Anda di halaman 1dari 38

ALAMSYAH POHAN

KABUT
OKTOBER 2001

1
Masyarakat merupakan tambang keseharian yang menjadi sumber berita,
sumber perintah imbauan (imperatif) maupun sumber pertanyaan (retorika) bagi
seorang penulis untuk merekamkan sejumlah ceritanya dalam konteks situasi yang
sering berubah akibat perkembangan zaman
Pada saat ini kita kembali membaca sejumlah rekaman peristawa itu setelah
melalui dapur imajinasi dari seorang Alamsyah Pohan. Puisi tetap ditulis sampai
saat ini meskipun nilai keberartiannya (signikan) masih dianggap rendah dalam
masyarakat yang mementingkan nilai nilai praktis, ekonomi materialisasi dan
hedonisasi. Pengarang yang termasuk dalam kelompok pekerja seni akan
mengalami kematian sosial bila lingkungannya tidak menerima kehadirannya
sebagai seorang artis diterima oleh fans atau suporter yang memelihara
pengidolaannya seorang figure atau tokoh.
Dalam eumah spiritual itu, konon dia dapat mendengarkan kembali suara,
menyimak peristiwa menapis informasi bagaikan sajak yang bergoyang ditangan
seorang yang meramas isi sebiji kelapa untuk memancarkan kembali santan yang
bernilai tangguli.
Puisi yang ditulis Alamsyah Pohan ini mencerminkan sejumlah catatan dan
renungan sesaat dan mengekspresikan sejumlah kegamangan dan ketidak
berdayaannya menghadapi kejutan dan benturan yang diterimanya dalam
beradaptasi dengan lingkungannya. Seperti puisinya yang berjudul kelabu, dia
menulis, langit cerah jadi kelabu/disana matahari tenggelam/sedang sayap sayap
burung/senja melunglai/kini masihkah aku disini saja/melihat wajahmu sebening
cermin itu.
Kegamangannya untuk merekam suasana Pelabuhan tergambar dalam
Pelabuhan malam, disini aku berdiri sendiri/menatap kapal kapal berlabuh/dari
kejauhan meraung raung/ bagai bayi memanggil ibunya.
Demikian beberapa catatan singkat puisi Alamsya Pohan diantara tiga
puluh dua puisinya yang lain yang diturunkan kepada pembaca. Puisi ini
diharapkan dapat menambah perbendaharaan karya puisi di Sumatera Utara.

Wassalam,

Shafwan Hadi Umry

2
UCAPAN TERIMA KASIH

Kepada Bapak
Drs. Shafwan Hadi Umry
Drs. M. Sitanggang
NA. Hadian
Arsyad Nawi
Adi Mujabir

Keluarga Besar :
PD. Aneka Industri dan Jasa
Sumatera Utara

Atas segala bantuan dan dukungannya dalam penerbitan kumpulan


puisi ini

3
DAFTAR ISI

DUNIA............................................................................................................4
KELABU.........................................................................................................5
GELOMBANG...............................................................................................6
GULITA MALAM..........................................................................................7
GELISAH........................................................................................................8
SELAMAT JALAN WINDA.........................................................................9
SUARA ITU..................................................................................................10
LAPARKU SIRNA.......................................................................................11
KABUT.........................................................................................................12
DERITAMU..................................................................................................13
TANGISAN..................................................................................................14
ELITA SOBATKU.......................................................................................15
SERAMBI-SERAMBI..................................................................................16
RENCONG BERDARAH............................................................................17
KEPADA HADIAN......................................................................................18
SIPIROK.......................................................................................................19
MAWAR.......................................................................................................20
NYANYIAN MALAM.................................................................................21
DIKAKI GUNUNG......................................................................................22
RATAP TANGIS RAKYAT........................................................................23
NYANYIAN GELANDANGAN.................................................................24
BUAT Drs. M. SITANGGANG...................................................................25
OMBAK SENJA...........................................................................................26
SALAM UNTUK RAKYAT........................................................................27
PELABUHAN MALAM..............................................................................28
LUKISAN ANAK ZAMAN.........................................................................29
DALAM MIMPI AKU TERSENYUM........................................................30

