Anda di halaman 1dari 26

Tak Sengaja Jatuh Cinta

Najma XII A 4

Layaknya bola salju yang menggelinding

Menuju ke musim semi

Seluruh cinta ini

Melelh di bawah langit biru

Melingkari cahaya Mentari

Di tempat aku menghirup udara

Aku tak melihatmu

Pikiranku berjalan liar

Aku begitu menginginkanmu

Mungkin, kalau kau bisa melihatnya

Apa yang kurasakan di sekujur tubuhku

Di setiap sudut diriku

Ada kehadiran yang tumbuh

Mungkin kupelihara dengan baik

Dengan mengatakan bagaimana rasanya

Aku mulai kehilangan kendali, tubuh, dan jiwa

Aku sudah jadi milikmu

Segitunya, aku tak bisa bernafas

Dari semua yang ditangisi

Mungkin kita memiliki satu-satunya cinta

Yang tidak bisa dilihat oleh mata


Kosong

Gilang Febriyan XII Bhs 2

Kenapa begitu kosong..

Tadi malam aku melihat anjing menggonggong di dalam tong

Tetapi aku tidak mau menolong

Karena dia sudah berbohong

Dan itu membuat saya sombong

Mengapa begitu Sunggokong

Kau terlalu songong

Kosong…

Kenapa harus kosong

Sunggokong…

Aku akan menempatkanmu di dalam Posong

Supaya hatimu bombing

Maaf jika baris puisiku banyak yang kosong..


Hibatullah

(Kasih Sayang Allah)

Ulinnuha Nabil XII A 2

Sesederhana itu..

Petang menyeret pagi

Tatkala goresan tangan

Memahat kalam-kalam bestari

Tatkala bingkai

Merapalkan larik-larik Halikuljabbar

Sesederhana itu..

Surya menggilir rembulan

Selagi buih-buih asma-Nya

Masih terkira

Masih tersemat

Pada sanubari yang terkadang lalai

Sesederhana itu..

Al Malik memberi maghfiroh

Di saat kekhilafan menaungi

Hayat sukma lengahku

Hingga hamba

Tak pantas kau sebut ahli nirwana

Namun, lantaran hibat-Nya

Meleburkan keingkaran

Memekarlah kesuma jiwa

Yang iringi setiap titian

Mendatangi kesucian surgawi

Milik-Nya sang Azzawajalla


Syair Penyair

Meiriska Widyawati

Sinar suci mengintip pada celah-celah bukit

Menari-nari di kening rumah

Membelai laut, bias bayang

Aku termangu,

Mendengar alam melantun sendu

Menggelora dalam jiwa yang pilu

O, angin..

Aku terpaku

Pada dentuman irama merdu

Syair yang menyisakan candu

Menimang rindu

Hembusan angin prahara

Menutur kata pada Maha Cinta

Kala pohon-pohon berdansa

Burung-burung merpati menjerit

Bersaksi antar ayat-ayat cinta

Pada dua belai yang seteru

Aku bersyair pada lagu laut

Dalam perahu di ambang gaya

Mengubur cinta pada batu yang tengan berzikir

Menyemai rasa dalam butiran tasbih

Kubisikan doa padamu, Maha Cinta

Kala aku mengetuk pintumu

Temukanlah batu dengan Mutiara

Meski tanpa gaya


Lila

Raihan Waluyo Jati

Lila, lali, linglung

Begitu nikmatnya ini

Hasrat membara dengan agung

Membakar dupa peradaban hari

Kala sang agni menyapa diriku

Lalu berucap sinis terhadap daku

Kau iri hanya dari nafsu

Takan dari lubuk

Hasrat begitu dasyatnya

Hingga lupa siapa sang pencipta

Linglung tak terasa

Hanya kunikmati yang sementara

Hati ataukah nafsu

Sang pencipta atau diri ini

Abadi ataukah fana

Langgeng ataukah sementara

Ah..

Ini hanya tertebak dengan hati bukan dari nafsu

Ataukah pikiran busuk

Camkan ini

Aku sudah Lelah tak berdaya

Hasrat hanya sementara

Nafsu yang mendukungnya


O, yang maha kuasa

Patik tersesat darimu

Hasrat padamu

Hanyamu patik bersimpuh


Hilangkan Surga dan Neraka

Kanafina N

Kicau burung bagai nyanyian indah

Kelepak dahan sebagai instrumennya

Siapa lagi yang mencipta keindahan selaras ini

Selain sang raja, pemilik singgasana terbesar

Lihatlah..

