Anda di halaman 1dari 30

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/332833672

GRAMATIKA FUNGSIONAL SISTEMIK DAN PENERAPANNYA DALAM


PEMERIAN BAHASA *

Conference Paper · May 2019

CITATIONS READS

0 2,087

1 author:

Untung Yuwono
University of Indonesia
20 PUBLICATIONS   6 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

HIBAH PITTA View project

Pemerolehan Variasi Bahasa Indonesia pada Anak-anak Keluarga Urban View project

All content following this page was uploaded by Untung Yuwono on 03 May 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


GRAMATIKA FUNGSIONAL SISTEMIK
DAN PENERAPANNYA DALAM PEMERIAN BAHASA *

Untung Yuwono
(Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia;
untung.yuwono@ui.ac.id; untungy@gmail.com)

1. Pendahuluan
Salah satu teori tata bahasa di bawah payung teori akbar fungsionalisme
adalah gramatika fungsional sistemik (systemic functional grammar/SFG)—
selanjutnya di dalam makalah ini disingkat GFS. GFS identik dengan pemikiran
Michael Alexander Kirkwood (M.A.K.) Halliday—saat makalah ini ditulis aktif
sebagai profesor emeritus di University of Sydney, Australia. Sejak diperkenalkan
pada tahun 1985 melalui An Introduction to Functional Grammar (IFG) oleh M.A.K.
Halliday, GFS telah menjadi seperangkat teori yang komprehensif untuk diterapkan
dalam pemerian tata bahasa dan dalam perkembangannya digunakan untuk
menjelaskan penggunaan bahasa dalam bidang-bidang linguistik, seperti pengajaran
bahasa, penerjemahan, dan analisis wacana.
Sejak IFG edisi pertama (1985), GFS telah diperkenalkan dari dua jurusan,
yaitu sebagai teori fungsional tentang tata bahasa manusia dalam konteks komunikasi
dan sebagai teori fungsional bagi pemerian tata bahasa tertentu. Yang tersebut
pertama mengacu pada sifat keuniversalan GFS dan yang kedua sifat keunikan GFS.
Keuniversalan GFS mengacu pada sifat lahiriah bahasa yang merupakan jaringan
makna. Sebagai jaringan makna, tata bahasa manusia tidak dapat lepas dari konteks,
seperti konteks waktu, tempat, peserta komunikasi, bahkan konteks institusional dan
budaya. Di sisi lain, bagaimana orang menampilkan jaringan makna itu secara
berbeda-beda juga tidak dapat diabaikan sehingga bahasa-bahasa mempunyai karakter
masing-masing. Dua sisi pandang itu ditempatkan dalam GFS sehingga GFS

*
Makalah ini disajikan dalam Seminar Nasional Fungsionalisme, yang diselenggarakan oleh
Departemen Linguistik Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia pada tanggal 7 Maret
2016 bertempat di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
2

memungkinkan bagi perbedaan dalam bahasa-bahasa di dunia dan me-“nyaman”-kan


pemerian gramatika bahasa apa pun.
Makalah ini memaparkan garis besar pemikiran GFS, terutama yang tertuang
dalam IFG edisi keempat (2014) dan yang dilengkapi oleh pemikiran para linguis
fungsional sistemik lainnya. Makalah ini diawali dengan sekilas uraian tentang titik
awal kelahiran GFS yang relevan dengan konteks kekinian penelitian bahasa. Paparan
dilanjutkan dengan karakteristik GFS, yang kemudian diikuti oleh contoh penerapan
GFS dalam bahasa Indonesia sekaligus tantangan penelitian dengan data bahasa
Indonesia.

2. Beberapa Prinsip GFS


Siapa pun yang mempelajari linguistik mengetahui dua teori akbar yang
bergelut setidaknya sejak awal 1960-an, yaitu formalisme dan fungsionalisme. Davies
(2014) menyampaikan anekdot tentang awal pergelutan kedua teori itu saat kunjungan
Noam Chomsky, Bapak Formalisme, pertama kali ke London untuk memberikan
ceramah. Di akhir ceramah, sang tuan rumah, M.A.K. Halliday mengomentari
paparan Chomsky yang menggunakan contoh atau data yang bersifat “dugaan” yang
melahirkan teori-teorinya sehingga tidak berpengaruh terhadap keabsahan kebenaran
apa pun dalam contoh-contoh yang dipaparkannya. Ini “tohokan” Halliday terhadap
Chomsky sekaligus penguatan Halliday atas teorinya yang mengutamakan data
bahasa yang hidup.
Davies kemudian mencatat setidaknya ada dua tekanan di balik serangan
Halliday terhadap Chomsky. Pertama, Halliday dengan linguistik fungsional
sistemiknya (LFS), yang identik dengan GFS, menggarisbawahi analisisnya yang
selalu berdasarkan teks yang otentik—meskipun ada juga pendapat yang menyatakan
bahwa LFS berada di tengah kontinum transformasi generatif dan linguistik korpus
karena LFS tidak menolak data intuitif yang telah teruji dan didukung oleh analisis
tekstual. Itulah yang kita lihat pada IFG. Pada IFG edisi ketiga (2004) dan keempat
(2014) penekanan data yang diambil dari korpus dikuatkan dengan data banyaknya
korpus yang digunakan. Kedua, LFS menekankan sistem alih-alih struktur—yang
terakhir ini menjadi ciri-ciri formalisme Chomsky dengan deep structure-nya. Itulah
mengapa Halliday mengubah nama teorinya dari Teori Skala dan Kategori/Scale and
Category (1957) menjadi LFS sejak awal 1960-an dan pada tahun 1985, seiring
3

