Dimensi Epistemologi
RESUME
MINGGU 6
M ata Kuliah
FILSAFAT ILMU
Dosen :
Prof. Dr. M. Zaim. M.Hum
Oleh:
A. Pengertian Epistemologi
Pendiri sebenarnya dari teori pengetahuan sebagai sebuah kajian filsafat yang independen
adalah John Locke. Ia telah mempertanyakan tentang asal-usul, esensi, batasan dan tingkat
keyakinan pengetahuan sejak lama. Adapun Kant dianggap sebagai tokoh terpenting yang telah
merumuskan teori pengetahuan setelah Lock. Kant telah mempelajari hubungan antara hal-hal yang
bersifat inderawi dan hal-hal yang bersifat rasional serta telah mempelajari batas-batas pengetahuan
manusia melalui kritiknya terhadap akal.
Semua pengetahuan hanya dikenal dan ada di dalam pikiran manusia, tanpa pikiran
pengetahuan tidak akan dapat eksis. Oleh karena itu, keterkaitan antara pengetahuan dan pikiran
merupakan sesuatu yang kodrati. Ada delapan hal penting yang berfungsi membentuk struktur
pikiran manusia, yaitu sebagai berikut:
a. Mengamati (observasi); pikiran berperan dalam mengamati objek-objek. Dalam
melaksanakan terhadap ogjek itu maka pikiran haruslah mengandung kesadaran. Oleh karena
itu di sini pikiran merupakan suatu bentuk kesadaran. Kesadaran adalah suatu karaktristik
atau fungsi pikiran. Sebuah pikiran mengamati apa saja yang menampak. Pengamatan acap
kali timbul dari rasa ketertarikan pada objek. Dengan demikian pengamatan ini melibatkan
pula fungsi-fungsi pikiran yang lain.
b. Menyelidiki (inquires); ketertarikan pada objek dikondisikan oleh jenis-jenis objek yang
tampil. Ketertarikan kepada sesuatu itu ada yang dikaitkan dengan kepentingan jasmaniah,
permintaan lingkungan, tuntutan masyarakat, tujuan-tujuan pribadi, konsepsi diri, rasa
tanggung jawab, rasa kebebasan bertindak, dan lain lain. Minat akan membimbing seseorang
secara ilmiah untuk terlibat kedalam pemahaman atau penyelidikan.
c. Percaya (believes); manakala suatu objek muncul dalam kesadaran, biasanya objek-
objek itu diterima sebagai objek yang menampak. Kata percaya bisa dilawankan dengan
keraguan. Sikap menerima sesuatu yang menampak sebagai pengertian yang memadai
setelah keraguan, dinamakan kepercayaan.
d. Hasrat (desires); kodrat hasrat ini mencakup kondisi biologis serta psikologis dan
interaksi dialektik antara tubuh dan jiwa. Tanpa pikiran tidak mungkin ada hasrat, beberapa
hasrat muncul dari kebutuhan jasmani seperti nafsu makan, minum, istirahat, tidur dan lain-
lain.
e. Maksud (intends); kendatipun mempunyai maksud ketika mengobservasi, menyelidiki,
mempercayai dan berhasrat, namun sekaligus perasaannya tidak berbeda atau bahkan
terdorong ketika melakukannya.
f. Mengatur (organizes); setiap pikiran adalah suatu organism yang teratur dalam diri
seseorang.
g. Menyesuaikan (adapts); menyesuaikan pikiran sekaligus melakukan pembatasan-
pembatasan yang dibebankan pada pikiran melalui kondisi keberadaan yang tercakup dalam
otak dan tubuh di dalam fisik, biologis, lingkungan social dan cultural dan keuntungan yang
terlihat pada tindakan, hasrat dan kepuasan.
h. Menikmati (enjoys); pikiran-pikiran mendatangkan keasyikan. Orang yang asyik dalam
menekuni suatu persoalan, ia akan menikmati itu dalam pikirannya
Dimensi Epistemologi
Dimensi epistemologis
Dimensi epistemogis adalah: proses berfikirnya manusia untuk memperoleh atau
mendapatkan informasi ataupun ilmu pengetahuan berdasarkan rasio,inderanya serta
instuisinya.