Betapa megahnya langit berdiri tanpa tiang

Betapa hebatnya bumi menyimpan kehidupan

Lantas, apa yang membuatmu ingkar?

Aku ingat seorang wali berkata,

Andai aku bisa menghilangkan surga dan neraka

Akan aku hilangkan!

Agar manusia mencintai penciptanya tanpa pamrih

Pergilah! Jika hanya gurauan semata

Dating dan pergi seenaknya saja

Tidak, Tuhan tak membutuhkanmu

Kaulah yang membutuhkan-Nya


Hilangnya Raga

Dewinta Fitria Sari

Desiran ombak menerjang

Seorang lelaki duduk di hamparan

Pasir putih bersih

Sedang melihat kekuasaan Tuhan

Dengan mata berlinang

Sebab putus cinta

Tanpa kepastian dari sang pujaan

Dan memilih meninggalkan tanpa persetujuan

Hingga dia berdiri

Menghampiri air pantai

Semakin lama

Semakin masuk ke dalamnya

Tanpa raga

Kurangnya jiwa

Membuatnya hilang akal

Dan hilang

Ditelan lautan
Tanah Basah

Anissa Laely

Lihatlah basah langit

Curahkan hujan basahi bumi

Tanah basah Kembali subur

Dengarlah nyanyian katak

Bersenandung

Senyum petani menanam benih

Kelakuan bocah main hujan—hujanan


Kerinduanku Padamu

Kau takan pernah kusentuh

Kau terlalu jauh

Wujudmu yang tak pernah kulihat utuh

Tapi entah rinduku padamu selalu tumbuh

Walaupun rinduku tak pernah kau jawab secara seluruh

Rinduku selalu kusampaikan di malam yang gelap

Di saat semua orang terlelap

Di situ kuangkat tangan dengan doa yang terucap

Dengan seribu harapan yang kusampaikan

Kuharap kau mendengar dan mengabulkan

Teruntuk Tuhan

Yang menciptakan keindahan dunia

Yang memiiki semesta

Yang memiliki Sembilan puluh smebilan nama

Kuharap di akhir nanti aku bisa bertemu

Walau aku tak bisa menatap indah wajahmu

Kuharap engkau memaafkan kesalahanku

Aku, hanya manusia yang seperti debu di hadapanmu


Kepasrahan

Naela Hidayati Asyifa

Selepas hujan butir-butir air di ujung

Saat sep menyelinap

Dalam malam menempuh mimpi

Oleh hembus angin dari arah kiblat

Seribu tangan terentang di atas padang

Oeleh gemetar tangan takbiratul ihram

Seperti gema suara terpental

Ada soa yang terus meninggi

Kugelar rasa kepasrahan pada sang kuasa

Sambal memunguti hikmah berserakan


Asa Dalam Kasih

Andari Rachmadhani

Wahai malam

Tahukan kamu arti kerinduan

Ketika mulut tak lagi bisa terucap

Raga tak tersisa dalam jiwa

Namun hanya ada asa dalam kasih yang kudamba

Wahai malam

Tinggikanlah harapan ini

Bukan smeata karena perandaian

Salamku pada Tuhan, sangat ingin mendapat rengkuhan

Asa dalam kasih

Balutan doa dalam renungan jiwa

Di bawah tuturan merdunya hujan

Di tengah malam gelap yang gulita

Hanya ada kehangatan di ujung rasa

Wahai asa yang berada dalam kasih

Berikan kisah untuk menjadi cinta

Agar hati gersang dapat terisi

Dengan ia sang pengobat hati


Di Tempat Ramai

Anggun Nayla Ramadhani

Ingatkah kau pertama kali kita bertatapan?

Di tempat ramai itu aku memandang matamu

Kau menatapku dengan berbagai pertanyaan

Bibirmu yang hanya diaam dan tak tersenyum padaku

Di tempat ramai itu kita hanya bertatapan

Tubuh tegapmu hanya berdiri di hadapanku

Tanpa ada perkataan..

Kau hanya menatapku..

Tak ingin pergi dan memutuskan untuk bertatapan

Kau tahu?

Di tempat ramai itu aku tersenyum

Duhai aku, apakah wajahku malu?

Atau dirimu yang terkena pandang tak jemu?

