akal sehat dan cara mencoba-coba mempunyai peranan penting dalam usaha manusia untuk
menemukan penjelasan mengenai berbagi gejala alam.
Walau demikian, menurut Zakaria, akal sehat dan cara mencoba-coba mempunyai peranan
penting dalam usaha manusia untuk menemukan penjelasan mengenai berbagai gejala alam.
Ilmu dan filsafat dimulai dengan akal sehat sebab tidak mempunyai landasan lain untuk
berpijak. Tiap peradaban betapapun primitifnya mempunyai kumpulan pengetahuan yang
berupa akal sehat. Randall dan Buchlar mendefinisikan akal sehat sebagai pengetahuan yang
diperoleh lewat pengalaman secara tidak sengaja yang bersifat sporadis dan kebetulan.
Sedangkan karakteristik akal sehat, menurut Titus adalah
(1). Karena landasannya yang berakar pada adat dan tradisi maka akal sehat cenderung untuk
bersifat kebiasaan dan pengulangan,
(2). Karena landasannya yang berakar kurang kuat maka akal sehat cenderung untuk bersifat
kabur dan samar, dan
(3). Karena kesimpulan yang ditariknya sering berdasarkan asumsi yang tidak dikaji lebih lanjut
maka akal sehat lebih merupakan pengetahuan yang tidak teruji.
Trial dan error dalam teori belajar merupakan cara belajar melalui pengalaman, dimana
dalam memperoleh pengetahuan dan ketrampilan melalui serangkaian upaya coba-coba. Agar
diperoleh pendekatan dan strategi yang efektif maka setiap keberhasilan dipertahankan dan
kegagalan disingkirkan.
Sir Karl Popper memandang belajar bukan sebagai proses menerima informasi secara
pasif, tetapi lebih sebagai hasil dari usaha aktif dalam memecahkan persoalan dengan belajar
coba-coba (trial and error). Bagi Popper, persoalan yang penting adalah bagaimana seseorang
pembelajar mengalami pengalaman tentang sesuatu yang bertentangan dengan harapan-
harapannya. Gangguan atau ketidasesuaian dengan harapan ini merupakan sebuah awal yang
baik dalam proses belajar trial and error. Trial (mencoba-coba) adalah usaha untuk mengoreksi
harapan-harapan kita sehingga konsisten dengan peristiwa yang mengejutkan, mengagetkan
atau mengherankan. Error (kesalahan) dalam berusaha adalah sebuah kegagalan dalam
menerangkan peristiwa yang mengejutkan maupun pengalaman masa lalu kita yang lain. Revisi
atas pandangan-pandangan kita yang diperoleh melalui trial and error juga dapat dilakukan bila
ada pengalaman tambahan yang tidak sesuai dengan harapan.
Ada dua tradisi: empirisme yang meyakini bahwa sumber utama pengetahuan
didasarkan pada pengalaman., dan rationalisme, yang berpegang pada prinsip bahwa
pengetahuan didasarkan pada reason (akal). Walaupun pandangan ilmiah modern sangat
memihak pada empirisme, namun pemakaian reason (akal) dalam berpikir yang merupakan
sintesa dari kedua tradisi lebih dapat diterima daripada bila berdiri sendiri-sendiri. Rasionalisme
dan empirisme dalam epistemologi Barat merupakan dua aliran yang paling banyak diterima
dan paling dominan di antara sumber pengetahuan lainnya.
Ahli filsafat dari aliran empirisme meyakini bahwa hanya empiri atau pengalaman yang
dapat diterima sebagai sumber pengetahuan. Di antara golongan empiris ini, Lock dan Hume
lah yang paling terkenal. Dalam pandangan mereka akal budi hanya mengkombinasikan
pengalaman inderawi.
