Anda di halaman 1dari 43

SEKOLAH KITA (1)

Pada suatu siang yang mendung hujan mengguyur


Seorang guru SD masuk ke dalam kelas, memulai pelajaran
Para siswa sudah siap menyimak
“Selamat siang anak-anak
Hari ini pelajara IPA
Bapak akan menerangkan proses terjadinya hujan

Hujan berasal dari air laut yang terkena panas matahari


Air itu menguap ke angkasa lalu terkumpul menjadi mendung
Selanjutnya menjadi dingin kemudian turun menjadi hujan
Dan karena genteng sekolah kita ambrol akibat kayu-kayu sudah lapuk di
makan rayap
Akhirnya air itu jatuh di atas bangku kalian
Kemudian menggenang di lantai menjadi banjir seperti saat ini
Itulah kenapa sekarang kalin harus duduk nyaman di tas bangku

Baik sekarang saya beri kalian pertanyaan


Kenapa genteng sekolah kita di biarkan ambrol ?”
Tiba-tiba seorang siswa protes dari pojok kelas
“Itu tidak ada hubungannya dengan pelajaran IPA pak !”
Pak guru tersenyum, lalu menjawab
“Ada anak-anak, ada hubungannya
Pelajaran IPA bukan hanya teori
Pelajaran IPA perlu praktek

Jika genteng sekolah dibiarkan ambrol


Maka air hujan akan tepat jatuh di muka pak guru, di muka kalian,
membasahi tas dan buku-buku kalian
Kelas banjir, lalu kalian masuk angin, atau pak guru kena sakit kurap
Nah, dengan praktek seperti itu
Kalian akan paham proses terjadinya hujan
Jadi begitulah hubunganya
Kalian paham anak-anak ?”
Para siswa menjawab dengan serempak
“Tidak paham pak guru !”

Sidoarjo, 2008

SEKOLAH KITA (2)

Seusai menerima rapot, seorang siswa dengan berkata pada temannya:


“Hai lihat, ada Merah-Putih di rapotku
Bapak-Ibu guru bilang ini hadiah Indonesia untukku
Sebuah rapot dengan lukisan bendera di situ

Lihatlah..
Dicat merah angkanya
dan kertas putihnya

Bapak-Ibu guru juga bilang


mereka cinta Indonesia
meski gaji guru tak seberapa

Merah-Putih rapotku
Merah-Putih Indonesiaku
Sidoarjo, 2008

GEBANG REGENCY

Gerobak kecil reot diseret


Bocah kecil pemulung
Berderit di bawah langit mendung

Apa isinya ?
Entahlah..
Mungkin serpian harapan
Yang ia punguti dari bak sampah
Depan rumah-rumah mewah
Mungkin puing-puing kepedihan
Yang ia kumpulkan
dari pinggir jalan
Mungkin seonggok pertanyaan :
“Jika memang hidup ada maksudnya,
Lalu apa maksud hidup bagi dirinya?”

Hujanpun turun
Berarak berhambur
Derit gerobak tak mau peduli

Kecipak air diterpa roda


Terpercik hingga rongga dada
Sidoarjo, 2008

SOCRATES

Kau bilang :
“Kau ingin, karena tak punya
Kau berhasrat, karena kau berharap
Kau berharap akan hal yang indah dan sempurna
Jika ada yang indah, kaupun tumbuh cinta
Jika cinta butuh keindahan yang tak dimilikinya
Lalu apa gunanya ?”

Kau bilang itu tragedi Yunani

Bagaimana jika ada yang bilang :


“Keinginan adalah energi penggerak kehidupan
Ketidakpunyaan adalah gempa yang menggocoh kemalasan
Memaksa manusia untuk bangkit dan bertarung
Cinta adalah senandung jiwa atas kelemahan sesama, bukan
kesempurnaan
Cinta adalah nyanyi dari hasrat dan harapan
Tak perlu dirumuskan
Tak usah dicemaskan
Tak selalu indah
Dan tak selamanya buruk”

Dalam kemuraman
Aku takkan pernah bersulang dengan racun cemara bersamamu
yaaa... Socrates

