Anda di halaman 1dari 9

FACE, FACEWORK, AND FACE-THREATENING ACTS

PENDAHULUAN
Proses komunikasi dan interaksi sosial dipengaruhi oleh hubungan antara wajah,
pekerjaan wajah, dan tindakan mengancam wajah. Untuk memahami bagaimana
manajemen hubungan dan komunikasi yang efektif, perlu mempelajari ide-ide ini melalui
lensa sosiopragmatik.
KONSEP DAN TEORI UTAMA
1. FACE

Halaman 252

Menurut Goffman Wajah di definisikan sebagai nilai sosial yang baik yang seseorang
percaya untuk diri mereka sendiri melalui garis yang orang lain percaya mereka ambil
dalam interaksi tertentu. Ini adalah citra diri yang digambarkan melalui atribut sosial
yang disepakati, dan mewakili citra diri publik yang ingin dikatakan oleh setiap anggota.

(Ini berkaitan dengan bagaimana seseorang memilih perilaku dan sifat yang sesuai
dengan norma sosial yang diharapkan untuk mempertahankan kehormatan atau citra diri
yang baik di mata orang lain. Wajah juga mencerminkan bagaimana seseorang ingin
dilihat oleh orang lain dalam berbagai situasi, dan menjadi cara untuk membangun dan
mempertahankan identitas sosial.)

Halaman 252
Menurut Brown and Levinson (1987:66), Wajah mewakili nilai sosial yang
diklaim oleh individu untuk diri mereka sendiri dalam interaksi. Hal ini berarti bahwa
dalam interaksi sosial, wajah seseorang mewakili nilai sosial mereka. Wajah terdiri dari
dua aspek yang saling terkait: wajah positif, yang menunjukkan keinginan untuk dihargai
dan disetujui oleh orang lain, dan wajah negatif, yang menunjukkan keinginan untuk
bebas dari tekanan.
(Wajah Positif: Ini menunjukkan keinginan seseorang untuk diterima, disukai, atau
disetujui oleh orang lain. Orang biasanya ingin dihormati, disukai, dan dianggap
kompeten di lingkungan sosial. Menjaga wajah positif berarti menjaga reputasi positif
dan mendapatkan rasa hormat dari orang lain.
Muka Negatif: Ini menunjukkan keinginan seseorang untuk dibiarkan sendiri, tidak
diundang untuk berpartisipasi, dan bebas dari gangguan apa pun yang akan
mengganggu kebebasan mereka.
Dalam kehidupan sehari-hari, orang biasanya mencoba untuk menemukan keseimbangan
antara gambaran yang mereka miliki tentang diri mereka sendiri yang positif—yang
berarti mereka disukai orang lain—dan gambaran yang mereka miliki yang negatif—
yang berarti mereka bebas dan mandiri.)

2. FACEWORK

Halaman 255

Facework adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk memastikan bahwa apa
yang sedang dilakukannya dan citra atau harga dirinya (wajah) tetap konsisten. Tujuan
dari facework adalah untuk mengatasi atau mengurangi dampak negatif dari "kejadian"
atau peristiwa yang memiliki makna simbolis yang mengancam wajah.

(Facework adalah Serangkaian tindakan yang dilakukan seseorang untuk menjaga agar
perilakunya sesuai dengan nilai atau citra yang dirasakan seseorang. Facework
bertujuan untuk mengurangi dampak negatif dari pertemuan atau situasi yang dapat
mengancam status sosial seseorang. Dengan terlibat dalam pekerjaan tatap muka,
seseorang berusaha untuk menjaga keharmonisan dan integritas dalam interaksi sosial
serta dengan persona publik yang diinginkan.)
Halaman 256
Facework dibagi menjadi dua kategori utama oleh Goffman: penghindaran (ritual negatif) dan
presentasi (ritual positif). Sementara penghindaran berhubungan dengan upaya untuk mencegah
orang lain tersinggung, presentasi adalah tentang mengungkapkan rasa terima kasih dan
dukungan kepada orang lain. Tindakan-tindakan yang termasuk dalam Facework; menyapa,
memberi selamat, dan menyampaikan undangan kepada orang lain dalam upaya membangun
ikatan sosial.

