Pendahuluan
1
berbeda tidak hanya dari segi tujuan tetapi juga berbeda dalam kaitannya dengan situasi
tertentu di mana jenis teks tersebut sedang digunakan (Derewianka, 1983).
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Siapa Dan Bagaimana Karakteristik Tokoh Pada Aliran Sistemik
2. Bisa Mengidentifikasi Apa Kelebihan Dan Kekurangan Aliran Linguistik Sistemik.
2
Bab II
Pembahasan
3
Linguistik fungsional berkembang dari dan ke beberapa arah, dan SFL milik Halliday
adalah salah satu variasinya. Perkembangan itu secara ringkas dapat dikemukakan
sebagai berikut. Tradisi fungsional bermula dari Eropa Timur yang pada saat itu di
kalangan Formalisme Rusia telah timbul kesadaran mengenai pentingnya konteks secara
sosiologis, yang berbeda dengan yang terjadi di Eropa Barat. Formalisme Timur ini
berpengaruh kepada Aliran Fungsionalisme Moscow (yang dipelopori oleh Propp,
Voloshinov, Bakhtin, dan Roman Jakobson), dan berpengaruh pula kepada aliran
Fungsionalisme Praha (yang dipelopori oleh V. Mathesius, J. Mukarovsky, dan F.
Daneš). Fungsionalisme Fraha kemudian dibawa oleh B. Malinowski ke Inggris, yang
kemudian berkembang Pengantar Ringkas Linguistik Sistemik Fungsional 3 menjadi
Aliran Fungsionalisme Inggris (yang dipelopori oleh John Rupert Firth, M.A.K.
Halliday, dan J. McH. Sinclair). Melalui Jerman, Formalisme Timur juga berkembang
menuju Amerika (yang dipelopori oleh E. Sapir, B.L. Whorf, M. Silverstein, dan J.
Gumperz), meskipun pada akhirnya lebih berkembang ke arah antropologi ketimbang
linguistik. Aliran Fungsionalisme Inggris kemudian dibawa ke Australia oleh Halliday
dan Ruqaiya Hasan, dan ke Canada oleh Michael Gregory. Di Canada, J.R. Martin
belajar di bawah asuhan Gregory, lalu berguru kepada Halliday di Inggris, yang akhirnya
juga pindah ke Australia, menyusul Halliday di The University of Sydney. Cabang
fungsionalisme yang lain berkembang di Denmark (yang dipelopori oleh L. Hjemslev),
di Prancis (yang dipelopori oleh A Martinet dan C. Hagege), di Belanda (yang dipelopori
oleh Teun van Dijk, dan di Austria-Jerman (yang dipelopori oleh W. Dressler). Di
samping itu, perlu dikemukakan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara
fungsionalisme dan sosiolinguistik (sebagaimana dikembangkan oleh W. Labov, J.
Gumperz, J. Fishman, dan W. Dressler), serta antara linguistik fungsional dan linguistik
antropologi dengan tokoh-tokoh yang agak sulit dipisahkan satu dan yang lain
(Diadaptasikan dari Lemke, http://www-personal. umich. edu/~jaylemke/theories.htm,
2005). Terdapat beberapa model linguistik fungsional, yang menurut Tomlin (1990)
dapat dikelompokkan menjadi empat besar, yaitu: (1) Kelompok SFL yang dipelopori
oleh M.A.K. Halliday, (2) Kelompok Linguistik Fungsional Praha yang dipelopori oleh
František Daneš, (3) Kelompok Linguistik Fungsional Eropa (terutama berkembang di
Belanda dan Belgia) yang dipelopori oleh Simon C. Dik, dan (4) Kelompok Linguistik
Fungsional Amerika Utara yang dipelopori oleh Talmy Givon. Ketiga kelompok yang
disebut terakhir mempunyai kesamaan pandangan dengan SFL yang dikembangkan oleh
4
Halliday dalam hal bahwa bahasa merupakan fenomena sosial yang tercermin dalam
penggunaannya. Namun demikian, ketiga-tiganya berbeda
5
sosio fungsional, seperti fitur linguistik. Butt, et al. (1998) menyatakan bahwa tata bahasa
tradisional berkaitan dengan “kelompok istilah” seperti ; noun, adjective, verb, adverb,
pronoun, article, conjunction, dan preposition. “Kelompok istilah” ini memungkinkan
kita untuk mengklasifikasikan kata-kata sesuai dengan cara mereka digunakan dalam
kalimat tetapi seberapa akurat dan bermanfaat kata-kata ini dalam konteks diabaikan.