Sidoarjo, 2008
IBU SUNYI

Ada yang harus dimasak ibu


Agar hidup damai berjalan
Dan tali jiwa keluarga bisa bertautan

Ibu pergi ke pasar


Membeli cinta yang berpendar
Cinta dimasak di kuali
Anak menunggu bersuka hati

Matang disajikan
Bersantap bersama keheningan

Tapi kadang, anak memang tak tahu diri


Muntahkan kejenuhan
dari kerongkongan

Tapi ibu memang benteng cinta sejati


Anak didekap
Didendangkan nyanyi sunyi

Sidoarjo, 2008
JALAN JAWA

Bulan bulat pasih


Gemersik bamabu seperti menari
Kita berdua di beranda
Masih belum ada kata

Hanya gemersiik air


Di sungai sebelah
Resap di hati segar di sukma
Segala mengendap
Enggan diungkap

Jember, 2002

REMBANGAN

Tanah tinggi berundak


Rumput lebat merayap
Senja menepi
Redup gairah memerah

Hanya angin silir mendesir


dan hamparan tembakau berbunga

Dari sini aku berteriak


Adakah kau dengar ?
Jember, 2002

KALIAN PUISI BASI

Puisi sepanjang trotoar


Jalan sepanjang puisi
Kata tak terhenti
Makna tak menepi

Terbentur di tikungan
Terkapar di tengah jalan
Meratap di tepi trotoar
Meratap di ujung jalan

Di ujung senja
Menghitung-hitung puisi
yang sudah jadi basi

Sidoarjo, 2008
MAHATMA GANDHI

Akan ku hidangkan untuku


Dan juga untuk-Mu
Semarak perjamuan
di dalam taman baitn
Yang riuh dengan gairah dan denting cangkir-cangkir
jiwa gelisah

Tadahkan tetes-tetes embun


Lihatlah matahari penuhdalam cangkirmu
Reguklah sepenuhnya
Rasakan jagad raya mengendap
Berputar di lambungmu

Planet berbiak dari gemintang


Inilah “Sebab-Akibat”

Galaksi merajut Energi dan berotasi


Inilah “Ide Keseluruhan”

Gugusan planet dan bintang


saling memberi keseimbangan
Inilah “Ketakmandirian”

Itulah “Jalan Tengah-Nya”


atau apapun kau menyebutnya

Sidoarjo, 2008
PULAU GUNTUNG (1)
Dingin kabut pagi buta
Tipis merayap mengkafan sukma
Hening air sepenuh kanal
Teratai tersebar di permukaan
Merah kelopak bermekaran
Butiran embun mengendap di ujungnya

Masih belum ada suara


Hanya kepak gerombolan kecil
burung malam pulang ke sarang
dan kaing anjing liar melata di tanggul tanah

Ku lempar bongkahan tanah ke air


Kau lumpar percikan air ke sukma

Riau, 2003

PULAU GUNTUNG (2)

Ombak yang bertalu


Percik air yang memeluk perahu
wajah rekah nelayan
yang berhasl menjaring harapan

Angin yang mendayu


Merengkuh deu
membawa haru
Matahari pagi yang malu-malu
Muncul dari balik sungai
Menyisahkan merah
di relung dada

Tik tik air hujan yang jatuh di genting


Mewarnai hari yang tak kenal musim
Mengiringi waktu yang tak mau menunggu

Titik air hujan yang luruh ke tanah


Menancapkan nisan
di pagi sunyi

Kicau burung jalak


Dan lembut kabut kabut yang mengambang di atas kanal
Menitipkan embun pada kelopak-kelopak teratai
Menyertai tembang yang dikumandangkan keheningan

Gadis kecil memanjat pohon


mencari kembang
Memanjat mimpi
yang tersisa di pagi hari

Riau, 2003

PULAU GUTNTUNG (3)

Makian-makian malam
Di bawah kerudung bulan
akibat kata yang terpendam
Yang tak pernah bisa terwakili
oleh gemulai lidah

Awan tipis pelan-pelan


Merengkuh semuanya dengan samar
Mengakhiri dengan tidur yang tak tenang

Keresahan yang terbawa


Hingga ujung mimpi

Riau, 2003

PEKA

Benturkan saja kepala beku itu ke guntur


Biarkan pikiran rekah
Dari retak mancar bening cahaya terarah

Sayatkan saja
Mata samar berlapis kabut itu
pada senja merah
Agar pandangan itu tidak tertipu
Dengan persekongkolan kelimun malam
Peka merangkai kerling cahaya
dari setitik noktah api
Pada batang lilin sunyi