Hingga hanya menatapku

Tanpa mengukir senyum


Panggilan Subuh

Hazkiya Venus Hanun Nugroho

Pagi telah menjelang

Sementara buaian malam masih melenakan

Subuhku memanggil

Aku tersadar dari tidurku

Terbangun dari indahnya mimpi

Hanya dingin yang memelukku

Kudengar lantun suara adzan

Mengalir lewat indera pendengaran hingga ke sukma

Subuh Kembali mengantarkanku ke hadapmu ya Rabb..

Terima kasih atas nikmatmu pagi ini

Aku masih merasakan sejuknya air wudhu

Sejuknya menjernihkan penglihatanku

Kubentangkan sajadah panjang di hadapanku

Lalu bersujud dan tak lepas keningku

Mengingatmu sepenuhnya

Engkaulah sang penguasa subuh


Namamu

Fida Ushofia

Saat kusebut namamu dalam sujudku

Di balik dosa yang menggunung

Menginginkan angin membawanya bagai tabur

Menjadikan becek air bagai embun

Bagai api membakar kayu

Saat aku berdoa pada namamu

Angin menyinggahi waktu menepuk punggungku

Dingin umpama ilusi yang merasuk sampai tulangku

Kusebut namamu dalam perjalanan itu

Meyakini kedalaman cintamu

Meneguhkan cintaku padamu


Tak Tahu Persisnya

Naila Ummiyatul Arifah

Pertama kali aku melihatmu

Aku tidak inga tapa-apa

langit biru yang menyengat kulitku atau indahnya matahari terbenam

Karena yang kulihat adalah dirimu

Di setiap helai bulu matamu adalah anugerahnya

Tawamu yang lepas

Seolah aku ingin masuk di antara baris gigimu

Yang setiap hari membuatku tak lepas dari keterpakuan

Bersamamu

Serupa menyelesaikan semua masalah

Bagai berada di tengah danau

Dan kau pusat dari gelombangnya…


Prajurit Jaga Malam

Alfiah Zahra

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?

Pemuda. Pemuda yang lincah yang tua tua keras, bermata taja

Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian

Ada di sisiku selama menjaga di daerah mati ini

Aku suka mereka yang berani hidup

Aku suka pada mereka yang masuk menemui malam

Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu

Waktu jalan. Aku tidak tahu nasib waktu


1

Ririn Ina Thaharah

Di kala senja tiba

Burung-burung Kembali dalam cengkeraman

Kesunyian terlelap dalam bisikan malam

Merasakan gejolak hati yang tak tertahankan

Oh tuhan..

Apakah ini yang dinamakan rindu?

Tak terdefinisi apa makna itu

Seperti ada tekanan yang harus dipaksakan

Ingatan dating seperti roda yang berputar

Jantung berdetak kian cepat

Tapi biarlah..

Semuanya akan usai seperti angin yang berlalu

Semua akan berjalan sesuai titiknya

Biarlah..

Semua kita redam dalam diam

Sisanya kita biarkan tangis yang menuntaskan

Tetaplah bersabar walaupun susah

Pahit akan tergantikan

Kuserahkan padamu Tuhan

Pemilik rencana yang lebih dari sebuah khayalan..


Ketika Engkau Bersembahyang

Anisa Fitri

Ketika engkau bersembahyang

Oleh takbirmu langit terkuakkan

Partikel udara dan ruang hampa bergetar

Bersama-sama mengucapkan Allahu Akbar

Bacaan Al-Fatihah dam surah membuat kegelapan terbuka

Masanya setiap doa dan pernyataan pasrah membentangkan jembatan

Cahaya tegak subuh alifmu mengakar ke pusat bumi

Ruku’ lam badanmu memandangi asal usul

dari kemudian mim sujudmu menangis

di dalam cinta Allah hati gerimis

sujud adalah satu-satunya hekikat hidup

karena perjalanan hanya untuk tua dan redup

ilmu dan peradaban takkan sampai asal mula setiap jiwa Kembali

oleh-olehmu dari sembahyang adalah sinar wajah

pancaran yang tak terumuskan oleh rumus-rumus fisika

hatimu sabar mulia, kaki seteguh batu karang

dadamu mencakrawalaa, seluas ‘arsy Sembilan puluh Sembilan


Kefanaan Cinta

Nur Habibah

Sepercik cinta sang kasih

Membutakan kilaunya sang surya

Menggelapkan indahnya dunia

Memancarkan gelapnya cahaya

Dalam gelapnya kehidupan

Pengharapan yang tak kunjung usai

Rindu yang kian hari semakin memuncak

Berharap kehadiran sang kasih

Cintanya hanya fatamorgana semata

Kefanaan pada ketulusan cinta

Ketulusan cintamu hanya dipermainkannya

Saat seluruh kehidupan kau berikan

Hanya kepahitan yang kau dapat

Dalam sujudmu

Pada pengharapan pada sang illahi

Tercipta ketenangan hidup

Terpancar kilau terangnya

Cinta pada sang pencipta

Pada sang pemilik alam semesta

Tak ada kefanaan di dalamnya

Ya Allah..

