PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
penting untuk diperhatikan karena titik permulaan pertumbuhan ekonomi terletak pada
maka perhatian terhadap tenaga kerja sangat penting karena tenaga kerja mempunyai hak
undang dan peraturan pemerintahan. Penjelasan umum pasal ini menyatakan agar aman
kerja harus dilindungi dari berbagai soal di sekitarnya serta pada dirinya yang dapat
kurang terhadap kesehatan dan keselamatan tenaga kerja dapat mengakibatkan hal-hal
yang tidak diinginkan. Hal-hal tersebut terjadinya penyakit akibat kerja, kecelakaan kerja,
Gangguan fisik mudah dideteksi karena dapat dilihat oleh indera secara langsung,
sedangkan gangguan psikologis sulit untuk dideteksi karena biasanya tidak disadari
adanya dan tidak dapat dilihat oleh indera secara langsung tetapi dapat mengakibatkan
dampak negatif bagi perusahaan dan bagi tenaga kerja itu sendiri. Salah satu gangguan
psikologis
1
2
di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami
sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012) ILO mencatatat angka kematian dikarenakan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) sebanyak 2 juta kasus setiap tahun.
Setiap tempat kerja kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang
fisik atau psikis terhadap tenaga kerja.gangguan psikis merupakan terhadap tenaga
potensi bahaya psikis juga merupakan factor yang perlu diperhatikan dalam
kaitannya dengan kesehatan mental pekerja. Terjadinya konflik dalam diri tenaga
kerja sebagai akibat yang timbul dari gangguan psikologis apabila tidak segera
masyarakat yang diterapkan dalam suatu tempat kerja, seperti di perusahaan, pabrik,
kantor dan rumah sakit. WHO menyatakan stres merupakan epidemi yang menyebar
keseluruh dunia. Laporan PBB menjuluki stres kerja sebagai “penyakit abad 20”. The
American Institute Of Stress menyatakan bahwa penyakit yang berkaitan dengan stres
telah menyebabkan kerugian ekonomi negara Amerika Serikat lebih dari $100 miliar
per tahun.Penelitian yang dilakukan The National Institute Occupational Safety and
rumah sakit atau kesehatan memiliki kecenderungan tinggi untuk terkena stres kerja
(ANAOH) menempatkan kejadian stres kerja pada perawat berada diurutan paling atas
pada empat puluh pertama kasus stres kerja pada pekerja. Hal ini bisa disebabkan oleh
3
tugas-tugas perawat yang sering monoton dan kondisi ruangan yang sempit, biasa
dirasakan oleh perawat yang bertugas di bagian bangsal. Tuntutan untuk bertindak cepat
dan tepat dalam menangani pasien biasanya dihadapi oleh perawat diruang gawat
darurat atau bagian kecelakaan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh NIOSH tahun
2017, menyatakan pekerja yang mengalami stress kerja di Amerika Serikat sebesar 75%
pelayanan kesehatan yang setiap hari berhubungan dengan pasien. Rumah sakit
sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan dan unit rawat inap
(Muninjaya, 2004).
Stres kerja banyak terjadi pada para pekerja di sektor kesehatan. Tanggung jawab
terhadap manusia pada sektor kesehatan menyebabkan pekerja lebih rentan terhadap stres
(Taylor, 2006). Sebuah studi cross sectional terhadap 775 tenaga profesional di Taiwan
tahun 2010 menghasilkan informasi bahwa 64,4% pekerja mengalami kegelisahan, 33,7%
pekerja mengalami mimpi buruk, 44,1 mengalami gangguan iritabilitas, 40,8% pekerja
mengalami sakit kepala, 35% pekerja insomnia, dan 41,4% pekerja mengalami gangguan
Dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien salah satu komponen yang
penting adalah sumber daya manusia.Karena hanya sumber daya manusia yang mampu
mewujudkan misi,visi dan tujuan dari rumah sakit.Pegawai adalah sumber daya manusia
yang harus dikelola secara optimal oleh rumah sakit.Menurut Cascio (2010) manusia
adalah sumber daya yang sangat penting dalam bidang industry dan organisasi,oleh
karena itu rumah sakit perlu memandang pegawai sebagai asset perusahaan yang juga
rumah sakit memiliki risiko stres, namun para perawat memiliki tingkat stres yang lebih
tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat peran perawat di Indonesia yang ditegaskan pada
pasien. Apabila perawat mengalami stres kerja dan stres tersebut tidak dikelola dengan
baik, maka akan membahayakan pasien (Jennings, 2008). Jika sebagian besar perawat
mengalami stres kerja, maka dapat mengganggu kinerja rumah sakit karena perawat tidak
bisa memberikan pelayanan yang terbaik bagi rumah sakit dan pada akhirnya akan
mempengaruhi daya saing mereka di pasar dan lebih dari itu bahkan dapat
Yana,2014).
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat. Rumah sakit diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dengan baik. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan tersebut diperlukan
tinggi pula tuntutan masyarakat atas mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
pihak Rumah Sakit khususnya dari segi asuhan keperawatannya. Mutu rumah sakit
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang dominan adalah sumber daya
pelayanan keperawatan pada pasien adalah tenaga perawat yang berjumlah 60% dari
penanganan asuhan keperawatan kepada pasien dengan tuntutan kerja yang tergantung
organisasi yaitu jam kerja/shift kerja dan karakteristik lingkungan kerja seperti man,
2002). Selain itu peran perawat sangat penting karena merupakan ujung tombak
pelayanan kesehatan di rumah sakit dan merupakan tenaga yang paling lama kontak
dengan pasien yaitu selama 24 jam Keliat (1999 dikutip dari Pitaloka, 2010).
di rumah sakit adanya perawat yang tidak sabar, suka marah, berbicara ketus dengan
pasien dan keluarga pasien, bahkan terjadi kelalaian dalam bekerja seperti kesalahan
dalam pemberian obat, dan keterlambatan dalam melakukan injeksi. Hal ini tentu sangat
berlawanan dengan tugas dan kewajiban sebagai seorang perawat yang harus
memberikan pelayanan prima pada pasien. Tugas dan tanggung jawab perawat bukan
hal yang ringan untuk dilakukan. Menurut Danang (2009) perawat bertanggung jawab
terhadap tugas fisik, administratif, menghadapi kecemasan, dan keluhan yang muncul
dari pasien, serta dituntut untuk selalu tampil sebagai profil perawat yang baik oleh
pasiennya. Selain itu, perawat juga dibebani tugas tambahan lain dan sering melakukan
(dikutip dari Prihatini, 2007) bahwa terdapat 78,8% perawat melaksanakan tugas
kebersihan, 63,6% melakukan tugas administrasi, dan lebih dari 90% melakukan tugas
non keperawatan dan hanya 50% yang melakukan tindakan asuhan keperawatan sesuai
dengan fungsinya.