(1. Penghindaran (ritual negatif): adalah tindakan yang diambil untuk menghindari
perasaan orang lain yang mengganggu atau mengancam persepsi mereka tentang diri
mereka sendiri. Beberapa contohnya adalah menghindari topik yang sensitif atau
tindakan yang dapat membuat jengkel atau tersinggung orang lain.
(2. Presentasi (Ritual Positif): adalah tindakan yang menunjukkan rasa hormat, terima
kasih, atau bantuan kepada orang lain. Mengundang orang lain untuk menghormati
interaksi sosial, memberikan pujian, atau menyambut mereka dengan baik adalah
beberapa contoh presentasi.
Sapaan dan pujian serta menahan diri dari tindakan yang dapat mengancam kehormatan
atau status sosial seseorang merupakan bentuk tindakan dari strategi facework.
Dalam pertemuan sosial, seseorang mencoba untuk mencapai keseimbangan antara
mengekspresikan rasa terima kasih dan dukungan kepada orang lain sambil menghindari
konflik atau kejadian yang mengganggu)

3. FACE-THREATENING ACTS
Halaman 252-253

Menurut Brown dan Levinson, tindakan yang mengancam wajah (FTAs) adalah tindakan
dalam percakapan yang secara alami bertentangan dengan keinginan (face wants)
penerima pesan atau pembicara. Tindakan ini dapat mengancam harga diri (wajah) kedua
pihak.
Seriusnya ancaman yang ditimbulkan oleh FTA dilihat dari tiga aspek sosial berikut:
1. Jarak Sosial (D): Tingkat keakraban atau kedekatan sosial antara pengirim dan
penerima pesan. Apabila hubungan sosialnya semakin dekat, maka semakin sensitif
terhadap FTA.
2. Kekuatan Relatif (P): Kedudukan sosial pembicara dalam hubungannya dengan
penerima pesan. Pembicara dengan status sosial yang lebih tinggi memiliki pengaruh
yang lebih besar terhadap manajemen FTA.
3. Peringkat Mutlak Imposisi (R): Sejauh mana perilaku tertentu dalam budaya tertentu
mengancam rasa harga diri seseorang. Tindakan yang dipandang lebih merugikan harga
diri seseorang biasanya lebih serius.

Untuk mengurangi atau menghindari FTAs, strategi politeness yang dilakukan secara
langsung diperlukan. Politeness ini digunakan untuk mengurangi ancaman terhadap harga
diri dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan konteks percakapan.

(Face-Threatening Acts merupakan tindakan dalam percakapan yang secara alami


membuat orang merasa tidak nyaman atau terancam terhadap diri mereka sendiri. Kita
dapat mencegah konflik yang tidak perlu dan mempertahankan hubungan sosial yang
positif dengan mengelola FTA dengan baik.)

PERKEMBANGAN KONSEPTUALITAS “WAJAH”


Dalam perspektif terbaru, konsep wajah (face) tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang
statis atau tetap, melainkan sebagai sesuatu yang muncul atau berkembang dalam
interaksi. Dalam konteks ini, berbagai argumentasi terkait telah muncul. Hal ini
mencakup;
1. Pembedaan dan Alternatif yang Lebih Baik

Halaman 258

(Poin ini menekankan usulan untuk membedakan dimensi “wajah positif” menjadi dua
aspek yang berbeda.
Keinginan untuk dimasukkan atau dilihat sebagai bagian dari suatu kelompok
(Fellowship face) dan keinginan agar di hormati karena Kemampuan atau kompetensi
(competence face).

Pandangan O'Driscoll tentang konsep 'wajah positif', yang terbatas pada hubungan dan
kebutuhan untuk terhubung dengan orang lain, dan konsep 'wajah negatif', yang
mengacu pada kebutuhan untuk berpisah dan memiliki identitas diri.)

Halaman 258

(Pernyataan ini menjelaskan pandangan Bogdanowska-Jakubowska mengenai “wajah”


sebagai wadah kosong berisi muatan budaya tertentu, seperti aspek sosial yang meliputi
wajah moral, wajah prestise, dan wajah relasional.)
Halaman 259

(Hal ini menunjukkan saran Spencer Auty untuk mengembangkan konsep 'wajah' dengan
memasukkan komponen-komponen seperti mencakup 'wajah kualitas', 'wajah identitas
sosial', 'wajah hubungan', dan hak-hak sosial lainnya seperti 'hak atas kesetaraan' dan
'hak asosiasi'.)

Halaman 260

(Pernyataan ini menekankan bahwa Allandale menolak konsep "wajah" Goffman, Brown,
dan Levinson dan mengusulkan pendekatan alternatif berdasarkan teori konstruksi wajah
(Face Constituting Theory).)

2. Kembali ke Konsep Goffmanian tentang WAJAH

Halaman 260
Namun, seperti yang dikatakan oleh Haugh (2009: 4; lihat juga Bargiela-Chiappini 2003),
meskipun 'kembalinya gagasan tentang wajah yang lebih berlandaskan pada interaksi
tentu saja sangat menjanjikan', banyak bukti dari konseptualisasi masyarakat mengenai
wajah yang mengindikasikan bahwa 'pemeriksaan yang lebih teliti mengenai implikasi
dari pergeseran yang diusulkan untuk kembali ke gagasan Goffman mengenai wajah jelas
diperlukan', karena pandangan Goffman dapat merefleksikan pemahaman di Amerika
Utara.
Halaman 260-261

Intachakra (2012) mengusulkan, berdasarkan data Thailand, untuk meninggalkan


metafora wajah dalam penelitian kesopanan dan memilih hati sebagai alternatif.

