FILSAFAT KISI-KISI NO 4 “EPISTEMOLOGIS” PENGERTIAN EPISTEMOLOGI
Epistemologi merupakan salah satu diantara tiga hal besar yang
menentukan pandangan hidup seseorang. Pandangan disini berkaitan Secara historis, istilah epistemologi digunakan pertama kali oleh J.F. erat dengan kebenaran, baik itu sifat dasar, sumber maupun keabsahan Ferrier, untuk membedakan dua cabang filsafat, epistemologi dan kebenaran tersebut. Konsep ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dewasa ini beserta aspek-aspek praktis yang ditimbulkannya dapat ontologi. Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi ternyata dilacak akarnya pada struktur pengetahuan yang membentuknya. menyimpan “misteri” pemaknaan atau pengertian yang tidak mudah dipahami. Pengertian epistemologi ini cukup menjadi perhatian para Latar belakang hadirnya pembahasan epistemologi itu adalah karena ahli, tetapi mereka memiliki sudut pandang yang berbeda ketika para pemikir melihat bahwa panca indra lahir manusia yang merupakan satu-satunya alat penghubung manusia dengan realitas mengungkapkannya, sehingga didapatkan pengertian yang berbeda- eksternal terkadang atau senantiasa melahirkan banyak kesalahan dan beda, buka saja pada redaksinya, melainkan juga pada substansi kekeliruan dalam menangkap objek luar, dengan demikian, sebagian pemikir tidak menganggap valid lagi indra lahir itu dan berupaya persoalannya. membangun struktur pengindraan valid yang rasional. Namun pada sisi lain, para pemikir sendiri berbeda pendapat dalam banyak persoalan mengenai akal dan rasionalitas, dan keberadaan argumentasi akal yang saling kontradiksi dalam masalah-masalah pemikiran kemudian berefek pada kelahiran aliran Sophisme yang Substansi persoalan menjadi titik sentral dalam upaya memahami mengingkari validitas akal dan menolak secara mutlak segala bentuk eksistensi eksternal. pengertian suatu konsep, meskipun ciri-ciri yang melekat padanya juga tidak bisa diabaikan. Lazimnya, pembahasan konsep apa pun, Dengan alasan itu, persoalan epistemologi sangat dipandang serius selalu diawali dengan memperkenalkan pengertian (definisi) secara sedemikian sehingga filosof Yunani, Aristoteles, berupaya menyusun kaidah-kaidah logika sebagai aturan dalam berpikir dan teknis, guna mengungkap substansi persoalan yang terkandung dalam berargumentasi secara benar yang sampai sekarang ini masih konsep tersebut. Hal iini berfungsi mempermudah dan memperjelas digunakan. Lahirnya kaidah itu menjadi penyebab berkembangnya validitas akal dan indra lahir sedemikian sehingga untuk kedua kalinya pembahasan konsep selanjutnya. Misalnya, seseorang tidak akan berakibat memunculkan keraguan terhadap nilai akal dan indra lahir mampu menjelaskan persoalan-persoalan belajar secara mendetail jika di Eropa, dan setelah Renaissance dan kemajuan ilmu empirik, lahir dia belum bisa memahami substansi belajar itu sendiri. Setelah kembali kepercayaan kuat terhadap indra lahir yang berpuncak pada Positivisme. Pada era tersebut, epistemologi lantas menjadi suatu memahami substansi belajar tersebut, dia baru bisa menjelaskan disiplin ilmu baru di Eropa yang dipelopori oleh Descartes (1596- proses belajar, gaya belajar, teori belajar, prinsip-prinsip belajar, 1650) dan dikembangkan oleh filosof Leibniz (1646–1716) kemudian hambatan-hambatan belajar, cara mengetasi hambatan belajar dan sebagainya. Jadi, pemahaman terhadap substansi suatu konsep pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman) (Tim merupakan “jalan pembuka” bagi pembahasan-pembahsan Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2003, hal.32). selanjutnya yang sedang dibahas dan substansi konsep itu biasanya terkandung dalam definisi (pengertian). Pengertian lain, menyatakan bahwa epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan Demikian pula, pengertian epistemologi diharapkan memberikan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang kepastian pemahaman terhadap substansinya, sehingga memperlancar mungkin untuk ditangkap manuasia (William S.Sahakian dan Mabel pembahasan seluk-beluk yang terkait dengan epistemologi itu. Ada Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun S.Suriasumantri, 2005) beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang epistemologi itu. membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu. Sedangkan, P.Hardono Hadi menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari kata Yunani pengetahuan, pengandaian-pengendaian dan dasarnya, serta episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Epistemologi pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal dimiliki. Sedangkan D.W Hamlyn mendefinisikan epistemologi mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan. Dalam Epistemologi, pertanyaan pokoknya adalah “apa pengetahuan, dasar dan pengendaian-pengendaiannya serta secara yang dapat saya ketahui”? Persoalan-persoalan dalam epistemologi umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang adalah: 1.Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?; 2). Dari memiliki pengetahuan. mana pengetahuan itu dapat diperoleh?; 3). Bagaimanakah validitas pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman) dengan Inti pemahaman dari kedua pengertian tersebut hampir sama. Bertolak dari pengertian-pengertian epistemologi tersebut, kiranya Sedangkan hal yang cukup membedakan adalah bahwa pengertian kita perlu memerinci aspek-aspek yang menjadi cakupannya atau yang pertama menyinggung persoalan kodrat pengetahuan, sedangkan ruang lingkupnya. Sebenarnya masing-masing definisi diatas telah pengertian kedua tentang hakikat pengetahuan. Kodrat pengetahuan memberi pemahaman tentang ruang lingkup epistemologi sekaligus, berbeda dengan hakikat pengetahuan. Kodrat berkaitan dengan sifat karena definisi-definisi itu tampaknya didasarkan pada rincian aspek- yang asli dari pengetahuan, sedang hakikat pengetahuan berkaitan aspek yang tercakup dalam lingkup epistemologi daripada aspek- dengan ciri-ciri pengetahuan, sehingga menghasilkan pengertian yang aspek lainnya, seperti proses maupun tujuan. Akan tetapi, ada baiknya sebenarnya. Pembahasan hakikat pengetahuan ini akhirnya dikemukakan pernyataan-pernyataan lain yang mencoba menguraikan melahirkan dua aliran yang saling berlawanan, yaitu realisme dan ruang lingkup epistemologi, sebab pernyataan-pernyataan ini akan idealisme. membantu pemahaman secara makin komprehensif dan utuh (holistik) mengenai ruang lingkup pemabahasan epistemologi. Selanjutnya, pengertian epistemologi yang lebih jelas daripada kedua pengertian tersebut, diungkapkan oleh Dagobert D.Runes. Dia M.Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang sumber dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang keasliam, epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”. Kendati itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana ada sedikit perbedaan dari kedua pengertian tersebut, tetapi kedua membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, pengertian ini sedikit perbedaan dari kedua pengertian tersebut, tetapi mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita kedua pengertian ini telah menyajikan pemaparan yang relatif lebih ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu mudah dipahami. dapat diringkat menjadi dua masalah pokok; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu. B. RUANG LINGKUP EPISTEMOLOGI. Jadi meskipun epistemologi itu merupakan sub sistem filsafat, tetapi cakupannya luas sekali. Jika kita memaduakan rincian aspek-aspek epistemologi, sebagaimana diuraikan tersebut, maka teori Dalam pembahasa-pembahsan epistemologi, ternyata hanya aspek- pengetahuan itu bisa meliputi, hakikat, keaslian, sumber, struktur, aspek tertentu yang mendapat perhatian besar dari para filosof, metode, validias, unsur, macam, tumpuan, batas, sasaran, dasar, sehingga mengesankan bahwa seolah-olah wilayah pembahasan pengandaian, kodrat, pertanggungjawaban dan skope pengetahuan. epistemologi hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu. Sedangkan Bahkan menurut, Sidi Gazalba, taklid kepada pengetahuan atas aspek-aspek lain yang jumlahnya lebih banyak cenderung diabaikan. kewibaan orang yang memberikannya termasuk epistemologi, Semestinya harus ada pergeseran pusat perhatian pembahasan ke arah sekalipun ia sebenarnya merupakan doktrin tentang psikologi aspek-aspek yang terabaikan itu, agar dapat menyajikan pembahasan kepercayaan. Jelasnya, seluruh permasalahan yang berkaitan dengan terhadap aspek-aspek epistemologi seluruhnya secara proporsional. pengetahuan adalah menjadi cakupan epistemologi. Lebih dari itu, perubahan kecenderungan pembahasan tersebut dapat memperkenalkan pengetahuan yang makin luas dan mendalam Mengingat epistemologi mencakup aspek yang begitu luas, sampai tentang cakupan epistemologi. Gallagher secara ekstrem menarik kesimpulan, bahwa epistemologi