Epistemologi
Epistemologi membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara
memperoleh pengetahuan. Menurut Qomar (dalam Ansarulloh, 2019: 49) Sebagai
sub sistem filsafat, epistemologi mempunyai banyak sekali pemaknaan, oleh sebab
itu dalam memahami pemaknaan terhadap arti epistemologi, para ahli memiliki
sudut pandang yang berbeda, sehingga memberikan pemaknaan yang berbeda pula.
Dalam memahami tentang pengertian epistemologi, maka perlu diketahui tentang
pengertian dasar epistemologi. Epistemologi, berdasarkan akar katanya, adalah
episteme (pengetahuan) dan logos (ilmu yang sistematis atau teori). Epistemologi
merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang teori ilmu pengetahuan, hal
ini sesuai dengan pendapat Syam (2010: 229) bahwa epistemologi adalah cabang
filsafat yang mempelajari benar atau tidaknya suatu pengetahuan. Cabang ini
berusah menjawab mengetahuai bagaimana pengetahuan itu ada dengan mengikuti
prinsip teoritik yang jelas. Menurut Muhmidayeli epistemologi adalah teori atau
pengetahuan tentang metode dan dasar-dasar bagi segala pengetahuan, khususnya
yang berhubungan dengan batas-batas pengetahuan dan validitas atau keabsahan
berlakunya pengetahuan itu (Muhmidayeli dalam Ansarulloh, 2019: 49).
Runes dalam kamusnya (1971) menjelaskan bahwa epistemology is the
branch of philosophy which investigates the origin, structure, methods and validity
of knowledge. Itulah sebabnya kita sering menyebutnya dengan istilah filsafat
pengetahuan karena ia membicarakan hal pengetahuan. Istilah epistemologi untuk
pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F. Ferrier pada tahun 1854 (Runes
dalam Tafsir, 2018:23). Oleh karenanya, epistimologi merupakan asas mengenai
cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh
pengetahuan. Epistimologi membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat
dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan. Epistimologi merupakan teori pengetahuan
yang diperoleh melalui proses metode keilmuan. Dengan epistimologi maka hakikat
keilmuan akan ditentukan oleh cara berfikir yang dilakukan dengan sifat terbuka, dan
menjunjung tinggi kebenaran di atas segala-galanya.
Dalam distem filsafat, di samping meliputi epistemologi, terdapat juga
ontologi dan aksiologi. Ketiga unsur ini merupakan tolok ukur dalam membangun
tubuh pengetahuan “the body of knowledge” yang tidak bisa dipisahkan. Dengan
gambaran yang senderhana, dapatlah dikatakan bahwa ada sesuatu yang dipikirkan
(ontologi), lalu dicari cara-cara memikirkan atau mendapatkan (epistemologi),
kemudian muncullah hasil pemikiran yang menggambarkan suatu manfaat atau
kegunaan (aksiologi) dari yang ada itu.
Dari beberapa pendapat mengenai pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa
epistemologi merupakan sub sistem (bagian) dari filsafat yang memenrangkan
bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang sedang kita pikirkan
dengan cara yang benar, epsitemologi tidak bisa berdiri sendiri karena harus
disandingkan dengan ontologis dan aksiologis.
Ilmu Pengetahuan
Menurut Liang Gie, (dalam Maskhuroh, 2013: 98-112) Kata ilmu diambil
dari istilah yang sering dikenal dengan kata science, yang secara etimologis berasal
dari kata latin scinre, artinya untuk mengetahui (to know), tetapi kata scinre juga
berarti belajar (to learn). sedangkan Runes mengartikan ilmu pengetahuan, yang
berhubungan dengan tahu. Kebenaran yang dimengerti. Lawan dari opini. Ilmu
pengetahuan tertentu lebih daripada pendapat, tetapi ukurannya di bawah jika
dibandingkan dengan kebenaran (Runes dalam Maskhuroh, 2013: 98-112).
kemudian dalam kamus bahasa Indonesia ilmu didefinisikan sebagai pengetahuan
tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang
dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang pengetahuan.
