Anda di halaman 1dari 26

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Model-Model Analisis Wacana (2)


Critical Discourse Analysis 3-5
P 7-8

Dosen Pengmpu:
Dr. Sokhi Huda, M.Ag.
NIP: 196701282003121001

Surabaya, 2018
3. CDA Model Roger Fowler dkk
a. Konsep dasar CDA model Roger Fowler dkk: analisis
wacana critical linguistic dlm konteks bahasa sbg
praktik sosial untuk pemantapan dan penyebaran
ideologi kelompok,
b. Fowler dengan paradigma “cultural studies” Inggris
mendefinisikan berita bukan seperti refleksi realitas
tetapi sebuah produk dan terbentuk oleh kekuatan
politik, ekonomi, dan budaya. Fowler juga berfokus
pada alat linguistik untuk studi kritis seperti analisis
transivititas dan sintaksis, struktur leksikal, modalitas,
dan speech act.
c. Fowler dan teman-temannya (Robert Hodge, Gunter
Kress, dan Tony Trew) melihat tata bahasa atau
grammar tertentu dan pilihan kosakata tertentu
membawa implikasi dan ideologi tertentu pula.
3. CDA Model Fowler dkk (Lanjutan)
Sistem CDA Fowler
Elemen-elemen sistem CDA Fowler meliputi empat aspek; (1) kosakata, (2) tata bahasa, (3)
trasformasi, dan (4) representasi.
1) Kosakata
a) Fungsi Bahasa, Kosakata, dan Klasifikasi
1) Bahasa sebagai sistem klasifikasi. Bahasa menggambarkan bagaimana dunia dilihat,
memberikan kemungkinan kepada seseorang untuk mengontrol dan mengatur
pengalaman pada realitis sosial.
2) Sistem klasifikasi ini berbeda-beda antara satu kelompok tertentu dan kelompok lain,
sebab masing-masing kelompok memiliki pengalaman budaya, sosial, dan politik dan
berbeda-beda. Keberbedaan pengalaman itu dapat dilihat dari bahasa dan
digunakan untuk menggambarkan pertarungan sosial..
3) Makna penting klasifikasi dapat dilihat dari peristiwa yg sama dapat dibahasakan
dengan bahasa yg berbeda. Misalnya: pencurian dapat dikatakan sebagai pencurian,
perampokan, pencopetan, penyelewengan dana, korupsi. Kata-kata yg berbeda ini tidak
dipandang secara teknis tetapi sebagai praktik ideologi tertentu. Bagi khalayak,
bahasa yg berbeda akan menghasilkan realitas yg berbeda pula. Intinya: bahasa
menyediakan alat bagaimana realitas itu harus dipahami oleh khalayak.
3. CDA Model Fowler dkk (Lanjutan)
b) Penerapan Analisis Kosakata dan Klasifikasi
1) Kosakata yg membuat Klasifikasi. Klasifikasi digunakan untuk
menyederhanakan realitas yg kompleks dan menyediakan arena
untuk mengontrol informasi dan pengalaman.
2) Kosakata yg membatasi pandangan. Kosakata yg dianalisis
dibatasi pada persoalan pokok yg diteliti, yakni kosakata yg
menghubungkan dengan realitas sehingga realitas itu dapat
dipahami oleh khalayak.
3) Kosakata yg menggambarkan pertarungan wacana antarpihak
untuk mempengaruhi opini publik.
4) Kosakata yg marjinalisasi. Pilihan linguistik tertentu (kata, kalimat,
dan proposisi) dipahami bukan sebagai sesuatu dlm netral tetapi
membawa implikasi ideologis tertentu. Pemakaian linguistik tidak
dipandang semata-mata sebagai persoalan teknis tata bahasa atau
linguistik tetapi ekspresi dari ideologi: upaya untuk membentuk
pendapat umum, meneguhkan, dan membenarkan pihak sendiri
dan memarjinalisasi pihak lain.
3. CDA Model Fowler dkk (Lanjutan)
2) Tata Bahasa
Bahasa sebagai salah satu set kategori dan proses. Kategori
yg penting disebut sebagai "model" yg menggambarkan
hubungan antara objek dan peristiwa. Terdapat tiga model
untuk analisis tata bahasa:
a) Model transitif berhubungan dengan proses, yakni melihat
bagian dianggap sebagai penyebab tindakan, dan bagian
lain sebagai akibat tindakan. Model transitif digunakan
untuk menunjukkan tindakan yg dilakukan oleh aktor melalu
sebuah proses yg ditunjukkan oleh kata kerja (verba).
