Anda di halaman 1dari 6

Epistemologi : Cara mendapatkan pengetahuan yang benar

Dimensi Epistemologi

RESUME
MINGGU 6

M ata Kuliah
FILSAFAT ILMU

Dosen :
Prof. Dr. M. Zaim. M.Hum

Oleh:

HERU RIZKI PERDANA


No.NPM : 1910018312056

JURUSAN TEKNIK SIPIL


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS BUNG HATTA
TAHUN 2020
Epitemologi :
Cara Mendapatkan Pengetahuan yang Benar

A. Pengertian Epistemologi

Runes dalam kamusnya (1971) menjelaskan bahwa epistemology is the branch of


philoshophy which investigates the origion, structure, methods and validity of knowledge. Itulah
sebabnya kita sering menyebutnya dengan istilah filsafat pengetahuan karena ia membicarakan hal
tentang pengetahuan. Istilah epistemologi untuk pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F
Ferier pada tahun 1854 (Runes, 1971:94).
Secara etimologis epistemology berakar kata dari bahasa Yunani episteme yang mempunyai
arti pengetahuan atau kebenaran. Logos juga berarti pikiran, kata, atau teori. Dari dua pengertian
tersebut dapat dipahami bahwa epistemology adalah ilmu pengetahuan tentang pengetahuan.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa epistemology membicarakan dirinya sendiri, membedah
lebih dalam tentang dirinya sendiri. (Surajiwo, 2007: 24)  
Epistemologi juga disebut logika, yaitu ilmu tentang pikiran. Akan tetapi, logika dibedakan
menjadi dua, yaitu logika minor dan logika mayor. Logika minor mempelajari struktur berpikir dan
dalil-dalilnya, seperti silogisme. Logika mayor mempelajari hal pengetahuan, kebenaran, dan
kepastian yang sama dengan lingkup epistemologi.
Gerakan epistemologi di Yunani dahulu dipimpin antara lain oleh kelompok yang disebut
Sophis, yaitu orang yang secara sadar mempermasalahkan segala sesuatu. Dan kelompok Shopis
adalah kelompok yang paling bertanggung jawab atas keraguan itu.
Oleh karena itu, epistemologi juga dikaitkan bahkan disamakan dengan suatu disiplin yang
disebut Critica, yaitu pengetahuan sistematik mengenai kriteria dan patokan untuk menentukan
pengetahuan yang benar dan yang tidak benar. Critica berasal dari kata Yunani, krimoni, yang
artinya mengadili, memutuskan, dan menetapkan. Mengadili pengetahuan yang benar dan yang
tidak benar memang agak dekat dengan episteme sebagai suatu tindakan kognitif intelektual untuk
mendudukkan sesuatu pada tempatnya.
Ada dua teori tentang kebenaran dan hakekat pengetahuan, dua teori tersebut adalah
realisme yang mempunyai pandangan bahwa gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang
ada di alam nyata (dari fakta atau hakikat). Artinya apa yang digambarkan akal adalah sesuai
dengan realitas di luar akal atau diri manusia. Dengan pendapat tersebut aliran realisme
berpendapat bahwa pengetahuan dianggap benar ketika sesuai dengan kenyataan. Teori kedua
tentang hakikat pengetahuan adalah idealisme. Idealisme meyakini bahwa untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar-benar sesuai dengan realitas adalah mustahil. Pengetahuan adalah proses
mental/psikologis yang bersifat subyektif.
B. Pengetahuan