sama luasnya dengan filsafat. Usaha menyelidiki dan mengungkapkan Kenyataannya, saat ini literatur-literatur filsafat masih terjadi kenyataan selalu seiring dengan usaha untuk menentukan apa yang pemusatan perhatian pada aspek-aspek tertentu saja. Aspek-aspek itu diketahui dibidang tertentu. Filsafat merupakan refleksi, dan refleksi berkisar pada sumber pengetahuan, dan pembentukan pengetahuan. selalu bersifat kritis, maka tidak mungkin seserorang memiliki suatu M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi metafisika yang tidak sekaligus merupakan epistemologi dari lebih banyak terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber metafisika, atau psikologi yang tidak sekaligus epistemologi dari ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul psikologi, atau bahkan suatu sains yang bukan epistemologi dari sains. Suparno menilai epistemologi banyak membicarakan mengenai apa Epistemologi senantiasa “mengawali” dimensi-dimensi lainnya, yang membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek terutama ketika dimensi-dimensi itu dicoba untuk digali. Kenyataan lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau ini kembali mempertegas, bahwa antara epistemologi selalu berkaitan setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak. dengan ontologi dan aksiologi, melainkan bisa juga sebaliknya, ontologi dan aksiologi serta dimensi lainnya, seperti psikologi selalu Kecenderungan sepihak ini menimbulkan kesan seolah-olah cakupan diiringi oleh epistemologi. pembahasan epistemologi itu hanya terbatas pada sumber dan metode pengetahuan, bahkan epistemologi sering hanya diidentikkan dengan metode pengetahuan. Terlebih lagi ketika dikaitkan dengan ontologi tujuan memiliki hubungan yang berkesinambungan, sebab objeklah dan aksiologi secara sistemik, seserorang cenderung yang mengantarkan tercapainya tujuan. Dengan kata lain, tujuan baru menyederhanakan pemahaman, sehingga memaknai epistemologi dapat diperoleh, jika telah melalui objek lebih dulu. Misalnya, seorang sebagai metode pemikiran, ontologi sebagai objek pemikiran, polisi bertujuan membunuh perampok yang melakukan perlawanan, sedangkan aksiologi sebagai hasil pemikiran, sehingga senantiasa ketika akan ditangkap dengan menambak kepalanya sebagai sasaran. berkaitan dengan nilai, baik yang bercorak positif maupun negatif. Jadi, tujuannya adalah pembunuhan, sedangkan objeknya adalah Padahal sebenarnya metode pengetahuan itu hanya salah satu bagian kepalanya. Oleh karena itu, pembunuhan sebagai tujuan polisi baru dari cakupan wilayah epistemologi. Bagian-bagian lainnya jauh lebih mungkin tercapai setelah melalui tindakan menembak kepala banyak, sebagaimana diuraikan di atas. perampok sebagai sasaran, tetapi terjadinya pembunuhan tidak hanya melalui menembak kepala perampok, bisa juga dadanya atau Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi perutnya. Ini berarti dalam satu tujuan bisa dicapai melalui objek yang memudahkan pemahaman seseorang, terutama pada tahap pemula berbeda-beda atau lebih dari satu. untuk mengenali sistematika filsafat, khususnya bidang epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan menajamkan pemahaman Sebaliknya, mungkinkan suatu kegiatan hanya memiliki objek satu epistemologi, tentunya tidak bisa hanya memegangi makna tetapi tujuannya banyak. Ternyata ini juga mungkin terjadi bahkan epistemologi sebatas metode pengetahuan, akan tetapi epistemologi sering terjadi. Manusia misalnya, sejak lama ia menjadi objek dapat menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu komponen- penelitian dan pengamatan yang memiliki tujuan bermacam-macam, komponen yang terkait langsung dengan “bangunan” pengetahuan. baik untuk membangun psikologi, sosiologi, pedagogi, ekonomi, antropologi, bilogi, ilmu hukum dan sebagainya, meskipun secara C. OBJEK DAN TUJUAN EPISTEMOLOGI spesifik tekanan perhatian dalam meneliti dan mengamati itu berbeda- beda. Dewasa ini, justru kecenderungan ini mulai memperoleh Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang pemahaman perhatian yang sangat besar di kalangan para pemikir, perekayasa, dan objek disamakan dengan tujuan, sehingga pengertiannya menjadi juga pengusaha. Artinya, ada upaya bagaimana menjadikan bahan rancu bahkan kabur. Jika diamati secara cermat, sebenarnya objek yang sama untuk kepentingan yang berbeda-beda. Kecenderungan ini tidak sama dengan tujuan. Objek sama dengan sasaran, sedang