Anda di halaman 1dari 3

Face Negotiation Theory (FNT)

Teori ini dikembangkan oleh Stella Ting-Toomey. Dasar munculnya teori ini adalah untuk menjelaskan
tentang budaya dan faktor situasional yang mempengaruhi keinginan komunikator dalam melakukan
pendekatan dan memanage konflik dengan orang lain yang berbeda budaya.

Konsep face ini bermula dari tulisan Hsien Chin Hus (1944), seorang antropolog, yang berjudul The
Chinese Concept of Face. Kemudian Erving Goffman (1955), seorang sosiolog menulis artikel tentang
On Face Work, diikuti oleh Penelope Brown dan Stephen Levinson (1987), seorang linguistik dengan
Politeness Model. Disiplin ilmu yang terkait dengan face ini antara lain disiplin ilmu antropologi,
psikologi, sosiologi, linguistik, manajemen bisnis, diplomasi internasional, dan studi tentang human
communication.

Secara garis besar konsep tentang face ini berusaha menjelaskan tentang:
Bagaimana menggunakan bahasa yang sopan untuk ritual, untuk meminta maaf atau meminta
sesuatu, untuk menutupi rasa bersalah/rasa malu, untuk membangun hubungan, untuk
ungkapan menghargai/menghormati, untuk ungkapan loyalitas dan lebih khusus untuk situasi
konflik?
Bagaimana supaya orang lain melihat dan memperlakukan kita sesuai dengan
keinginan/harapan kita?
Bagaimana kita memperlakukan orang lain sesuai dengan harapan dan sosial lingkungannya?

Dengan kata lain facework ini merupakan perilaku komunikasi yang digunakan seseorang untuk
membangun sekaligus menjaga face diri atau face orang lain ketika berkonflik, baik dalam konteks
interpersonal, tempat kerja, dan internasional.

Konflik biasanya muncul disebabkan karena adanya situasi kompetisi (keinginan untuk menang),
perasaan marah, adanya perbedaan opini, nilai dan sikap. Jika dijabarkan secara terperinci, kondisi
yang menyebabkan terjadinya konflik atau FTP (Face Threatening Process) antara lain:
Ada pelanggaran aturan
Adanya perbedaan budaya yang sangat besar sehingga muncul ketidakpercayaan dan salah
paham diantara keduanya

1
Adanya perbedaan sudut pandang dalam melihat suatu topik, yang pada akhirnya
memunculkan konflik
Ada perbedaan power yang dimiliki keduanya yang berpotensi menimbulkan konflik
Semakin rusak akibatnya, semakin membutuhkan lebih banyak waktu dan usaha untuk
memperbaikinya kembali

Perilaku facework ini erat dengan istilah-istilah locus facework, face valence, temporality.
Locus facework: beorientasi untuk diri sendiri atau orang lain
Face valence: bereaksi postif atau negatif
Temporality : berorientasi untuk menjaga (preventive facework) atau untuk memperbaiki
hubungan (restorative facework)
Namun sangat sulit untuk meneliti tentang perilaku facework ini karena ada dua variabel dominan
yang sangat mempengaruhi perilaku ini yaitu individualism-collectivism dan power distance.

Konsep facework ini kemudian dikembangkan menjadi Face Negotiation Theory (FNT) yang
diperkenalkan Ting Toomey tahun 1985 dalam artikel yang berjudul Toward a Theory of Conflict and
Culture.

Face Negotiation Theory, pada mulanya memiliki 5 asumsi dasar dan 12 proposisi teori tentang
individualism dan collectivism dalam pola interaksi facework yang berbeda. Kemudian di tahun 1998,
memiliki 7 asumsi dasar dan 32 proposisi yang dipublikasikan dalam tulisan yang berjudul Facework
Competence. Diperbarui lagi di tahun 2005, ada 24 proposisi teori FN dalam buku yang berjudul The
Matrix of Face.

Tujuh asumsi dasar Face Negotiation Theory ini diantaranya sebagai berikut:
1. Orang dalam budaya apapun selalu ingin menjaga dan menegosiasikan face dalam semua
situasi komunikasi
2. Konsep face sangat problematik terutama yang menyangkut emosional bawaan atau ketika
berhadapan dengan situasi tertentu yang kita tidak pernah tahu sebelumnya
3. Budaya kolektifis dan individualis serta small-large power distance mempengaruhi bentuk
facework yang akan digunakan
4. Budaya kolektifis dan individualis juga mempengaruhi pemilihan seseorang menentukan
apakah akan menggunakan self-oriented, other oriented atau mutual oriented.

2
Self face concern: mempertahankan image identitas diri ketika berkonflik (verbal
direct tendency).
Other face concern: mengakomodasi image identitas orang lain ketika berkonflik
Mutual face concern: menekankan pada image identitas keduanya sehingga bisa
mempertahankan image hubungan keduanya (verbal indirect accommodating
tendency)
5. Small dan large power distance mempengaruhi pemilihan seseorang menentukan apakah
akan menggunakan horisontal based facework (informal interaction) atau vertical based
facework (formal interaction).
6. Dimensi nilai, faktor individual, faktor hubungan, faktor situasional juga mempengaruhi
penggunaan perilaku facework terutama yang berkaitan dengan budaya lain
7. Kemampuan facework antar budaya merujuk pada kemampuan yang maksimal dalam
mengintegrasikan antara pengetahuan, kesadaran, dengan kemampuan komunikasi dalam
memanage identitas secara tepat, efektif dan adaptif terutama dalam situasi konflik.

Anda mungkin juga menyukai