4
DIALOG.......................................................................................................31
DI REPUBLIK INI AKU TERSENYUM....................................................32
PETIR MALAM...........................................................................................33
ANGIN MALAM..........................................................................................34
DARI RAKYAT...........................................................................................35

5
DUNIA

Daun-daun senja berguguran


Jatuh ke bumi
Mau kemana kita
Dunia sudah sirna
Hilang tanpa permisi
Jangan sesalkan
Bukan dunia yang salah

Medan, 1999

6
KELABU

Langit cerah jadi kelabu


Disana matahari tenggelam
Sedang sayap-sayap burung
Senja melunglai

Kini mungkinkah aku disini aja


Melihat wajahmu sebening cermin itu
O…, aku masih ingin bercumbu cumbu juga
Biarpun hatiku masih tersiksa

Medan, 1999

7
GELOMBANG

Siapa mencari dunia


Akan jatuh kedalam gelombang
Gelombang setan dan iblis

Jangan cari lagi gelombang itu


Carinya ridhonya Allah

Medan, 2001

8
GULITA MALAM

Dari balik kamar itu


Aku kehilangan kau
Dimana kita sekarang
Apa masih ada cahaya disitu

Malam telah larut


Diujung-ujung daun
Kelelawar terbang
Mencari anaknya
Tapi tak kulihat kelelawar itu
Semua sia-sia, semua hampa

Medan, 1996

9
GELISAH

Kutatap pasir-pasir pantai


Disini aku bercermin
Ada dunia terkurung
Matanya menatap padaku
Aku jadi gelisah, gelisah

Oh, dimana aku sekarang


Alam telah berdusta padauk
Aku menangis sendiri, disini

Aku takut, Tuhan


Tolong aku ya, Robbi

Medan, 1976

10
SELAMAT JALAN WINDA

Dalam igau yang panjang


Bumi dan langit makin kelam
Wajahmu makin redup
Takdir telah menjemputmu

Teman dan saudara meronta


Bantal dan tilam jadi gelisah
Kau terbujur kaku
Kami menangis dan berdoa

Kau tidak butuh ranjang pengantin


Kau tinggalkan gaun emas
Diruang-ruang waktu
Doa orang tuamu akan memberkatimu

Selamat jalan Windaku


Sayang………………….

Medan, 2001

11
SUARA ITU

Dengar suara itu


Suara-suara tangis
Suara-suara jerit
Dalam duka manusia
Sepanjang waktu

Medan, 2001

12
LAPARKU SIRNA

Duka manusia
Jeritan dan tangisan sepanjang waktu
Kau lepas janji dari nol ke nol
Sekarang kami patah hati
Tapi biarlah selagi laparku sirna

Medan, 2001

13
KABUT

Kau tenggelam dalam tidurku


Wajahmu yang lusuh
Bagai matahari berkabut
Dalam mimpiku
Bertemu dalam kelabu

Kau jadi kabut


Kabut yang masih tersenyum bagai kekasihku
Yang menyatu dalam rindu

Medan, 2001

14
DERITAMU

Duka wajahmu
Tiada batas
Yang bermain dengan gelombang
Seperti Mutiara hilang tanpa kata

Kau rindu bulan yang gemerlap


Kau tercampak dalam dekapannya
Kau menangis diruang-ruang waktu

Dalam deburan angin sepoi-sepoi


Terucap bisikan
Waktu masih panjang
Bahagia menantimu
Serahkan saja pada Illahi

Medan, 2001

15
TANGISAN

Gunung, lembah dan ngarai


Bukan milikku
Semua, semua milikmu
Tapi engkau kutemu

Engkau dimana, aku rindu


Bila kita bersua
Dalam sepi yang begini
Dunia tambah jahat
Sedang aku menangis
Terus mencarimu

Medan, 2001

16
ELITA SOBATKU

Luka hatimu
Yang berduka nestapa
Telah hinggap kehati mereka
Kau adalah sumber historis
Bagi mereka yang lupa daratan
Setan dan iblis telah bersarang
Dihati mereka

Medan, 2001

17
SERAMBI-SERAMBI

Disini mataku melihat darah


Darah merah mengalir berdebu
Bercampur biru

Aku tersiksa dalam duka


Hening dimalam buta

Akhirnya ku berbisik
Kepada siapa ku mengadu
Hanya engkaulah
Yang maha adil
Dan maha tau