dengan terbitnya IFG, GFS tampil kokoh sebagai bagian dari pemikiran Halliday
dalam LFS.
Sejak awal, GFS tumbuh sebagai teori bahasa dalam bidang gramatika yang
berpusat pada fungsi bahasa. Halliday dan Hasan (1985:17) menyatakan bahwa
kontras dengan teori-teori tata bahasa yang menggarisbawahi struktur sebagai tonggak
utama bahasa, GFS menempatkan sistem sebagai perangkat bahasa yang fundamental.
Artinya, GFS berupaya mencari pemahaman bagaimana bahasa berfungsi di dalam
konteks situasi. Butler (1985:46) menegaskan bahwa GFS berurusan dengan tata
bahasa yang “signifikan maknawi”. Menurut Halliday (1970), yang dikutip oleh
Butler (1985:47), ketika makna yang potensial dalam bahasa diuji, akan ditemukan
banyak hal yang membentuk jaringan yang menghasilkan bahasa itu, dan jaringan
itulah yang menjadi fungsi dasar bahasa itu.
Pemikiran Halliday seperti itu dipengaruhi oleh pemikiran Firth—kepadanya
Halliday berguru. Firth memandang bahwa bahasa lahir karena makna sebagai fungsi
bahasa dan maknalah yang menjadi puncak, “mengatasi” bahasa (Butler 1985:3).
Bahasa dan apa pun yang ada di dalam diri (kepribadian) merupakan kesatuan yang
terlibat dalam aktivitas hidup sehingga linguistik sebagai ilmu pun harus dapat
menjelaskan hubungan antara pola-pola bahasa dan sistem yang mengatur pola-pola
bahasa itu; dan, dengan kata lain, itulah dasar mengapa linguistik harus sistemik
(Firth yang dikutip oleh Butler 1985:6). Pemikiran Firth tersebut dikembangkan oleh
Halliday dengan konsep jaringan makna, yang disebutnya sebagai sistem. Menyusun
gramatika fungsional berarti memberikan prioritas pada pandangan “dari atas”
(sistem), yaitu melihat gramatika sebagai pilihan-pilihan makna (Halliday 2014:49).
Dengan kata lain, hubungan yang diutamakan adalah hubungan paradigmatis (sistem),
sebagai komponen mendasar gramatika, alih-alih hubungan sintagmatis (struktur),
yang merupakan konsekuensi dari pilihan-pilihan makna itu.
Pemikiran Halliday terus berkembang hingga GFS mengarah pada dua
pertanyaan—yang sekaligus menjadi ciri-ciri penelitian berlandaskan GFS—, yaitu
(1) bagaimana orang menggunakan bahasa dan (2) bagaimana bahasa distrukturkan
untuk dapat digunakan (Eggins 1994). Dari pertanyaan pertama dilibatkan data
otentik yang berasal dari interaksi sosial sehari-hari. Penutur bahasa menegosiasikan
teks, baik tulis maupun lisan, untuk menyampaikan dan memahami makna. Sementara
itu, dari pertanyaan kedua, ditemukan bahwa bahasa itu berstruktur demi
4

menampilkan tiga fungsi, yaitu fungsi ideasional, fungsi interpersonal, dan fungsi
tekstual. Ketiga fungsi itu disebut metafungsi, yang menjadi pusat GFS.
Dapat diikhtisarkan secara ringkas beberapa prinsip GFS sebagai berikut.
(1) GFS merupakan teori linguistik yang bertujuan menjelaskan bagaimana bahasa
beroperasi dalam fungsi. Dengan kata lain, bahasa bersifat fungsional. Bahasa
yang fungsional bukanlah bahasa yang terisolasi dari konteks atau merupakan
produk semata, tetapi bahasa yang beroperasi dalam suatu proses. Dalam
proses, terlibat partisipan, yaitu penutur/penulis dan petutur/pembaca; apa yang
terjadi dan dirujuk; waktu; tempat; dan lain-lain.
(2) Bahasa merupakan jejaring sistem yang membangun struktur sebagai pilihan-
pilihan untuk menghasilkan makna. Gramatika suatu bahasa disajikan dalam
bentuk jaringan sistem, bukan temuan struktur-struktur. Struktur penting dalam
pemerian bahasa, tetapi dikatakan ada karena sistem sehingga struktur tidak
dapat dikatakan sebagai ciri-ciri bahasa. Itu sebabnya mengapa struktur bahasa
berbeda-beda, bergantung pada fungsi, seperti struktur teks informatif, yang
berfungsi untuk menginformasikan, berbeda dengan struktur teks naratif, yang
berfungsi untuk menceritakan.
(3) Bahasa mempunyai lima dimensi: sistem, struktur, stratifikasi, perwujudan, dan
metafungsi.
(4) Dalam dimensi sistem, sistem, sebagai hubungan paradigmatis, adalah
representasi abstrak dari struktur. Sistem tidak bergantung pada kategori
gramatikal. Sistemlah yang mengatur pola-pola bahasa. Sistem polaritas,
sebagai contoh, menentukan pilihan positif atau negatif, yang dapat pula
diwujudkan dalam berbagai cara.
(5) Struktur merupakan hubungan atau urutan sintagmatis. Dalam dimensi struktur
bahasa, tiap sistem bahasa mempunyai peringkat (rank), Tiap sistem bahasa
mempunyai titik asal pada peringkat (rank) tertentu, yaitu klausa, frasa, grup,
kata, dan morfem pada strata leksikogramatika serta grup tona pada strata
fonologi. Berikut simpulan Halliday tentang hierarki peringkat dalam bahasa
Inggris.
5

Tabel 1: Hierarki Peringkat dalam Bahasa Inggris (Halliday 2014:21)


Ranah Hierarki
Bunyi grup tona – foot (grup ritme) – silabe – fonem
Tulisan kalimat – subkalimat – kata – huruf
Syair (lisan) stanza – baris – foot (metrik) – silabe
Gramatika klausa – frasa/grup – kata – morfem

Kita dapat memperhatikan betapa detailnya GFS dalam membagi peringkat.


