Anda di halaman 1dari 18

Kumpulan Puisi Milahwsy

Cinta

Kukira, aku adalah singgalang dan kau adalah merapi

Ternyata aku salah

Kau tak lain adalah cemara yang tak pernah membenci hujan

Sedang aku adalah kapal yang tak pernah menepi kearah dermaga

Bersamamu, angin adalah tujuan kita mengelilingi kota

Juga karenamu, aku menyukai tiap rintik hujan yang jatuh

Namun seiring berjalannya waktu hangatnya punggungmu tak lagi kusinggahi

Walau kini hanya ada kenangan yang selalu setia menemani

Sampai detik ini, aku selalu bertanya

Tentang isi hatiku yang kian bersembunyi

Atau seperti inikah cinta itu sendiri?


Yang Kusebut Puisi

Di tiap bait yang kusebut puisi ini

Aku ingin sekali menuliskan tentangmu

Walau ribuan kata telah pergi berhamburan

Meninggalkanku sendiri tanpa menitipkan pesan

Katamu,

“Dalam hidup apalagi yang hendak dituju

Sedangkan waktu terus bergerak maju

Hanya menanti kedatangan sang malam

Sebelum senja benar-benar pergi mengikhlaskan

Selain kebahagiaanmu, adakah lagi harapan terbesar

Mampukah aku bermimpi di waktu senja kini

Sebelum malam menidurkanku dengan lelapnya

bersama lafadz yang kau ucap pelan di telingaku?


Perang

Haruskah aku menyalahkan waktu

Tentang perubahan dunia yang menyiksa batin

Membuat nafas terasa sesak kala mengingatnya

Membuatku saling bermusuhan sesama diri sendiri

Haruskah aku merutuki keadaan

Dimana dunia sedang terbahak-bahak menertawakanku

Menjadikan aku sebagai budaknya yang terlena

Dengan segala janji fatamorgana yang ia berikan

Kata andai adalah haram untukku lontarkan

Berharap mampu memutar waktu yang telah menjadi kaset rusak

Rekam jejak ayat yang tak mampu kutemui sudah

Bersama mimpi yang dulunya menjulang, kini telah berubah haluan

Kurasa dunia telah menang

Menang menguasai akal pikiran

Yang kini membuatku saling perang

Sesama diri sendiri

Selamat.
Kebahagiaan Gelap

Gelap adalah hitam

Tak pernah membenci terang

Mereka bersahabat

Namun tak pernah berjabat tangan

Gelap selalu bahagia

Karena banyak orang memuja

Menanti-nanti kedatangannya

Namun benderang tak pernah marah

Sayangnya, gelap tak lama

Ibarat sedang mengedipkan mata

Lalu pergi tanpa kata

“Aku iri padamu gelap” ucap cahaya sebelum kegelapan sirna


Untuk esok di lorong sepi

Untuk esok di lorong sepi

Ribuan mimpi menerbangkan sayap dengan sayup mesin di pagi hari

Menembus cakrawala, mengudara mengelilingi galaksi bimasakti

Untuk esok di lorong sepi

Debu adalah teman, sedang langit sebagai atap

Hanya dalam waktu 45 menit

Serpihan mimpi masih benar menemani

Setelah itu kau benar-benrar sendiri.


Bahagiamu

Di gubuk lusuh itu kau mengayuh

Beralaskan permadani beratapkan cahaya

Kau tersenyum

Panasnya matahari tak membuatmu menyerngit

Pun badai, begitu iri padamu

Banyak orang tak tahu makna bahagia

Mereka bertanya pada keramaian

Keramaian membisu

Kau menjawabnya sederhana

Bahwa inilah kebahagiaan


Orang Hebat

Dia orang hebat itu

Berpeawakan seperti robot kuat seperti hero

Begitu cekat, cepat, dan sigap

Aku sungguh iri

Bermandikan keringat adalah biasa

Tampak di matanya ada air yang membeku

menyimpan sebongkah harapan di sana

Senyumnya begitu indah

Sengaja menunjukkan kepada dunia

Bahwa itu senyum termanis yang penah ada

Namun dunia selau begitu

Iri saja melihat senyuman itu

Mereka tak pernah memberi ruang

untuk terlelap saja, harus bernegoisasi

Aplagi mimpi? Hal itu semakin tak punya arti


Surga Fatamorgana

Dunia mulai menua, namun anggapan syurga masih tetaplah ada

Manusia penuh jenaka

Meminta dengan menghiba

Kebahagiaan fana, yang katanya tak bisa diungkapkan dengn kata


Penyesalan di ujung Masa

Langit hitam menghujam samudera

Pena perangkai beradu di ujung tanduk

Air mata menghiba hujan meladungkan bumi

Menanti untaian do’a di balik jari-jemari

Kegaduhan sedang berkecamuk di kain putih

Memuja-muja tiada arti

Siapa kini menghantarkan pelukan

Sedang kau gelisah meratap tak berkesudahan

Tak berguna lagi besenandung riang

Di waktu menjelang gelap;

Di waktu bulan tak lagi bercahaya;

Di saat sendu sedang berlabuh;

Kau tak mau tahu.