Ilmu dan pengetahuan rangkaian kata yang sangat berbeda tetapi memiliki
kaitan yang sangat kuat. Kemudian pengetahuan menurut Notoatmodjo (dalam Jusuf,
2019: 70-79) pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indra manusia (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Pengetahuan
adalah keseluruhan ilmu pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai matafisik
maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah informasi yang ada dan
berupa common sense, tanpa memiliki metode, dan mekanisme tertentu. Pengetahuan
berakar pada adat dan tradisi yang menjadi kebiasaan dan pengulangan-pengulangan.
Dalam hal ini landasan pengetahuan kurang kuat cenderung kabur dan samar-samar.
Pengetahuan tidak teruji karena kesimpulan ditarik berdasarkan asumsi yang tidak
teruji lebih dahulu. Pencarian pengetahuan lebih cendrung trial and error dan
berdasarkan pengalaman belaka.
ilmu seperti sapu lidi, yakni sebagian lidi yang sudah diraut dan dipotong
ujung dan pangkalnya kemudian diikat, sehingga menjadi sapu lidi. Sedangkan
pengetahuan adalah lidi-lidi yang masih berserakan di pohon kelapa, di pasar, dan
tempat lainnya yang belum tersusun dengan baik.
Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa, ilmu bukan sekedar
pengetahuan (knowledge), tetapi merupakan rangkuman dari sekumpulan
pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan berlaku umum dan
diperoleh melalui serangkaian prosedur sistematik, diuji dengan seperangkat metode
yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Ilmu adalah merupakan suatu pengetahuan,
sedangkan pengetahuan merupakan informasi yang didapatkan dan segala sesuatu
yang diketahui manusia.
Sebelum menjadi sebuah ilmu, manusia harus memperoleh pengetahuan
terlebih dahulu, manusia dapat memperoleh pengetahuan melalui berbagai cara juga
dengan menggunakan berbagai alat. Ada beberapa aliran menurut Tafsir dalam
bukunya yang berbicara tentang ini;
1. Mazhab empirisme, kata ini berasal dari kata Yunani empeirikos berasal dari kata
empeiria, artinya pengalaman. Menurut mazhab atau aliran ini manusia memperoleh
pengetahuan melalui pengalamannya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman
inderawi. (Manusia tahu es dingin karena ia menyentuhnya, gula manis karena ia
mencicipinya). Bapak aliran emprisme adalah John Locke (1632-1704), yang pada
zaman modern mengemukakan teori tabularasa artinya meja berlapis lilin yang
belum ada tulisan diatasnya. Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya
kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu,
lantas ia memiliki pengetahuan. Mula-mula tangkapan indera yang masuk itu
sederhana, lama-kelamaan ruwet, lalu tersusunlah pengetahuan berarti. Berarti,
bagaimana pun kompleks (ruwet)-nya pengetahuan manusia, ia selalu dapat dicari
ujungnya pada pengalaman indera. Sesuatu yang tidak dapat diamati dengan indera
bukanlah pengetahuan yang benar. Jadi, pengalaman indera itulah sumber
pengetahuan yang benar. Karena itulah metode penelitian yang menjadi tumpuan
aliran ini adalah metode eksperimen. Aliran ini memiliki kekurangan 1).
Keterbatasan kemampuan indera ini dapat melaporkan objek tidak sebagaimana
adanya; dari sini akan terbentuk pengetahuan yang salah. 2) Kelemahan kedua ialah
indera menipu. Pada orang yang sakit malaria, gula rasanya pahit, udara panas
dirasakan dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga. 3).
Kelemahan ketiga ialah objek yang menipu, contohnya ilusi, fatamorgana. Jadi,
objek itu sebenarnya tidak sebagaimana ia ditangkap oleh alat indera; ia
membohongi indera. Ini jelas dapat menimbulkan pengetahuan inderawi yang salah.