Di luar perbedaan tersebut, baik kaum rasionalis maupun empiris meyakini bahwa ada
dua jenis pengetahuan :
Lain halnya dengan Bertrand Russel membedakan dua macam pengetahuan yaitu :
Selain rasio dan empiri masih ada sumber-sumber pengetahuan lain yang secara umum
kurang diakui dan kurang dikembangkan. Ted Honderich dalam, The Oxford Companion to
Philosophy, mengemukakan sumber pengetahuan (sources of knowledge) berupa: perception
(persepsi, pengamatan indrawi); memory ( ingatan); reason (rasio): deduction, induction,
abduction, dialectic; introspection (introspeksi); dan sumber-sumber lain (other alleged
sources) berupa :intuisi (intuition); telepati (telepathy); Clairvoyance; precognition.
Rasionalisme dan empirisme juga masuk dalam sumber pengetahuan yang dikemukakan
Honderich. Ia menggunakan istilah persepsi untuk empirisme dan rasio untuk rasionalisme.
Sedangkan John R. Hospers mengemukakan sumber pengetahuan berasal dari: pengalaman
indrawi (sense experience);akal-budi (reason); otoritas (authority); intuisi (intuition); wahyu
(revelation); keyakinan (faith).
Sains atau ilmu pengetahuan bermula dari rasa ingin tahu akan penjelasan mengapa
suatu hal terjadi yang kemudian dikait-kaitkan dan digolong-golongkan sehingga hal yang
tersendiri itu dapat dianggap sebagai mewakili suatu peristiwa yang berlaku lebih umum.
Dengan demikian, sasaran sains adalah mengadakan penataan dan penggolongan pengetahuan
atas dasar azas-azas yang dapat menerangkan terjadinya pengetahuan itu. Mohr
mendefinisikan sains secara operasional sebagai suatu usaha akal manusia yang teratur dan
taat-azas menuju penemuan keterangan tentang pengetahuan yang benar.
Metode induktif merupakan dasar dari semua ilmu pengetahuan eksperiensial, yang
juga sah di bidang ilmu humaniora. Beerling, Kwee, Mooij, van Peursen menyatakan bahwa ciri-
ciri pengenal yang dipunyai oleh pengetahuan ilmiah baru akan tampak jelas apabila
dilatarbelakangi oleh pengalaman prailmiah. Sesungguhnya ilmu timbul berdasarkan atas hasil
penyaringan, pengaturan, kuantifikasi, objektifikasi, singkatnya berdasarkan atas hasil
pengolahan secara metodologi terhadap arus bahan-bahan pengalaman yang dapat
dikumpulkan. Pengalaman prailmiah juga bukan semata-mata pengetahuan manusia yang
terdapat sebelum adanya ilmu, melainkan juga pengetahuan manusia yang sampai kini masih
tetap melandasi pengetahuan ilmiah, artinya pengetahuan yang telah disalurkan secara
metodik, yang ada dewasa ini.
Proses kegiatan ilmiah, menurut Riychia Calder dimulai ketika manusia mengamati
sesuatu. Secara ontologis ilmu membatasi masalah yang diamati dan dikaji hanya pada masalah
yang terdapat dalam ruang lingkup jangkauan pengetahuan manusia. Jadi ilmu tidak
mempermasalahkan tentang hal-hal di luar jangkauan manusia. Karena yang dihadapinya
adalah nyata maka ilmu mencari jawabannya pada dunia yang nyata pula. Einstein menegaskan
bahwa ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta, apapun juga teori-teori yang
menjembatani antara keduanya. Teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang
berkesusaian dengan obyek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun
meyakinkannya, harus didukung oleh fakta empiris untuk dinyatakan benar. Di sinilah
pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris dalam langkah-langkah yang
disebut metode ilmiah. Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan
kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta
dari yang tidak dalam.
