Abstrak - Manusia adalah makhluk yang diciptakan dengan kesempurnaan dalam cara
berpikir serta caranya untuk mengendalikan diri. Manusia adalah makhluk individu sekaligus
makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, ia memiliki karakter yang unik –berbeda satu
dengan yang lain, bahkan kalaupun merupakan hasil cloning, dengan pikiran dan
kehendaknya yang bebas. Body shaming merupakan kata – kata yang sudah tidak asing lagi
di pendengaran kita, maraknya kasus body shaming dapat berdampak ke mental seseorang
atau kondisi psikis. Tujuan ini untuk ini untuk menciptakan pemahaman bersama atau
mengubah persepsi bahkan perilaku seseorang agar tidak terjadi konflik komunikasi (miss
communication), mengetahui faktor dari body shaming. Paradigma dalam penelitian ini
adalah paradigma konstruktivist. Pendekatan penelitian yang kelompok kami gunakan adalah
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat
deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Kesimpulannya adalah body shamming
ternyata masih banyak di lakukan oleh kalangan remaja, di lihat dari kasus – kasusnya
terutama di lingkungan sekolah. Karena body shaming termasuk salah satu kasus bullying dan
dampak dari body shaming ini akan mengganggu kesehatan mental atau psikis korban.
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk yang diciptakan dengan kesempurnaan dalam cara berpikir
serta caranya untuk mengendalikan diri. Manusia diberikan nafsu juga hasrat. Yaitu hasrat
untuk mencapai tujuan dengan memenuhi syarat untuk menjadi manusia yang berkarakter.
Dengan kelebihan akal pikiran dan budi pekerti yang Tuhan titipkan, manusia mampu
berpikir tentang bagaimana cara ia hidup, dan bagaimana caranya untuk bertahan hidup.
Dengan perkembangan pola pikir yang luas, setiap bentuk dari masalah yang dialaminya akan
menemui jalan keluar sendiri.Dan dengan budi pekerti, manusia dapat dikatakan sebagai
makhluk yang perasa. Makhluk yang senantiasa menggunakan kata hati, berupa panduan akal
1
dan perasaan yang dapat membedakan antara perbuatan baik dan yang buruk (Siti
Nurkholilah 2020).
2
Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan. Setiap harinya kita
menjalani kegiatan komunikasi. Pengertian dari komunikasi adalah kegiatan penyampaian
informasi dari satu individu ke individu lain maupun juga kelompok antar kelompok. Dalam
berkomunikasi juga dapat menggambarkan atau menunjukkan sikap kita. Maka dari itu dalam
berkomukasi kita harus memiliki etika dan aturan. Berkomunikasi dengan orang lain tentu
memerlukan norma yang menjadi standar dan acuan. Komunikasi dikatakan tidak mudah
karena komunikasi harus memakai etika dan manusia harus mengetahui pentingnya etika
dalam berkomunikasi satu sama lain. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika
sedang berkomunikasi seperti menatap mata lawan saat berbicara, mendengarkan ucapan
lawan bicara, memahami lawan bicara saat berbicara, hindari menyela lawan bicara saat
berbicara, harus mengingat hak lawan berbicara, fokus pada masalah, bicara tanpa
menghakimi lawan bicara. Konflik dapat terjadi karena miss communication yang
ditimbulkan antara komunikator dengan komunikan. Biasanya, kegagalan memaknai sebuah
pesan dalam komunikasi disebabkan adanya gangguan, atau biasa disebut dengan noise.
Noise dapat terjadi karena banyak hal, misalnya perbedaan cara pandang, perbedaan latar
belakang , dan lain sebagainya.