Proses terjadinya pengetahuan adalah masalah yang amat penting dalam epistemologi
karena jawaban terhadap terjadinya pengetahuan akan membuat seseorang paham filsafatnya.
Jawaban yang sederhana adalah berfilsafat a priori, yaitu ilmu yang terjadi tanpa melalui
pengalaman, baik indera maupun batin, atau a posteriori yaitu ilmu yang terjadi karena adanya
pengalaman. Dengan demikian pengetahuan ini bertumpu pada kenyataan objektif.
Ada enam hal yang merupakan alat untuk mengetahui proses terjadinya pengetahuan, yaitu:
a. Pengalaman Indera (Sense Experience)
Dalam filsafat, paham yang menekankan pada kenyataan disebut realisme, yaitu paham
yang berpendapat bahwa semua yang dapat diketahui adalah hanya kenyataan. Jadi ilmu berawal
mula dari kenyataan yang dalam diserap oleh indera. Aristoteles adalah tokoh yang pertama
mengemukakan pandangan ini, yang berpendapat bahwa ilmu terjadi bila subjek diubah dibawah
pengaruh objek. Objek masuk dalam diri subjek melalui persepsi indera (sensasi).
b. Nalar (Reason)
Nalar adalah salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih
dengan maksud untuk mendapatkan pengetahuan baru. Hal yang perlu diperhatikan dalam telaah
ini adalah tentang asas pemikiran berikut:
1. Principium Identitas, disebut juga asas kesamaan.
2. Principium Contradictionis, disebut juga asas pertentangan.
3. Principium Tertii Exclusi, disebut sebagai asas tidak adanya kemungkinan ketiga.
c. Otoritas (Authority)
Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh
kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber ilmu karena keompoknya memiliki pengetahuan
melalui seseorang yang memiliki kewibawaan dalam pengetahuannya. Jadi ilmu pengetahuan yang
terjadi karena adanya otoritas adalah ilmu yang terjadi melalui wibawa seseorang hingga orang lain
mempunyai pengetahuan.
d. Intuisi (Intuition)
Intuisi adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang berupa proses kejiwaan tanpa
suatu rangsangan atau stimulus mampu membuat pernyataan yang berupa ilmu. Karena ilmu yang
diperoleh melalui intuisi muncul tanpa adanya pengetahuan lebih dahulu, maka tidak dapat
dibuktikan seketika atau melalui kenyataan.Wahyu (Revelation)
Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada nabi-Nya untuk kepentingan
umatnya. Seseorang yang mempunyai pengetahuan melalui wahyu secara dogmatik akan
melaksanakan dengan baik. Wahyu dapat dikatakan sebagai salah satu sumber pengetahuan, karena
manusia mengenal sesuatu melalui kepercayaannya.
e. Keyakinan (Faith)
Keyakinan adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui
kepercayaan. Sesungguhnya antara wahyu dan keyakinan hampir tidak dapat dibedakan karena
keduanya menggunakan kepercayaan, perbedaannya adalah bahwa keyakinan terhadap wahyu yang
secara dogmatic diikutinya adalah peraturan berupa agama, sedang keyakinan adalah kemampuan
jiwa manusia yang merupakan pematangan (maturation) dari kepercayaan. (Surajiwo, 2007: 2)
Vauger menyatakan bahwa titik tolak penyelidikan epistemologi adalah situasi kita, yaitu
kejadian. Kita sadar bahwa kita mempunyai pengetahuan lalu kita berusaha untuk memahami,
menghayati dan pada saatnya kita harus memberikan pengetahuan dengan menerangkan dan
mempertanggung jawabkan apakah pengetahuan kita benar dalam arti mempunyai isi dan arti.