Misalnya: "Polisi memukul mahasiswa".
b) Model intransitif menghubungkan aktor dengan proses tetapi
tanpa menggambarkan akibat atau objek yg dikenai.
Misalnya: "polisi berlari" atau "polisi menembak".
3. CDA Model Fowler dkk (Lanjutan)
c) Model relasional menggambarkan hubungan dua entitas
(bagian). Hubungan tersebut dapat bersifat ekuatif
(hubungan antar sesama kata benda). Misalnya: "korban
polisi tersebut adalah seorang ayah dari 1 anak".
Hubungan itu dapat juga bersifat atributif (hubungan kata
benda dengan kata sifat untuk menunjukkan sebuah
kualitas atau penilaian tertentu). Misalnya kalimat "polisi itu
sangat garang".
Fowler menyebut ketiga model tersebut sebagai model sintagmatik.
Model ini digambarkan sebagai berikut:
Gambar Model Sintagmatik Fowler
Model Transitif
Aksional Intransitif
Model Ekuatif
Relasional Atributif
3. CDA Model Fowler dkk (Lanjutan)
3) Trasformasi
a) Konsep Transformasi
Aspek penting dan khas dari analisis model Roger Fowler, dkk adalah
tranformasi.
Dalam analisis transformasi ini tata kalimat bukan sesuatu yg baku
tetapi dapat diubah susunannya, dipertukarkan, dihilangkan, ditambah,
dan dikombinasikan dengan kalimat lain dan disusun ulang.
Perubahan-perubahan itu tidak hanya mengubah struktur kalimat tetapi
juga dapat mengubah makna bahasa yg digunakan secara keseluruhan.
b) Tipe-Tipe Tranformasi
(1) Transformasi pasivasi, yakni perubahan susunan kalimat dari bentuk
aktif menjadi pasif.
(2) Transformasi nominalisasi, yaitu perubahan yg ketika kalimat atau
bagian dari kalimat yg menggambarkan tindakan atau partisipan
dibentuk kedalam kata benda; pada umumnya kata kerja (verba)
diubah menjadi kata benda (nomina).
3. CDA Model Fowler dkk (Lanjutan)
c) Efek Transformasi
(1) Efek bentuk kalimat pasif: penghilangan pelaku, kalimat pasif
menekankan sasaran pelaku atau tindakan.
(2)Efek bentuk kalimat nominalisasi: penghilangan pelaku.
Nominalisasi dapat menghilangkan subjek pelaku karena
dlm bentuk nominal bukan tindakan yg ditekankan, tetapi
sebuah peristiwa.
4) Representasi
Representasi = gambaran tentang sosok kelompok, seseorang,
kegiatan, atau peristiwa tertentu yg ditampilkan dlm wacana
publik. Proses representasi selalu melalui medium bahasa dlm
digunakan untuk melakukan representasi.
Fokus utama representasi bukan bias atau distorsi dari
pemakaian bahasa, tetapi cara pemakaian bahasa tertentu yg
membawa nilai ideologis tertentu.
3. CDA Model Fowler dkk (Lanjutan)
5) Kerangka Analisis
a) Dalam model analisis Roger Fowler dkk, perhatian pertama kali
adalah bahasa yg digunakan oleh media bukanlah sesuatu yg
netral tetapi mempunyai aspek atau nilai ideologis tertentu.
b) Permasalahan penting: bagaimanakah realitas itu dibahasakan
oleh media. Realitas itu dapat berarti cara peristiwa dan aktor-
aktor yg terlibat dlm peristiwa itu direpresentasikan dlm
pemberitaan melalui bahasa yg digunakan.
c) Roger Fowler dkk ingin menggambarkan teks berita dlm
rangkaian bagaimana dia ditampilkan dlm bahasa, dan
bagaimana bahasa yg dipakai itu membawa konsekuensi tertentu
ketika diterima oleh khalayak. Fowler memperhatikan konteks
sejarah teks. Bahasa dipahami sebagai perangkat sistem abstrak
menuju interaksi antara bahasa dan konteks.