6
kelelahan dalam bekerja karena kebutuhan pasien terhadap asuhan keperawatan lebih
besar dari standar kemampuan perawat. Kelelahan dalam bekerja ini apabila berlangsung
secara terus menerus akan menjadi faktor pemicu munculnya stres kerja. Stres kerja
merupakan beban kerja yang berlebihan, perasaan susah dan ketegangan emosional yang
menghambat performance individu (Robbins, 2004). Jika hal ini terus terjadi, kondisi
psikologis perawat akan menurun dan menjadi tertekan dan keadaan ini dapat
mengakibatkan stres kerja. Stres kerja dapat membuat perawat menjadi mudah
marah, tidak ramah, serta mudah lelah. Berbagai situasi dan tuntutan kerja yang dialami
Menurut Siagian (2006) menyatakan bahwa jika stres tidak dapat diantisipasi
dengan baik dan benar maka akan berakibat pada ketidakmampuan seseorang
Chairani, 2009) bahwa lingkungan yang paling potensial menghadirkan stres adalah
lingkungan kerja di mana beban tugas dari pekerjaan yang bersangkutan benar-benar
Menurut Rahardjo (2005), stres yang berasal dari lingkungan kerja lazim disebut
stres kerja. Menurut Riggio (2003) stres kerja adalah interaksi antara seseorang dan
situasi lingkungan atau stresor yang mengancam atau menantang sehingga menimbulkan
Stres
merupa
kan
tangga
pan/rea
ksi
tubuh
terhad
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
penting untuk diperhatikan karena titik permulaan pertumbuhan ekonomi terletak pada
maka perhatian terhadap tenaga kerja sangat penting karena tenaga kerja mempunyai hak
undang dan peraturan pemerintahan. Penjelasan umum pasal ini menyatakan agar aman
kerja harus dilindungi dari berbagai soal di sekitarnya serta pada dirinya yang dapat
kurang terhadap kesehatan dan keselamatan tenaga kerja dapat mengakibatkan hal-hal
yang tidak diinginkan. Hal-hal tersebut terjadinya penyakit akibat kerja, kecelakaan kerja,
Gangguan fisik mudah dideteksi karena dapat dilihat oleh indera secara langsung,
sedangkan gangguan psikologis sulit untuk dideteksi karena biasanya tidak disadari
adanya dan tidak dapat dilihat oleh indera secara langsung tetapi dapat mengakibatkan
dampak negatif bagi perusahaan dan bagi tenaga kerja itu sendiri. Salah satu gangguan
psikologis
di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami
8
sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012) ILO mencatatat angka kematian dikarenakan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) sebanyak 2 juta kasus setiap tahun.
Setiap tempat kerja kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang
fisik atau psikis terhadap tenaga kerja.gangguan psikis merupakan terhadap tenaga
potensi bahaya psikis juga merupakan factor yang perlu diperhatikan dalam
kaitannya dengan kesehatan mental pekerja. Terjadinya konflik dalam diri tenaga
kerja sebagai akibat yang timbul dari gangguan psikologis apabila tidak segera
masyarakat yang diterapkan dalam suatu tempat kerja, seperti di perusahaan, pabrik,
kantor dan rumah sakit. WHO menyatakan stres merupakan epidemi yang menyebar
keseluruh dunia. Laporan PBB menjuluki stres kerja sebagai “penyakit abad 20”. The
American Institute Of Stress menyatakan bahwa penyakit yang berkaitan dengan stres
telah menyebabkan kerugian ekonomi negara Amerika Serikat lebih dari $100 miliar
per tahun.Penelitian yang dilakukan The National Institute Occupational Safety and
rumah sakit atau kesehatan memiliki kecenderungan tinggi untuk terkena stres kerja
(ANAOH) menempatkan kejadian stres kerja pada perawat berada diurutan paling atas
pada empat puluh pertama kasus stres kerja pada pekerja. Hal ini bisa disebabkan oleh
tugas-tugas perawat yang sering monoton dan kondisi ruangan yang sempit, biasa
dirasakan oleh perawat yang bertugas di bagian bangsal. Tuntutan untuk bertindak cepat
9
dan tepat dalam menangani pasien biasanya dihadapi oleh perawat diruang gawat
darurat atau bagian kecelakaan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh NIOSH tahun
2017, menyatakan pekerja yang mengalami stress kerja di Amerika Serikat sebesar 75%
pelayanan kesehatan yang setiap hari berhubungan dengan pasien. Rumah sakit
sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan dan unit rawat inap
(Muninjaya, 2004).
Stres kerja banyak terjadi pada para pekerja di sektor kesehatan. Tanggung jawab
terhadap manusia pada sektor kesehatan menyebabkan pekerja lebih rentan terhadap stres
(Taylor, 2006). Sebuah studi cross sectional terhadap 775 tenaga profesional di Taiwan
tahun 2010 menghasilkan informasi bahwa 64,4% pekerja mengalami kegelisahan, 33,7%
pekerja mengalami mimpi buruk, 44,1 mengalami gangguan iritabilitas, 40,8% pekerja
mengalami sakit kepala, 35% pekerja insomnia, dan 41,4% pekerja mengalami gangguan
Dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien salah satu komponen yang
penting adalah sumber daya manusia.Karena hanya sumber daya manusia yang mampu
mewujudkan misi,visi dan tujuan dari rumah sakit.Pegawai adalah sumber daya manusia
yang harus dikelola secara optimal oleh rumah sakit.Menurut Cascio (2010) manusia
adalah sumber daya yang sangat penting dalam bidang industry dan organisasi,oleh
karena itu rumah sakit perlu memandang pegawai sebagai asset perusahaan yang juga
rumah sakit memiliki risiko stres, namun para perawat memiliki tingkat stres yang lebih
tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat peran perawat di Indonesia yang ditegaskan pada
pasien. Apabila perawat mengalami stres kerja dan stres tersebut tidak dikelola dengan
baik, maka akan membahayakan pasien (Jennings, 2008). Jika sebagian besar perawat
mengalami stres kerja, maka dapat mengganggu kinerja rumah sakit karena perawat tidak
bisa memberikan pelayanan yang terbaik bagi rumah sakit dan pada akhirnya akan
mempengaruhi daya saing mereka di pasar dan lebih dari itu bahkan dapat
Yana,2014).
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat. Rumah sakit diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dengan baik. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan tersebut diperlukan
tinggi pula tuntutan masyarakat atas mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
pihak Rumah Sakit khususnya dari segi asuhan keperawatannya. Mutu rumah sakit
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang dominan adalah sumber daya
pelayanan keperawatan pada pasien adalah tenaga perawat yang berjumlah 60% dari
penanganan asuhan keperawatan kepada pasien dengan tuntutan kerja yang tergantung
organisasi yaitu jam kerja/shift kerja dan karakteristik lingkungan kerja seperti man,
2002). Selain itu peran perawat sangat penting karena merupakan ujung tombak
pelayanan kesehatan di rumah sakit dan merupakan tenaga yang paling lama kontak
dengan pasien yaitu selama 24 jam Keliat (1999 dikutip dari Pitaloka, 2010).
di rumah sakit adanya perawat yang tidak sabar, suka marah, berbicara ketus dengan
pasien dan keluarga pasien, bahkan terjadi kelalaian dalam bekerja seperti kesalahan
dalam pemberian obat, dan keterlambatan dalam melakukan injeksi. Hal ini tentu sangat
berlawanan dengan tugas dan kewajiban sebagai seorang perawat yang harus
memberikan pelayanan prima pada pasien. Tugas dan tanggung jawab perawat bukan
hal yang ringan untuk dilakukan. Menurut Danang (2009) perawat bertanggung jawab
terhadap tugas fisik, administratif, menghadapi kecemasan, dan keluhan yang muncul
dari pasien, serta dituntut untuk selalu tampil sebagai profil perawat yang baik oleh
pasiennya. Selain itu, perawat juga dibebani tugas tambahan lain dan sering melakukan
(dikutip dari Prihatini, 2007) bahwa terdapat 78,8% perawat melaksanakan tugas
kebersihan, 63,6% melakukan tugas administrasi, dan lebih dari 90% melakukan tugas
12
non keperawatan dan hanya 50% yang melakukan tindakan asuhan keperawatan sesuai
dengan fungsinya.