(Untuk memahami dimensi sosial dan interpersonal dari "wajah", konsep Goffman
tentang "wajah" harus ditinjau kembali. Kembali ke konsep Goffman dianggap lebih baik
dibandingkan dengan konsep yang mungkin terlalu dipengaruhi oleh Amerika
Utara. Konsep yang lebih baik harus dipikirkan dan dipertimbangkan untuk memahami
praktik sosial dalam interaksi interpersonal. Seperti menyarankan untuk menggunakan
konsep "hati" sebagai alternatif yang lebih dalam dan bermakna)

3. Perbedaan antara Wajah1 dan Wajah2

Halaman 261
Isu-isu yang muncul dari upaya untuk mempertimbangkan wajah di berbagai budaya
telah mendorong para peneliti untuk menyarankan perlunya perbedaan antara Face1 dan
Face2. Hal ini analog dengan perbedaan sebelumnya, yang merujuk pada Watts dkk.
(1992) dan Eelen (2001), antara kesantunan tingkat kedua yang merujuk pada konstruk
teoretis dan kesantunan tingkat pertama untuk meletakkan konseptualisasi kesantunan
tersebut (O'Driscoll 2011a; Terkourafi 2007).
(Masalah yang timbul dalam mempertimbangkan konsep "wajah" (face) dalam konteks
lintas budaya mendorong para peneliti untuk mengusulkan perbedaan antara Face1 dan
Face2. Face1 mengacu pada pemahaman umum atau konsep awam tentang "wajah",
sementara Face2 merujuk pada konstruksi teoritis tentangnya. Analogi ini mirip dengan
perbedaan antara kesantunan tingkat pertama (first-order politeness) yang mengacu
pada pemahaman umum tentang kesantunan, dan kesantunan tingkat kedua (second-
order politeness) yang mencakup konstruksi teoritis tentang kesantunan.)

Halaman 262

Studi data ini menunjukkan bahwa pemahaman umum tentang "wajah" melampaui teori
Brown dan Levinson. Oleh karena itu, seperti yang telah ditunjukkan, beberapa individu
mengusulkan modifikasi dan opsi alternatif, sementara yang lain mengembalikan gagasan
Goffman yang lebih luas.

(Pemahaman umum tentang "wajah" tampaknya lebih luas daripada konseptualisasi


yang diberikan oleh Brown dan Levinson. Akibatnya beberapa peneliti mengusulkan
peninjauan kembali konsep Goffman, sementara yang lain mengusulkan modifikasi atau
alternatif untuk konsep "wajah" yang lebih luas dari Goffman.)

(Ini menunjukkan kompleksitas dalam memahami dan menganalisis "wajah" (face) dalam
konteks antarbudaya, serta pentingnya membedakan antara konsepsi umum (lay
conceptualizations) dan konstruksi teoritis (theoretical constructs) terkait "wajah".)

4. Menguraikan Wajah dari Kesopanan

Halaman 262
Para ahli yang mengeksplorasi ketidaksantunan dalam konteks budaya yang
berbeda, berpendapat bahwa fenomena kesantunan lebih terkait dengan perilaku
yang sesuai daripada masalah menjaga muka.

(Kalimat ini menunjukkan pendapat bahwa fenomena kesantunan lebih terkait


dengan perilaku yang tepat daripada dengan kekhawatiran untuk
menjaga "wajah" . Hal ini menunjukkan ada usaha untuk memisahkan konsep
"wajah" dengan "kesantunan" sebagai objek kajian yang berbeda dalam
penelitian im/politeness. Jadi bisa dikatakan bahwa Kesantunan tidak selalu
berkaitan dengan bagaimana seseorang menjaga citra atau "wajah" mereka,
tetapi lebih tentang bagaimana tindakan seseorang dianggap pantas atau sesuai
dalam suatu konteks sosial atau budaya tertentu.)
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Bab ini membahas "Face", "Faceowrk", dan "Face-threatening Acts", dengan
menunjukkan betapa pentingnya memiliki perbedaan yang jelas dan pemahaman yang
lebih luas tentang masalah ini. Dalam sosiologi, "face" dikaitkan dengan identitas,
sementara "face-threatening acts" berasal dari pragmatik, khususnya teori tindak tutur.
Konsep-konsep ini dihubungkan melalui "facework", yang melihat bagaimana orang
berinteraksi satu sama lain. Bayangkan "face" sebagai identitas sosial Anda, seperti
bagaimana orang lain melihat Anda. Tindakan yang dapat merusak citra sosial ini disebut
"face-threatening acts", dan "facework" adalah hal-hal yang Anda lakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki identitas sosial Anda.

Anda mungkin juga menyukai