Salah satu konflik dalam komunikasi adalah “Perbedaan Penampilan / Fisik”. Ada
suatu kasus yang dialami oleh seorang mahasiswa ketika masih duduk di bangku sekolah
dasar , pada saat itu Cinta masih belajar di bangku sekolah dasar (SD) ia pernah mengalami
body shamming karena mempunyai perbedaan penampilan atau fisik yang kurus, bahkan
sampai ia di hina kering kerontang, kurus kering, tengkorak hidup, tulang dan kentut, hingga
tak henti di buat lelucon oleh teman – temannya sampai ia di jauhi, dicemooh oleh teman –
temannya, sehingga Cinta jadi minder terhadap bentuk fisiknya. Ada contoh lain yang kami
dapat dari narasumber yaitu kejadiannya saat Luna berada dikelas 7 SMP, berawal beberapa
guru memberikan tugas kelompok akhirnya Luna mencoba mencari teman untuk dijadikan
satu kelompok, tetapi ada satu orang didalam kelompok tersebut tidak suka kepada Luna
karena penampilannya, karena dia tidak suka oleh penampilan Luna dia selalau mengusir,
menjauhi, dan tidak ingin yang lain berbaur dengan Luna. Dari kejadian itu Luna kerap kali
susah untuk menemukan anggota kelompok sehingga ia sering masuk ke dalam kelompok
buangan. Kedua konflik diatas bisa saja terjadi dimana saja dan kapan saja mungkin di
lingkungan rumah, dilingkungan sekolah, lingkungan kantor dan juga dari kedua konflik
diatas itu menunjukan bahwa penampilan merupakan sesuatu yang kebanyakan orang lain
nilai.
3
Tujuan riset ini untuk menciptakan pemahaman bersama atau mengubah persepsi
bahkan perilaku seseorang agar tidak terjadi konflik komunikasi (miss communication),
mengetaui faktor dari perbedaan penampilan atau fisik selain itu tujuan riset ini untuk
memenuhi nilai tugas. Hambatan – hambatan yang terjadi akibat konflik ini adalah menjadi
tidak percaya diri dan minder.
METODOLOGI
Pengertian paradigma menurut Steven Covey yang dikutip dari Husnul Abdi (2021),
paradigma adalah cara kita memandang sesuatu: pandangan kita, kerangka acuan kita atau
keyakinan kita. Paradigma adalah seperti kacamata. Steven Covey merangkum bahwa ada 3
paradigma pada umumnya: paradigma tentang diri sendiri, paradigma tentang orang lain dan
paradigma tentang kehidupan. Paradigma dalam penelitian ini adalah paradigma
konstruktivist. Pendekatan penelitian yang kelompok kami gunakan adalah penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan
cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan
dalam penelitian kualitatif (Anugerah Ayu Sendari 2019). Jenis penelitiannya adalah studi
kasus. Cara memperoleh data, yaitu menggunakan metode wawancara dengan Nara (sebagai
korban), selain itu kami juga melakukan studi literatur.
Dikutip dari Vanya Karunia Mulia Putri (2021) Model komunikasi milik Harold
Lasswell bersifat linier atau satu arah. Model yang dikembangkan Lasswell ini termasuk
model komunikasi tertua yang masih digunakan hingga saat ini. Awalnya model komunikasi
Lasswell dikembangkan untuk menganalisis komunikasi massa, khususnya tentang media
propaganda. Namun, seiring perkembangan zaman, model komunikasi ini sering digunakan
untuk menganalisis komunikasi interpersonal atau komunikasi kelompok yang menjadi
sasaran diseminasi (penyebarluasan) pesan.
Dikutip dari Vanya Karunia Mulia Putri (2021) Menurut Agus Hendrayady, dkk
dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi (2021), salah satu karakteristik model komunikasi
Lasswell adalah bersifat linier atau satu arah. Artinya hanya komunikator yang aktif
menyampaikan pesan. Sementara komunikan digambarkan hanya menerima pesan dari
komunikator, tanpa memberi umpan balik. Dalam buku Komunikasi dan Interaksi Sosial
Anak (2021) karya Encep Sudirjo dan Muhammad Nur Alif, dituliskan beberapa karakteristik
model komunikasi Lasswell, yaitu: yang pertama komunikasinya berlangsung satu arah atau
4
linier. Yang kedua tidak ada umpan balik (feedback). Yang ketiga dipandang sangat umum
dan hanya mencakup tema komunikasi yang bersifat tradisional. Yang keempat model
komunikasi Laswell merupakan dasar propaganda, karena lebih menitik beratkan pada hasil
keluaran. Yang kelima biasanya digunakan sebagai media persuasi.