Bakar saja hati kaku rapuh itu


dengan geletar api pagi
Biar sisa bara yang menyala
Akan jadi suluh pada hari-harimu
Tak prlu lagi gentar dengan samar
yang melayang di bawah mendung
yang terhuyung

Sidoarjo, 2008

PEJALAN SIANG

Selepas lelah lembur di ladang Tuhan


telungkupkan wajah
Biar lenguh mendesah
Ketika bulan menepi
Dan tinggal malam sunyi
Biarkan sepi
Berkerudung mimpi

Saat pagi menjelang


Mari pergi jejakkan kaki
Pada ujung jarum
rumput-rumput basah
akibat geriap embun

Mungkin tak akan kau temukan


keadilan pada tiap tikungan
Kuatkan, jangan enggan utnuk berjalan

Lebih baik jadi pejalan siang


Pergi jauh bersama angin
Membawa huru-hara dalam batin

Sidoarjo, 2008

SATU

Tak ada gunanya saling menikam


Kita berawal dari satu rahim
Bapak kita sama Ibrahim

Tak perlu saling bersengketa


Bahtera kita sama
Nuh

Jika kau sematkan hatimu pada yang lainnya


Maka kau layak memuaskan dahagamu
dengan mata air Salasbiil
Sehabis terbakar
Di gurun Makhsyar

Di langit
akan terbuka delapan pintu untukmu
Kau akan terbang
dan di sambut
dari manapun kau masuk

Sidoarjo, 2008
ANGKUH

Kenapa kalin menjadi begitu angkuh


Lupakah dari mana kalian berawal
Dulu kalian hanyalah setitik percik
dari Kama yang membuncah
di antara Shulbi dan Taraib

Sesaat yang lalu


Kalian berziarah ke Mekkah
Meratap mendekap
pada wajah tembok ratapan
Menapaki Via De La Rossa
Kalina bilang agar lebih dekat dengan Tuhan

Tidak !
Kalian tidak pernah dekat dengan Tuhan
Karena sesaat kemudian
dengan kuasa kalian menginjak rakyat melarat

Kalian hanya manusia nista


Peniup pada Buhul-buhul
Bersekutu melakukan kejahatan
pada malam yang paling kelam

Sidoarjo, 2008

SURATKU
Tlah ku kirim untuk-Mu
Surat tanpa kalimat
Karena sekarang tulisan hanya jadi beban

Tidak akan kuceritakan apapun


karena percakapanku dengan malam selalu
tersangkut di wan
dan entah kapan
dapat sampai ke kahyangan

Tak akan kuminta apapun


Sebab pelangi di langit-Mu
tak pernah kau tungkan ke cawanku

Tak kan ku keluhkan papapun


Sebab tidakkah kau tau
Aku sudah terbiasa berdiri di bawah hujan
dengan deru dan gemuru
dengan petir dan guntur

Dan semoga saja


Amplopku tak hanya termangu
di depan pintu-Mu
Seperti saat yang lalu
Ketika segala hal kuceritakan
yang kuingin kumintakan
Segala bebanku kukeluhkan

Sidoarjo, 2008
SYUKUR

Kenapa...
Kenapa kau diam membatu
Hanya tanganmu yang sibuk meremas
dan sesekali melempar kertas
Apa kau sudah bosan
dengan segala roman
Apa setiap kata
telah jadi dusta

Kemarilah....
Akan kuajak kau jalan-jalan
Menyaksikan surga
yang dianyan dalam kerudung cahaya bulan

Tak usah kau mendesah marah...