Kalimat (sentence) bukanlah tataran tertinggi dalam GFS karena kalimat
merupakan satuan ortografis (tulisan). Alih-alih, klausalah, sebagai konstituen
tertinggi gramatikal, yang menjadi pusat perhatian.
Tiap peringkat {klausa, grup/frasa—Halliday (2014:363) membedakan grup
(grup nominal, grup verbal, grup adjektival, grup adverbial, dan grup konjungsi)
dari frasa (frasa preposisional)} mempunyai potensi untuk membentuk struktur
kompleks, seperti menjadi kompleks klausa (selaras dengan kalimat dalam
ortografi), kompleks grup, dan seterusnya. Berikut disajikan contoh penyusunan
peringkat gramatikal dalam kalimat Setelah berlayar ribuan mil menembus
gelombang lautan, KRI dr. Soeharso, yang merupakan kapal rumah sakit
andalan TNI, tiba di Pulau Leti, salah satu dari kepulauan terluar di Maluku
Barat Daya.

Tabel 2: Contoh Penyusunan Peringkat


Kompleks klausa |||Setelah berlayar ribuan mil menembus gelombang lautan, KRI dr.
Soeharso, yang merupakan kapal rumah sakit andalan TNI, tiba di Pulau
Leti, salah satu dari kepulauan terluar di Maluku Barat Daya|||
Klausa || setelah berlayar ribuan mil menembus gelombang lautan||

||KRI dr. Soeharso, yang merupakan kapal rumah sakit andalan TNI, tiba di
Pulau Leti, salah satu dari kepulauan terluar di Maluku Barat Daya||
Kompleks |di Pulau Leti|, |salah satu dari kepulauan terluar| |di Maluku Barat Daya|
frasa/grup |KRI dr. Soeharso|, yang merupakan |kapal rumah sakit andalan TNI|
Frasa/Grup |ribuan mil|
|gelombang lautan|
|KRI dr. Soeharso|
|kapal rumah sakit andalan TNI|
|di Pulau Leti|
|salah satu dari kepulauan terluar|
|di Maluku Barat Daya|
Kompleks kata* salah satu
rumah sakit
Kata setelah; berlayar; ribuan; mil; menembus; gelombang; lautan; KRI dr.
Soeharso; yang; merupakan; kapal; rumah; sakit; andalan; TNI
6

tiba; di; Pulau Leti; salah; satu; dari; kepulauan; terluar; di; Maluku Barat
Daya
Kompleks setelah; berlayar; ribuan; menembus; lautan; merupakan; andalan;
morfem* kepulauan; terluar
Morfem* se-; ber-; -an; me-; -kan; ke-an; ter-; telah; layar; ribu; mil; tembus;
gelombang; laut; KRI; dr.; Soeharsi; yang; rupa; kapal; rumah; sakit; andal;
TNI; tiba; di; pulau; Leti; salah; satu; dari; luar; Maluku; Barat; Daya
*Dalam IFG, Halliday tidak mengeksplorasi bahasan kompleks kata; kompleks morfem; dan
morfem.
Keterangan notasi: ||| kompleks klausa
|| klausa
| frasa/grup

(6) Dalam dimensi perwujudan (instantiation), sistem bahasa tercermin dalam teks.
Sistem dan teks merupakan dua kutub yang berbeda dan dihubungkan oleh
rantai pencerminan. Sistem berada di kutub abstrak sehingga berisikan hal-hal
yang potensial dan berkontekskan kebudayaan (context of culture), sedangkan
teks berada di kutub konkret sehingga berisikan wujud dan berkontekskan
situasi (context of situation). Di antara dua kutub itu terdapat tipe wujud
subpotensial, yang berkontekskan pada institusi (konteks institusional). Berikut
ini bagan (dengan adaptasi) dari Halliday yang menggambarkan hubungan
perwujudan itu.

Konteks budaya Konteks institusional Konteks situasi

Potensial ß Tipe wujud subpotensial à Wujud

Sistem Repertoar tipe teks Repertoar teks

Gambar 1: Rantai Perwujudan

Jika kita mengkaji teks dalam satu repertoar teks, teks itu merupakan wujud
(dari sistem) dan kita dapat menemukan ciri-ciri teks sejenis, yang disebut
7

wujud subpotensial, dan bahkan pada akhirnya kita dapat menemukan sistem
teks itu dan membayangkan teks lain (potensial) yang bersistem sama.
Dalam hal konteks, konteks budaya merupakan konteks terabstrak—dan
Halliday (2014:33) mengakui hingga kini belum ada perian komprehensif
tentang konteks budaya. Konteks institusional, yang berada di antara konteks
situasi dan konteks budaya, merupakan konteks situasi yang terakumulasi di
dalam suatu institusi. Sementara itu, konteks situasi merupakan konteks
spesifik—dapat dikatakan “terkonkret”—yang melingkungi bahasa. Konteks
situasi terbagi atas tiga, yaitu (1) medan, yaitu apa yang terjadi: (2) tenor, yaitu
siapa yang terlibat; dan (3) mode, yaitu peran apa yang dimainkan oleh bahasa.
(7) Dalam dimensi stratifikasi, bahasa disusun atas empat strata, yaitu semantik,
leksikogramatika, fonologi, dan fonetik. Semantik dan leksikogramatika
merupakan perangkat strata isi, sedangkan fonologi dan fonetik merupakan
perangkat strata ekspresi. Dalam perangkat strata isi, semantik merupakan strata
tertinggi di dalam bahasa yang menghubungkan konteks dan leksikogramatika.
Manusia berbahasa untuk memberi makna pada pengalaman dan mengadakan
interaksi dengan orang lain. Itu berarti gramatika bersinggungan dengan apa
yang ada di luar bahasa: pengalaman, keadaan, peristiwa, dan lain-lain. Dalam
strata semantik, pengalaman dan hubungan interpersonal itu ditransformasi ke
dalam makna. Pada saat yang sama manusia mentransformasikan apa yang ada
di luar itu ke dalam kata (leksikal) dengan menggunakan peranti gramatikal
(gramatika). Pada strata leksikogramatikal, makna ditransformasi ke dalam
perangkaian kata. Strata perangkaian kata merupakan kontinum yang
menghubungkan gramatika pada satu kutub dan leksikon pada kutub yang lain.
Gramatika merupakan sistem tertutup dan bermakna umum, sedangkan leksikon
merupakan peranti terbuka dan bermakna spesifik.
(8) Teori GFS diterapkan dalam bentuk pemerian yang diarahkan pada tiga
komponen fungsional, yang disebut pula metafungsi, yang beroperasi dalam
wilayah klausa. Ketiga komponen itu adalah fungsi ideasional, fungsi
interpersonal, dan fungsi tekstual. Fungsi ideasional merupakan kata lain dari isi
bahasa (Butler 1985; Sinar 2002). Fungsi ideasional berkenaan dengan
representasi dunia kenyataan di dalam dan luar bahasa. Menurut Halliday
(1978:112), ketika seorang penutur bahasa merefleksikan dunia eksternal atau
dunia kesadarannya, representasi itu menghasilkan bentuk “isi”—isi bahasa.
8