tujuan justru memiliki efektifitas dan efisiensi yang tinggi dan bersifat hampir sama dengan harapan. Meskipun berbeda, tetapi objek dan dinamis, mendorong kreativitas seseorang. Aktivitas berfikir dalam kecenderungan pertama (satu tujuan dengan suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu objek yang berbeda-beda) lebih mendorong pencarian cara sebanyak- tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali banyaknya, sedang berpikir dalam kecenderungan kedua (satu objek untuk tujuan yang berbeda-beda) lebih mendorong pencarian hasil Selanjutnya, apakah yang menjadi tujuan epistemologi tersebut. yang sebanyak-banyaknya. Hal ini merupakan implikasi dari tekanan Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal masing-masing pola berpikir tersebut. Secara global, baik berpikir yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, dalam kecenderungan pertama maupun kecenderungan kedua, tetap tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya saja membutuhkan banyak cara untuk mewujudkan keinginan dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk pemikirnya memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi Dalam filsafat terdapat objek material dan objek formal. Objek adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk material adalah sarwa-yang-ada, yang secara garis besar meliputi memperoleh pengetahuan. hakikat Tuhan, hakikat alam dan hakikat manusia. Sedangkan objek formal ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam- Rumusan tujuan epistemologi tersebut memiliki makna strategis dalamnya, sampai ke akarnya) tentang objek material filsafat (sarwa- dalam dinamika pengetahuan. Rumusan tersebut menumbuhkan yang-ada). kesadaran seseorang bahwa jangan sampai dia puas dengan sekedar memperoleh pengetahuan, tanpa disertai dengan cara atau bekal untuk Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi atau teori pengetahuan yang memperoleh pengetahuan, sebab keadaan memperoleh pengetahuan pertama kali digagas oleh Plato ini memiliki objek tertentu. Objek melambangkan sikap pasif, sedangkan cara memperoleh pengetahuan epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap melambangkan sikap dinamis. Keadaan pertama hanya berorientasi proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pada hasil, sedangkan keadaan kedua lebih berorientasi pada proses. pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang Seseorang yang mengetahui prosesnya, tentu akan dapat mengetahui menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi hasilnya, tetapi seseorang yang mengetahui hasilnya, acapkali tidak mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu mengetahui prosesnya. Guru dapat mengajarkan kepada siswanya tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa bahwa dua kali tiga sama dengan enam (2 x 3 = 6) dan siswa mengetahui, bahkan hafal. Namun, siswa yang cerdas tidak pernah puas dengan pengetahuan dan hafalan itu. Dia tentu akan mengejar pemikiran senantiasa sebagai akibat adanya faktor-faktor yang bagaimana prosesnya, dua kali tiga didapatkan hasil enam. Maka guru mempengaruhi, alasan-alasan yang melatar belakangi, maupun motif- yang profesional akan menerangkan proses tersebut secara rinci dan motif yang mendasarinya. Ketika faktor, alasan dan motif ini belum mendetail, sehingga siswa benar-benar mampu memahaminya dan dikenali, maka acapkali seseorang tidak akan bisa memahami mampu mengembangkan perkalian angka-angka lainnya. pemikiran orang lain. Sebaliknya, jika seseorang terlebih dahulu berupaya mengenali faktor, alasan dan motif tersebut, maka dia akan Proses menjadi tahu atau “proses pengetahuan” inilah yang menjadi mampu mengenali pemikiran orang lain dengan baik, sehingga dia pembuka terhadap pengetahuan, pemahaman dan pengembangan- dapat memakluminya. Faktor, alasan dan motif itu maupun komponen pengembangannya. Proses ini bisa diibaratkan seperti kunci gudang, yang lain sesungguhnya termasuk dalam mata rantai proses sebuah meskipun seseorang diberi tahu bahwa di dalam gudang terdapat pemikiran. bermacam-macam barnag, tetapi dia tetap hanya apriori semata, karena tidak pernah membuktikan. Dengan membawa kuncinya, maka gudang itu akan segera dibuka, kemudian diperiksa satu persatu barang-barang yang ada didalamnya. Dengan demikina, seseorang tidak sekedar mengetahuai sesuatu atas informasi orang lain, tetapi benar-benar tahu berdasarkan pembuktian melalui proses itu.