kelelahan dalam bekerja karena kebutuhan pasien terhadap asuhan keperawatan lebih
besar dari standar kemampuan perawat. Kelelahan dalam bekerja ini apabila berlangsung
secara terus menerus akan menjadi faktor pemicu munculnya stres kerja. Stres kerja
merupakan beban kerja yang berlebihan, perasaan susah dan ketegangan emosional yang
menghambat performance individu (Robbins, 2004). Jika hal ini terus terjadi, kondisi
psikologis perawat akan menurun dan menjadi tertekan dan keadaan ini dapat
mengakibatkan stres kerja. Stres kerja dapat membuat perawat menjadi mudah
marah, tidak ramah, serta mudah lelah. Berbagai situasi dan tuntutan kerja yang dialami
Menurut Siagian (2006) menyatakan bahwa jika stres tidak dapat diantisipasi
dengan baik dan benar maka akan berakibat pada ketidakmampuan seseorang
Chairani, 2009) bahwa lingkungan yang paling potensial menghadirkan stres adalah
lingkungan kerja di mana beban tugas dari pekerjaan yang bersangkutan benar-benar
Menurut Rahardjo (2005), stres yang berasal dari lingkungan kerja lazim disebut
stres kerja. Menurut Riggio (2003) stres kerja adalah interaksi antara seseorang dan
situasi lingkungan atau stresor yang mengancam atau menantang sehingga menimbulkan
atasnya yang bersifat nonspesifik. Namun, disamping itu juga stres dapat juga merupakan
faktor pencetus penyebab sekaligus akibat atau suatu gangguan atau penyakit (Yosep,
2009). Data International Labor Organitation (ILO) tahun (2010) dalam Depnakertrans
(2010) menunjukkan setiap tahunnya lebih dari dua juta orang meninggal akibat
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sekitar 160 juta orang menderita penyakit akibat
kerja dan terjadi sekitar 270 juta kasus kecelakaan kerja pertahun di seluruh dunia. Angka
kecelakaan kerja pada tahun 2009 mencapai 96,513 kasus, sedangkan pada tahun 2010
2009) menempatkan kejadian stres kerja pada perawat berada diurutan paling atas pada
empat puluh pertama kasus stres kerja. Tingginya angka kejadian stres kerja pada
perawat juga terlihat di Indonesia. Hasil survei yang dilakukan oleh PPNI (2006
dikutip dari Rosmawar 2009) sekitar 50,9% perawat yang bekerja di empat provinsi di
Indonesia mengalami stres kerja yaitu sering pusing, lelah, tidak bisa beristirahat
karena beban kerja tinggi dan menyita waktu. Penelitian yang dilakukan oleh
stres kerja. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Tobing (2007) di Ruang TB Paru
mengalami stres kerja. Setiap individu mengalami stres kerja dengan gejala yang
Ada beberapa macam gejala yang ditunjukkan ketika seseorang mengalami stres
kerja. Mumpuni & Ari Wulandari (2010) mengelompokkan gejala- gejala stres kerja
dalam empat bagian, yaitu gejala fisik (sakit kepala, kehilangan nafsu makan, dan sulit
tidur), gejala emosi (marah-marah, cemas, mudah tersinggung), gejala kognitif (sulit
konsentrasi, dan sulit berpikir), serta gejala tingkah laku ( tidur berlebihan, jadi
14
pendiam). Semua gejala yang muncul harus diatasi segera agar tidak menimbulkan
Stres yang berkepanjangan dapat berdampak pada aspek dan sistem tubuh
seseorang. Menurut Potter dan Perry (2005) dampak secara emosional meliputi
cemas, depresi, tekanan fisik dan psikologis, dampak kognitif berakibat pada penurunan
konsentrasi dan dampak terhadap psikologis berakibat pada sistem pencernaan, serta
dampak pada perilaku berakibat terjadi peningkatan ketidakhadiran kerja dan kualitas
pekerjaan.
Menurut Mangkunegara (2002) perawat yang bekerja dengan stress yang tinggi,
Life Insurance dalam Losyk (2007) telah melakukan beberapa penelitian penting
tentang dampak stres di tempat kerja. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sekitar
satu juta kasus absensi di tempat kerja berkait dengan masalah stres, 27% mengatakan
bahwa aspek pekerjaan menimbulkan stres paling tinggi dalam hidup mereka, 46%
menganggap tingkat stres kerja sebagai tingkat stres yang sangat tinggi, satu
pertiga pekerja berniat untuk langsung mengundurkan diri karena stres dalam pekerjaan
mereka, dan 70% berkata stres kerja telah merusak kesehatan fisik dan mental mereka.
Dampak dari stres kerja tersebut dapat merugikan individu yang mengalaminya dan
dengan lainnya, demikian juga dengan mekanisme koping yang ditampilkan sertarespon
terhadap stres itu sendiri, mulai dari tahap stres ringan sampai dengan tahapstres
berat. Menurut Robbins (2004) stres kerja yang terjadi akan berpengaruh padakondisi
Banyak faktor yang dapat menimbulkan stres kerja. Menurut Greenberg (2003)
yang menyebabkan stres kerja adalah sumber intrinsik pada pekerjaan (kondisi kerja,
beban kerja yang berlebihan), peran di dalam organisasi (peran yang ambigu, konflik
peran), perkembangan karir, dan hubungan relasi di tempat kerja yang kurang baik.
Menurut Abraham dan Shanley (1992, dikutip dari Lazarus, 2007) menambahkan bahwa
stres kerja dapat disebabkan oleh beban kerja dan kondisi kerja.
Beban kerja perawat yang bekerja di rumah sakit berkaitan dengan asuhan
keperawatan yang harus diberikan kepada pasien. Menurut Arwani dan Supriyanto (2006
dikutip dari Minarsih, 2011) hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam beban kerja
perawat adalah jumlah pasien yang dirawat, kondisi atau tingkat ketergantungan pasien,
rata-rata hari perawatan pasien, aktivitas keperawatan langsung, tidak langsung dan
pendidikan kesehatan serta rata-rata waktunya, dan frekuensi tindakan yang dibutuhkan
pasien. Bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun
keahlian dan waktu yang tersedia maka akan menjadi sumber stres (Ilyas,2001).
emosi perawat yang tidak sesuai dengan yang diharapkan pasien. Unsur yang
menimbulkan beban berlebih ialah kondisi kerja. Kondisi kerja meliputi variabel
lingkungan kerja fisik seperti suhu udara, pencahayaan, kebisingan, dan penghawaan
menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas bukan
hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Selain itu
kebisingan juga menyebabkan munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat
stres kerja kemudian tipe kepribadian 89,5% dan beban kerja 87,5%.Jadi banyak hal
yang berkaitan dengan beban kerja perawat di rumah sakit yang dapat memicu
16
Banyak penelitian menunjukan bahwa faktor individu dalam hal ini antara
lain umur, masa kerja, status perkawinan dan gizi mempunyai pengaruh
menimbulkan kelelahan (Eraliesa, 2009). Kelelahan kerja merupa kan salah satu faktor
penurunan kinerja yang dapat menambah tingkat kesalahan dalam bekerja (Nurmianto,
1996). Kelelahan kerja yang tidak diatasi dapat menimbulkan stress kerja dan
berbagai permasalahan kerja yang fatal dan mengakibatkan kecelakaan dalam bekerja.
al.(2011), Leung et al. (2011), Abdillah (2013), Suandi et al. (2014), Rangriz dan
kinerja karyawan disebabkan oleh tinggi atau rendahnya stres kerja yang dialami oleh
karyawan. Karyawan yang menderita stres kerja yang tinggi akan mencoba untuk
menarik dirinya dari penyebab stres (stressor) dengan cara menciptakan masalah bagi
menjadi penyebab kendala kerja bagi karyawan lainnya dan lain sebagainya (Goswami,
2015). Hal ini menjelaskan bahwa stres kerja yang tinggi akan memberikan dampak yang
Salah satu penyebab munculnya stres kerja yang tinggi adalah iklim organisasi yang tidak
sehat (Robbins, 2007; Wagner dan Hollenbeck, 2010; Luthans, 2011; Gibson et al.,2012).