Bentuk isi bahasa tersebut, yang mencerminkan dunia kenyataan yang menjadi
konteks situasi pemunculan bahasa itu, disebut fungsi pengalaman (experiencial
function). Fungsi pengalaman tampak dalam wujud transitivitas dalam klausa
yang meliputi proses (PR), peserta (PS), dan sirkumstansi (SK). Di samping itu,
di dalam fungsi ideasional juga ada fungsi lain yang menyediakan informasi
tentang bagaimana sebuah situasi berkaitan dengan situasi yang lain, yang
disebut fungsi logis. Fungsi logis tampil dalam wujud kebergantungan timbal
balik dalam hubungan antarklausa dan hubungan logis (makna) antarklausa.
Fungsi interpersonal memperlihatkan bahasa sebagai alat pertukaran pesan
antarpeserta komunikasi. Adapun fungsi tekstual tampil dalam bentuk
organisasi teks, yang memperlihatkan hubungan antara fungsi ideasional dan
interpersonal.
(9) Kelima dimensi bahasa tersebut membentuk dimensi semiotik, yang
membangun arsitektur bahasa di dalam konteks. Dimensi semiotik terbagi atas
dua lingkup, yaitu lingkup global dan lingkup lokal. Dimensi semiotik global
menentukan keseluruhan penataan bahasa di dalam konteks, sedangkan dimensi
semiotik lokal beroperasi di dalam sub-subsistem bahasa.

Tabel 3: Dimensi Bahasa dalam Konteks (Halliday 2014:32)


Lingkup Dimensi Dimensi Urutan
Global Stratifikasi konteks – bahasa [isi [semantik – leksikogramatika] –
ekspresi [fonologi – fonetik]]
Perwujudan potensial – tipe subpotensial wujud - wujud
Metafungsi ideasional [logis – pengalaman] – interpersonal -
tekstual
Lokal Hubungan (axis) paradigmatis – sintagmatis
Peringkat (rank) untuk leksikogramatika: klausa – grup/frasa – kata –
morfem
Delicacy untuk leksikogramatika: kontinum dari gramatika ke
leksikon

Paparan berikut ini disempitkan pada fungsi klausa. Sebagai pusat perhatian
GFS, klausa mempunyai tiga fungsi—yang disebut metafungsi dalam GFS—, yaitu
klausa sebagai (1) pesan, (2) pertukaran, dan (3) representasi. Klausa sebagai pesan
berarti klausa mengemban fungsi tekstual; klausa sebagai pertukaran berarti klausa
mengemban fungsi interpersonal; sedangkan klausa sebagai representasi bermakna
9

klausa merupakan perwakilan di dalam bahasa tentang pengalaman atau apa yang
terjadi dalam konteks.

3. Klausa sebagai Pesan, Pertukaran, dan Representasi


Sistem klausa tersusun atas tiga metafungsi terpisah, seperti yang ditunjukkan
dalam tabel berikut.

Tabel 4: Tiga Jalur Makna dalam Klausa (Halliday 2014:83)


Metafungsi Klausa sebagai … Sistem Struktur
Tekstual pesan TEMA Tema ^ Rema
Interpersonal pertukaran MODUS Modus (Subjek + Finit)
+ Residu {Predikator
(+ Komplemen) (+
Adjung
Pengalaman (atau representasi TRANSITIVITAS Proses + Partisipan (+
Ideasional) Sirkumstansi)
Keterangan notasi: ^ diikuti oleh

Meskipun terpisah, ketiga metafungsi itu secara bersamaan mengatur struktur bahasa.
Fungsi ideasional atau pengalaman di dalam klausa merupakan representasi
pengalaman yang mengungkapkan apa yang terjadi, apa yang dialami, apa yang
dilakukan; di mana; kapan; dan bagaimana hubungan logis terjadi. Fungsi
interpersonal mengungkapkan realitas sosial dalam hal interaksi antarpeserta dan
hubungan sosial. Fungsi tekstual menghubungkan fungsi ideasional dan interpersonal
melalui organisasi teks—atau berkaitan dengan cara menciptakan teks. Sebuah klausa,
yang merupakan leksikogramatika, diliputi secara simultan oleh ketiga fungsi
tersebut. Berikut dipaparkan satu per satu ketiga metafungsi tersebut.