Apa setiap doa
tak pernah sampai saat kau kirimkan
Apakah jiwa-jiwa pemberani itu
Sudah kehilangan pilihan

Sudahlah...
Tersenyumlah
Aku akn bertelanjang kaki lalu menari
Atau...
Akan kutawarkan sayap-sayap dari jiwaku
untukmu
Agar kau dapat terbang
di atas gelombang lautan
Bersabarlah.....
Akan kuberikan sekantung cinta untukmu
Bawalah mengembara
melintasi padang pasir
dimana angin selalu mendesir
Hingga keningmu
Jatuh tersungkur
dan mulutmu
tak mampu lagi mengucap syukur

Sidoarjo, 2008

EMBUN

Petiklah setetes embun


pada ujung daun
Saat kau menemukan pagi di halaman
Basuhkan pada dadamu
yang melepuh terbakar
akibat pertempuran semalam

Petiklah setets embun


pada ujung daun
Tuangkan pada cawan
dalam kalbumu
Hirupkan pada mulut sucimu
yang mulai layu
Petiklah setetes embun
paad ujung daun
Saat kau menemukan pagi di halaman
Kirimkan pada setiap jiwa
yang kepayang
pada kalbu yang runtuh
hati kekar
yang terkapar

Sidoarjo, 2008

HIDUP BERGUMAM

Tidakkah kau dengar


Hidup bergumam :
“Saat matahari masih pagi
Berlayarlah yang jauh
lintasi batas hingga kau terbebas

Kuberkahi lenganmu kekuatan


dadamu harapan
Sebelum lapuk jangan pernah kau labuhkan perahumu

Dan kelak
Saat senja bergegas
Saat kau mulau termangu
dibawah bulan yang angkuh
Rebahkan tubuhmu
Sedekapkan tanganmu
Telah kurajutkan kain putih untukmu
Gunakan sebagai selimut malammu

Esok pagi
Saat matahari memanah api
Aku sudah menunggumu
Pada samudera yang baru

Sidoarjo, 2008

TANJUNG BATU

Jika tiba malamku


Saat tak ada bintang yang bercumbu
Akan ku seret pantai Tanjung Batu ke situ
Lengkap dengan deru angin
Gelora ombak
dan bola api merah yang mulai terbenam

Akan kuseret pantai Tanjung Batu ke situ


Lengkap dengan pasir yang basah
siluet camar
nyiur yang menari
serta bongkahan karang yang menjulang

Lalu kuundang kau


Agar bersamaku
dan kunantikan sesuatu yang selalu kau ucapkan padaku
“Buang ketakutan
masih ada harapan”

Tanjung Batu 2004

INDONESIA TIADA

Ada Indonesia sedang bersolek


dengan politik dan hukum
yang pasti akan kau kagumi ruwetnya

Ada Indonesia sedang berbincang


dengan penguasa dan aparat
yang sungguh cemerlang korupnya

Ada Indonesia sedang berjalan


dengan parade gelandangan
di pinggir jalan

Ada Indonesia sedang berpesta


dengan nasi aking
bersama kaum miskin
Ada Indonesia sedang bercinta
dengan sejuta diplomasi nista

Ada Indonesia
Indonesia tiada

Sidoarjo, 2008

BERSULANG

Hayo kita bersulang saudaraku


Trotoar panjang
sudah kita tapaki
Dari kota ke kota
Remang lampu-lampu jalan
sudah kita selami
dan kita msih percaya
akan menemukan sesuatu pada ujung jalan

Jangan Pedulikan jalan becek


atau hati yang lembek
Jangan pedulikan udara dingin
yang di bawa angin
Keyakinan ini
dapat menghangatkan
Bahkan cukup untuk membakar badan
hingga jadi arang

Tak usah takut akan kesepian


Kita bisa bermain
dengan serpihan hujan
yang di bawa malam
Tak pelu pusing dengan beban
Ludahkan saja
pada tumpukan sampah
Pinggir jalan
Bandng, 2005
GADIS KECIL DARI SURGA

Gadis kecil dari surga


Di perempatan lampu merah
Mata cerah
Tanpa dosa

Butiran hujan
Menyembur bak serpihan kristal
Basah
Pada wajah kusut
Pada rok kusut

Kaki mungil
Telanjang terendam
Pada genangan
Tangan mungil
Menjulur menengadah
“Mas.....!
minta uang receh........”
Sidoarjo,2008

ALISA

Dalam malam pengap ini


Aku ingin berbincang padamu Alisa
Tentang mereka
Dan sebua ikhtiar panjang
Serta hati yang tak mengaku kalah
Ketika hidup mengunyah tubuhnya
dan memuntahkan di selokan
Setelah remuk
tanpa bentuk