Bekerja dalam iklim organisasi tertutup dan tidak sehat membawa emosi negative dan
perasaan oleh karyawan, hal ini termasuk ketidakpuasan, tekanan psikologis, melalaikan,
mengarah ke stres kerja (Ahghar, 2008). Hasil penelitian terakhir menemukan bahwa
iklim organisasi memiliki pengaruh terhadap stres kerja (Ahghar, 2008; Putra et. al.,
2014; Sert et al., 2014). Aghar (2008) dan Sert et al. (2014) lebih lanjut menemukan
bahwa iklim organisasi berpengaruh negatif terhadap stres kerja karyawan. Hal ini
17
mengindikasikan bahwa semakin sehat iklim suatu organisasi maka semakin rendah
tingkat stres kerja karyawan. Sebaliknya, semakin tidak sehat iklim suatu organisasi,
Ada berbagai sumber stres yang dapat menyebabkan stres kerja di perusahaan
salah satunya pendapat dari Hurrell, dkk (dalam Munandar,2001) yang mengatakan
kedalam lima kategori besar, yaitu faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam
organisasi, pengembangan karier, hubungan dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim
organisasi. Moos & Insel (dalam Wijono, 2006) mengungkapkan bahwa faktor
lingkungan yaitu iklim organisasi dapat memicu timbulnya stres bagi individu. Iklim
organisasi berpengaruh besar pada proses menciptakan lingkungan kerja yang kondusif,
sehingga dapat menciptakan kerja sama yang harmonis pada setiap anggotanya di dalam
suatu organisasi, sebaliknya jika iklim organisasi yang dirasakan oleh para pekerja itu
negatif, maka akan membuat para pekerja akan mengalami stres kerja sehingga akan
kemampuan yang dimiliki dalam mengarahkan segala usaha agar berhasil dan sukses
dalam menghadapi tugas yang dihadapi (Stajkovic & Luthans, 1998). Hasil penelitian
Rahardjo (2005) menjelaskan bahwa efikasi diri mempunyai kontribusi yang signifikan
terhadap stres kerja perawat, 30.1 % stres kerja perawat dapat dijelaskan oleh variabel
efikasi diri. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Prestiana dan Purbandini (2012)
menjelaskan bahwa terdapat hubungan efikasi diri dengan stres kerja. Seorang perawat
harus memiliki efikasi diri dalam mengambil keputusan yang tepat untuk pasiennya.
Namun, dari hasil wawancara dengan dua orang perawat diketahui bahwa mereka kadang
masih kurang memiliki efikasi diri dalam memberikan tindakan kepada pasien yang kritis
karena takut salah. Kurang yakin terhadap kemampuan diri dalam melakukan tindakan
yang cukup sulit seperti pemasangan kateter. Mereka mengaku cukup kesulitan dalam
18
memasangkan alat ini sehingga meminta bantuan kepada rekan yang lain (komunikasi
personal, 7 April 2016). Hal tersebut dapat diindikasikan bahwa perawat kurang memiliki
terhadap perawat yang bekerja di ruang IGD di rumah sakit Kartika Pulomas ,Jakarta
Timur, diketahui bahwa seringnya perawat yang bekerja dengan double shift dan
terbatasnya tenaga perawat terhadap jumlah pasien yang besar mengakibatkan stress
ini adalah belum diketahuinya pengaruh peran kepemimpinan,konflik peran ganda ,iklim
organisasi, kelelahan kerja dan komunikasi social terhadap stress kerja pada perawat di
peran ganda,iklim organisasi,kelelahan kerja dan komunikasi social terhadap stress kerja
pada perawat di rumah sakit Kartika Pulomas wilayah Jakarta Timur tahun 2007.
Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran peran kepemimpinan,
stress kerja pada perawat di rumah sakit Kartika Pulomas Di wilayah Jakarta Timur
tahun 2007.
1.Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran peran kepemimpinan
terhadap stress kerja di rumah sakit Kartika Pulomas Jakarta tahun 2017.
2.Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran peran kepemimpinan
terhadap iklim organisasi di rumah sakit Kartika Pulomas Jakarta tahun 2017
3. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran peran kepemimpinan
terhadap kelelahan kerja di rumah sakit Kartika Pulomas Jakarta tahun 2017
4. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran komunikasi social
5. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran komunikasi social
6. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran komunikasi social
7. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran komunikasi social
8. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran konflik kerja terhadap
terhadap stress kerja di rumah sakit Kartika Pulomas Jakarta tahun 2007.
9. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran kelelahan kerja
terhadap stress kerja di rumah sakit kartika Pulomas Jakarta tahun 2007.
10. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran kelelahan kerja
terhadap iklim organisasi di rumah sakit kartika Pulomas Jakarta tahun 2007.
11.Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran iklim organisasi
terhadap stress kerja di rumah sakit Kartika Pulomas Jakarta tahun 2007.
12. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran iklim organisasi
terhadap konflik kerja di rumah sakit Kartika Pulomas Jakarta tahun 2007
Pada manfaat teoritis penelitian tidak dihasilkan teori yang baru.Akan tetapi bias
memberikan manfaat dan dapat dikembangkan teori yang lama. Sehingga bermanfaat
untuk selanjutnya`
Pada penelitian ini tidak menghasilkan metodologi baru,tetapi dapat diterapkan dalam
selamjutnya.
dengan pengelolaan manajemen stress kerja perawat di rumah sakit dan dapat menjadi
Ruang Lingkup dalam penelitian ini adalah pe garuh langssung dan tidak lanhsung
kerja serta iklim organisasi terhadap stress kerja di rumah sakit kartika Pulomas Jakarta
tahun 2007. Objek penelitian adalah seluruh perawat yang ada di rumah sakit kartika
Alasan peneliti melakukan penelitian di rumah sakit Kartika pulomas Jakarta karena
seringnya perawat bekerja dengan dua shift dan libur karena ijin dari dokter. Data yang
diambil merupakan data primer melalui penyebaran kuisioner. Penelitian termasuk dalam
penelitian cross sectional ini menggunakan metode analisis Structural Equation Modeling
(SEM).
BAB I
PENDAHULUAN
21
B. Latar Belakang
penting untuk diperhatikan karena titik permulaan pertumbuhan ekonomi terletak pada
maka perhatian terhadap tenaga kerja sangat penting karena tenaga kerja mempunyai hak
undang dan peraturan pemerintahan. Penjelasan umum pasal ini menyatakan agar aman
kerja harus dilindungi dari berbagai soal di sekitarnya serta pada dirinya yang dapat
kurang terhadap kesehatan dan keselamatan tenaga kerja dapat mengakibatkan hal-hal
yang tidak diinginkan. Hal-hal tersebut terjadinya penyakit akibat kerja, kecelakaan kerja,
Gangguan fisik mudah dideteksi karena dapat dilihat oleh indera secara langsung,
sedangkan gangguan psikologis sulit untuk dideteksi karena biasanya tidak disadari
adanya dan tidak dapat dilihat oleh indera secara langsung tetapi dapat mengakibatkan
dampak negatif bagi perusahaan dan bagi tenaga kerja itu sendiri. Salah satu gangguan
psikologis
di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami
sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012) ILO mencatatat angka kematian dikarenakan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) sebanyak 2 juta kasus setiap tahun.
Setiap tempat kerja kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang
fisik atau psikis terhadap tenaga kerja.gangguan psikis merupakan terhadap tenaga
potensi bahaya psikis juga merupakan factor yang perlu diperhatikan dalam
kaitannya dengan kesehatan mental pekerja. Terjadinya konflik dalam diri tenaga
kerja sebagai akibat yang timbul dari gangguan psikologis apabila tidak segera
masyarakat yang diterapkan dalam suatu tempat kerja, seperti di perusahaan, pabrik,
kantor dan rumah sakit. WHO menyatakan stres merupakan epidemi yang menyebar
keseluruh dunia. Laporan PBB menjuluki stres kerja sebagai “penyakit abad 20”. The
American Institute Of Stress menyatakan bahwa penyakit yang berkaitan dengan stres
telah menyebabkan kerugian ekonomi negara Amerika Serikat lebih dari $100 miliar
per tahun.Penelitian yang dilakukan The National Institute Occupational Safety and
rumah sakit atau kesehatan memiliki kecenderungan tinggi untuk terkena stres kerja
(ANAOH) menempatkan kejadian stres kerja pada perawat berada diurutan paling atas
pada empat puluh pertama kasus stres kerja pada pekerja. Hal ini bisa disebabkan oleh
tugas-tugas perawat yang sering monoton dan kondisi ruangan yang sempit, biasa
dirasakan oleh perawat yang bertugas di bagian bangsal. Tuntutan untuk bertindak cepat
dan tepat dalam menangani pasien biasanya dihadapi oleh perawat diruang gawat
darurat atau bagian kecelakaan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh NIOSH tahun
2017, menyatakan pekerja yang mengalami stress kerja di Amerika Serikat sebesar 75%
pelayanan kesehatan yang setiap hari berhubungan dengan pasien. Rumah sakit
sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan dan unit rawat inap
(Muninjaya, 2004).