3.1 Klausa sebagai Pesan: Tema^Rema


Fungsi tekstual berkenaan dengan fungsi sebuah klausa sebagai pembawa
informasi. Dengan demikian, klausa merupakan unit informasi. Informasi, dalam
wilayah gramatikal, oleh Halliday (2014) dipandang dari dua sisi. Pertama, informasi
merupakan apa yang telah diketahui atau dapat diramalkan dan apa yang belum
diketahui atau tidak teramalkan. Batasan yang demikian ada di pihak petutur atau
pembaca. Di sisi lain, kedua, informasi juga merupakan apa yang dipilih sebagai titik
keberangkatan pembicaraan dan apa yang disampaikan belakangan. Batasan yang
10

demikian ada di pihak penutur atau penulis. Batasan pertama itu ditandai secara
gramatikal oleh struktur informasi, yang merupakan konfigurasi informasi lama-
informasi baru. Batasan yang kedua ditandai oleh struktur tematik, yang merupakan
konfigurasi Tema^Rema. Paparan dalam makalah ini, karena keterbatasan tempat,
dititikberatkan pada struktur tematik.
Struktur tematik merupakan kesatuan dua unsur: Tema dan Rema—
dinotasikan Tema^Rema, yang melambangkan urutan Tema diikuti oleh Rema. Tema
merupakan titik keberangkatan suatu pesan sehingga ditempatkan pada posisi tertentu.
Dalam bahasa Inggris, Tema ditempatkan di posisi awal klausa; demikian pula dalam
bahasa Indonesia. Bagian yang mengikuti Tema adalah bagian yang mengembangkan
Tema, yang disebut Rema. Beberapa contoh penataan Tema^Rema dalam bahasa
Indonesia ditampilkan sebagai berikut.

(1) Detikcom berkesempatan mengikuti misi pelayanan kesehatan KRI dr. Soeharso
ke enam pulau terdepan Indonesia sejak Kamis (4/2).

detikcom berkesempatan mengikuti misi ke enam pulau sejak Kamis (4/2)


pelayanan terdepan
kesehatan KRI Indonesia
dr. Soeharso
Tema Rema

(2) Di Ujung Indonesia di Pulau Terluar Ada Bocah Evans yang Ingin Jadi Dokter
Di Ujung Ada Bocah Evans [[yang Ingin Jadi Dokter]]
Indonesia di
Pulau Terluar
Tema Rema

(3) Setelah berlayar ribuan mil menembus gelombang lautan, KRI dr. Soeharso, yang
merupakan kapal rumah sakit andalan TNI, tiba di Pulau Leti, salah satu dari
kepulauan terluar di Maluku Barat Daya.

Setelah berlayar ribuan mil menembus gelombang KRI dr. [[ merupakan kapal tiba di salah satu
lautan Soeharso yang rumah Pulau dari
sakit Leti kepulauan
andalan terluar di
TNI]] Maluku
Barat
Daya
Tema Rema Tema Rema
11

Dalam tiga contoh di atas diperlihatkan bahwa tema tampil dalam bentuk kata
pada contoh (1); frasa pada contoh (2); dan grup pada contoh (3). Pada contoh (1),
titik keberangkatan pesan ditandai oleh kata detikcom; pada contoh (2) oleh frasa
preposisional di Ujung Indonesia di Pulau Terluar; dan pada contoh (3) oleh grup
konjungsi setelah berlayar. Contoh-contoh tersebut juga memperlihatkan bahwa tema
dapat berwujud tunggal (detikcom) dan kompleks (di ujung Indonesia di Pulau
Terluar dan sesudah berlayar).

3.2 Klausa sebagai Pertukaran


Fungsi pertukaran diperlihatkan oleh makna interpersonal yang terkandung
dalam klausa. Ketika bertutur atau menuliskan maksud, seseorang berperan sebagai
penyedia informasi, peminta informasi, atau peminta barang atau jasa. Peran-peran itu
berkenaan dengan kebutuhan yang dipertukarkan: informasi dan barang atau jasa.
Apabila membutuhkan informasi, seseorang akan meminta informasi dengan
bertanya; ketika memberikan informasi, seseorang akan menyampaikan informasi
dengan menyatakan; sedangkan ketika membutuhkan barang atau jasa, seseorang
akan meminta barang dan jasa dengan meminta, menyuruh, mempersilakan, dan lain-
lain. Dengan demikian, peran umum pengguna bahasa dikategorikan sebagai berikut.

Tabel 5: Peran Pertukaran (Adaptasi dari Halliday 2014:83)


Komoditas yang Dipertukarkan
Peran Pertukaran (a) barang dan jasa (b) informasi
(i) memberi ‘tawaran’ ‘pernyataan’
Kamu mau coba ini? Kakak mau kasih Dedek es
krim.
(ii) meminta ‘perintah/suruhan’ ‘pertanyaan’
Kemarikan itu. Kamu kasih Dedek es krim?

Tabel di atas memperlihatkan peran pertukaran dalam empat fungsi utama klausa,
yaitu tawaran, perintah, pernyataan, dan pertanyaan. Dalam kategori gramatikal,
wujud peran pertukaran itu dalam klausa disebut modus (atau MODUS—perhatikan

notasi yang digunakan: semua huruf kecil atau semua huruf besar dengan ukuran kecil
karena dibedakan nanti dengan istilah yang sama namun dengan acuan yang berbeda).
Terdapat dua jenis modus, yaitu indikatif jika yang dipertukarkan adalah informasi
dan imperatif jika yang dipertukarkan adalah barang dan jasa. Indikatif terbagi atas
deklaratif jika informasi diberikan dan interogatif jika informasi diminta. Interogatif
12

terbagi lagi atas interogatif ya-tidak dan interogatif terbuka (wh-interrogative dalam
bahasa Inggris).
Di dalam klausa bermodus indikatif, modus ditandai oleh
(1) kehadiran unsur Modus—dengan huruf M (kapital)—, yang terdiri atas Subjek
dan Finit;
(2) urutan Subjek dan Finit—dalam bahasa Inggris urutan Subjek-Finit mencirikan
deklaratif; urutan Finit-Subjek mencirikan pertanyaan ya-tidak; urutan wh-
question dapat berupa Subjek-Finit jika kata tanya wh menjadi Subjek atau Finit-
Subjek.
Unsur Modus dalam klausa terdiri atas Subjek dan Finit. Berikut penjelasan
ringkas tentang Subjek dan Finit.
Finit adalah unsur Modus yang berfungsi memfinitkan proposisi. Dengan
unsur Finit, proposisi menjadi tertentu; menjadi dikerangkai oleh acuan seperti waktu
pertukaran terjadi, waktu yang melingkungi pertukaran antarpeserta. Di samping itu,
proposisi menjadi dapat diargumentasikan atau, dengan kata lain, dikerangkai oleh
penilaian (judgement) atau sikap penutur/penulis. Kedua Finit itu (waktu dan
penilaian) dalam istilah gramatikal disebut kala dan modalitas. Wujud konkretnya
adalah operator Temporal dan operator Modal seperti dalam tabel berikut.