Body shaming merupakan kata – kata yang sudah tidak asing lagi di pendengaran kita,
maraknya kasus body shaming dapat berdampak ke mental seseorang atau kondisi psikis.
Masih banyak orang yang menganggap perkataannya sepele tentang penampilan orang lain,
seperti misalnya dengan menyebutkan kata – kata “gendut, kurus, pendek, dekil, buluk,
jerawatan, tepos dan lain – lain sebagainya”, padahal orang yang mendengarkannya atau
orang yang dituju merasa bahwa perkataan tersebut bukanlah perkataan yang sepele dan
dapat membuat sakit hati. Kasus body shaming ini marak juga atau sering juga terjadi di
kalangan remaja maupun itu di ruang lingkup pertemanan (seperti di SD SMP SMA dan
Kuliah), keluarga, dan lain – lain sebagainya. Dikutip dari jurnal Memahami Pengalaman
Body Shaming Pada Remaja Perempuan (Tri Fajariani Fauzia dan Lintang Ratri Rahmiaji,
2019) setiap orang atau individu memiliki pengalaman kasus body shaming yang berbeda –
beda, body shaming umumnya berupa ujaran secara verbal namun pada beberapa kasus
tertentu dapat merambah pada kekerasan fisik.
Setelah kelompok kami melakukan teknik pengumpulan data dengan cara wawancara,
maka temuan penelitian ini, secara kualitatif ini adalah sebagai berikut : dalam wawancara
tersebut kelompok kami sudah menanyakan beberapa pertanyaan dan sudah mendapatkan
5
jawaban atau informasi atas pertanyaan tersebut terkait kasus body shaming dari satu
narasumber atau komunikator yang berhasil kami wawancarai. Narasumber yang kami
wawancarai, yaitu bernama Nala (sebagai korban) dan ia adalah teman kuliah. Melalui
jawaban dan informasi yang kami dapat dari narasumber, ketika Nala duduk dibangku
sekolah dasar ia pernah ia pernah dikatain giginya maju atau tonggos dan seperti kacang
lebaran, karena giginya depannya yang berukuran besar akhirnya Nala memutuskan memakai
behel ketika dibangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kelas 7. Pada saat kelas 8 SMP
badan Nala mulai menggemuk karena pubertas yang dialaminya, ia mendapatkan perkataan
yang tidak enak lagi atau seringkali kita menyebutnya dengan body shaming, teman –
temannya melontarkan kata – kata seperti gendut. Setelah mendapatkan perkataan seperti itu,
Nala melakukan diet yang sangat ketat sampai membuat badannya lemas karena ia yang
biasanya membawa bekal dari rumah makanan yang mengandung banyak lemak dan
berminyak diganti menjadi makan – makanan yang rebus – rebusan dan nasi merah saja.
Ketika ia sudah membawa makanan yang rebus – rebusan temannya menyinggung dengan
perkataan seperti “ih kok bawa makanannya kayak gitu, mau jadi apa lo? mau jadi model?”
dan perkataan temannya sampai menganggu kondisi psikisnya serta menjadi stress. Bahkan
wali kelas di sekolah SMP nya pun sampai mengetahui bahwa kondisi Nala lemas dan tidak
sehat karena melakukan diet ketat. Karena kondisi Nala sedang mengalami masa pubertas
dan berpengaruh pada hormon di tubuhnya sehingga kondisi kulit wajah muncul jerawat dan
hal itu membuat teman – teman bahkan kakaknya sendiri melontarkan perkataan yang tidak
enak, seperti “ih kok jadi jerawatan sekarang”. Media yang kami gunakan untuk
mewawancarai narasumber adalah menggunakan media elektronik yang biasa kita pakai yaitu
handphone dengan cara direkam melalui google meet dan voice note. Dari wawancara
tersebut, Nala sebagai komunikator menyampaikan pengalamannya terkait body shaming
kepada kelompok kami sebagai komunikan. Dari pengalaman yang narasumber berikan
kelompok kami sebagai komunikan menyadari dampak yang di timbulkan yaitu jangan asal
bicara, sebelum berbicara harus dipikirkan dulu apa aitu akan membuat sakit hati seseorang
atau tidak.