Stres kerja banyak terjadi pada para pekerja di sektor kesehatan. Tanggung jawab
terhadap manusia pada sektor kesehatan menyebabkan pekerja lebih rentan terhadap stres
(Taylor, 2006). Sebuah studi cross sectional terhadap 775 tenaga profesional di Taiwan
tahun 2010 menghasilkan informasi bahwa 64,4% pekerja mengalami kegelisahan, 33,7%
pekerja mengalami mimpi buruk, 44,1 mengalami gangguan iritabilitas, 40,8% pekerja
mengalami sakit kepala, 35% pekerja insomnia, dan 41,4% pekerja mengalami gangguan
Dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien salah satu komponen yang
penting adalah sumber daya manusia.Karena hanya sumber daya manusia yang mampu
mewujudkan misi,visi dan tujuan dari rumah sakit.Pegawai adalah sumber daya manusia
yang harus dikelola secara optimal oleh rumah sakit.Menurut Cascio (2010) manusia
adalah sumber daya yang sangat penting dalam bidang industry dan organisasi,oleh
karena itu rumah sakit perlu memandang pegawai sebagai asset perusahaan yang juga
rumah sakit memiliki risiko stres, namun para perawat memiliki tingkat stres yang lebih
tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat peran perawat di Indonesia yang ditegaskan pada
pasien. Apabila perawat mengalami stres kerja dan stres tersebut tidak dikelola dengan
baik, maka akan membahayakan pasien (Jennings, 2008). Jika sebagian besar perawat
mengalami stres kerja, maka dapat mengganggu kinerja rumah sakit karena perawat tidak
bisa memberikan pelayanan yang terbaik bagi rumah sakit dan pada akhirnya akan
mempengaruhi daya saing mereka di pasar dan lebih dari itu bahkan dapat
Yana,2014).
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat. Rumah sakit diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dengan baik. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan tersebut diperlukan
tinggi pula tuntutan masyarakat atas mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
pihak Rumah Sakit khususnya dari segi asuhan keperawatannya. Mutu rumah sakit
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang dominan adalah sumber daya
pelayanan keperawatan pada pasien adalah tenaga perawat yang berjumlah 60% dari
penanganan asuhan keperawatan kepada pasien dengan tuntutan kerja yang tergantung
organisasi yaitu jam kerja/shift kerja dan karakteristik lingkungan kerja seperti man,
2002). Selain itu peran perawat sangat penting karena merupakan ujung tombak
pelayanan kesehatan di rumah sakit dan merupakan tenaga yang paling lama kontak
dengan pasien yaitu selama 24 jam Keliat (1999 dikutip dari Pitaloka, 2010).
di rumah sakit adanya perawat yang tidak sabar, suka marah, berbicara ketus dengan
pasien dan keluarga pasien, bahkan terjadi kelalaian dalam bekerja seperti kesalahan
dalam pemberian obat, dan keterlambatan dalam melakukan injeksi. Hal ini tentu sangat
berlawanan dengan tugas dan kewajiban sebagai seorang perawat yang harus
memberikan pelayanan prima pada pasien. Tugas dan tanggung jawab perawat bukan
hal yang ringan untuk dilakukan. Menurut Danang (2009) perawat bertanggung jawab
terhadap tugas fisik, administratif, menghadapi kecemasan, dan keluhan yang muncul
dari pasien, serta dituntut untuk selalu tampil sebagai profil perawat yang baik oleh
pasiennya. Selain itu, perawat juga dibebani tugas tambahan lain dan sering melakukan
(dikutip dari Prihatini, 2007) bahwa terdapat 78,8% perawat melaksanakan tugas
kebersihan, 63,6% melakukan tugas administrasi, dan lebih dari 90% melakukan tugas
non keperawatan dan hanya 50% yang melakukan tindakan asuhan keperawatan sesuai
dengan fungsinya.
kelelahan dalam bekerja karena kebutuhan pasien terhadap asuhan keperawatan lebih
besar dari standar kemampuan perawat. Kelelahan dalam bekerja ini apabila berlangsung
secara terus menerus akan menjadi faktor pemicu munculnya stres kerja. Stres kerja
merupakan beban kerja yang berlebihan, perasaan susah dan ketegangan emosional yang
26
menghambat performance individu (Robbins, 2004). Jika hal ini terus terjadi, kondisi
psikologis perawat akan menurun dan menjadi tertekan dan keadaan ini dapat
mengakibatkan stres kerja. Stres kerja dapat membuat perawat menjadi mudah
marah, tidak ramah, serta mudah lelah. Berbagai situasi dan tuntutan kerja yang dialami
Menurut Siagian (2006) menyatakan bahwa jika stres tidak dapat diantisipasi
dengan baik dan benar maka akan berakibat pada ketidakmampuan seseorang
Chairani, 2009) bahwa lingkungan yang paling potensial menghadirkan stres adalah
lingkungan kerja di mana beban tugas dari pekerjaan yang bersangkutan benar-benar
Menurut Rahardjo (2005), stres yang berasal dari lingkungan kerja lazim disebut
stres kerja. Menurut Riggio (2003) stres kerja adalah interaksi antara seseorang dan
situasi lingkungan atau stresor yang mengancam atau menantang sehingga menimbulkan
atasnya yang bersifat nonspesifik. Namun, disamping itu juga stres dapat juga merupakan
faktor pencetus penyebab sekaligus akibat atau suatu gangguan atau penyakit (Yosep,
2009). Data International Labor Organitation (ILO) tahun (2010) dalam Depnakertrans
(2010) menunjukkan setiap tahunnya lebih dari dua juta orang meninggal akibat
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sekitar 160 juta orang menderita penyakit akibat
kerja dan terjadi sekitar 270 juta kasus kecelakaan kerja pertahun di seluruh dunia. Angka
kecelakaan kerja pada tahun 2009 mencapai 96,513 kasus, sedangkan pada tahun 2010
2009) menempatkan kejadian stres kerja pada perawat berada diurutan paling atas pada
empat puluh pertama kasus stres kerja. Tingginya angka kejadian stres kerja pada
perawat juga terlihat di Indonesia. Hasil survei yang dilakukan oleh PPNI (2006
dikutip dari Rosmawar 2009) sekitar 50,9% perawat yang bekerja di empat provinsi di
Indonesia mengalami stres kerja yaitu sering pusing, lelah, tidak bisa beristirahat
karena beban kerja tinggi dan menyita waktu. Penelitian yang dilakukan oleh
stres kerja. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Tobing (2007) di Ruang TB Paru
mengalami stres kerja. Setiap individu mengalami stres kerja dengan gejala yang
Ada beberapa macam gejala yang ditunjukkan ketika seseorang mengalami stres
kerja. Mumpuni & Ari Wulandari (2010) mengelompokkan gejala- gejala stres kerja
dalam empat bagian, yaitu gejala fisik (sakit kepala, kehilangan nafsu makan, dan sulit
tidur), gejala emosi (marah-marah, cemas, mudah tersinggung), gejala kognitif (sulit
konsentrasi, dan sulit berpikir), serta gejala tingkah laku ( tidur berlebihan, jadi
1
28
pendiam). Semua gejala yang muncul harus diatasi segera agar tidak menimbulkan
Stres yang berkepanjangan dapat berdampak pada aspek dan sistem tubuh
seseorang. Menurut Potter dan Perry (2005) dampak secara emosional meliputi
cemas, depresi, tekanan fisik dan psikologis, dampak kognitif berakibat pada penurunan
konsentrasi dan dampak terhadap psikologis berakibat pada sistem pencernaan, serta
dampak pada perilaku berakibat terjadi peningkatan ketidakhadiran kerja dan kualitas
pekerjaan.