Tabel 6: Operator Finit dalam Bahasa Inggris (Halliday 2014:145)


Operator Temporal
Lampau Kini Mendatang
Positif did, was, had, used to does, is, have will, shall, would,
should
Negatif didn’t, wasn’t, hadn’t, doesn’t, isn’t, hasn’t won’t, shan’t,
didn’t + used to wouldn’t, shouldn’t
Operator Modal
Rendah Tengah Tinggi
Positif can, may, could, might, will, would, should, must, ought to, need,
(dare) is/was to has/had to
Negatif needn’t, doesn’t/didn’t won’t, wouldn’t, mustn’t, oughtn’t to,
+ need to, have to shouldn’t, (isn’t/wasn’t can’t, couldn’t,
to) (mayn’t, mightn’t,
hasn’t/hadn’t)

Sementara itu, Subjek adalah unsur yang dapat dibenarkan atau disangkal oleh
proposisi (bagian yang mengikuti Modus, yang disebut Residu). Subjek merujuk pada
maujud yang dengannya proposisi dapat dibenarkan atau disangkal. Pada modus
13

indikatif, Subjek berperan dalam menjamin keberhasilan atau kegagalan proposisi


(Residu), sementara pada modus imperatif Subjek berperan dalam merealisasikan
proposal, yang berupa tawaran atau perintah. Contoh berikut dapat menjelaskan
hubungan Subjek dengan proposisi dan proposal.

(4) Kakak mau kasih Dedek es krim.


Kakak mau kasih Dedek es krim.
Subjek operator Modal proposisi

(5) Kakak mau coba ini?


Kakak mau coba ini?
Subjek operator Modal proposal

Unsur Modus diikuti oleh Residu, yaitu unsur fungsional yang sering disebut
sebagai proposisi—namun Halliday berpandangan istilah proposisi hanya tepat untuk
modus indikatif seperti dalam contoh (4) tersebut karena proposisi dapat dibenarkan
atau disangkal, sementara untuk modus imperatif disebut proposal. Dengan demikian,
pada klausa (4) kasih Dedek es krim menjadi Residu dan pada (5) coba ini sebagai
Residu sebagaimana berikut.

(6) Kakak mau kasih Dedek es krim.


Kakak mau kasih Dedek es krim.
Subjek operator Modal proposisi
Modus Residu

(7) Kakak mau coba ini?


Kakak mau coba ini?
Subjek operator Modal proposal
Modus Residu

Residu digolongkan atas Predikator (Predicator), Komplemen (Complement),


dan Adjung (Adjunct). Predikator pada umumnya hadir di dalam klausa, kecuali jika
dilesapkan, sehingga menjadi ciri bagi klausa. Predikator dapat berfungsi
menspesifikkan waktu, aspek, diatesis, dan proses—yang disebut terakhir ini terdapat
dalam klausa sebagai pengalaman. Predikator dapat berupa grup nominal dan grup
verbal—dalam bahasa Inggris Predikator selalu berupa grup verbal. Komplemen
merupakan elemen di dalam Residu yang berpotensial menjadi Subjek—dalam istilah
14

tradisional disebut Objek, namun istilah Objek dipandang mengkhususkan atau


menyempitkan fungsinya oleh Halliday. Komplemen pada umumnya berupa grup
nominal. Dalam bahasa Inggris, Komplemen dapat berupa frasa preposisional, seperti
in the house dalam He is not in the house. Adapun Adjung—ada yang
memadankannya sebagai Pemerlengkap dalam bahasa Indonesia, sementara saya
lebih memilih untuk menggunakan istilah Adjung untuk tidak mengacaukannya
dengan Pelengkap dalam tata bahasa non-GFS—adalah unsur klausa yang berfungsi
memperluas hubungan semantis klausa. Adjung pada umumnya berupa grup
adverbial, grup konjungtif, dan frasa preposisional. Berikut contoh pemerian fungsi
Subjek, Predikator, Komplemen, dan Adjung.

(8) Kakak mau kasih Dedek es krim nanti di rumah.


Kakak mau kasih Dedek es krim nanti di rumah
Subjek operator Predikator Komplemen Komplemen Adjung Adjung
Modal
Modus Residu

Penentuan Modus dalam bahasa Indonesia mendatangkan masalah tersendiri


mengingat dalam bahasa Indonesia kefinitan waktu tidak dimarkahi secara gramatikal
oleh kala dan penilaian tidak dimarkahi secara gramatikal oleh operator Modal.
Masalah muncul pada pemerian klausa deklaratif bahasa Indonesia yang di dalamnya
tidak ditemukan operator Modal. Bagaimana pemerian Modus dan Residu pada klausa
deklaratif dalam bahasa Indonesia yang tidak memuat operator Modal, misalnya pada
klausa Pulau Leti merupakan pulau ketiga yang berhasil disambangi kapal rumah
sakit terapung ini? Klausa tersebut bermodus deklaratif, tetapi bagian apa yang
mencirikan modus deklaratif? Apakah cukup Pulau Leti sebagai penentu modus
deklaratif? Pada umumnya yang dilakukan oleh para peneliti, seperti dalam tesis-tesis
mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, adalah
“menyederhanakan” Subjek sebagai Modus ketika tidak ditemukan operator modal di
dalam klausa. Belum ada paparan eksploratif tentang bagaimana penerapan Modus
sebagai terminologi dalam GFS dalam bahasa Indonesia selain hasil penelitian Alwi
(1992) mengenai pengungkap modalitas dalam bahasa Indonesia—namun
pengungkap modal hanyalah sebagian cara menyampaikan penilaian dalam bahasa
Indonesia. Sementara ini dalam makalah yang bertujuan memperkenalkan GFS ini,
istilah Modus tetap saya gunakan.
15