4. CDA Model Theo Van Leeuwen
a. CDA model Theo Van Leeuwen: analisis
wacana untuk mendeteksi kelompok atau
seseorang yg termarjinalkan; kekuasaan kaum
mayoritas terhadap kaum minoritas.
b. Terdapat dua fokus perhatian:
1) Proses pengeluaran (exclusion) untuk
mendeteksi adanya kelompok atau aktor yg
dikeluarkan dlm pemberitaan. Maksud
pengeluaran seseorang (aktor) dlm
pemberitaan = perilaku menghilangkan
(menyamarkan) pelaku/aktor dlm berita,
sehingga fokus perhatian dlm berita adalah
korban.
4. CDA Model Leeuwen (Lanjutan)
Proses pengeluaran ini secara tidak langsung
dapat mengubah pemahaman khalayak tentang
suatu isu dan melegitimasi posisi pemahaman
tertentu. Misal: “demonstrasi mahasiswa yg
berlangsung ricuh sehingga polisi melepaskan
tembakan, akhirnya seorang mahasiswa tewas
karena tertembak”.
Dari kejadian demonstrasi di atas, apakah
pemberitaan mengeluarkan polisi dari pemberitaan,
sehingga korban penembakan yg ditonjolkan dlm
suatu berita, sehingga kesan yg hadir =
mahasiswa dlm melakukan demonstrasi pantas
mendapatkan tembakan hingga tewas.
4. CDA Model Leeuwen (Lanjutan)
2)Proses pemasukan (inclusion)
berhubungan dengan pertanyaan
“bagaimanakah seseorang atau kelompok
aktor dlm suatu kejadian dimasukkan
(direpresentasikan) kedalam sebuah berita?”
Dalam exclusion maupun inclision terdapat
sebuah strategi wacana. Dengan kata,
kalimat, informasi atau susunan bentuk
kalimat tertentu, cara bercerita tertentu,
masing-masing kelompok direpresentasikan
kedalam sebuah teks.
4. CDA Model Leeuwen (Lanjutan)
Exclusion: ada tiga cara;
1. Pasivasi: membentuk kalimat aktif menjadi pasif,
sehingga aktor tidak hadir dlm teks. Dampaknya:
a. aktor/pelaku hilang dari pemberitaan; wartawan dan
khalayak pembaca lebih memperhatikan dan
tertarik untuk melihat korban dari pada pelaku,
b. bentuk kalimat pasif yg menghilangkan pelaku dari
kalimat juga dapat membuat khalayak pembaca
tidak kritis.
2. Nominalisasi: mengubah kata kerja (verba) menjadi
kata benda (nomina); pd umumnya dg memberikan
imbuhan ‘pe-an’.
Perubahan tsb berhubungan dg transformasi dari
bentuk kalimat aktif. Kalimat aktif selalu membutuhkan
subjek & berbentuk kata kerja yg menunjuk pd proses
yg dilakukan oleh subjek.
4. CDA Model Leeuwen (Lanjutan)
Nominalisasi tidak membutuhkan subjek,
karena proses perubahan kata kerja yg
bermakna tindakan (ada unsur pelaku)
menjadi kata benda yg bermakna
peristiwa (tidak mesti ada pelaku).
3.Penggantian Anak Kalimat:
menggunakan anak kalimat sebagai
pengganti aktor. Banyak Penggunaan ini
dapat keluar dari perkiraan khalayak
pembaca dan penulisnya.
4. CDA Model Leeuwen (Lanjutan)
Inclusion: ada tujuh cara;
1. Diferensiasi-Indiferensiasi: peristiwa atau aktor
sosial dapat ditampilkan dlm teks scr mandiri sbg
peristiwa yg unik (khas), dapat jg dibuat kontras dg
menampilkan peristiwa atau aktor lain dlm teks.
2. Objektivasi-Abstraksi: berhubungan dg
pertanyaan ‘apakah informasi ttg suatu peristiwa
atau aktor sosial ditampilkan dg memberikan
petunjuk yg konkret ataukah yg ditampilkan adalah
abstraksi.
Dengan abstraksi, peristiwa/aktor yg berjumlah
kecil dikomunikasikan seakan2 berjumlah banyak.
Penyebutan absraksi menurut sering kali
disebabkan oleh ketidaktahuan wartawan ttg
inforamsi yg pasti tetapi sbg strategui wacana
wartawan untuk menampilkan sesuatu.