Menurut Mangkunegara (2002) perawat yang bekerja dengan stress yang tinggi,
Life Insurance dalam Losyk (2007) telah melakukan beberapa penelitian penting
tentang dampak stres di tempat kerja. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sekitar
satu juta kasus absensi di tempat kerja berkait dengan masalah stres, 27% mengatakan
bahwa aspek pekerjaan menimbulkan stres paling tinggi dalam hidup mereka, 46%
menganggap tingkat stres kerja sebagai tingkat stres yang sangat tinggi, satu
pertiga pekerja berniat untuk langsung mengundurkan diri karena stres dalam pekerjaan
mereka, dan 70% berkata stres kerja telah merusak kesehatan fisik dan mental mereka.
Dampak dari stres kerja tersebut dapat merugikan individu yang mengalaminya dan
dengan lainnya, demikian juga dengan mekanisme koping yang ditampilkan sertarespon
terhadap stres itu sendiri, mulai dari tahap stres ringan sampai dengan tahapstres
berat. Menurut Robbins (2004) stres kerja yang terjadi akan berpengaruh padakondisi
Banyak faktor yang dapat menimbulkan stres kerja. Menurut Greenberg (2003)
yang menyebabkan stres kerja adalah sumber intrinsik pada pekerjaan (kondisi kerja,
beban kerja yang berlebihan), peran di dalam organisasi (peran yang ambigu, konflik
peran), perkembangan karir, dan hubungan relasi di tempat kerja yang kurang baik.
Menurut Abraham dan Shanley (1992, dikutip dari Lazarus, 2007) menambahkan bahwa
stres kerja dapat disebabkan oleh beban kerja dan kondisi kerja.
Beban kerja perawat yang bekerja di rumah sakit berkaitan dengan asuhan
keperawatan yang harus diberikan kepada pasien. Menurut Arwani dan Supriyanto (2006
dikutip dari Minarsih, 2011) hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam beban kerja
perawat adalah jumlah pasien yang dirawat, kondisi atau tingkat ketergantungan pasien,
rata-rata hari perawatan pasien, aktivitas keperawatan langsung, tidak langsung dan
pendidikan kesehatan serta rata-rata waktunya, dan frekuensi tindakan yang dibutuhkan
pasien. Bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun
keahlian dan waktu yang tersedia maka akan menjadi sumber stres (Ilyas,2001).
emosi perawat yang tidak sesuai dengan yang diharapkan pasien. Unsur yang
menimbulkan beban berlebih ialah kondisi kerja. Kondisi kerja meliputi variabel
lingkungan kerja fisik seperti suhu udara, pencahayaan, kebisingan, dan penghawaan
menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas bukan
hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Selain itu
kebisingan juga menyebabkan munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat
stres kerja kemudian tipe kepribadian 89,5% dan beban kerja 87,5%.Jadi banyak hal
yang berkaitan dengan beban kerja perawat di rumah sakit yang dapat memicu
30
Banyak penelitian menunjukan bahwa faktor individu dalam hal ini antara
lain umur, masa kerja, status perkawinan dan gizi mempunyai pengaruh
menimbulkan kelelahan (Eraliesa, 2009). Kelelahan kerja merupa kan salah satu faktor
penurunan kinerja yang dapat menambah tingkat kesalahan dalam bekerja (Nurmianto,
1996). Kelelahan kerja yang tidak diatasi dapat menimbulkan stress kerja dan
berbagai permasalahan kerja yang fatal dan mengakibatkan kecelakaan dalam bekerja.
al.(2011), Leung et al. (2011), Abdillah (2013), Suandi et al. (2014), Rangriz dan
kinerja karyawan disebabkan oleh tinggi atau rendahnya stres kerja yang dialami oleh
karyawan. Karyawan yang menderita stres kerja yang tinggi akan mencoba untuk
menarik dirinya dari penyebab stres (stressor) dengan cara menciptakan masalah bagi
menjadi penyebab kendala kerja bagi karyawan lainnya dan lain sebagainya (Goswami,
2015). Hal ini menjelaskan bahwa stres kerja yang tinggi akan memberikan dampak yang
Salah satu penyebab munculnya stres kerja yang tinggi adalah iklim organisasi yang tidak
sehat (Robbins, 2007; Wagner dan Hollenbeck, 2010; Luthans, 2011; Gibson et al.,2012).
Bekerja dalam iklim organisasi tertutup dan tidak sehat membawa emosi negative dan
perasaan oleh karyawan, hal ini termasuk ketidakpuasan, tekanan psikologis, melalaikan,
mengarah ke stres kerja (Ahghar, 2008). Hasil penelitian terakhir menemukan bahwa
iklim organisasi memiliki pengaruh terhadap stres kerja (Ahghar, 2008; Putra et. al.,
2014; Sert et al., 2014). Aghar (2008) dan Sert et al. (2014) lebih lanjut menemukan
bahwa iklim organisasi berpengaruh negatif terhadap stres kerja karyawan. Hal ini
31
mengindikasikan bahwa semakin sehat iklim suatu organisasi maka semakin rendah
tingkat stres kerja karyawan. Sebaliknya, semakin tidak sehat iklim suatu organisasi,
Ada berbagai sumber stres yang dapat menyebabkan stres kerja di perusahaan
salah satunya pendapat dari Hurrell, dkk (dalam Munandar,2001) yang mengatakan
kedalam lima kategori besar, yaitu faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam
organisasi, pengembangan karier, hubungan dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim
organisasi. Moos & Insel (dalam Wijono, 2006) mengungkapkan bahwa faktor
lingkungan yaitu iklim organisasi dapat memicu timbulnya stres bagi individu. Iklim
organisasi berpengaruh besar pada proses menciptakan lingkungan kerja yang kondusif,
sehingga dapat menciptakan kerja sama yang harmonis pada setiap anggotanya di dalam
suatu organisasi, sebaliknya jika iklim organisasi yang dirasakan oleh para pekerja itu
negatif, maka akan membuat para pekerja akan mengalami stres kerja sehingga akan
kemampuan yang dimiliki dalam mengarahkan segala usaha agar berhasil dan sukses
dalam menghadapi tugas yang dihadapi (Stajkovic & Luthans, 1998). Hasil penelitian
Rahardjo (2005) menjelaskan bahwa efikasi diri mempunyai kontribusi yang signifikan
terhadap stres kerja perawat, 30.1 % stres kerja perawat dapat dijelaskan oleh variabel
efikasi diri. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Prestiana dan Purbandini (2012)
menjelaskan bahwa terdapat hubungan efikasi diri dengan stres kerja. Seorang perawat
harus memiliki efikasi diri dalam mengambil keputusan yang tepat untuk pasiennya.
Namun, dari hasil wawancara dengan dua orang perawat diketahui bahwa mereka kadang
masih kurang memiliki efikasi diri dalam memberikan tindakan kepada pasien yang kritis
karena takut salah. Kurang yakin terhadap kemampuan diri dalam melakukan tindakan
yang cukup sulit seperti pemasangan kateter. Mereka mengaku cukup kesulitan dalam
32
memasangkan alat ini sehingga meminta bantuan kepada rekan yang lain (komunikasi
personal, 7 April 2016). Hal tersebut dapat diindikasikan bahwa perawat kurang memiliki
terhadap perawat yang bekerja di ruang IGD di rumah sakit Kartika Pulomas ,Jakarta
Timur, diketahui bahwa seringnya perawat yang bekerja dengan double shift dan
terbatasnya tenaga perawat terhadap jumlah pasien yang besar mengakibatkan stress
ini adalah belum diketahuinya pengaruh peran kepemimpinan,konflik peran ganda ,iklim
organisasi, kelelahan kerja dan komunikasi social terhadap stress kerja pada perawat di
peran ganda,iklim organisasi,kelelahan kerja dan komunikasi social terhadap stress kerja
pada perawat di rumah sakit Kartika Pulomas wilayah Jakarta Timur tahun 2007.
Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran peran kepemimpinan,
stress kerja pada perawat di rumah sakit Kartika Pulomas Di wilayah Jakarta Timur
tahun 2007.
1.Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran peran kepemimpinan
terhadap stress kerja di rumah sakit Kartika Pulomas Jakarta tahun 2017.
2.Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran peran kepemimpinan
terhadap iklim organisasi di rumah sakit Kartika Pulomas Jakarta tahun 2017
3. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran peran kepemimpinan
terhadap kelelahan kerja di rumah sakit Kartika Pulomas Jakarta tahun 2017
4. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran komunikasi social
5. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran komunikasi social
6. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran komunikasi social
7. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran komunikasi social
8. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran konflik kerja terhadap
terhadap stress kerja di rumah sakit Kartika Pulomas Jakarta tahun 2007.
9. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran kelelahan kerja
terhadap stress kerja di rumah sakit kartika Pulomas Jakarta tahun 2007.
10. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran kelelahan kerja
terhadap iklim organisasi di rumah sakit kartika Pulomas Jakarta tahun 2007.
11.Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran iklim organisasi
terhadap stress kerja di rumah sakit Kartika Pulomas Jakarta tahun 2007.
12. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran iklim organisasi
terhadap konflik kerja di rumah sakit Kartika Pulomas Jakarta tahun 2007
Pada manfaat teoritis penelitian tidak dihasilkan teori yang baru.Akan tetapi bias
memberikan manfaat dan dapat dikembangkan teori yang lama. Sehingga bermanfaat
untuk selanjutnya`
Pada penelitian ini tidak menghasilkan metodologi baru,tetapi dapat diterapkan dalam
selamjutnya.
dengan pengelolaan manajemen stress kerja perawat di rumah sakit dan dapat menjadi
Ruang Lingkup dalam penelitian ini adalah pe garuh langssung dan tidak lanhsung
kerja serta iklim organisasi terhadap stress kerja di rumah sakit kartika Pulomas Jakarta
tahun 2007. Objek penelitian adalah seluruh perawat yang ada di rumah sakit kartika
Alasan peneliti melakukan penelitian di rumah sakit Kartika pulomas Jakarta karena
seringnya perawat bekerja dengan dua shift dan libur karena ijin dari dokter. Data yang
diambil merupakan data primer melalui penyebaran kuisioner. Penelitian termasuk dalam
penelitian cross sectional ini menggunakan metode analisis Structural Equation Modeling
(SEM).
ap berbagai tuntutan atau beban atasnya yang bersifat nonspesifik. Namun, disamping itu
juga stres dapat juga merupakan faktor pencetus penyebab sekaligus akibat atau suatu
35
gangguan atau penyakit (Yosep, 2009). Data International Labor Organitation (ILO)
tahun (2010) dalam Depnakertrans (2010) menunjukkan setiap tahunnya lebih dari dua
juta orang meninggal akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sekitar 160 juta orang
menderita penyakit akibat kerja dan terjadi sekitar 270 juta kasus kecelakaan kerja
pertahun di seluruh dunia. Angka kecelakaan kerja pada tahun 2009 mencapai 96,513
kasus, sedangkan pada tahun 2010 angka kecelakaan kerja mencapai 53,267 kasus
(Revalicha, 2013).
2009) menempatkan kejadian stres kerja pada perawat berada diurutan paling atas pada
empat puluh pertama kasus stres kerja. Tingginya angka kejadian stres kerja pada
perawat juga terlihat di Indonesia. Hasil survei yang dilakukan oleh PPNI (2006
dikutip dari Rosmawar 2009) sekitar 50,9% perawat yang bekerja di empat provinsi di
Indonesia mengalami stres kerja yaitu sering pusing, lelah, tidak bisa beristirahat
karena beban kerja tinggi dan menyita waktu. Penelitian yang dilakukan oleh
stres kerja. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Tobing (2007) di Ruang TB Paru
mengalami stres kerja. Setiap individu mengalami stres kerja dengan gejala yang
Ada beberapa macam gejala yang ditunjukkan ketika seseorang mengalami stres
kerja. Mumpuni & Ari Wulandari (2010) mengelompokkan gejala- gejala stres kerja
dalam empat bagian, yaitu gejala fisik (sakit kepala, kehilangan nafsu makan, dan sulit
tidur), gejala emosi (marah-marah, cemas, mudah tersinggung), gejala kognitif (sulit
konsentrasi, dan sulit berpikir), serta gejala tingkah laku ( tidur berlebihan, jadi
pendiam). Semua gejala yang muncul harus diatasi segera agar tidak menimbulkan
Stres yang berkepanjangan dapat berdampak pada aspek dan sistem tubuh
seseorang. Menurut Potter dan Perry (2005) dampak secara emosional meliputi
cemas, depresi, tekanan fisik dan psikologis, dampak kognitif berakibat pada penurunan
konsentrasi dan dampak terhadap psikologis berakibat pada sistem pencernaan, serta
dampak pada perilaku berakibat terjadi peningkatan ketidakhadiran kerja dan kualitas
pekerjaan.
Menurut Mangkunegara (2002) perawat yang bekerja dengan stress yang tinggi,
Life Insurance dalam Losyk (2007) telah melakukan beberapa penelitian penting
tentang dampak stres di tempat kerja. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sekitar
satu juta kasus absensi di tempat kerja berkait dengan masalah stres, 27% mengatakan
bahwa aspek pekerjaan menimbulkan stres paling tinggi dalam hidup mereka, 46%
menganggap tingkat stres kerja sebagai tingkat stres yang sangat tinggi, satu
pertiga pekerja berniat untuk langsung mengundurkan diri karena stres dalam pekerjaan
mereka, dan 70% berkata stres kerja telah merusak kesehatan fisik dan mental mereka.
Dampak dari stres kerja tersebut dapat merugikan individu yang mengalaminya dan
dengan lainnya, demikian juga dengan mekanisme koping yang ditampilkan sertarespon
terhadap stres itu sendiri, mulai dari tahap stres ringan sampai dengan tahapstres
berat. Menurut Robbins (2004) stres kerja yang terjadi akan berpengaruh padakondisi
Banyak faktor yang dapat menimbulkan stres kerja. Menurut Greenberg (2003)
yang menyebabkan stres kerja adalah sumber intrinsik pada pekerjaan (kondisi kerja,
beban kerja yang berlebihan), peran di dalam organisasi (peran yang ambigu, konflik
37
peran), perkembangan karir, dan hubungan relasi di tempat kerja yang kurang baik.
Menurut Abraham dan Shanley (1992, dikutip dari Lazarus, 2007) menambahkan bahwa
stres kerja dapat disebabkan oleh beban kerja dan kondisi kerja.
