Anda di halaman 1dari 3

BAJU BULAN

Bulan, aku mau lebaran. Aku ingin baju baru,


tapi tak punya uang. Ibuku entah di mana sekarang,
sedangkan ayahku hanya bisa kubayangkan.
Bolehkah, bulan, kupinjam bajumu barang semalam?

Bulan terharu: kok masih ada yang membutuhkan


bajunya yang kuno di antara begitu banyak
warna-warni baju buatan. Bulan mencopot bajunya
yang keperakan, mengenakannya pada gadis kecil
yang sering menangis di persimpangan jalan.
Bulan rela telanjang di langit, atap paling rindang
bagi yang tak berumah dan tak bisa pulang.

Karya : Joko Pinurbo

IBUKU DAHULU
Ibuku dahulu marah padaku
Diam ia tiada berkata
Aku pun lalu merajuk pilu
Tiada perduli apa yang terjadi.

Matanya terus mengawas daku


Walaupun bibirnya tiada bergerak
Mukanya masam menahan sedan
Hatinya pedih karena lakuku

Terus aku berkesal hati


Menurutkan setan mengacau-balau
Jurang celaka terpandang di muka
Kusongsong juga biar cedera

Bangkit ibu dipegangnya aku


Dirangkumnya segera dikecupnya serta
Dahiku berapi pancaran neraka
Sejuk sentosa turun ke kalbu

Demikian engkau :
Ibu, bapa kekasih pula
Berpadu satu dalam dirimu
Mengawas daku dalam dunia.

Karya : Amir Hamzah


Doa
Kepada pemeluk teguh…

Tuhanku…
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu…

Biar susah sungguh…


Mengingat Kau penuh seluruh…

CahyaMu panas suci…


Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi…

Tuhanku…
Aku hilang bentuk,,remuk

Tuhanku…
Aku mengembara di negeri asing

Tuhanku…
Di pintuMu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling…

13 November 1943
Karya : Chairil Anwar

Kami Pewaris Negeri ini


kami disini…
menatap langit membelah cakrawala tanah air kami
tak apa,
bersandal jepit kami bersekolah
kadang tak beralas ini kaki dengan sepatu model terbaru
melewati tanah basah kaki-kaki kami
dimana tersiram hujan sawah padi menguning
menelusuri ngarai sungai
berlari kami pada tanah pertiwi,hijau menghampar surga hutanku
sesekali menyeka peluh pada wajah
peluh jatuh dari badan karena cinta pada negeri
karena cita-cita tanah air gemilang ada pada puncak jiwa kami
tak gentar kami bila badai hujan menghadang
dimana membasahi baju dan tas terbuat dari anyaman bambu
karena kami tahu membangun tanah air adalah mulia

gunung krakatau menampakan kegagahanya


karang dihantam deburan ombak mengila
tetap kokoh ia berdiri
jiwa semangat ditempa sang guru
agar tak menjadi generasi cengeng

lihat…!
matahari mulai menampakan sinar cahayanya
berlari kita bersama
menuju indonesia bangkit
karena kami pewaris negeri ini.

Karya : Paundra
Sejumlah Anak
Sejumlah anak bergaya di depan tukang potret
Di belakang mereka gedung – gedung tinggi
Angan – angan yang pandak

Sejumlah anak bergaya di depan tukang potret


Di belakang mereka gubuk – gubuk reyot
Di belakang mereka sekolah – sekolah
Di belakang mereka jalanan becek
DI belakang mereka debu – debu Jakarta

Sejumlah anak bergaya di depan tukang potret


Di belakang mereka peta Indonesia
Tempat menjelmakan angan – angan

Sejumlah anak Jakarta


Sejumlah anak Indonesia

Karya : Adri Darmadji Woko

Anda mungkin juga menyukai