Medan, 2001

18
RENCONG BERDARAH

Disini darah, disana darah


Bermimpi merah. O, betapa tragisnya
Tak sanggup mata memandang

Kemanusiaan diinjak-injak
Entah siapa yang menciptakan ini
Aku termangu sendiri
Hanyut terharu biru

Medan, 2001

19
KEPADA HADIAN

Kau presiden puisi dan sastra


Kau adalah tokoh
Karyamu tidak bertanah air
Kau ciptakan dalam gemuruh zaman
Kau telah jauh berjalan
Luka dunia Lukaku adalah karyamu
Dicatat waktu dan zaman

Medan, 2001

20
SIPIROK

Bumi tempat bundaku


Dalam kembaraku kubawa ketanah deli
Aku termenung dalam sepi
Aku tersenyum dalam duka
Dalam suka kau tidak lupa

Medan, 1976

21
MAWAR

Kupetik dikau ketika masih berduri


Terasa luka ditanganku
Kuisap dalam-dalam
Terasa ada kau
Mawar

Medan, 1973

22
NYANYIAN MALAM

Betapa sahdu irama itu


Begitu merayu
Bagai kekasih memanggil-manggilku
Menyentuh alam mimpi
Masuk kedalam angan-angan nestapa
Akhirnya aku tertidur dikamar ku

Medan, 2001

23
DIKAKI GUNUNG

Hari sudah larut senja


Tapi alam masih cerah
Secerah air sungai sendayu

Tapi esok lusa aku datang lagi


Becerita tentang bibirmu yang indah itu

Inilah aku
Salamku kepadamu
Dan jangan lupa
Kita bersenda senda kembali
Dengan Bahasa lapandos

Medan, 2001

24
RATAP TANGIS RAKYAT

Rakyat mati kelaparan


Seperti zaman paksa
Miskin dihina
Sapi memerah dibiarkan

Medan, 2001

25
NYANYIAN GELANDANGAN

Wajah berawan kelabu


Terdengar suara rintih dari
Mulutnya yang lara

Kami haus, kami lapar


Kami keliling kota demi perut
Tapi lapar dan haus
Tidak juga tenang, dan makin
Menggoda rasa duka nestapa

O, tuhan
Apakah dosa kami
Hanya engkaulah yang dapat menolong kami

Medan, 2001

26
BUAT Drs. M. SITANGGANG

Dalam perjalanan detik dan waktu


Kau adalah pioner lahirnya anak zaman
Sejarah telah mencatatnya
Kebahagiaan bagi kami

Budi baikmu sudah kami rekam


Dalam Riwayat kesenian bangsa
Tanpa jasamu anak zaman
Akan terkatung-katung dan
Hanya jadi bayang-bayang kelabu

Terima kasih, M. Sitanggang


Hanya tuhan yang maha adil
Yang membalasnya
Nilai korbanmu kepada kami

Medan, 2001

27
OMBAK SENJA

Buih buih kecil bermain main dengan gelombang


Terpelanting diujung pantai
Betapa kata harus kuucapkan kepadamu
Wahai laut samudera luas
Aku hanya manusia

Manusia yang kehilangan kata


Tapi aku hanya membisikkan
Jangan kau terlalu nakal gelombang
Rangkullah daku dalam kasihmu
Supaya kita berlabuh keselatan pantai
Mencari Mutiara yang hilang

Mutiaraku yang hilang kemarin


Entah kemana perginya
Siapa pencurinya atau kau gelombang
Yang merampasnya
Oh, kita tak usah bersahabat lagi
Mulai hari ini kita berpisah

Medan, 2001

28
SALAM UNTUK RAKYAT

Terimalah salamku
Betapapun derita sudah kurasa
Aku selalu mencari Bahagia
Kehidupan ini dalam hujan malam
Hujan diujung dahan

Lihatlah aku tergelatak sekarang


Dipintu-pintu kota
Seperti juga kalian, saudaraku
Jangan kalian menangis
Terimalah derita ini, seperti aku
Merasakan juga

Sabarlah ya saudaraku, usah sesalkan


Apa yang kau alami
Terimalah !