D. LANDASAN EPISTEMOLOGI
Penguasaan terhadap proses tersebut berfungsi mengetahui dan
memahami pemikiran seseorang secara komprehensif dan utuh, termasuk juga ide, gagasa, konsep dan teorinya, sebab tidak ada Landasan epistemologi memiliki arti yang sangat penting bagi pemikiran yang terpenggal begitu saja, tanpa ada alasan-alasan yang bangunan pengetahuan, sebab ia merupakan tempat berpijak. mendasarinya. Dalam kehidupan masyarakat tidak jarang terjadi sikap Bangunan pengetahuan menjadi mapan, jika memiliki landasan yang saling menyalahkan pemikiran seseorang, padahal mereka belum kokoh. Bangunan pengetahuan bagaikan bangunan rumah, sedangkan pernah melacak proses terjadinya pemikiran itu. Timbulnya suatu landasan bagaikan fundamennya. Kekuatan bangunan rumah bisa diandalkan berdasarkan kekuatan fundamennya. Demikian juga yang seharusnya tidak perlu terjadi, yang jelas dalam kenyataanya dengan epistemologi, akan dipengaruhi atau tergantung landasannya. metode ilmiah telah dijadikan pedoman dalam menyusun, membangun dan mengembangkan pengetahuan ilmu. Disini perlu Di dalam filsafat pengetahuan, semuanya tergantung pada titik dibedakan antara pengetahuan dengan ilmu pengetahuan (ilmu). tolaknya. Sedangkan landasan epistemologi ilmu disebut metode Pengetahuan adalah pengalaman atau pengetahuan sehari-hari yang ilmiah; yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan masih berserakan, sedangkan ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan yang telah diatur berdasarkan metode ilmiah, sehingga timbul sifat- pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan sifat atau ciri-cirinya; sistematis, objektif, logis dan empiris. pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat- syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu Dengan istilah lain, Kholil Yasin menyebut pengetahuan tersebut yang tercantum dalam metode ilmiah. Dengan demikian, metode dengan sebutan pengetahuan biasa (ordinary knowledge), sedangkan ilmiah merupakan penentu layak tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, ilmu pengetahuan dengan istilah pengetahuan ilmiah (scientific sehingga memiliki fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu knowledge). Hal ini sebenarnya hanya sebutan lain. Disamping istilah pengetahuan. pengetahuan dan pengetahuan biasa, juga bisa disebut pengetahuan sehari-hari, atau pengalaman sehari-hari. Pada bagian lain, disamping Begitu pentingnya fungsi metode ilmiah dalam sains, sehingga banyak disebut ilmu pengetahuan dan pengetahuan ilmiah, juga sering disebut pakar yang sangat kuat berpegang teguh pada metode dan cenderung ilmu dan sains. Sebutan-sebutan tersebut hanyalah pengayaan istilah, kaku dalam menerapkannya, seakan-akan mereka menganut motto: sedangkan substansisnya relatif sama, kendatipun ada juga yang tak ada sains tanpa metode; akhirnya berkembang menjadi: sains menajamkan perbedaan, misalnya antar sains dengan ilmu melalui adalah metode. Sikap ini mencerminkan bahwa mereka berlebihan pelacakan akar sejarah dari dua kata tersebut, sumber-sumbernya, dalam menilai begitu tinggi terhadap metode ilmiah, tanpa menyadari batas-batasanya, dan sebagainya. semuanya yang hanya sekedar salah satu sarana dari sains untuk mengukuhkan objektivitas dalam memahami sesuatu. Sesungguhnya sikap berlebihan itu memang riil, tetapi terlepas dari sikap tersebut Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menuju ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan yang bergantung pada metode ilmiah, karena metode ilmiah menjadi standar untuk menilai dan mengukur kelayakan suatu ilmu pengetahuan. Sesuatu fenomena pengetahuan logis, tetapi tidak empiris, juga tidak termasuk dalam ilmu pengetahuan, melaikan termasuk wilayah filsafat. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integrative