Tiba dentingan terakhir,

jarum jam membuka duka

Melipur lara tegak tak berdaya

melepas erang di kerongkongan shubuh

menanggalkan jiwa kian merapuh

Padam genangan air mata beriring peluh

Batu Bara, 7 Juni 2021


Meneguk Lara

Kini hanya sunyi.

Beratap gulita; langit merah ; lampu pelita

Saat Bersamamu, sinar menyeruak menepis segala

Dinding-dinding diam lalu tertawa

Menatap matamu sedang berbicara

Kini, kau sedang bermandikan cahaya

Jauh di atas syurga

Beralas permadani, dekat di pohon cemara

Sesekali kau berlari sebab merindu

Menyaksikan daun-daun jatuh diburu

Berharap namaku terpatri menuju

Jauh menyusup ke dalam lubuk hatimu

Batu Bara, 5 Juni 2021


Mehrama

Bahkan saat ini puisi tak ingin melihatku

Membiarkanku terpakur sendu mengingat wajahmu

Saat itu tak mampu berbicara

Lidahku terasa kelu

Namun bisakah kau mengartikan sebuah tatapan?

Agar kau mampu melihat cinta

Yang teramat dalam di sana………………………………………….


Berbahagialah

Kini aku telah menemukan sebuah alasan

Untuk berhenti memastikan kebahagiaanmu

Bukan! bukan maksudku ingin melihatmu bersedih

Apalagi terluka

Aku hanya ingin melepas angan-angan

Saat hatiku telah mengikhlaskanmu

Saat mataku telah mengalah tidak menatapmu

Hanya untuk memastikan bahwa engkau sedang baik- baik saja

Senja keindahan yang terakhir

Hanya hari itu

Selebihnya aku belum tahu

Adakah lagi untukku bahagia

Saat dimana senja itu tiba

Kumohon, teruslah bahagia

Duniaku terletak pada senyummu

Jika itu hilang aku kelak kan mengerti

Bagaimana rasa hati ini mati Kumohon!


Menyambut Perubahan Zaman

Mari menyambut zaman yang sungguh mengherankan

Membuat bertanya-tanya bagi kami orang awam

Yang jauh dari kata pangkat, gelar maupun jabatan

Jika kau ingin melihat senyum manis, janji manis

Semua yang manis-manis

Maka kau dapat menjumpainya saat mereka memerlukan

Bukan saat kau mulai merasa kelaparan

Dengan begitu kau akan kembali kenyang

Memakan bualan yang tak kunjung berkesudahan

Mau dikata apalagi wahai kawan

Semua kursi telah terisi rapi

Sedang kau masih saja memperbaiki dasi

Simpan saja angan itu dibawah kolong jembatan

Bersama pajangan perjuangan agar selalu kau tertawakan

Saat kau menatapnya, maka kau akan ingat

Kenangan menelan seteguk rasa pahit

Kenangan menampung menjillat keringat

Saat kau bangun maka kau akan melihat

Kau pernah bermimpi untuk menjadi seorang kesatria


berdaya guna, berdigdaya juga berbudaya

Kawan..

Tidak perlu serius menatap pajangan perjuangan

Kau akan semakin sakit yang kelak akan berkepanjangan

Bentang saja tikar lalu mulai pikirkan

Esok, apa selanjutnya yang bisa untuk dimakan

Batu Bara, 20 Juni 2021


Kergianmu

Tuhanku

Air mata membisu melihat jiwa terbujur kaku

Bahkan mulutpun tak sanggup mengungkapkan

Betapa kepergian begitu menyakitkan jauh di ujung kalbu

Tuhanku

Hamparan yang sedemikian luas ini

Merekam jejak langkah juga tawa yang begitu renyah

Sanggupkah kami untuk menghentikannya?

Siapkah kami untuk bangun dari mimpi yang begitu panjang?

Tuhanku

Segala yang dicintai nyatanya tak selamanya membersamai

Nyanyian yang nyaring adakalanya ia terhenti

Juga kebersamaan, ada masanya ia pergi

meninggalkan kesepian

Dan hanya -Engkau

Satu-satunya penolong di saat semua mengatakan

tidak pada kesetiaan

Batu Bara, 17 Juni 2021


Rindu

Bahkan saat ini puisi tak ingin melihatku

Membiarkanku terpakur sendu mengingat wajahmu

Yang tak terbaca oleh lidah

Yang tak dirasa oleh raga

Namun andaikan kau mampu mengartikan tatapan?

Maka di sana kau akan mendapati

sebongkah rindu

Yang teramat dalam di sana

Batu Bara, 21 Juni 2021


Singgalang dan Merapi

ku Kukira, aku adalah singgalang

Dan kau adalah merapi

Ternyata aku salah

Kau tak lain adalah cemara yang tak pernah membenci hujan

Sedang aku adalah kapal yang tak pernah menepi ke arah dermaga

Bersamamu, angin adalah tujuan kita mengelilingi kota

Juga karenamumencoba menyukai suara rintik hujan

Namun seiring berjalannya waktu hangatnya punggungmu tak lagi mampu kusinggahi

Walau kini hanya ada kenangan yang selalu setia menemani

Sampai saat ini aku belum percaya

Apakah hatimu sama seperti yang kualami

Apakah seperti ini cinta itu sendiri?

Anda mungkin juga menyukai