4). Kelemahan keempat berasal dari indera dan objek sekaligus. Dalam hal ini indera
(di sini mata) tidak mampu melihat seekor kerbau secara keseluruhan, dan kerbau itu
juga tidak dapat memperlihatkan badannya secara keseluruhan. Jika kita melihatnya
dari depan, yang kelihatan adalah kepala kerbau, dan kerbau pada saat itu memang
tidak mampu sekaligus memperlihatkan ekornya. Kesimpulannya ialah empirisme
lemah karena keterbatasan indera manusia.
2. Mazhab rasionalisme, Aliran rasionalisme mengkritik aliran emperisme. Bagi
aliran ini kekeliruan pada aliran empirisme, yang disebabkan kelemahan alat indera
tadi, dapat dikoreksi seandainya akal digunakan. Aliran ini menyatakan bahwa akal
adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur
dengan akal. Manusia, menurut aliran ini, memperoleh pengetahuan melalui kegiatan
akal menangkap objek. Bapak aliran ini ialah Rene Descartes (1596-1650).
Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan;
pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan
yang menyebabkan akal dapat bekerja. Akan tetapi, untuk sampainya manusia
kepada kebenaran adalah semata-mata dengan akal. Laporan indera menurut
rasionalisme merupakan bahan yang belum jelas, kacau. Bahan ini kemudian
dipertimbangkan oleh akal dalam pengalaman berpikir. Akal mengatur bahan itu
sehingga dapatlah terbentuk pengetahuan yang benar. Jadi, akal bekerja karena ada
bahan dari indera. Akan tetapi, akal dapat juga menghasilkan pengetahuan yang
tidak berdasarkan bahan inderawi sama sekali, jadi akal dapat juga menghasilkan
pengetahuan tentang objek yang betul-betul abstrak.
3. Mazhab positivisme, positivisme ialah aliran yang menyempurnakan empirisisme
dan rasionalisme yang bekerja sama. Dengan kata lain, ia menyempurnakan metode
ilmiah (scientific method) dengan memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran-
ukuran. Tokoh aliran ini ialah August Compte (1798-1857). Ia penganut empirisisme.
la berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan,
tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen.
Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen. Eksperimen memerlukan
ukuran-ukuran yang jelas. Panas diukur dengan derajat panas, jauh diukur dengan
meteran, berat dengan kiloan (timbangan atau neraca), dan sebagainya. Orang tidak
cukup mengatakan api panas, matahari panas, kopi panas, ketiak panas. Orang juga
tidak cukup mengatakan panas sekali, panas, tidak panas. Orang memerlukan ukuran
yang teliti. Kebenaran diperoleh dengan akal, didudukung bukti empiris yang terukur.
"Terukur" itulah sumbangan positivisme.
4. Mazhab intuisionisme, tokoh aliran ini ialah Henri Bergson (1859-1941). la
menganggap tidak hanya indera yang terbatas, akal juga terbatas. Objek-objek yang
kita tangkap itu adalah objek yang selalu berubah, demikian Bergson. Jadi,
pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap. Intelek atau akal juga terbatas. Akal
hanya dapat memahami suatu objek bila ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu,
jadi dalam hal seperti itu manusia tidak mengetahui keseluruhan (unique), tidak juga
dapat memahami sifat-sifat yang tetap pada objek. Akal hanya mampu memahami
bagian-bagian dari objek, kemudian bagian-bagian itu digabungkan oleh akal. Itu
tidak sama dengan pengetahuan menyeluruh tentang objek itu. Dengan menyadari
keterbatasan indera dan akal seperti diterangkan di atas, Bergson mengembangkan
satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi. Ini adalah hasil
evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan instinct, tetapi
berbeda dalam kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini (intuisi)
memerlukan suatu usaha. Kemampuan inilah yang dapat memahami kebenaran yang
utuh, yang tetap, yang unique. Intuisi ini menangkap objek secara langsung tanpa
melalui pemikiran. Jadi, indera dan akal hanya mampu menghasilkan pengetahuan
yang tidak utuh (spatial), sedangkan intuisi dapat menghasilkan pengetahuan yang
utuh, tetap (Tafsir, 2018: 23-26.