Lalu, bagaimana penyelesaian masalah Modus pada klausa seperti Pulau Leti
merupakan pulau ketiga yang berhasil disambangi kapal rumah sakit terapung ini?
Satu-satunya hal yang tampak dari klausa itu sebagai penentu modus deklaratif klausa
adalah urutan Subjek-Predikator sehingga pemerian fungsi pertukaran pada klausa itu
dapat digambarkan sebagai berikut.

(9) Pulau Leti merupakan pulau ketiga yang berhasil disambangi kapal rumah sakit
terapung ini.
Pulau Leti merupakan pulau [[yang berhasil disambangi kapal rumah
ketiga sakit
terapung
ini]]
Modus Residu

Pemerian di atas akan berbeda ketika ekspresi yang sama diubah ke dalam modus
interogatif yang menggunakan kata tanya sebagai penciri interogatif, misalnya
interogatif ya-tidak seperti berikut.

(10) Apakah Pulau Leti merupakan pulau ketiga yang berhasil disambangi kapal
rumah sakit terapung ini?

Apakah Pulau Leti merupakan pulau [[yang berhasil disambangi kapal rumah sakit
ketiga terapung ini]]
Modus Residu

Selain persoalan waktu dan penilaian dalam bahasa Indonesia yang tidak
digramatikalkan secara infleksional seperti dalam bahasa Inggris, modus dalam
bahasa Indonesia dapat berupa bentuk terikat, seperti afiks dan partikel, yang melekat
pada Predikator, misalnya –kah dalam Anda buangkah dokumen itu? Pemeriannya
dapat digambarkan sebagai berikut.

(11) Anda buangkah dokumen itu?


Anda buang -kah dokumen itu?
Subjek Predikator operator Modal -kah Komplemen
Modus Residu

Tampak bahwa buangkah terbagi antara Modus dan Residu.


16

Masalah penentuan Modus dan Residu dalam klausa bahasa Indonesia tidak
saya perpanjang di sini. Poinnya di sini jelas bahwa masih sangat terbuka penelitian
dan perdebatan tentang fungsi pertukaran dalam bahasa Indonesia.

3.3 Klausa sebagai Pengalaman


Sebagai cermin pengalaman, klausa menampilkan unsur pengalaman, yang
disebut Proses. Proses pada umumnya merupakan kombinasi Finit dan Predikator di
dalam fungsi interpersonal. Di dalam pengalaman terlibat partisipan pengalaman,
yang disebut Partisipan. Partisipan terlibat dalam Proses di dalam situasi atau keadaan
tertentu. Situasi atau keadaan tertentu itu disebut Sirkumstansi.
Proses dapat berupa enam hal: (1) material, (2) perilaku, (3) mental, (4)
verbal, (5) relasional, dan (6) eksistensial. Keenam hal tersebut disebut Tipe Proses.
Tipe Proses mempunyai kategori makna. Di samping itu, Proses berhubungan erat
dengan Partisipan. Hubungan fungsional antara Proses dan Partisipan disebut
transitivitas. Berikut ini disajikan tabel Tipe Proses yang berisikan kategori makna
Tipe Proses dan Partisipan yang pada umumnya terlibat dalam Proses.

Tabel 7: Tipe Proses, Makna, dan Partisipan (Adaptasi dari Halliday 2014:311)
Tipe Proses Kategori Makna Partisipan (Langsung Partisipan
Terlibat) (Tidak Tegas Terlibat)
Material: ‘melakukan’ Aktor/Petindak, Tujuan Resipien, Klien; Jangkauan;
Tindakan ‘melakukan’ Inisiator; Atribut
Peristiwa ‘terjadi’
Perilaku ‘berperilaku’ Pesikap/Pelaku Perilaku
Mental: ‘merasakan’ Perasa, Fenomenon Penyebab
Persepsi ‘melihat’
Kognisi ‘berpikir’
Pertimbangan ‘menginginkan’
Emosi ‘merasa’
Verbal ‘mengatakan’ Peujar, Sasaran Penerima; Verbiage
Relasional: ‘menjadi’
Atribusi ‘attributing/ Pembawa, Atribut Atributor; Pemanfaat
Identifikasi menerangkan’ Teridentifikasi, Assigner
‘mengidenti- Pengidentifikasi;
fikasi’ Token-Value
Eksistensial ‘berada’ Eksisten

Unsur yang ketiga dalam klausa adalah Sirkumstansi. Halliday (2014: 313—
314) mendaftarkan sembilan tipe Sirkumstansi dalam bahasa Inggris, yaitu Tingkat
(jarak, durasi, frekuensi), Lokasi (tempat, waktu), Cara (sarana, kualitas,
17

perbandingan, derajat), Sebab (alasan, tujuan, wakil), Kontinjensi (kondisi,


ketaklengkapan, konsensi), Kesertaan (komitatif, aditif), Peran (kesebagaian, produk),
Perihal, dan Titik Pijak (sumber, sudut pandang). Pada umumnya dalam bahasa
Inggris Sirkumstansi dinyatakan dengan grup adverbal dan frasa preposisional,
sedangkan dalam bahasa Indonesia Sirkumstansi juga sering dinyatakan dengan grup
konjungsi.
Beberapa contoh penerapan pemerian fungsi pengalaman disajikan sebagai
berikut.
(12) Di Ujung Indonesia di Pulau Terluar Ada Bocah Evans yang Ingin Jadi Dokter
Di Ujung Ada Bocah Evans [[yang Ingin Jadi Dokter]]
Indonesia di
Pulau Terluar
Sirkumstansi: Proses: Partisipan: Eksisten
Lokasi Eksistensial Konjungsi Modal Proses: Partisipan:
Relasional Atribut

(13) Setelah berlayar ribuan mil menembus gelombang lautan, KRI dr. Soeharso,
yang merupakan kapal rumah sakit andalan TNI, tiba di Pulau Leti, salah satu
dari kepulauan terluar di Maluku Barat Daya.