Filsafat adalah ilmu khusus yang mempelajari dan menyelidiki semua bidang/aspek
dalam kehidupan manusia yang juga dikaji oleh ilmu-ilmu khusus, dengan obyek dan
pendekatan yang berbeda dengan ilmu-ilmu khusus. Karena itu selain filsafat ilmu pengetahuan
yang umum, ada pula filsafat ilmu pengetahuan khusus, yaitu filsafat yang berefleksi tentang
masalah ilmu yang khusus itu. Filsafat lebih berupa “scondary level science”, refleksi atas
asumsi-asumsi dasar, teori, metode pada ilmu khusus itu. Budi Hardiman menyebutkan filsafat
sebagai bentuk-bentuk pengetahuan yang berkaitan dengan bentuk-bentuk kehidupan.
Filsafat menurut Immanuel Kant adalah dasar semua pengetahuan yang mempersoalkan
cara-cara kita mengetahui dan mengembangkan pemikiran, yang mencakup sampai batas apa
kita dapat mengetahui sesuatu, bagaimana perilaku manusia, serta untuk apa kita dapat
memanfaatkan pengetahuan yang kita ketahui. Filsafat terfokus pada permasalahan
epistemologi.
Bila ilmu pengetahuan secara khusus menyelidiki salah satu bidang/aspek tertentu saja,
maka filsafat menyelidiki berbagai hal tentang ilmu pengetahuan itu sendiri. Dalam bahasa
Jerman ilmu pengetahuan sama dengan Wissenschaft, sedangkan filsafat sebagai ajaran
tentang ilmu pengetahuan disebut Fichte (1762 M-1814 M.) dengan “Wissenschaftslehre”
Dengan demikian ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang ilmu pengetahuan
(wisseschaftslehre) Fichte itu sama dengan epistemologi. Penelitian di bidang filsafat pada
dasarnya berpijak pada gaya inventif, sehingga mampu memberikan evaluasi. Untuk itu seorang
peneliti filsafati harus mempunyai pendapat pribadi. Agar mampu menyusun sistematika,
dibutuhkan inspirasi komunikasi – bahkan konfrontasi – dengan pemikiran filsuf lain. Pemikiran
seperti ini merupakan syarat mutlak bagi pengembangan ilmu filsafat.
Berfikir secara filosofis bersifat radikal, konsisten, sistematik dan bebas. Radikal artinya
berpikir secara mendasar atau mengakar. Maksud radikal atau mengakar adalah pemikiran
mencoba mencari sumber pemikiran dan mencapai hakekat atau esensi sesuatu. Pemikiran
yang radikal ini berkaitan dengan ciri lain yang disebut universal atau bersifat umum
(komprehensif) dan bukan bersifat partikular/fragmentalis. Perbedaan antara kajian filsafat
dengan ilmu pengetahuan terutama justru terletak ciri radikal dan komprehensif ini. Jika filsafat
mengkaji tentang manusia (disebut obyek material) misalnya, maka kajian tentang manusia
dilakukan secara menyeluruh/utuh, sedangkan ilmu pengetahuan mengkaji manusia dari aspek
(obyjek formal) tertentu.
Meskipun ada perbedaan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan, akan tetapi juga ada
persamaan dan keterkaitan satu sama lain. Persamaan dan keterkaitan itu terlihat pada ciri
berpikir dan penjelasannya yang sistematis, rasional, dan koheren.
Salah satu cara terbaik untuk mengenal ilmu pengetahuan adalah dengan mengenal
metode yang digunakannya. Ilmu pengetahuan manusia berkembang dari yang sederhana
kepada yang rumit hingga yang canggih. Suatu bidang ilmu kemudian berkembang dan
terpecah kepada beberapa cabang yang berdiri sendiri sebelum kemudian terbagi lagi dalam
disiplin-disiplin tertentu. Masing-masing disiplin ilmu berkembang atas, sekaligus
mengembangkan metodenya sendiri. Metode tersebut banyak yang sama, tetapi biasanya
beberapa ilmu mengutamakan metode tertentu.
1. Metode Observasi
Metode yang paling mendasar dan umum adalah metode observasi (pengamatan).