Dalam malam pengap ini


Aku ingin berbincang padamu Alisa
Bahwa esok pagi
adalah milik para pemulung
yang berpesta
di onggokan sampah
Mencari remah-remah
dari meja makan bangsanya
Sidoarjo,2008

MENUNGGU AIR TERJUN MENGERNG

Sudahlah.....
Tidakkah kau ingin diam
Mengendapkan hatimu yang gaduh itu

Kau bilang ada lembah di dadamu


dengan tebing dan air yang jatuh
Menghunjam lalu membuncah

Jika gemuruh itu


membuyarkan keheningan jiwamu
Aku akan menemanimu di sini
untuk diam
Sambil menunggu air terjun mengering

Sidoarjo, 2008

UNTUKMU

Bisakah kuminta tanganmu


untuk menyiram kebun anggurku
dahan-dahannya gelisah
menjulur tak terarah
jika kuncupnya berbiak kelak
dan buahnya hitam meradang
akan ku hidangkan padamu
segelas sarinya sebagai ganti
yang akan dapat menghempasmu
hingga puncak Sinai
dan membawa segar
hingga pasir Makhsyar
tidakkah dulu pernah kau bilang
sejak dalam kandungan
akan menjaganya
hingga nanti
saat tubuhmu
meluruh menjadi abu
hingga malam ini
saat bulan berdendang jalang
sekali lagi
bolehkah kuminta
dingin nafasmu
untuk kusematkan
pada kayu penopang
pada dahan yang layu membeku

Gresik, Juli 2007

TEGUHKAN

kemarilah
duduk disini, disampingku
dekaplah segala luka
yang telah menjadi genangan terbuka
akan kudendangkan untukmu
sebuah Gurindam
yang kosong akan dendam
akan kutunjukkan padamu
gairah bunga-bunga
dengan kelopak yang mekar menggelinjang
bercumbu dengan gelisah angin
yang dibawah musim
tak usahlah kau gundah
tidakkah kau lihat
hari ini merekah
matahari dan awan tak lagi bersengketa
tenanglah
jangan percaya ungkapan
bahwa kepasrahan adalah kekalahan
dan melampiaskan nafsu lewat daging dan dendam serta hasrat
gila
adalah hal yang tidak nista
kesabaran mengajarkan kekuatan

Sidoarjo, Januari 2008

DOAKU (1)

Aku akan berdoa untukmu sayangku


Agar hal yang kau ingin
menjadi mungkin
Tentang kasih yang tak kenal musim
Hingga tiada penindasan rezim
Tentang cinta
yang kau bilang seperti cincin
yang tak berawal dan tak berakhir
Meski sepatu Lars menginjak kepalamu
dan moncong senapan menempel di hidungmu
Aku akan berdoa untukmu sayangku
Agar yang kau ingin menjadi mungkin
Tentang kepedulian
yang kau bilang jauh lebih bermakan
dari sejuta puisi picisan
Sidoarjo, 2008

DOAKU (2)

Tuhan kasihi mereka


yang berlayar dengan peta samar
mengarungi samudera dan prahara
yang mengajukan doa
dan mengeja ayat lalu tersesat
kasihi mereka
yang merengkuh dayung
mengayuh hingga terhuyung
mereka hanya anak-anak nakal kehidupan
yang bermain-main dengan dendam
menghitung-hitung langkah
dari kalah ke kalah
biarkan mereka menertawakan kepedihan
kendati itu kenyataan
tawa itu hanya itu ode pembuka
bagi nasib yang celaka
kuatkan mereka
yang hanya bisa menghitung waktu
tak tahu kapan akan berlabuh

Sidoarjo, Desember 2007


LUMPUR

ah, Tuhanku
mungkinkah kau ada di situ
bercanda di atas letupan lumpur
sambil melihat rakyat Porong tergusur
ah, Tuhanku
mungkinkah kau ada disitu
saat penduduk setelah sholat Id di atas tanggul
mengajukan doa dengan masygul
saat mereka meratap
di bawah rembulan redup
sesak karena asap belerang
saat mereka meratap
di sela gelak lumpur
yang menyembur
tapi kuyakin
Kau ada disitu Tuhanku
saat nasib mereka dipermainkan seperti dadu
oleh mereka yang memperbudak hukum dan kemanusiaan
tapi mungkinkah lumpur-Mu itu laknat
untuk rakyat
yang hidupnya sendiri
sudah di kebiri