Ya Allah..

Dalam kemihraban cinta ini


Cinta dalam ketaatan

Dalam bayangmu aku berdoa

Bersujud memunajat kepadamu

Berenang dalam lautan Quran

Menyadarkanku ketulusan cintamu

Bagai langit yang berseri-seri

Mentari yang berpendar menari-nari

Kalibeber, 27 Oktober 2022


Lauful Mahfudz

Aliefya Elga Kusuma P

Dunia begitu indah, tapi surga tak kalah memanah

Ketika banyak pasangan tak mematuhi-Nya

Dengan bangganya mengunggah dosa-dosanya

Apakah mereka menyerah pada surga?

Atau ingin menikmati dan menunda pertaubatan saja?

O, betapa dunia ini sedang tidak baik-baik saja

Gema adzn di penjuru bumi

Yang tak pernah terhenti

Dan keheningan malam begitu suni, aku yang

Masih duduk di hadapannya

Ingin menjadi kekasi-Nya

Ketika nada dan aksara tak mampu mengunngkapkan

Air mata pun kujatuhkan

Khusyuk penuh harap kulangitkan

Untuk seorang yang parasnya kucandu

Tapi iman dan akhlaknya yang buatku rindu

Duhai engkau pemilik kalbu

Walaupun nanti Lauful Mahfudz-Mu bukan untukku

Setidaknya kau pernah berjuang di hadapan-Nya atas namamu

Dan sampai jumpa di pertarungan doa yang kulangitkan untukmu

Nono Creamy, 28 Oktober 2022


Kasih Sayang Ibu

Dani Septi M

Pergi ke dunia luas, anakku sayang

Pergi ke hidup bebas

Selama angin masih ingin berhembus

Dan matahari pagi menyinari daun-daun dalam rimba dan padang hijau

Pergi ke alam bebas!

Selama hari belum petang

Dan warna senja belum kemerah-merahan

Menutup pintu masa lampau

Jika bayang telah pudar

Dan elang laut pulang ke sarang

Angin bertiup ke benua

Tiang-tiang akan kering sendiri

Dan nahkoda sudah tahu pedoman

Boleh engkau datang padaku

Kembali pulang, anakku sayang

Ke balik malam
Kisahku

Luluk Istovania Anif

Saya ingin menghargai semua yang ada

Kunilai semua hal dengan seni dan rasa

Karena hidup hanya sekali

Semua kan berarti dan benar ada

Jika hidup dan mati di jalan illahi

Saya ketahui surga itu dikelilingi oleh syahwat

Neraka itu mesra dengan nikmat

Dan saya ingin selamat

Betul-betul saya tidak bisa melihat akhirat


Cengkrama

Cindy Aprilia

Pagi mekar seiring mentari bersinar

Embun tak lagi bermanja kepada daun

Perlahan kubuka jendela dengan debur rasa di dada

Semburat jingga merasuk di pelupuk mata

Kehangatan matahari menerpa cerah wajahku

Terlihat elok tanpa awan abu

Hati berkaca, hanya sepi kurasa

Duka,

Perlahan menusuk dada

Memulai cengkerama pada Tuhan yang kuasa

Perihal debaran yang bergelora

Kutumpahkan semua mengharap jawab yang meneguhkan dada


Sajak Suara

M. Burhan .L.K

Kala itu aku dating

Dengan kendaraan malam

Merangkai dinding buta

Menumpahkan dunia badai dan topan

Memberi jalan bagi sang rusa

Kutirukan rumput bergoyang

Mengucap puji tanpa tau arti

Kuemiskan nama seperti pelor terakhir

Selimut hitam merajalela

Hatiku melembut diiringi sajak suara

Yaa…rohman rohim

Maafkan si pengemis

Si peminta yang menyukainya lewat sunyi

Saat ingin mendengar dari mat aini

Menaikkan nama di kendaraan abjad bernada

Di sampul dengan hujan air mata

Anda mungkin juga menyukai