Pengamatan adalah bidang indera. Atas pengamatan indera, kita mengambil kesimpulan
tentang suatu benda atau keadaan dan mengungkap hubungan antara beberapa benda dan
keadaan. Pengamatan yang cermat dapat diuji kebenarannya oleh pengamat lain yang tidak
memihak. Pengujian ini merupakan syarat penting pada penyelidikan ilmiah.
Metode trial and error (coba-coba) mencobakan beberapa cara dan tindakan untuk
memecahkan suatu masalah. Dalam metode yang juga disebut belajar dari kesalahan ini, setiap
kesalahan – termasuk dari para pencoba sebelumnya – dicatat. Demikian pula setiap
kesuksesan, semua dihimpun.
3. Metode Eksperimentasi
4. Metode Statistik
Metode statistik yang mulai muncul sejak dulu pada awalnya dipakai untuk membantu
penguasa dan Negara mengumpulkan informasi dan memantau perkembangan hingga dapat
diambil kebijakan yang tepat. Statistik membantu ilmuwan untuk meramalkan kemungkinan
berbagai kejadian, untuk merumuskan hubungan sebab akibat, untuk melukiskan contoh
fenomena dan untuk membuat perbandingan.
Pengetahuan manusia setidaknya memiliki tiga struktur yang berbeda menurut tingkat
dan kualitas kemampuannya, namun pada hakikatnya merupakan kesatuan. Masing-masing
struktur tersebut memiliki penekanan yang khas.
1. Pengetahuan Inderawi
Pengetahuan inderawi bersifat parsial. Hal itu disebabkan oleh adanya perbedaan antara indera
yang satu dengan lainnya, berhubungan dengan sifat khas fisiologis indera, dan dengan objek
yang dapat ditangkap sesuai inderanya. Masing-masing indera menangkap aspek yang berbeda
mengenai barang atau makhluk yang menjadi objek. Pengetahuan inderawi berbeda menurut
perbedaan indera dan terbatas pada sensibilitas organ-organ tertentu. Pengetahuan indera
hanya menangkap permukaan dari suatu kenyataan, karena terbatas pada hal-hal inderawi
secara individual dan dilihat hanya dari segi tertentu saja. Oleh sebab itu, secara objektif
pengetahuan yang ditangkap oleh satu indera saja tidak dapat dipandang sebagai pengetahuan
yang utuh.
2. Pengetahuan Naluri
Persepsi dan naluri merupakan daya khas yang dimiliki oleh semua makhluk yang
memiliki psike (jiwa. Pen.) dalam rangka mempertahankan hidup dan melangsungkan
kehidupannya di alam ini. Naluri merupakan bagian misteri alam kehidupan, sejauh telah
memperlihatkan kesadaran yang pertama entah secara lemah atau kuat. Pada hewan, naluri
merupakan kelebihan yang dimiliki dibandingkan makhluk lain. Naluri hewani sangat didukung
oleh kemampuan fisik hewan tersebut dalam rangka mempertahankan hidupnya.
Pengetahuan ini dicirikan oleh kesadaran akan sebab musabab suatu keputusan; ia tak
terbatas pada kepekaan indera tertentu dan tidak hanya tertuju pada objek tertentu.
Pengetahuan rasional memiliki tiga tingkatan dan satu tingkatan pengetahuan lain yang sifatnya
khusus:
a. Pengetahuan biasa
Setiap orang memiliki pengetahuan biasa, yakni pengetahuan tanpa usaha khusus.
Pengetahuan ini bersifat intuitif-spontan dan tidak banyak memakai penalaran formal.
Pengetahuan jenis ini diperoleh melalui pergaulan normal dengan orang lain dan dunia
sekitarnya.
b. Pengetahuan ilmiah
Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang terorganisasi, yang dengan system dan
metode berusaha mencari-hubungan-hubungannya tetap di antara gejala-gejala . Pengetahuan
ilmiah empiris mengumpulkan gejala-gejala tersebut dan tetap tinggal dalam garis kawasan
horizontal.