Beban kerja perawat yang bekerja di rumah sakit berkaitan dengan asuhan
keperawatan yang harus diberikan kepada pasien. Menurut Arwani dan Supriyanto (2006
dikutip dari Minarsih, 2011) hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam beban kerja
perawat adalah jumlah pasien yang dirawat, kondisi atau tingkat ketergantungan pasien,
rata-rata hari perawatan pasien, aktivitas keperawatan langsung, tidak langsung dan
pendidikan kesehatan serta rata-rata waktunya, dan frekuensi tindakan yang dibutuhkan
pasien. Bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun
keahlian dan waktu yang tersedia maka akan menjadi sumber stres (Ilyas,2001).
emosi perawat yang tidak sesuai dengan yang diharapkan pasien. Unsur yang
menimbulkan beban berlebih ialah kondisi kerja. Kondisi kerja meliputi variabel
lingkungan kerja fisik seperti suhu udara, pencahayaan, kebisingan, dan penghawaan
menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas bukan
hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Selain itu
kebisingan juga menyebabkan munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat
stres kerja kemudian tipe kepribadian 89,5% dan beban kerja 87,5%.Jadi banyak hal
yang berkaitan dengan beban kerja perawat di rumah sakit yang dapat memicu
38
Banyak penelitian menunjukan bahwa faktor individu dalam hal ini antara
lain umur, masa kerja, status perkawinan dan gizi mempunyai pengaruh
menimbulkan kelelahan (Eraliesa, 2009). Kelelahan kerja merupa kan salah satu faktor
penurunan kinerja yang dapat menambah tingkat kesalahan dalam bekerja (Nurmianto,
1996). Kelelahan kerja yang tidak diatasi dapat menimbulkan stress kerja dan
berbagai permasalahan kerja yang fatal dan mengakibatkan kecelakaan dalam bekerja.
al.(2011), Leung et al. (2011), Abdillah (2013), Suandi et al. (2014), Rangriz dan
kinerja karyawan disebabkan oleh tinggi atau rendahnya stres kerja yang dialami oleh
karyawan. Karyawan yang menderita stres kerja yang tinggi akan mencoba untuk
menarik dirinya dari penyebab stres (stressor) dengan cara menciptakan masalah bagi
menjadi penyebab kendala kerja bagi karyawan lainnya dan lain sebagainya (Goswami,
2015). Hal ini menjelaskan bahwa stres kerja yang tinggi akan memberikan dampak yang
Salah satu penyebab munculnya stres kerja yang tinggi adalah iklim organisasi
yang tidak sehat (Robbins, 2007; Wagner dan Hollenbeck, 2010; Luthans, 2011; Gibson
et al.,2012). Bekerja dalam iklim organisasi tertutup dan tidak sehat membawa emosi
negative dan perasaan oleh karyawan, hal ini termasuk ketidakpuasan, tekanan psikologis,
pekerjaan yang mengarah ke stres kerja (Ahghar, 2008). Hasil penelitian terakhir
menemukan bahwa iklim organisasi memiliki pengaruh terhadap stres kerja (Ahghar,
2008; Putra et. al., 2014; Sert et al., 2014). Aghar (2008) dan Sert et al. (2014) lebih
lanjut menemukan bahwa iklim organisasi berpengaruh negatif terhadap stres kerja
karyawan. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin sehat iklim suatu organisasi maka
semakin rendah tingkat stres kerja karyawan. Sebaliknya, semakin tidak sehat iklim suatu
Ada berbagai sumber stres yang dapat menyebabkan stres kerja di perusahaan
salah satunya pendapat dari Hurrell, dkk (dalam Munandar,2001) yang mengatakan
kedalam lima kategori besar, yaitu faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam
organisasi, pengembangan karier, hubungan dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim
organisasi. Moos & Insel (dalam Wijono, 2006) mengungkapkan bahwa faktor
lingkungan yaitu iklim organisasi dapat memicu timbulnya stres bagi individu. Iklim
organisasi berpengaruh besar pada proses menciptakan lingkungan kerja yang kondusif,
sehingga dapat menciptakan kerja sama yang harmonis pada setiap anggotanya di dalam
suatu organisasi, sebaliknya jika iklim organisasi yang dirasakan oleh para pekerja itu
negatif, maka akan membuat para pekerja akan mengalami stres kerja sehingga akan
kemampuan yang dimiliki dalam mengarahkan segala usaha agar berhasil dan sukses
dalam menghadapi tugas yang dihadapi (Stajkovic & Luthans, 1998). Hasil penelitian
Rahardjo (2005) menjelaskan bahwa efikasi diri mempunyai kontribusi yang signifikan
terhadap stres kerja perawat, 30.1 % stres kerja perawat dapat dijelaskan oleh variabel
efikasi diri. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Prestiana dan Purbandini (2012)
menjelaskan bahwa terdapat hubungan efikasi diri dengan stres kerja. Seorang perawat
harus memiliki efikasi diri dalam mengambil keputusan yang tepat untuk pasiennya.
40
Namun, dari hasil wawancara dengan dua orang perawat diketahui bahwa mereka kadang
masih kurang memiliki efikasi diri dalam memberikan tindakan kepada pasien yang kritis
karena takut salah. Kurang yakin terhadap kemampuan diri dalam melakukan tindakan
yang cukup sulit seperti pemasangan kateter. Mereka mengaku cukup kesulitan dalam
memasangkan alat ini sehingga meminta bantuan kepada rekan yang lain (komunikasi
personal, 7 April 2016). Hal tersebut dapat diindikasikan bahwa perawat kurang memiliki
terhadap perawat yang bekerja di ruang IGD di rumah sakit Kartika Pulomas ,Jakarta
Timur, diketahui bahwa seringnya perawat yang bekerja dengan double shift dan
terbatasnya tenaga perawat terhadap jumlah pasien yang besar mengakibatkan stress
ini adalah belum diketahuinya pengaruh peran kepemimpinan,konflik peran ganda ,iklim
organisasi, kelelahan kerja dan komunikasi social terhadap stress kerja pada perawat di
peran ganda,iklim organisasi,kelelahan kerja dan komunikasi social terhadap stress kerja
pada perawat di rumah sakit Kartika Pulomas wilayah Jakarta Timur tahun 2007.
41
Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran peran kepemimpinan,
stress kerja pada perawat di rumah sakit Kartika Pulomas Di wilayah Jakarta Timur
tahun 2007.
1. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran peran kepemimpinan
terhadap stress kerja di rumah sakit Kartika Pulomas Jakarta tahun 2017.
2. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran peran kepemimpinan
terhadap iklim organisasi di rumah sakit Kartika Pulomas Jakarta tahun 2017
3. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran peran kepemimpinan
terhadap kelelahan kerja di rumah sakit Kartika Pulomas Jakarta tahun 2017
4. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran komunikasi social
5. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran komunikasi social
6. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran komunikasi social
7. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran komunikasi social
8. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran konflik kerja
terhadap terhadap stress kerja di rumah sakit Kartika Pulomas Jakarta tahun 2007.
9. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran kelelahan kerja
terhadap stress kerja di rumah sakit kartika Pulomas Jakarta tahun 2007.
42
10. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran kelelahan kerja
terhadap iklim organisasi di rumah sakit kartika Pulomas Jakarta tahun 2007.
11.Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran iklim organisasi
terhadap stress kerja di rumah sakit Kartika Pulomas Jakarta tahun 2007.
12. Mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran iklim organisasi
terhadap konflik kerja di rumah sakit Kartika Pulomas Jakarta tahun 2007
Pada manfaat teoritis penelitian tidak dihasilkan teori yang baru.Akan tetapi bias
memberikan manfaat dan dapat dikembangkan teori yang lama. Sehingga bermanfaat
untuk selanjutnya`
Pada penelitian ini tidak menghasilkan metodologi baru,tetapi dapat diterapkan dalam
selamjutnya.
dengan pengelolaan manajemen stress kerja perawat di rumah sakit dan dapat menjadi
Ruang Lingkup dalam penelitian ini adalah pe garuh langssung dan tidak lanhsung
kerja serta iklim organisasi terhadap stress kerja di rumah sakit kartika Pulomas Jakarta
tahun 2007. Objek penelitian adalah seluruh perawat yang ada di rumah sakit kartika
Alasan peneliti melakukan penelitian di rumah sakit Kartika pulomas Jakarta karena
seringnya perawat bekerja dengan dua shift dan libur karena ijin dari dokter. Data yang
diambil merupakan data primer melalui penyebaran kuisioner. Penelitian termasuk dalam
penelitian cross sectional ini menggunakan metode analisis Structural Equation Modeling
(SEM).