Porong, November 2007


DAENG BASE

Tiga anakku
kemanusiaan
keadilan
kasih sayang
mati terkapar
akibat busung lapar
tak akan ku kuburkan
biarkan
sebagai bukti
agar semua tahu
di lumbung ke-Tuhanan
mereka mati kelaparan

Sidoarjo, 2008

KAU-KAH KUNG

Wiridku senandung katak


di ujung malam
kung Kau dengar kung
merayap meresap ke jantung sunyi
kung Kau dengar kung
Melayang terhantar ke kaki Arsy
Wiridku senandung katak di ujung sepi
kung Kau-kah kung
Bersemayam di segala mimpi
kung Kau-kah kung
Tersembunyi di balik hari
kung Kau dengar kung
kung Kau-kah kung
kung Kau-kah Kau
kung Kau-kah
Kau

Tuban, 2007
BISIK-MU

Gerimis rintik-Mu
Samar bisik-Mu

Dingin hujan-Mu
Mengigil sukmaku

Gelegar guntur-Mu
Di langit dadaku

Ampel, 2007

UJUNG ASPAL

Terik sepanjang jalan


Debu berhamburan
Tiang-tiang berjajar kaku
Tak mau tahu
Mobil sesak berdesak
Mengerang garang
Hendak menerkam
Sendiri jalan di tepi
Sepenuh hati
jadi saksi
Kita tak berjumpa keadilan
Hingga ujung aspal ini
Jakarta, 2005

SAMPAH BUNGAKU

Kau beri aku sampah


Ku rangkai bunga
Kau lempar lupur
Aku bersukur

Kau tumpahkan maki


Ku jadikan puisi
Jalan kau tabur duri
Aku menari

Bunga sampahmu
Sampah bungaku
Sukur lumpurmu
Lumpur sukurku
Maki puisimu
Puisi makiku
Duri tarianu
Di atas duri aku menari

Sidoarjo, 2007

SAJAK PADI (1)

Tanah
Air
bajak
lalu lumpur
kaki jangkar
tangan kekar
bulir disebar
harapan ditebar
bulir menguncup
harapan menguncup
lalu harga pupuk naik
pestisida naik
padi tak terawat
bulir tak berisi
harapanpun sepi
Badan Urusan Logistik bilang :
“Tenang stok beras cukup untuk Lebaran, Natal, dan tahun
baru”.
siapa peduli dengan stok beras
raskinpun susah terbeli
minyak tak terbeli
sembako tak terbeli
hanya singkong
makan singkong
penguasa bohong
Tanah
Air
bajak
lalu lumpur
petani mati
tertimbun lumpur
Sidoarjo, November 2007

SAJAK PADI (2)

Kemuning padi
Petani menari
Berark melenggang
Panen dijelang

Padi dituai
Di bawah langit cerah
Rizki Ilahi
Semoga berkah

Padi dipikul
Bawa ke gudang
Tikus berkumpul
Siap menghadang

Tikus berdasi
Tak tahu diri
Merampok padi
Milik petani

Rizki Ilahi
Semoga berkah
Petani mati
Karena tikus serakah

Sidoarjo, 2007

SAJAK PADI (3)

Tanah pecah seperti terbakar


Sungai kering seperti terkapar
Api matahari tak mau peduli
Jika padi tak bisa disemai

Jika langit tak jua mengandung medung


Kuncup padi takkan bersenandung
Jika memang ini kehendak Ilahi
kami petani bersukur diri
Gaplek singkong tumpuan kami
Sungai kering seperti terkapar
Kidup petani kering hendak terbakar

Sidiarjo, 2007

SAJAK PADI (4)


Kompor butu terserak
tak berminyak
Panci hitam
penyok di pojok
Ini pagi belum ada nasi
Sembako susah terbeli
Nasi aking-pun jadi
Kompor butu terserak
tak berminyak
Di atas tanah
Kayu lembab tak terbakar
Apa yang di bakar
Apa yang di masak
Perut menggelepar
Dada sesak