Di samping tiga tingkatan tersebut, pengetahuan intuitif dan imajinatif seolah menjadi
tingkatan tersendiri meskipun sebenarnya masih bagian dari pengetahuan rasional. Kedua
macam pengetahuan tersebut menurut dasar biotiknya secara global tetapi tidak ekslusif
dialokasikan dalam kedua belahan otak manusia. Belahan kanan otak manusia terutama
menjadi sumber bagi kemampuan berbahasa, pemahaman perasaan orang lain, kreativitas
spontan, fantasi dan feeling. Sedangkan belahan kiri cenderung menjadi sumber bagi kegiatan
spasial, bagi perhitungan matematis, bagi logika lurus, bagi yang lazimnya disebut kegiatan
rasional. Akan tetapi pembagian tugas tersebut tidak eksklusif, sebab belahan lainnya juga
selalu ikut aktif.
Imajinasi ikut membentuk bangunan intelekual ilmu pengetahuan dan filsafat. Imajinasi
dapat dengan tiba-tiba membuka pemahaman tanpa ada suatu metode yang terarah.
1. Kajian Multidisipliner
Kajian multidisipliner merupakan salah satu trend penelitian yang banyak dikembangkan
saat ini. Menurut Pusat Studi Universitas Gadjah Mada (UGM), melalui riset multidisiplin
penyelesaian permasalahan akan menjadi lebih komprehensif, dan para peneliti bertindak lebih
professional dibidang ilmunya masing-masing, serta mereka bersifat kooperatif dan saling
menghargai bidang ilmu peneliti mitranya. Dengan riset multidisipliner banyak masalah besar
dan kompleks dapat diselesaikan, dan tentu saja dengan dana riset yang lebih besar.
Penelitian multidisiplin tentunya perlu didukung oleh sarana lainnya, misalkan saja seperti yang
dilakukan UGM, dalam rangka meningkatkan kinerja riset multidisipliner, UGM telah
membentuk empat forum komunikasi, yaitu 4 (empat) Klaster Riset: Sosial-Humaniora, Agro,
Sains-Teknik dan Kesehatan-Kedokteran. Empat riset unggulan UGM telah diterapkan oleh
keempat Klaster Riset tersebut, yaitu riset di bidang: Social Welfare System (Klaster Sos-Hum),
Food Safety and Security (Klaster Agro), Smart Materials (Klaster Sain-Tek) dan Cancer Studies
(Klaster Kes-Ked) Keempat Klaster Riset tersebut secara rutin bertemu dan berdiskusi.
2. Kajian Interdisiplner
Disamping penelitian multidisiplin, saat ini, para analis menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan telah melakukan transformasi dalam melakukan penelitian, dari disiplin yang
homogeneous, disciplinary, hierarchical kepada pendekatan yang heterogeneous,
interdisciplinary, horizontal, and fluid. Lainnya bahkan menyarankan dilakukannya
metamorfosa di universitas (perguruan tinggi. Pen.) ke arah interdisipliner (Hakala and Ylijoki ;
Hicks and Katz; Slaughter and Leslie dalam Rhoten, 2008. 1). Namun demikian, sebagian justru
menyangkal bahwa tidak ada bukti empiris mengenai adanya perubahan mendasar sehubungan
sistem ilmiah di universitas (perguruan tinggi. Pen.).
3. Spesialisasi
Spesialisasi tampaknya juga menjadi satu trend dalam penelitian ilmiah. Specialization
(spesialisasi) dimaknai sebagai ‘pengkhususan’ dalam Kamus Inggris Indonesia karya Echols dan
Shadily sementara Hornby dalam Oxford Advanced Dictionary of Current English memaknai
kata ini sebagai berikut : “…; give special or particular attention to;…” Jadi dalam penelitian
yang berfokus pada spesialisasi, peneliti memberikan perhatian khusus atau istimewa pada
bidang tertentu saja.
