PENDAHULUAN
Epistemologi merupakan salah satu diantara tiga hal besar yang menentukan
pandangan hidup seseorang. Pandangan disini berkaitan erat dengan kebenaran, baik itu sifat
dasar, sumber maupun keabsahan kebenaran tersebut. Konsep ilmu pengetahuan yang
berkembang pesat dewasa ini beserta aspek-aspek praktis yang ditimbulkannya dapat dilacak
akarnya pada struktur pengetahuan yang membentuknya.
Latar belakang hadirnya pembahasan epistemologi itu adalah karena para pemikir
melihat bahwa panca indra lahir manusia yang merupakan satu-satunya alat penghubung
manusia dengan realitas eksternal terkadang atau senantiasa melahirkan banyak kesalahan
dan kekeliruan dalam menangkap objek luar, dengan demikian, sebagian pemikir tidak
menganggap valid lagi indra lahir itu dan berupaya membangun struktur pengindraan valid
yang rasional. Namun pada sisi lain, para pemikir sendiri berbeda pendapat dalam banyak
persoalan mengenai akal dan rasionalitas, dan keberadaan argumentasi akal yang saling
kontradiksi dalam masalah-masalah pemikiran kemudian berefek pada kelahiran aliran
Sophisme yang mengingkari validitas akal dan menolak secara mutlak segala bentuk
eksistensi eksternal.
Dengan alasan itu, persoalan epistemologi sangat dipandang serius sedemikian
sehingga filosof Yunani, Aristoteles, berupaya menyusun kaidah-kaidah logika sebagai aturan
dalam berpikir dan berargumentasi secara benar yang sampai sekarang ini masih digunakan.
Dan setelah Renaissance kemajuan ilmu empirik, lahir kembali kepercayaan kuat terhadap
indra lahir yang berpuncak pada Positivisme. Pada era tersebut, epistemologi lantas menjadi
suatu disiplin ilmu baru.
Epistemologi juga disebut logika, yaitu ilmu tentang pikiran. Akan tetapi, logika
dibedakan menjadi dua, yaitu logika minor dan logika mayor. Logika minor mempelajari
struktur berpikir dan dalil-dalilnya, seperti silogisme. Logika mayor mempelajari hal
pengetahuan, kebenaran, dan kepastian yang sama dengan lingkup epistemologi.
Jadi epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia
merupakan cabang filsafat yang membahas tentang bagaimana proses yang memungkinkan
diperoleh pengetahuan berupa ilmu, bagaimna prosedurnya, hal-hal apa yang perlu
diperhatikan agar didapat pengetahuan yang benar, apa kriterianya, cara, teknik, sarana apa
yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan berupa ilmu.
PEMBAHASAN
PENGETAHUAN
Pengetahuan berkaitan erat dengan kebenaran, apakah pengetahuan itu benar-benar
benar atau tidak, untuk itu perlu dimengerti apa itu yang benar dan bagaimana manusia
mengetahui kebenaran.
Pengetahuan disini memiliki tiga fungsi yang menjelaskan, meramalkan dan
mengontrol. Penjelasan keilmuan memungkinkan kita meramalkan apa yang akan terjadi dan
berdasarkan ramalan tersebut dapat dilakukan upaya untuk megontrol agar ramalan itu
menjadi kenyataan atau tidak. Aristotales membagi kerja dasar intelektual ke dalam
memahami obyek, membentuk dan memilah, menalar dari sesuatu yang diketahui kepada
sesuatu yang tidak diketahui. Anasir itu membentuk suatu disiplin yang ditempuh oleh
Aristoteles yang kemudian disebut Logika, oleh Aristoteles bertujuan untuk membuat dan
menguji inferensi (Noeng Muhadjir, 1999:23)
Pengetahuan didefinisikan sebagai kepercayaan yang benar (knowledge is justified
true belief). Menurut Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atauhasil
pekerjaan mengetahui. Mengetahui itu hasil kenal, sadar, insaf, mengerti, benar dan pandai.
Pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar maka bukan pengetahuan tetapi kekeliruan
atau kontradiksi. Pengetahuan merupakan hasil suatu proses atau pengalaman yang sadar.
Pada suatu saat, manusia ingin mengetahui sesuatu tentang dirinya, dunia sekitarnya,
oranglain, yang baik dan yang buruk, yang indah dan jelek, dan macam-macam lagi. Jika
ingin mengetahui sesuatu, tentu ada suatu dorongan dari dalam diri manusia yang
mengajukan pertanyaan yang perlu jawaban yang memuaskan keingintahuannya. Dorongan
itu disebut rasa ingin mengetahui.
adalah
gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata. Dan yang kedua Idealisme,
teori ini menerangkan bahwa pengetahuan adalah proses-proses mental atau psikologis yang
bersifat subjektif. Pengetahuan merupakan gambaran subjektif tentang sesuatu yang ada
dalam alam menurut pendapat atau penglihatan orang yang mengalami dan mengetahuinya.
