Anda di halaman 1dari 1

Tetanggaku, Mantan Tuanganku

Entah apa ini dinamakan takdir. Bagaimana bukan takdir. Perpisahan 8 tahun lalu, tanpa berita,
tanpa terduga mempertemukan aku dengannya. Seseorang yang pernah mengisi hari hariku.
Seseorang yang dulu pernah Bersama merajut cita-cita. Entah, mengapa ini terjadi, jika bukan takdir
namanya.

Hujan deras disertai petir membersamaiku sore ini. Banjir jalanan mengehendikan niatku intuk
segera pulang. Kubelokan motor metik di tepi salah satu rumah makan yang di tidak terkena banjir
tiban karena derasnya hujan. Selokan mampet tidak mampu menampung air hujan dari hilir.
Beberapa motor macet terongok di emperan toko. Kulihat beberapa orang mengehentaikan
motornya di depan salah asatu rumah makan mie cina dan berteduh. Struktur bangunann rumah
makan dengan parkiran luas dan lebih tinggi dari jalan raya mengakibatkan terhindar dari banjir.
Kuikuti arah motor mereka karena kau tidsk mungkin menerabas banjir yang cukup menghilangkan
nyaliku.

Kunaiki anak tangga dengan hati-hati, kebetulan hari ini aku memakakai sepatu hak tinggi. Kulepas
mantel. Dan kukibaskan beberapa bagian bajuku yang basah.

Hujan waktu itu membawaku berteduh di tepi salah satu rumah makan. Langganan berlalu hilir
mudik, kebanyakan yang dating dariada pergi. Kukibaskan baju yang sedikit basah bagian bawah
leher. Jas hujan yang kupakai tidak dapat menutup sempurna bagian tubuhku yag sudah lelalh
bvekerja seharian. Menghadapi urid bukanlah perkara yang mudah, memastikan mereka memahami
materi pelajaran membutuhkan mental dan tenaga ekstra. Tidak masalah jika murid itu semngat
belajar atau pintar. Yang paling melalahkan adalah Ketika menghadapi murid yang tidak semangat
belajar, apalagi jika didukung cuaca yang tidak mendukung. Hujan…

Cukuplah aku berteduh sebentar di emperan toko mie yang mulai ramai dengan pasangan muda-
mudi atau keluarga. Segera kukenakan matel Kembali, hujan sudah tidak sederas 20 menit lalu.
Senyum getir terlintas di bibir ini. Teringat anakku

Anda mungkin juga menyukai