Hidup proklamasi
Gumam petani
dari dapur reot tak bernasi

Sidoarjo, 2007
BANJIR

Rumah-rumah hanyut
Air menggenang tak mau surut
Puing-puing terserak di permukaan
Kemanusiaan hanyut terapung
Kemana juga perginya kepedulian

Belum ada bantuan


Belum juga tenda, makanan,
apalagi obat-obatan
Anak-anak berbagi sebungkus mie
Karena kalian tak mau berbagi hati
Kau bilang ada alokasi 10 Milyar
Kenapa juga derita ini tak terbayar
Apa karena nurani kalian sudah ambyar

Tak mau surut air menggenang


Bangkai nurani terapung di permukaan
Baunya tercium dari sini
Dari tempat para pengungsi

Sidoarjo, 2007

LABA-LABA TAK BERBALA


Hai, kau disitu ha...
Merajut jaring kumal
Menangkap rama-rama
yang terbang tersesat
Dari pojok-pojok pikiran

Laba-laba tua
Berapa lama kau disitu?
Berbincang nyamuk padamu
Boleh aku jadi pengantinmu ?

Remang lampu 5 Watt


Dabn benangmu yang kuat
Jadikan ranjang syahwat
Biar cicak cemburu
Tak ada yang bisa diburu

Laba-laba tak berbala


Berbincang cicak padamu
Boleh aku jadi pengantinmu ?

Riau, 2003
RUMAH NISAN

Ini rumah nisan kita


Pintunya akan selalu ku buka
Kau boleh pulang kapan kau mau
Saat rindu dengan cahaya bulan
yang terlentang di ranjang
Saat lapar lambung perjamuan tak terhantar

Kau tahu ?
Anak-anak selalu berseteru dengan waktu
Damai kau disini
Waktu terhenti
Tak ada jam detak menggertak

Ini rumah kita


Pesisir terakhir
Berlabuhnya waktu

Ini rumah nisan kita


Ini nisan rumah kita
Ini nisan kita

Sidoarjo, 2008

LEDENG DINI HARI


Dingin meremang
Merasuk tulang

Beberapa gelandangan terlentang


Lelap di bangku terminal
Menari bersama mimpi

Dua pelacur turun dari becak


Melangka gontai hilang ditelan gang

Bintang menepi
Bulan tak ada lagi
Selaksa kabut mengkafan sunyi

Segala tak jelas


Segala samar terhantar

Ku panggil dengan gumam


Ku cari-cari Kau disitu
Adakah jawab-Mu

Bandung, 2005

BATAS
Adakah lagi yang dicari
Setelah segala selesai
Adakah lagi yang dikejar
Setelah perjalanan mencapai batas

Biarkan saja kelopak yang layu


Luruh ke tanah
sebagai mana adanya
Dan wangi yang pernah ditebar
Mengambil bagian dalam sukmamu

Yang pernah mekar akan layu


Dan indah yang pernah ditunjukkan
Abadi di hatimu

Riau, 2003

TAK USAH MAKNA

Mereka hanya ingin


Menjadi bagian dari anak sungai
Mengalir sebagai mana adanya
Sebelum akhirnya meresap ke tanah

Sebelum segalanya selesai


Dan mereka menjadi bagian dari nisan-nisan tua
Yang dilupakan

Riau, 2003

DEWAN LEMAK

Perut mengembung berlapis lemak


Kemeja licin seperti disamak
Pidato bijak diserukan
Dari mulut berpipi tebal
Dari dalam nurani bebal

Amanat rakyat kau sampaikan


Dalam sejuta rapat tipuan

Nyaman kalian dalam sedan


Melesat menabrak kemanusiaan

Salut buat kalian


Kepercayaan kami kalian timbun
Dalam lemak pipi kalian
Kalian lipat
Dalam gelembung perut kalian
Kalian bekap
Dalam bebal hati kalian

kami akan selalu disini


Menyuplai kemiskinan
Untuk kalian perdagangkan

Sidoarjo, 2008

Anda mungkin juga menyukai