Anda di halaman 1dari 2

& Harrison, Eds., 2004: 1-2; pernah dikemukakan dalam Wiratno, 2009a).

Adapun perbedaan yang sangat menonjol dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama,
SFL memusatkan kajian fungsional pada bahasa nyata dengan menggali proses
penciptaan makna dalam berbagai konteks yang berbeda (misalnya di bidang
pengajaran bahasa, pemerolehan bahasa, dan analisis terhadap jenis-jenis wacana
pada peristiwa yang beragam). Di pihak lain, AWK lebih merupakan salah satu
cabang analisis wacana yang mengeksplorasi hubungan antara bahasa dan kekuasaan
serta menjelaskan cara-cara penggunaan bahasa untuk menghasilkan dan
mempertahankan kekuasaan. Kedua, SFL adalah teori linguistik yang menempatkan
teks sebagai objek analisis dengan metodologi yang melekat di dalamnya. Sementara
itu, AWK bukan teori linguistik dengan metodologi yang pasti. AWK lebih
memandang teks sebagai wacana publik yang berkaitan dengan politik dan sosial
yang meminjam bahasa untuk melakukan kritik terhadap ketidakseimbangan struktur
sosial dengan metodologi yang dapat diambil dari teori apa pun (Lihat Young &
Harrison, Eds., 2004: 2-4 dan sejumlah tulisan yang dimuat di dalamnya; pernah
dikemukakan dalam Wiratno, 2009a).

Karya rintisan yang mengaitkan SFL dan AWK adalah Language and control yang
diedit oleh Roger Fowler, Robert Hodge, Gunther Kress, dan Tony Trew (1979).
Buku ini menghimpun tulisan- tulisan yang mengajukan analisis kritis terhadap
terutama karya media melalui SFL. Misalnya, pada buku ini, Fowler dan Kress
menyumbangkan tulisan yang berjudul "Critical linguistics" yang berisi penegasan
bahwa unsur-unsur metafungsional merupakan alat yang penting untuk melakukan
analisis kritis, dan ternyata "ideology is linguistically mediated". Pada tulisan tersebut
mereka juga menunjukkan bahwa koherensi teks dapat dieksplorasi dengan prinsip-
prinsip yang disampaikan dalam Cohesion in English (Halliday & Hasan, 1976).

Karya yang menyusul berikutnya pada dekade yang sama adalah Language as
ideology (Hodge & Kress, 1979) yang direvisi dengan judul yang sama sebagai edisi
kedua oleh Kress dan Hodge (2003). Buku ini berisi konsep tentang bahasa yang
berfungsi sebagai alat kontrol, dan sekaligus menegaskan kembali konsep yang telah.
diajukan pada buku Language and control di atas. Kelanjutan dari Language as
ideology adalah buku yang berjudul Sosial semiotics (Hodge & Kress, 1988). Buku
yang diilhami oleh buku Halliday yang berjudul Language as social semiotic (1978)
ini menitikberatkan pada pemikiran bahwa tidak ada sistem tanda apa pun yang dapat
dimengerti dalam isolasi, sehingga bahasa verbal (sebagai salah satu tanda) pasti
harus dipahami dalam konteks sosial dan diperlakukan sebagai praktik sosial di
bidang sejarah, sastra, media, pendidikan, dan berbagai disiplin yang lain (Hodge &
Kress, 1988: vii-viii). Buku lain yang memperjelas dan mengelaborasi parameter
AWK yang telah disampaikan pada buku-buku sebelumnya adalah Language in the
news: Discourse and ideology in the British press (Fowler, 1996/2001). Kali ini, fokus
analisisnya adalah transitivitas, transformasi, struktur leksikal, dan modalitas (Young
& Harrison, Eds., 2004: 3).

Di pihak lain, Michael Gregory, kolega Halliday sewaktu di Inggris dan yang
membawa SFL ke Canada, mengkhususkan kajian dengan SFL di bidang gramatika,
register, dan stilistika. Analisis wacana yang dikembangkan oleh Gregory selanjutnya
dikaitkan dengan penerapan SFL dalam analisis stilistika di bidang sastra (Bloor &
Bloor, 2004: 233). Karya-karya Gregory yang mencerminkan hal itu adalah antara
lain: "A theory for stylistics - exemplified: Donnes's Holy Sonnet XIV" (artikel,
1974), "Marvell's 'To his coy mistress': The poem as a linguistic and social event"
(artikel, 1978), dan "Generic expectancies and discoursal surprises: John Donne's

"The good morrow"" (bab dalam buku, 1995). Kelompok kedua muncul setelah
sepuluh tahun kemudian, yang ditandai oleh penerbitan buku Language and power
oleh Norman

Anda mungkin juga menyukai