Dapat dikatakan bahwa semua pengetahuan itu sebenarnya diperoleh dengan
cara berpikir benar. Sains dan filsafat jelas menggunakan cara berpikir benar; mistik
sekurang-kurangnya berawal dari berpikir benar juga. Norma-norma atau aturan-
aturan berpikir benar itulah yang dibicarakan oleh logika; ini adalah bagian dari teori
pengetahuan.
Penelitian Ilmiah
Sebelum membahas tentang kontribusi epistemologi dalam penelitian ilmiah
akan diuraikan terlebih dahulu beberapa poin tentang pengertian penelitian ilmiah
sebagai berikut. Menurut Leedy penelitian adalah suatu proses sistematis dan
didukung oleh data untuk mencapai jawaban terhadap suatu pertanyaan, penyelesaian
terhadap permasalahan, atau pemahaman yang dalam terhadap suatu fenomena
(Leedy dalam Sadiartha, 2020: 7). Kemudian Sadiartha (2020: 7) berpendapat
beberapa prinsip kegiatan penelitian, meliputi:
a. Kegiatan penelitian merupakan usaha manusia secara sadar melalui proses
berpikir ilmiah di dalam mencari kebenaran.
b. Kegiatan penelitian harus dilakukan secara berhati-hati melalui prosedur kerja
yang teratur, sistematis, dan terkontrol sehingga kondisi ini akan menumbuhkan
keyakinan kritis mengenai hasil penelitian.
c. Kegiatan penelitian adalah suatu kegiatan yang mengaitkan antara penalaran
dan empiris atau antara teori, konsep, ilmu pengetahuan dengan empiris
(kenyataan).
d. Kegiatan penelitian harus memperhatikan beberapa nilai seperti netralitas
emosional, universalisme, keterbukaan, kemandirian, dan kekuatannya terletak
pada argumentasi
Sumber:
Ansarulloh. 2019. Pengantar Filsafat. Lembaga Pemberdayaan Kualitas Ummat
(LPKU): Kalimantan Selatan.
Ginting, Paham dan Syafrizal Helmi Situmorang. (2008). Filsafat Ilmu dan Metode
Riset, USU Press, Medan.
Jeane Betty Kurnia Jusuf & Andri Tria Raharja. 2019.Tingkat pengetahuan dan sikap
mahasiswa program studi pendidikan olahraga Universitas Muhammadiyah
Kalimantan Timur terhadap permainan tonnis. Jurnal Pendidikan Jasmani
Indonesia, 15 (2), 2019, 70-79
Jujun S. Suryasumantri. 2009. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Pustaka
Sinar Harapan: Jakarta.
Maskhuroh, Lailatul. 2013. Ilmu sebagai prosedur: Metode Memperoleh
Pengetahuan Ilmiah. STIT al-Urwatul Wutsqo Diwek Jombang. Jurnal
Madrasah. Vol. 6, No. 1, Juli – Desember 2013
Nina W. Syam. 2010. Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa
Rekatama.
Sadiartha, Anak. 2020. Best Practice Penelitian Kualitatif dan Publikasi Ilmiah. CV.
Cakrawala Satria Mandiri.
Saifullah. 2013. Refleksi Epistimologi Dalam Metodologi Penelitian: Suatu
Kontemplasi atas Pekerjaan Penelitian. Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 5
Nomor 2, Desember 2013, hlm. 178-188
Tafsir, Ahmad. 2018. Filasafat Umum: Akal dan Hati dari Thales hingga Capra. PT.
Remaja Rosdakarya. Bandung.