Anda di halaman 1dari 3

FACE NEGOTIATION THEORY

Of Stella Ting-Toomey

Pengantar
Pada tahun 1985, Stella Ting-Toomey mencetuskan sebuah teori yang bernama Face
Negotiation Theory. Ting-Tomey adalah salah satu kolega dari Gundykunst di California State
University, Fulleton.
Teori ini membantu menjelaskan
perbedaan budaya untuk membantu mengelola konflik dalam aspek komunikasi. Berbagai aspek
dari individu dan identitas budaya digambarkan sebagai wajah (face). Face disini merupakan
istilah kiasan untuk gambaran diri, yaitu bagaimana kita ingin diperlakukan oleh orang lain.
Teori ini dikembangkan untuk memprediksi perilaku seseorang untuk menyempurnakan identitas
mereka (facework) dalam kebudayaan yang berbeda. Facework berhubungan dengan pesan-
pesan verbal dan non verbal. Facework dari budaya individualis berbeda dengan facework
ckolektif, sehingga cara untuk menangani konflik berbeda.

Face Negotiation Theory


 Collectivism versus Individualism
Dasar dari face negotiation teori adalag perbedaan diantara kolektivisme dan individualism.
Menurut Harry Triandis, perbedaan antara collectivism dan individualism dapat dilihat dari cara
mendifinikan istilah diri (self), tujuan (goals), dan tugas (dutty). Orang yang kolektivis
mendefinisikan dirinya sebagai anggota kelompok tertentu, dia tidak akan melawan tugas
kelompok, serta akan melaksanakan tugas yang berorientasi pada kepentingan kelompok. Orang
yang individualis akan mendefinisikan dirinya sebagai seseorang yang sendiri dari segala
kelompok afiliasi, dan tujuanya untuk memenuhi kepentingan pribadi, melaksanakan tugas yang
menurutnya menyenangkan dan menguntungkan diri sendiri.
 The Multiples Faces of Face
meskipun kebijaksaan yang popular dibarat salam muka sebagai keasyikan orang Asia, Ting-
Toomey dan peneliti lain yang berhubungan mencari untuk dijadikan perhatian dunia. Itu karena
face sebagai sebuah perluasan dari konsep diri, mudah diserang, dasarb sumber identitas. Face
bermakna berbeda, bergantung pada budaya dan identitas individu.
1. Face restoration
Strategi facewoork yang digunakan untuk membantu mengeluarkan kekhasan tempat dalam
kehidupan, memelihara otonomi, dan membela untuk menentang kerugian dari kebebasan
individu.
2. Face giving
Strategi facework yang digunakan untuk mempertahankan dan mendukung orang lain yang
membutuhkan bagaian dari kelompok. Face giving merupakan karakteristik face strategi yang
membuat kebudayaan majemuk.

 Face: Linking Culture and Conflict Management


Ting-Toomey mengidentifikasikan 5 respons yang berbeda pada berbagai situasi:
1. Avoiding
Menghindari diskusi dengan anggota kelompok lain mengenai perbedaan yang dimiliki.
2. Obliging
Memberikan harapan kepada anggota kelompok
3. Compromising
Menggunakan give-and-take untuk kesepakan yang dapat dibuat.
4. Dominating
Teguh dalam mempertahankan pendapat pribadi demi kepentingan pribadi.
5. Integrating
Menukar ketepatan informasi dengan anggota kelompok untuk memecahkan masalah bersama.

 A Revised Face Negotiation Theory


Ting-Toomey meyakinkan bahwa perbedaan kolektivisme dan individualism bukan hanya
variable budaya yang mempengaruhi gaya orang dalam memimpin konflik, dan ia menambahkan
perhatian pada kekuasaan dalam teorinya.
1. Konglik gaya baru
Ting-Toomey dan John Oetzel, teman penelitianya di department komunikasi University of New
Mexico, mengingatkan kita bahwa muncul dalam gaya bekerja di negara-negara barat.
Menggunakan contoh perbedaan etnik, mereka mengidentifikasikan 3 tambahan gaya dalam
konflik manajemen, yaitu emotional expression, passive aggression, dan third-party help.
2. Power distance
Power distance digambarkan sebagai perluasan dimana anggota masyarakat menerima kekuasaan
yang dibagikan secara tidak merata.

Critism
Dalam teori ini digambarkan budaya kolektivisme orang Jepang dan budaya individualism orang
Amerika oleh Ting-Toomey. Teori ini juga memiliki kemampuan untuk menciptakan stereotype
pada masyarakat Jepang dan Amerika. Perbedaan budaya diantara dua negara ini terdapat sebuah
area dimana terjadi tumpang tindih di dalam perilaku kolektivisme atau individualism masyarakt
Jepang dan Amerika.
Penerapan
Teori ini dapat digunakan oleh orang dalam melakukan perundingan perbedaan budaya atau
mengatasi konflik. Dalam perbedaan budaya dalam interaksi interpersonal, identitas diri
merupakan hal yang penting. Individu dapat menegosiasikan diri mereka secara berbeda dalam
budaya yang berbeda pula. Jika dalam komunikasi antarbudaya, gaya yang berlawanan akan
menimbulkan konflik diantara pelaku komunikasi.

Contoh Kasus

POPDA yang diselenggarakan setiap tahun menjadi ajang kompetisi antar sekolah. Iwan
ditunjuk oleh guru olahraganya untuk ikut mewakili cabang lomba bulu tangkis. Namun Iwan
merasa dirinya tidak mampu untuk mewakili lomba tersebut karena kakinya masih cidera. Iwan
kemudian pergi menemui guru olahraga untuk menyatakan bahwa dirinya tidak sanggup untuk
mewakili lomba, Iwan menjelaskan berbagai alasan terutama karena kakinya masih cidera.
Tetapi gurunya tidak menerima alasan kakinya yang cidera. Gurunya memotivasi Iwan bahwa
Iwan mampu untuk mewakili lomba tersebut, dan mempersiapkan diri sebelum lomba
berlangsung sebulan lagi.

Anda mungkin juga menyukai