4. CDA Model Leeuwen (Lanjutan)
3. Nominasi-Kategorisasi:
a. Dalam sesuatu pemberitaan mengenai aktor
(seseorang/kelompok) atau ttg suatu
permasalahan, sering kali terjadi pilihan apakah
aktor tersebut ditampilkan apa adanya, ataukah
yg disebut adalah kategori dari aktor sosial
tersebut.
b. Kategori ini bermacam2: yg menunjukkan ciri
penting dari seseorang; dpt berupa agama,
status, bentuk fisik, dan sebagainya.
c. Kategori ini sebenarnya tdk penting, karena
umumnya tdk akan mempengaruhi arti yg ingin
disampaikan kpd khalayak. Peneliti harus kritis
melihat bagaimana suatu kelompok dikucilkan
dg memberikan kategori/label yg buruk.
4. CDA Model Leeuwen (Lanjutan)
4. Nominasi-Identifikasi: mendefinisikan kelompok,
peristiwa, atau tindakan ttt dg cara memberi anak
kalimat sbg penjelas.
Ada dua proposisi; proposisi ke dua = penjelas atau
keterangan dari proposisi pertama, umumnya
dihubungkan dg kata hubung seperti ‘yang’, ‘di mana’.
Proposisi kedua murni sbg penjelas (identifikasi) atas
sesuatu. Wartawan mungkin ingin memberikan
penjelasan ttg siapa orang itu atau apa tindakan atau
peristiwa itu. Tetapi sering kali pemberi penjelas ini
mensugestikan makna ttt berupa penilaian atas
seseorang, kelompok, atau tindakan ttt.
Nominasi-Identifikasi = strategi wacana di mana satu
orang, kelompok, atau tindakan diberi penjelasan yg
buruk shgg ketika diterima oleh khalayak akan buruk
pula.
4. CDA Model Leeuwen (Lanjutan)
5. Determinasi-Indeterminasi: Dalam
pemberitaan sering kali aktor/peristiwa
disebutkan scr tdk jelas (anonim). Anonimitas
ini dpt terjadi karena wartawan blm
mendapatkan bukti yg cukup untuk menulis,
shgg lebih aman untuk menulis anonim.
Alasan lain: karena ada ketakutan struktural
jk kategori dari seorang aktor sosial tsb
disebutkan dlm teks.
Apa pun alasannya, anonimitas justru
membuat suatu generalisasi, tdk spesifik.
Efeknya semakin besar jk anonim yg dipakai
dlm bentuk plural seperti banyak orang,
sebagian orang, dsb.
4. CDA Model Leeuwen (Lanjutan)
6. Asimilasi-Individualisasi: berhubungan dg
pertanyaan ‘apakah aktor sosial yg diberitakan
ditunjukan dg jelas kategorinya ataukah tidak’.
Asimilasi terjadi ketika dlm pemberitaan bukan
kategori aktor sosial yg spesifik yg disebut dlm
berita tetapi komunitas/kelompok sosial di mana
seseorang tsb berada.
Asimilasi pada dasarnya = perangkat bahasa yg
seakan-akan terjadi efek generalisasi, sebaliknya
dlm indivisualisasi memunculkan efek spesifikasi.
Asimilasi sering kali berhubungan dg identifikasi,
bagaimana seseorang mengidentifikasikan dirinya
dg kelompok yg sdg diberitakan.
4. CDA Model Leeuwen (Lanjutan)
7. Asosiasi-Disasosiasi: berhubungan dg
pertanyaan ‘apakah aktor/pihak ditampilkan
sendiri ataukah dihubungkan dg kelompok lain yg
lebih besar. Ini = proses yg sering kali terjadi dan
tanpa disadari.
Elemen asosiasi ingin melihat apakah suatu
peristiwa/aktor sosial dihubungkan dg peristiwa
lain/kelompok lain yg lebih luas.
Kelompok sosial menunjuk pada aktor tsb berada,
tetapi persoalannya = apakah disebut secara
eksplisit/tidak dlm teks.
Asosiasi menunjukkan pada pengertian ketika dlm
teks, aktor sosial dihubungkan dg asosiasi atau
kelompok yg lebih besar, dimana aktor sosial tsb
berada. Disasosiasi = sebaliknya.
4. CDA Model Leeuwen (Lanjutan)
Kerangka Analisis Wacana Model Theo Van Leeuwen
Lueewen membangun model yg secara umum
menggambarkan cara aktor ditampilkan dlm pemberitaan.
Leeuwen sangat peka thd kemungkinan marjinalisasi
(pengucilan) aktor (seseorang/kelompok) dlm pemberitaan.
Menurut Leeuwen ada dua hal yg perlu diperhatikan ketika
kita memeriksa aktor sosial dlm pemberitaan.