Institut Pertanian Bogor pada awal berdirinya adalah satu contoh spesialisasi ilmu
pengetahuan yang menyelenggarakan studi di bidang pertanian. Dalam RENSTRA IPB (Rencana
Strategis Institut Pertanian Bogor) Tahun 2008-2012 disebutkan bahwa spesialisasi awal IPB di
bidang pertanian memberikan keuntungan berupa banyak dan luasnya aset lahan yang
diberikan negara kepada IPB. Sejalan dengan perkembangan tantangan pembangunan
pertanian yang semakin kompleks, IPB memperlebar mandatnya ke dalam pengertian pertanian
dalam arti luas yaitu sistem pengelolaan sumberdaya hayati dan lingkungannya secara
berkelanjutan untuk kesejahteraan manusia. Pertanian dalam pengertian ini merupakan
keseluruhan proses kegiatan agribisnis, tidak hanya sub-sistem on-farm, namun juga sub-sistem
dari hulu hingga hilir serta sub-sistem pendukung. Dalam kaitan tersebut, tujuan pendidikan
sebagai tujuan pendidikan institusional IPB diderivasi mengikuti tantangan dan ranah
kompetensi tersebut.
Bila IPB berawal dari spesialisasi yang kemudian berkembang ke dalam lingkup yang
lebih luas (walaupun spesialisasinya tetap di bidang pertanian), maka berbagai bidang
penelitian lain justru memperkecil ruang lingkup kepada bidang yang lebih khusus dengan
berorientasi pada kedalaman. Misalnya bidang kedokteran gigi yang berkembang pada bidang-
bidang yang lebih khusus seperti spesialisasi Bedah Mulut, spesialisasi Ortodonti dan lainnya.
4. Studi Kawasan
Trend penelitian lainnya adalah studi Kawasan (Regional Science) Bagi ilmuwan regional
science (studi kawasan), region/kawasan digambarkan sebagai area geografis yang lebih kecil
dari bangsa yang ada di dalamnya. Jadi kawasan bisa saja sebuah kota, kota kecil, kumpulan
kota kecil atau negara bagian. Kawasan seringkali melanggar batas pemerintahan. Ilmuwan
sosial telah mempelajari kawasan selama ratusan tahun, tetapi baru pada tahun 1954, setelah
dibentuk “the Regional Science Association”, maka regional science mulai dikenal secara resmi
sebagai bidang ilmu yang sifatnya interdisipliner. Eksistensi RSA (sekarang dikenal dengan nama
“Regional Science Association International”) dan turunannya (beberapa “regional” dan
“superregional” dari asosiasi studi kawasan) mengusung metode kodifikasi yang lebih baik dan
melakukan pertukaran dalam hal pembatasan ide-ide dari bidang terkait seperti geografi,
sosiologi, perencanaan, statistik, dan ekonomi.
Studi Kawasan biasanya membahas aspek sosial dan ekonomi dari suatu wilayah.
Pembahasan dalam Ilmu Kawasan Klasik meliputi :
b. Dampak ekonomi regional karena masuk atau keluarnya suatu bentuk usaha. Di suatu
kawasan.
c. Faktor penentu pola migrasi internal dan perubahan dalam penggunaan lahan.
c. Proses pengembangan metropolitan dengan model interaksi tipe gravity spasial dan analisis
kompleksitas perkotaan.
Kemajuan dalam hal teknis dalam mengawinkan model regional dengan data, dikombinasikan
dengan meningkatnya pemahaman dari sistem kompleks yang mempengaruhi perubahan
regional. Hal ini menunjukkan bahwa ketrampilan para ahli studi kawasan akan sangat
dibutuhkan pada millenium baru ini. Masa depan studi kawasan tampaknya akan cerah.
Soal. 5. Bacalah artikel ini dan berikan rangkuman sebanyak satu paragraf!