Bahkan, pendekatan ini menganalisa arti dari bahasa tersebut pada level masing-masing
kata-kata atau dalam kalimat secara terpisah.
Seperti tata bahasa tradisional, transformasi (generatif) tata bahasa (transformational
(generative) grammar), yang dikembangkan berdasarkan ide-ide Chomsky (1957),
melihat arti dari bahasa pada tingkat sintaksis. 'Sintaks' dianggap komponen terdalam dari
suatu tata bahasa generatif (Davis, 1973). Selanjutnya, ia mengklaim bahwa melalui
'sintaks' kita dapat melihat bagaimana kata-kata saling terkait dan mengekspresikan
segalanya dengan bahasa. Namun, pernyataan ini diragukan setiap kali kita memeriksa
ketepatan makna kata-kata dalam konteks. Kita tidak dapat melihat arti dari konteks
secara keseluruhan dengan menafsirkan kata demi kata. Selain itu, tata bahasa tradisional
dan transformasional berusaha untuk mengatur apa peran bahasa seharusnya, inilah yang
Fromkin, dkk (1999) sebut “tata bahasa preskriptif (prescriptive grammar)”
Tata bahasa fungsional sistemik (Systemic functional grammar), di sisi lain, melihat
bahasa dari perspektif sosio-fungsional di mana komunikasi adalah berhubungan dengan
konteks dan tujuan. Pendekatan ini berkaitan dengan analisa wacana. Dengan kata lain,
itu adalah cara lain untuk menganalisa wacana. Ini adalah analisa bahasa dari
sisi pemikiran yang disebut 'Systemis'. Pendekatan ini berpendapat bahwa teks-teks selalu
dihasilkan dalam konteks, bahwa arti bahasa ditemukan dalam teks secara keseluruhan
dan bukan dalam kalimat yang terpisah. Hal ini juga menyatakan bahwa model fungsional
bahasa menjelaskan bagaimana bahasa digunakan pada tingkat teks, tidak pada tingkat
kata per kata dan kalimat secara terpisah. Fokus dari pendekatan fungsional ini
adalah pada hasil sosio-budaya, tujuan, dan penggunaan bahasa tersebut. Sehingga secara
umum pendekatan ini ditujukan untuk mengungkapkan banyaknya pilihan yang dimiliki
pengguna bahasa dalam interaksi dan menun- jukkan maknanya (Gerot & Wignell, 1994).
Apa saja fitur bahasa secara umum (general language features) dari tata bahasa
fungsional sistemik? Halliday (1985) menyatakan bahwa teori di balik pendekatan ini,
dikenal sebagai teori “sistemik”, adalah teori sebuah makna sebagai pilihan, di mana
sebuah bahasa, atau sistem semiotik lain, diartikan sebagai susunan “pilihan antar
jaringan”. Kerangka konseptual dari pendekatan ini didasarkan pada satu fungsi daripada
6
satu struktur. Dengan kata lain, ia dirancang untuk menjelaskan bagaimana bahasa
digunakan. Derewianka (1990) menjelaskan bahwa pendekatan fungsional melihat
bagaimana bahasa memungkinkan kita untuk melakukan sesuatu. Hal ini berkaitan
dengan bagaimana orang menggunakan bahasa yang nyata untuk tujuan yang nyata.
Dalam pendekatan ini dinyatakan bahwa makna dan bagaimana bahasa yang digunakan
dalam pengembangan makna sangat ditekankan.
Selain itu, Halliday dikutip dalam Teich (1999) menjelaskan bahwa untuk melihat
cara kerja bahasa, kita harus mempertimbangkan cara itu digunakan dalam konteks
tertentu, baik budaya dan situasional. Malinowski dikutip dalam Knapp dan Watkins
(1994) menjelaskan bahwa konteks budaya adalah sistem kepercayaan, nilai dan sikap
yang pembicara bawa ke dalam setiap interaksi sosial, sementara konteks situasi adalah
situasi ketika guru memperhitungkan variabilitas kelompok lingkungan. Menurut Knapp
dan Watkins (1994), untuk melihat makna konteks, ada tiga fitur bahasa secara umum
(tiga aspek atau parameter menurut Butt, dkk, 1998.) sebuah teks yang harus
dipertimbangkan, yaitu: lapangan, tenor dan modus (field, tenor dan mode). Tiga faktor
ini bersama-sama akan menentukan “nilai dari sebuah teks (Reuter, 2000).