Premis pokok adalah jiwa yang mempunyai kedudukan utama dalam alam semesta.
Ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain:
manusia diajarkan tentang sejumlah pengetahuan baik yang terjangkau ataupun tidak
terjangkau oleh manusia.
METODE ILMIAH
Pada metode ilmiah, untuk memperoleh pengetahuan dilakukan dengan cara
menggabungkan pengalaman dan akal pikiran sebagai pendekatan bersama dan dibentuk
dengan ilmu. Secara sederhana teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama yaitu harus
konsisten dengan teori-teori sebelumnya dan harus cocok dengan fakta-fakta empiris
Jadi logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan induktif dimana
rasionalisme dan empirisme berdampingan dalam sebuah sistem dengan mekanisme korektif.
Metode ilmiah diawali dengan pengalaman-pengalaman dan dihubungkan satu sama lain
secara sistematis dengan fakta-fakta yang diamati secara inderawi. Untuk memperoleh
pengetahuan dengan metode ilmiah diajukan semua penjelasan rasional yang statusnya
hanyalah bersifat sementara yang disebut hipotesis sebelum teruji kebenarannya secara
empiris. Hipotesis, yaitu dugaan atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang
kita hadapi.
Untuk memperkuat hipotesis dibutuhkan dua bahan-bahan bukti yaitu bahan-bahan
keterangan yang diketahui harus cocok dengan hipotesis tersebut dan hipotesis itu harus
meramalkan bahan-bahan yang dapat diamati yang memang demikian keadaannya. Pada
metode ilmiah dibutuhkan proses peramalan dengan deduksi. Deduksi pada hakikatnya
bersifat rasionalistis dengan mengambil premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah
diketahui sebelumnya.
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut
ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Metode,
menurut Senn, merupakan prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang memiliki langkahlangkah yang sistematis. Metodologi ilmiah merupakan pengkajian dalam mempelajari
peraturan-peraturan dalam metode tersebut. Jadi metodologi ilmiah merupakan pengkajian
dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah.
Proses kegiatan ilmiah, menurut Riychia Calder, dimulai ketika manusia mengamati
sesuatu. Secara ontologis ilmu membatasi masalah yang diamati dan dikaji hanya pada
masalah yang terdapat dalam ruang lingkup jangkauan pengetahuan manusia. Jadi ilmu tidak
yang
disebut
metode
ilmiah.
Secara
rasional,
ilmu
menyusun
pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan
pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak.
Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak benar, sedang
pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat relatif, mungkin benar dan mungkin salah.
Jadi, apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di
dalam nalar kita yang salah. Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum
tentu benar karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Karena itu,
kebenaran mutlak hanya ada pada Tuhan. Itulah sebabnya ilmu pengetahan selalu berubahrubah dan berkembang.
Metode Rasionalisme berbeda dengan penganut empirisme, karena rasionalisme
memandang bahwa metode untuk memperoleh pengetahuan adalah melalui akal pikiran.
Bukan berarti rasionalisme menegasikan nilai pengalaman, melainkan pengalaman dijadikan
sejenis perangsang bagi akal pikiran untuk memperoleh suatu pengetahuan. Menurut Rene
Descartes (Bapak Rasionalisme), bahwa kebenaran suatu pengetahuan melalui metode
deduktif melalui cahaya yang terang dari akal budi.
Fungsi pengalaman inderawi bagi penganut rasionalisme sebagai bahan pembantu
atau sebagai pendorong dalam penyelidikannya suatu memperoleh kebenaran.
Immanuel Kant adalah filsuf Jerman yang melakukan kembali metode untuk
memperoleh pengetahuan setelah memperhatikan kritikan-kritikan yang dilancarkan oleh
David Hume terhadap pandangan yang bersifat empiris dan rasionalisme. Menurut Kant,
metode
untuk
ditumbuhkan
memperoleh
dengan
pengetahuan
tidaklah
pengalaman-pengalaman
melalui
empiris
pengalaman
disamping
melainkan
pemikiran
akal
rasionalisme. Syarat dasar bagi ilmu pengetahuan adalah bersifat umum dan mutlak serta
memberi pengetahuan yang baru.
Pengetahuan tentang gejala merupakan pengetahuan yang paling sempurna, karena ia
dasarkan pada pengalaman inderawi dan pemikiran akal, jadi Kant mengakui dan memakai
empirisme
dan
rasionalisme
dalam
metode
fenomenologinya
untuk
memperoleh
pengetahuan.
