Of Stella Ting-Toomey
Pengantar
Pada tahun 1985, Stella Ting-Toomey mencetuskan sebuah teori yang bernama Face
Negotiation Theory. Ting-Tomey adalah salah satu kolega dari Gundykunst di California State
University, Fulleton.
Teori ini membantu menjelaskan
perbedaan budaya untuk membantu mengelola konflik dalam aspek komunikasi. Berbagai aspek
dari individu dan identitas budaya digambarkan sebagai wajah (face). Face disini merupakan
istilah kiasan untuk gambaran diri, yaitu bagaimana kita ingin diperlakukan oleh orang lain.
Teori ini dikembangkan untuk memprediksi perilaku seseorang untuk menyempurnakan identitas
mereka (facework) dalam kebudayaan yang berbeda. Facework berhubungan dengan pesan-
pesan verbal dan non verbal. Facework dari budaya individualis berbeda dengan facework
ckolektif, sehingga cara untuk menangani konflik berbeda.
Critism
Dalam teori ini digambarkan budaya kolektivisme orang Jepang dan budaya individualism orang
Amerika oleh Ting-Toomey. Teori ini juga memiliki kemampuan untuk menciptakan stereotype
pada masyarakat Jepang dan Amerika. Perbedaan budaya diantara dua negara ini terdapat sebuah
area dimana terjadi tumpang tindih di dalam perilaku kolektivisme atau individualism masyarakt
Jepang dan Amerika.
Penerapan
Teori ini dapat digunakan oleh orang dalam melakukan perundingan perbedaan budaya atau
mengatasi konflik. Dalam perbedaan budaya dalam interaksi interpersonal, identitas diri
merupakan hal yang penting. Individu dapat menegosiasikan diri mereka secara berbeda dalam
budaya yang berbeda pula. Jika dalam komunikasi antarbudaya, gaya yang berlawanan akan
menimbulkan konflik diantara pelaku komunikasi.
Contoh Kasus
POPDA yang diselenggarakan setiap tahun menjadi ajang kompetisi antar sekolah. Iwan
ditunjuk oleh guru olahraganya untuk ikut mewakili cabang lomba bulu tangkis. Namun Iwan
merasa dirinya tidak mampu untuk mewakili lomba tersebut karena kakinya masih cidera. Iwan
kemudian pergi menemui guru olahraga untuk menyatakan bahwa dirinya tidak sanggup untuk
mewakili lomba, Iwan menjelaskan berbagai alasan terutama karena kakinya masih cidera.
Tetapi gurunya tidak menerima alasan kakinya yang cidera. Gurunya memotivasi Iwan bahwa
Iwan mampu untuk mewakili lomba tersebut, dan mempersiapkan diri sebelum lomba
berlangsung sebulan lagi.