Lapangan (field) adalah istilah teknis yang diberikan kepada 'apa' dari konteks situasi
(Knapp & Watkins, 1994) atau 'apa' adalah masalah pokok teks tersebut (Derewianka,
1990). Bidang situasi mengacu pada 'apa yang sedang terjadi' – sedang berlangsung dan
terjadi - tentang apa teks tersebut. Selanjutnya, Swales (1990) menyatakan bahwa
lapangan terkait dengan pengelolaan ide. Ini termasuk kolokasi semantik, kohesi leksikal,
kata-kata topik atau contentive (kata benda, kata kerja, kata sifat, keterangan). Lapangan
atau bidang teks tentang sebuah situasi kira-kira sejajar dengan “makna
ideasional (ideational meaning)” dalam istilah semantik ketika melihat tata bahasa
teks tersebut. Makna ideasional adalah cara yang bahasa
wakili secara simbolis tentang apa yang terjadi di dunia ini. Ada tiga istilah yang
mewakili makna ideasional: (1) proses, verba atau kelompok-kelompok kerja seperti
mengambil keranjang, akan, bekerja, dll (2) peserta, kata benda atau kelompok kata benda
seperti serigala, nenek, tukang kayu, dan (3) keadaan, kata atau frasa seperti di hutan, di
dalam lemari, ke kamar tidur, dll.
Tenor adalah istilah yang menggambarkan 'siapa' dari situasi konteks yang terjadi. Ini
juga menggambarkan hubungan antara peserta: pembicara atau pendengar, penulis atau
pembaca (Derewianka, 1990). Hal ini terkait dengan pengelolaan hubungan pribadi
(Swales, 1990). Jangka waktu teks akan tergantung pada peran peserta dan hubungan
7
mereka seperti seberapa baik mereka mengenal satu sama lain, usia mereka,
status hubungan keluarga mereka, dan seterusnya. Knapp & Watkins (1994) memberikan
penjelasan lebih lanjut bahwa jangka waktu konteks juga berkaitan dengan 'makna
interpersonal' dari tata bahasanya. Ini berkaitan dengan pertukaran ide dan informasi
dari beberapa kalimat dalam teks.
Mode berhubungan dengan 'bagaimana' dari konteks situasi tersebut. Ini adalah lay
out teks atau bentuk bahasa yang menggambarkan kegiatan sosial tertentu (Reuter, 2000).
Ini adalah bagaimana sebuah konteks sedang dikomunikasikan, apakah itu lisan atau
tertulis serta formal maupun informal. Knapp & Watkins (1994) menguraikan
bahwa mode/modus sebuah konteks berkaitan dengan 'makna tekstual (textual meaning )'
yang menunjukkan cara teks menggunakan 'tema, referensi, kohesi leksikal, dan koneksi
logis untuk menyampaikan pesan yang koheren dan kohesif.
Setelah membahas fitur bahasa umum dari pendekatan fungsional, mari kita lihat fitur
linguistik secara umum (generic linguistic features) jenis teks. Jenis teks biasanya
merupakan bentuk kategori fungsional. Klasifikasi kategori fungsional disebut 'genre'.
Menurut Reuter (2000) ada lima kategori fitur linguistik generik di setiap jenis teks.
Kategori pertama disebut " theme and rheme (thema dan rheme)'. 'Theme/tema' berarti
kata utama (Reuter, 2000) atau nama gramatikal yang diberikan kepada bagian pertama
dari kalimat yang menetapkan informasi yang telah diketahui bersama antara penulis dan
pembaca (Knapp & Watkins, 1994). 'Rheme' adalah kata-kata topik asosiasi (Reuter,
2000) atau informasi baru yang diperkenalkan oleh tema. Contoh berikut ini diambil dari
teks yang dianalisis dalam tulisan ini.
8
kalimat, gagasan aliran ini tidak menjelaskan komponen apa saja yang
tercakup dalam aspek fungsional pada kalimat. Sebagaimana kita ketahui ada
fungsi lain dalam kalimat yaitu fungsi semantis dan fungsi pragmatis.
9
Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
10