Pendiri sebenarnya dari teori pengetahuan sebagai sebuah kajian filsafat yang independen
adalah John Locke. Ia telah mempertanyakan tentang asal-usul, esensi, batasan dan tingkat
keyakinan pengetahuan sejak lama. Adapun Kant dianggap sebagai tokoh terpenting yang telah
merumuskan teori pengetahuan setelah Lock. Kant telah mempelajari hubungan antara hal-hal yang
bersifat inderawi dan hal-hal yang bersifat rasional serta telah mempelajari batas-batas pengetahuan
manusia melalui kritiknya terhadap akal.
Semua pengetahuan hanya dikenal dan ada di dalam pikiran manusia, tanpa pikiran
pengetahuan tidak akan dapat eksis. Oleh karena itu, keterkaitan antara pengetahuan dan pikiran
merupakan sesuatu yang kodrati. Ada delapan hal penting yang berfungsi membentuk struktur
pikiran manusia, yaitu sebagai berikut:
a.    Mengamati (observasi); pikiran berperan dalam mengamati objek-objek. Dalam
melaksanakan terhadap ogjek itu maka pikiran haruslah mengandung kesadaran. Oleh karena
itu di sini pikiran merupakan suatu bentuk kesadaran. Kesadaran adalah suatu karaktristik
atau fungsi pikiran.  Sebuah pikiran mengamati apa saja yang menampak. Pengamatan acap
kali timbul dari rasa ketertarikan pada objek. Dengan demikian pengamatan ini melibatkan
pula fungsi-fungsi pikiran yang lain.
b.    Menyelidiki (inquires); ketertarikan pada objek dikondisikan oleh jenis-jenis objek yang
tampil. Ketertarikan kepada sesuatu itu ada yang dikaitkan dengan kepentingan jasmaniah,
permintaan lingkungan, tuntutan masyarakat, tujuan-tujuan pribadi, konsepsi diri, rasa
tanggung jawab, rasa kebebasan bertindak, dan lain lain. Minat akan membimbing seseorang
secara ilmiah untuk terlibat kedalam pemahaman atau penyelidikan.
c.    Percaya (believes); manakala suatu objek muncul dalam kesadaran, biasanya objek-
objek itu diterima sebagai objek yang menampak. Kata percaya bisa dilawankan dengan
keraguan. Sikap menerima sesuatu yang menampak sebagai pengertian yang memadai
setelah keraguan, dinamakan kepercayaan.
d.   Hasrat (desires); kodrat hasrat ini mencakup kondisi biologis serta psikologis dan
interaksi dialektik antara tubuh dan jiwa. Tanpa pikiran tidak mungkin ada hasrat, beberapa
hasrat muncul dari kebutuhan jasmani seperti nafsu makan, minum, istirahat, tidur dan lain-
lain.
e.    Maksud (intends); kendatipun mempunyai maksud ketika mengobservasi, menyelidiki,
mempercayai dan berhasrat, namun sekaligus perasaannya tidak berbeda atau bahkan
terdorong ketika melakukannya.
f.     Mengatur (organizes); setiap pikiran adalah suatu organism yang teratur dalam diri
seseorang.
g.    Menyesuaikan (adapts); menyesuaikan pikiran sekaligus melakukan pembatasan-
pembatasan  yang dibebankan pada pikiran melalui kondisi keberadaan yang tercakup dalam
otak dan tubuh di dalam fisik, biologis, lingkungan social dan cultural dan keuntungan yang
terlihat pada tindakan, hasrat dan kepuasan.
h.    Menikmati (enjoys); pikiran-pikiran mendatangkan keasyikan. Orang yang asyik dalam
menekuni suatu persoalan, ia akan menikmati itu dalam pikirannya

Dimensi Epistemologi

Dimensi epistemologis
Dimensi epistemogis adalah: proses berfikirnya manusia untuk memperoleh atau
mendapatkan informasi ataupun ilmu pengetahuan berdasarkan rasio,inderanya serta
instuisinya.

Epistemologi sering disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Istilah epistemologi


berasal dari kata bahasa Yunani ‘episteme’ yang artinya pengetahuan, dan ‘logos’ yang artinya
teori. Jadi epistemologi dapat didefinisikan sebagai dimensi filsafat yang mempelajari asal mula,
sumber, manfaat dan sahihnya pengetahuan. secara sederhana disebutkan saja sebagai bagaimana
cara mempelajari, memanfaatkan dan mengembangkan ilmu bagi kemaslahatan umat manusia.
Epistemologi menjadi dasar pijakan dalam memberikan legitimasi bagi suatu “ilmu
pengetahuan” untuk diakui sebagai disiplin ilmu, dan menentukan keabsahan disiplin ilmu tertentu.
Dengan demikian epistemologi juga memberikan kerangka acuan terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan. Aspek epistemologi yang penting didalam pengembangan pengetahuan adalah
metodologi keilmuan. Pengetahuan pada umumnya dan ilmu pada khususnya merupakan produk
dari sebuah proses. Proses mempunyai tempat yang penting karena akan menentukan kualitas
produk, selain pula mempengaruhi pula apakah jalan kepada output akan lebih mudah atau lebih
susah. Oleh karena itu metodologi jugs menjadi alat atau wahana pertanggungjawaban dan
penilaian kualitas dari produk. Maka dewasa ini metodologi menjadi penting sekali.
Persoalan tentang apa yang seharusnya diketahui telah lama menjadi persoalan. Sebagai
contoh, adanya pertentangan besar antara idealisme dan realisme. Idealisme pada yaman Yunani
diwakili oleh Plato meyakini bahwa pengetahuan sungguh-sungguh adalah dunia ide. Dengan kata
lain, dunia riil yang konkret ini adalah pengetahuan yang semu, hanya merupakan ‘copy’ dunia ide.
Sebaliknya, realisme memandang bahwa dunia sesungguhnya dapat diketahui karena dapat diserap
dengan indra. Pengetahuan yang berdasarkan ide (idealisme) mengandung implikasi pendekatan
rasional. Sifat idealisme lebih menekankan proses berpikir deduktif yang terimplikasi dalam
premis-premis, yaitu premis mayor, premis minor dan simpulan. Sedangkan realisme menganut
pendekatan empirik. Pengetahuan yang berdasarkan empiris memandang pengetahuan itu adalah
kenyataan dan menganut pendekatan berpikir induktif, sehingga untuk mencapai kebenaran,
pengetahuan didasarkan realitas kongkret yang parsial.
Kedua pendekatan yang antagonistik itu berlanjut terus dalam sejarah filsafat walaupun
aliran kritisme mencoba menengahinya. Kritisme memandang baik pengetahuan rasional maupun
pengetahuan empirik adalah benar dalam batas-batas tertentu. Untuk maksud itu, kritisme mencoba
memunculkan suatu tesis baru yang lebih memihak rasionalistik, sehingga ukuran-ukuran
kebenaran pun lebih pada otonomi rasio.