Secara sederhana teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama yaitu harus konsisten
dengan teori-teori sebelumnya dan harus cocok dengan fakta-fakta empiris. Jadi logika ilmiah
merupakan gabungan antara logika deduktif dan induktif dimana rasionalisme dan empirisme
berdampingan dalam sebuah sistem dengan mekanisme korektif. Metode ilmiah diawali
dengan pengalaman-pengalaman dan dihubungkan satu sama lain secara sistematis dengan
fakta-fakta yang diamati secara inderawi. Untuk memperoleh pengetahuan dengan metode
ilmiah diajukan semua penjelasan rasional yang statusnya hanyalah bersifat sementara yang
disebut hipotesis sebelum teruji kebenarannya secara empiris. Hipotesis, yaitu dugaan atau
jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang kita hadapi.
Untuk memperkuat hipotesis dibutuhkan dua bahan-bahan bukti yaitu bahan-bahan
keterangan yang diketahui harus cocok dengan hipotesis tersebut dan hipotesis itu harus
meramalkan bahan-bahan yang dapat diamati yang memang demikian keadaannya. Pada
metode ilmiah dibutuhkan proses peramalan dengan deduksi. Deduksi pada hakikatnya
bersifat rasionalistis dengan mengambil premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah
diketahui sebelumnya.
PENGETAHUAN ILMIAH
Pengetahuan
Ilmiah
atau
Ilmu
pada
dasarnya
merupakan
usaha
untuk
eksperimen dan klasifikasi. Ilmu harus bersifat objektif, karena dimulai dari fakta,
menyampingkan sifat kedirian, mengutamakan pemikiran logik dan netral.
Secara defenitif, logika dapat dipahami sebagai studi tentang metode-metode dan prinsipprinsip yang dipergunakan untuk membedakan penalaran yang lurus dari penalaran yang
tidak lurus. Arti lain dari logika itu adalah pengetahuan dan keterampilan untuk berpikir
lurus. Jadi logika itu berhubungan dengan kegiatan berpikir, namun bukan sekedar berpikir
sebagaimana merupakan kodrat rasional manusia sendiri, melainkan berpikir lurus (E.
Sumaryono, 1999:71). Dari defenisi itu jelas bahwa logika itu terkait dengan jalan berpikir
atau metode, dan memuat sejumlah pengetahuan yang sistematis dan berdasarkan pada
hukum keilmuan sehingga orang dapat berpikir dengan tepat, teratur dan lurus. Artinya, berlogika berarti belajar menjadi terampil. Karena itu kegiatan berlogika adalah suatu kegiatan
yang bertujuan untuk melatih skill berpikir seseorang.
Berfikir dan pengetahuan merupakan dua hal yang menjadi ciri keutamaan manusia,
tanpa pengetahuan manusia akan sulit berfikir dan tanpa berfikir pengetahuan lebih lanjut
tidak mungkin dapat dicapai, oleh karena itu nampaknya berfikir dan pengetahuan
mempunyai hubungan yang sifatnya siklikal.
Gerak sirkuler antara berfikir dan pengetahuan akan terus membesar mengingat
pengetahuan pada dasarnya bersifat akumulatit, semakin banyak pengetahuan yang dimiliki
seseorang semakin rumit aktivitas berfikir, demikian juga semakin rumit aktivitas berfikir
semakin kaya akumulasi pengetahuan. Semakin akumulatif pengetahuan manusia semakin
rumit, namun semakin memungkinkan untuk melihat pola umum serta mensistimatisirnya
dalam suatu kerangka tertentu, sehingga lahirlah pengetahuan ilmiah (ilmu), disamping itu
terdapat pula orang-orang yang tidak hanya puas dengan mengetahui, mereka ini mencoba
memikirkan hakekat dan kebenaran yang diketahuinya secara radikal dan mendalam, maka
lahirlah pengetahuan filsafat, oleh karena itu berfikir dan pengetahuan dilihat dari ciri
prosesnya dapat dibagi ke dalam Berfikir biasa dan sederhana menghasilkan pengetahuan
biasa atau pengetahuan eksistensial, Berfikir sistematis faktual tentang objek tertentu
menghasilkan pengetahuan ilmiah, Berfikir radikal tentang hakekat sesuatu menghasilkan
pengetahuan filosofis. Dari ketiga jenis berfikir tersebut, cara berfikir yang sistematis
merupakan cara untuk menghasilkan suatu pengetahuan ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Kartanegara, Mulyadi, 2003, Pengantar Epistemologi Islam, Bandung: Mizan.
Kartanegara,Mulyadi,2003,PengantarEpistemologiIslam,Bandung:Mizan.Lubis,