Medan, 2001

29
PELABUHAN MALAM

Disini aku berdiri sendiri


Menatap kapal-kapal berlabuh
Dari kejauhan meraung-raung
Bagai bayi memanggil ibunya

Sedang laut terus menderu


Berdebur dalam suka akan manusia
Yang menunggu di dermaga
Sedang binatang-binatang pantai
Terus mencari sisa makanan dipasir

Disini juga aku saksikan ibu-ibu tua


Menyanyikan anak anaknya
Karena ngantuk telah tiba
Mereka tidur sebab malam makin larut
Malam dipantai
Dipelabuhan terbuka

Medan, 2001

30
LUKISAN ANAK ZAMAN

Dalam guha ada lembu


Sembunyi dibalik awan
Termenung rindu pada ibunya
Yang mati terbunuh
Tersambar halilintar senja

Dipohon-pohon rindang
Matanya menatap langit, jauh
Seperti meraung panjang
Yang menerjang-nerjang
Seperti mau mengunyah rumput
Kemana akum au kalian buang

Medan, 2001

31
DALAM MIMPI AKU TERSENYUM

Kita bertemu saling merangkul


Tapi aku hanya tersenyum
Dalam igau yang kian panjang
Kau hanya bertanya siapa aku
Akulah orang yang tak pernah
Bertemu kau. Tapi kau terus gelisah
Jangan ganggu aku, jangan

Besok juka kau melihatku


Aku akan bisikkan, cukuplah sudah
Gejolak cintaku kau usik-usik
Dengan bisik-bisik
Bagaimana supaya hari ini
Tak lagi seperti kemarin

Medan, 2001

32
DIALOG

Kita pergi dari sini


Mencari ibu kita yang hilang
Tinggalkan kota tinggalkan emas dan perak

Kemana lagi mau dicari


Dusun dusun dan semua tempat tiada kusua
Barangkali dia telah dipanggil tuhan
Atau hilamg tanpa bekas
Ah, ibuku dimanakah kau sekarang
Apakah diterkam singa
Atau manusia sudah jadi singa

Besok lusa bila kau masih ada ibuku


Datanglah ketempat dikota
Bawa impian yang pernah kau katakana
Supaya aku tahu siapa yang
Melarikanmu, ibuku sayang

Medan, 2001

33
DI REPUBLIK INI AKU TERSENYUM

Direpublik ini aku tersenyum


Melihat seekor lembu berpepatah pepitih
Dengan wajah pilu dan sendu
Dia tahu negeri ini
Kita meronta-ronta
Dalam degup jantung yang sakit

Aku tersenyum saja


Entah siapa yang berdosa
Aku sendiri takt ahu
Tapi kata nenekku
Yang nongkrong itu
Pura-pura kerja namun tak kerja

Itulah sebabnya aku senyum-senyum


Kapan aku istirahat dari geli ini
Aku takt ahu. Biarlah aku
Dibilang gila. Tapi gilaku adalah
Karena cinta sama rakyat

Medan, 2001

34
PETIR MALAM

Petir malam bukan disini


Dekat sekali
Dibawah pohon pohon berhantu jembalang
Mengintai intai mereka yang bersetan
Mengejar mereka yang kesurupan

Dia takut kepadamu


Jika kau baca ayat-ayatNya
Bacalah baca, jangan kunci mulutmu
Dari menyebut namaNya
Allah, allah lindungi aku

Medan, 2001

35
ANGIN MALAM

Digubuk-gubuk reot
Air mata rakyat makin menetes satu-satu
Karena derai hujan membasahi gubuk mereka

Jendela-jendela terbuka rupuh


Dimasuki angin malam
Yang terempas disini
Menyambar anak anak mereka
Yang masih merangkak rangkak

Betapa derita rakyat kecil ini, sahabatku


Kasihan mereka tak pernah
Menikmati susu dan daging sapi
Berilah mereka kasih sayang
Dalam hidupnya yang gelita

Medan, 2001

36
DARI RAKYAT

Coba renungkan
Siapa kami
Sudah lama lapar
Berapa lama lagi derita
Jadi bayang bayang menakutkan

Kami rakyat yang


Menanti Bahagia
Akhirnya jadi telur-telur busuk
Dalam kehidpan yang makin
Redup ini

Medan, 2001

37

Anda mungkin juga menyukai