Epistemologi Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu

Proses terjadinya pengetahuan adalah masalah yang amat penting dalam epistemologi
karena jawaban terhadap terjadinya pengetahuan akan membuat seseorang paham filsafatnya.
Jawaban yang sederhana adalah berfilsafat a priori, yaitu ilmu yang terjadi tanpa melalui
pengalaman, baik indera maupun batin, atau a posteriori yaitu ilmu yang terjadi karena adanya
pengalaman. Dengan demikian pengetahuan ini bertumpu pada kenyataan objektif.
Ada enam hal yang merupakan alat untuk mengetahui proses terjadinya pengetahuan, yaitu:
a.  Pengalaman Indera (Sense Experience)
Dalam filsafat, paham yang menekankan pada kenyataan disebut realisme, yaitu paham
yang berpendapat bahwa semua yang dapat diketahui adalah hanya kenyataan. Jadi ilmu berawal
mula dari kenyataan yang dalam diserap oleh indera. Aristoteles adalah tokoh yang pertama
mengemukakan pandangan ini, yang berpendapat bahwa ilmu terjadi bila subjek diubah dibawah
pengaruh objek. Objek masuk dalam diri subjek melalui persepsi indera (sensasi).
b.  Nalar (Reason)
Nalar adalah salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih
dengan maksud untuk mendapatkan pengetahuan baru. Hal yang perlu diperhatikan dalam telaah
ini adalah tentang asas pemikiran berikut:
1.    Principium Identitas, disebut juga asas kesamaan.
2.    Principium Contradictionis, disebut juga asas pertentangan.
3.    Principium Tertii Exclusi, disebut sebagai asas tidak adanya kemungkinan ketiga.
c.  Otoritas (Authority)
Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh
kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber ilmu karena keompoknya memiliki pengetahuan
melalui seseorang yang memiliki kewibawaan dalam pengetahuannya. Jadi ilmu pengetahuan yang
terjadi karena adanya otoritas adalah ilmu yang terjadi melalui wibawa seseorang hingga orang lain
mempunyai pengetahuan.
d.  Intuisi (Intuition)
Intuisi adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang berupa proses kejiwaan tanpa
suatu rangsangan atau stimulus mampu membuat pernyataan yang berupa ilmu. Karena ilmu yang
diperoleh melalui intuisi muncul tanpa adanya pengetahuan lebih dahulu, maka tidak dapat
dibuktikan seketika atau melalui kenyataan.Wahyu (Revelation)
Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada nabi-Nya untuk kepentingan
umatnya. Seseorang yang mempunyai pengetahuan melalui wahyu secara dogmatik akan
melaksanakan dengan baik. Wahyu dapat dikatakan sebagai salah satu sumber pengetahuan, karena
manusia mengenal sesuatu melalui kepercayaannya.
e.  Keyakinan (Faith)
Keyakinan adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui
kepercayaan. Sesungguhnya antara wahyu dan keyakinan hampir tidak dapat dibedakan karena
keduanya menggunakan kepercayaan, perbedaannya adalah bahwa keyakinan terhadap wahyu yang
secara dogmatic diikutinya adalah peraturan berupa agama, sedang keyakinan adalah kemampuan
jiwa manusia yang merupakan pematangan (maturation) dari kepercayaan. (Surajiwo, 2007: 2)  
Vauger menyatakan bahwa titik tolak penyelidikan epistemologi adalah situasi kita, yaitu
kejadian. Kita sadar bahwa kita mempunyai pengetahuan lalu kita berusaha untuk memahami,
menghayati dan pada saatnya kita harus memberikan pengetahuan dengan menerangkan dan
mempertanggung jawabkan apakah pengetahuan kita benar dalam arti mempunyai isi dan arti.

Anda mungkin juga menyukai