6
langsung atau menggunakan media elektronik. Yang keempat pihak narasumber
menceritakan pengalaman body shaming kepada kelompok kami. Yang terakhir, dampak
yang ditimbulkan adalah jangan asal bicara, sebelum berbicara harus dipikirkan dulu apa aitu
akan membuat sakit hati seseorang atau tidak. Norma yang harus dipahami oleh para pelaku
adalah norma tata berbicara atau norma kesopanan. Dari kasus body shaming yang kami
angkat, pelaku seharusnya tidak boleh melontarkan kata – kata yang tidak enak dan membuat
korban sakit hati, seharusnya sebelum berbicara kata – kata yang ingin dikeluarkan dari mulut
harus dipikirkan terlebih dahulu apakah akan menyakiti hati seseorang atau tidak.
Pendapat pribadi dari para anggota kelompok kami terhadap kasus tersebut adalah
kita sebagai makhluk sosial yang mempunyai akal sehat seharusnya tidak boleh boleh
melontarkan kata-kata yang dapat menyakiti hati orang lain, karena jika seseorang sudah
terkena body shaming, maka kondisi mental dan fisiknya juga akan down. Pendapat
selanjutnya adalah kita sebagai makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain,
seharusnya tidak saling menyakiti dan tidak berkata seenaknya, agar tidak terjadi konflik.
Dan pendapat yang terakhir adalah Kita sebagai manusia juga harus mempunyai batasan
dalam perbuatan maupun perkataan, karena dari perbuatan dan perkataan tersebut lah orang -
orang dapat menilai baik dan buruknya kita.
KESIMPULAN
Yang dapat kelompok kami simpulkan adalah body shamming ternyata masih banyak
di lakukan oleh kalangan remaja, di lihat dari kasus – kasusnya terutama di lingkungan
sekolah. Padahal di setiap sekolah serta guru – guru sudah mengingatkan dan memberikan
larangan kepada murid – muridnya untuk tidak melakukan hal tersebut. Karena body
shaming termasuk salah satu kasus bullying. Tujuan kami membuat jurnal dengan topik ini
adalah untuk menciptakan pemahaman bersama atau mengubah persepsi perilaku seseorang
agar tidak melakukan body shaming, karena dampak dari body shaming ini akan mengganggu
kesehatan mental atau psikis korban.
DAFTRA PUSTAKA
Nurkholilah, Siti. (2020). Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Sosial. Stie Pasim. Diakses dari
https://www.stiepasim.ac.id/hakikat-manusia-sebagai-makhluk-sosial/
7
Santoso, Budi. (2018). Esensi Manusia Sebagai Makhluk Sosial. Index.php. Diakses dari
https://adab.radenfatah.ac.id/main/index.php/2018/07/28/esensi-manusia-sebagai-
makhluk-sosial/
Marpaung, Topan. (2020). Miskomunikasi Dan Faktor Penyebabnya. Rmol Sumut. Diakses
dari https://www.rmolsumut.id/miskomunikasi-dan-faktor-penyebabnya
Abdi, Husnul. (2021). Paradigma adalah cara pandang terhadap sesuatu, pahami makna
serta contohnya. Liputan6. Diakses dari
https://hot.liputan6.com/read/4601251/paradigma-adalah-cara-pandang-terhadap-
sesuatu-pahami-makna-serta-contohnya
Sendari, Anugerah, Ayu. (2019). Mengenal jenis penelitian deskriptif kualitatif pada sebuah
tulisan ilmiah. Liputan6. Diakses dari https://hot.liputan6.com
8
9