Pertama: eksklusi; apakah dlm teks berita itu aktor sosial
dihilangkan atau disembunyikan dlm pemberitaan? Jika ya,
bagaimana strategi yg dilakukan oleh media dlm
penyembunyian/pengeluaran aktor sosial tsb?
Pengeluaran/penghilangan aktor dapat berakibat melindungu
subjek/pelaku dlm suatu proses pemberitaan.
4. CDA Model Leeuwen (Lanjutan)
Kedua: Inklusi; bagaimana aktor yg disebut itu
ditampilkan dlm pemberitaan. Dalam inklusi, aktor
(seseorang/kelompok) dimasukkan/disebut dlm
pemberitaan, lalu bagaimana cara
penggambarannya?
Meskipun aktor tsb dihilangkan, proses
marjinalisasi seseorang atau kelompok ttt tetap
dapat dilakukan. Leeuwen memberikan
serangkaian strategi wacana ttg strategi wacana
itu dapat dipakai sedemikian rupa shgg
mempengaruhi makna yg sampai kpd pembaca.
5. CDA Model Sara Mills
a. Konsep dasar CDA model Sara Mills: analisis wacana
feminisme.
b. Pendekatan feminis Mills lebih menekankan cara
perempuan dicitrakan dlm teks berita; lebih melihat
posisi aktor-aktor ditampilkan dlm teks (subjek dan
objek penceritaan atau legitimate dan illegitimate), juga
cara pembaca dan penulis diperlakukan dlm teks, cara
pembaca mengidentifikasi dan menempatkan dirinya
dlm penceritaan teks (menempatkan pembaca pada
salah satu posisi dan mempengaruhi cara teks itu
ditampilkan).
c. Mills memusatkan perhatiannya pada wacana tentang
perempuan; cara perempuan ditampilkan dlm teks,
novel, gambar, foto, ataupun berita.
5. CDA Model Sara Mills (Lanjutan)
Sistem CDA Mills:
a. Dua unsur inti dlm CDA Mills:
1) Analisis posisi subjek-objek dan posisi penulis-pembaca
melihat posisi subjek dlm menafsirkan sebuah peristiwa dan
orang lain dlm menjadi objek penafsiran.
Di sini harus jelas siapa dlm mengatakan apa terhadap siapa,
sehingga jelas ia berada dlm posisi subjek ataukah objek,
siapa dlm memiliki “kuasa” untuk menafsirkan kondisi dan siapa
dlm ditafsirkan olehnya, dan penting, apa akibatnya.
2) CDA MIlls tidak hanya meninjau wacana dari sisi penulis saja
namun juga pembaca. Argumen: pembaca memiliki pengaruh
ketika tulisan dibuat oleh penulis. Teks merupakan hasil
negoisasi antara penulis dan pembaca. Pembaca dianggap
bukan hanya sebagai penerima teks tetapi ikut berperan dlm
teks dlm ditampilkan.
5. CDA Model Sara Mills (Lanjutan)
b. Penekanan CDA Mills
CDA Mills tidak hanya melihat dari sisi
produksi semata, tetapi lebih melihat ke dlm
cara teks diterima oleh pembaca, seperti
penggunaan kata “Anda”, “seperti sudah kita
ketahui”, “kami”, dan “kita”. Hal ini jarang
terlihat dlm pemberitaan.
c. Analisis Posisi Pembaca
Posisi pembaca dlm ditempatkan dlm berita
dibentuk oleh penulis dengan cara tidak
langsung.
Ada dua cara untuk menganalisis posisi
pembaca:
5. CDA Model Sara Mills (Lanjutan)
1) Identifikasi diri: suatu teks memunculkan wacana
secara bertingkat dengan cara mengemukakan
kebenaran secara hirarkis dan sistematis, sehingga
pembaca mengidentifikasikan dirinya dengan
karakter atau apa dlm terjadi di dlm teks.
2) Kode budaya: mengacu pada kode atau nilai
budaya dlm berlaku di pikiran pembaca ketika
menafsirkan suatu teks. Penulis menggunakan
kondisi ini ketika menulis, misalnya dengan
pernyataan “kenyataannya di lapangan”
memberikan sugesti kepada pembaca sejumlah
informasi dlm dipercaya, benar dan diakui bersama-
sama.
Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LKiS, 2001), 286-288.
Alex Sobur. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing (Bandung, : Remaja Rosdakarya, 2001).

Anda mungkin juga menyukai