Setelah berlayar ribuan mil menembus gelombang KRI dr. [[ merupakan kapal tiba di salah satu
lautan Soeharso yang rumah Pulau dari
sakit Leti kepulauan
andalan terluar di
TNI]] Maluku
Barat
Daya
Konj Proses: Partisipan: Proses: Partisipan: Partisipan: Aktor Pro- Sirkumstansi:
Mate- Jangkauan Material Tujuan ses: Lokasi/Token
rial Ma-
Kon Proses: Partisipan teri-
j Relasional : Atribut al

(14) Dalam misi pelayanan kesehatannya sudah ratusan orang menjadi pasien
dengan berbagai kebutuhan, bahkan tak sedikit dari mereka yang harus diobati
dengan operasi.

Dalam sudah ratus- menja- pasien dengan bahkan tak sedikit yang harus diobati dengan
misi an di berbagai dari operasi
pelayanan orang kebutuhan mereka
kesehatan
nya
Sirkum- operator Parti- Pro- Parti- Sirkum- Partisipan: Partisipan: Token Sirkum-
stan- Modal sipan: ses: sipan: stansi: Value Stansi:
si: Waktu Token Relasi- Value Alasan Proses: Relasional φ Cara
onal
18

(15) detikcom berkesempatan mengikuti misi pelayanan kesehatan KRI dr. Soeharso
ke enam pulau terdepan Indonesia sejak Kamis (4/2).

detikcom berkesempatan mengikuti misi pelayanan ke enam pulau sejak Kamis


kesehatan KRI terdepan (4/2)
dr. Soeharso Indonesia
Partisipan: Proses: Partisipan: Sirkumstansi: Sirkumstansi:
Aktor Material Tujuan Tempat Waktu

(16) Pulau Leti merupakan pulau ketiga yang berhasil disambangi kapal rumah sakit
terapung ini.

Pulau Leti merupakan pulau ketiga [[yang berhasil disambangi kapal rumah
sakit
terapung
ini]]
Partisipan: Proses: Komplemen: Value/Pengidentifikasi
Token/Teri Relasional Partisipan: Konj. Proses: Partisipan:
dentifikasi Tujuan Material Aktor

(17) Di pulau tersebut dokter dan tenaga medis gabungan TNI darat, laut dan udara
tersebut melakukan pengobatan kepada masyarakat setempat.

Di pulau tersebut dokter dan tenaga melakukan pengobatan kepada


medis gabungan masyarakat
TNI darat, laut setempat
dan udara tersebut
Sirkumstansi: Partisipan: Proses: Partisipan: Sirkumstansi:
Tempat Aktor Material Tujuan Arah

(18) Salah satu pasien yang ditolong adalah seorang anak yang mengalami bibir
sumbing.

Salah satu [[yang ditolong]] adalah seorang [[yang mengalami bibir


pasien anak sumbing]]
Partisipan: Proses: Partisipan: Value (Pengidentifikasi)
Token/Teridentifikasi Relasional
Partisipan: Konjungsi Proses: Partisipan: Konjungsi Predikator: Komplemen:
Tujuan Material Token Relasional Value

(19) Anak itu didata sebelum melakukan operasi bedah minor.


Anak itu didata sebelum melakukan operasi bedah
minor
Partisipan: Aktor Predikator: Konjungsi Proses: Material Partisipan: Tujuan
material
19

(20) Ditemani ayahnya, anak itu tampak bersabar menunggu namanya dipanggil.
Ditemani ayahnya anak itu tampak bersabar menunggu [[namanya dipanggil]]
Proses: Partisipan: Partisipan: Partisipan: Partisipan:
Material Aktor Perasa Mental Tujuan
Partisipan: Proses:
Tujuan Material

(21) “Mau berobat biar enggak sumbing,” ucapnya terbata-bata.


Mau berobat biar enggak ucapnya terbata-bata
sumbing
Proses: Konj Proses: Partisipan: Proses:
Material Relasional Aktor Perilaku
Intensif

(22) Anak tersebut bernama Evans usia 13 tahun, warga Pulau Leti, Kepulauan
Maluku Barat Daya, Senin (8/2).
Anak tersebut bernama Evans usia 13 warga Kepulauan Senin (8/2)
tahun, Pulau Leti, Maluku
Barat Daya,
Partisipan: Proses: Partisipan:
Token/ Relasional Value/
Teridentifikasi Pengidentifikasi

4. Fungsi Logis: Hubungan Antarklausa dalam Kompleks Klausa


Fungsi logis dalam kalimat tersebut diwujudkan dalam hubungan semantis
berupa hubungan makna antarklausa dalam peringkat kompleks klausa. Hubungan
makna antarklausa atau taksis meliputi parataksis dan hipotaksis. Dalam hubungan
parataktis, hubungan antara dua klausa atau lebih terjadi dengan tidak saling
bergantung—yang tertandai dengan sistem penomoran klausa dengan angka 1, 2, 3,
dan seterusnya. Dalam hubungan hipotaktis, hubungan antara dua klausa atau lebih
saling bergantung antara klausa primer (primary clause—sering disebut klausa utama
atau induk klausa dalam linguistik Indonesia)—dan klausa sekunder (secondary
clause—sering disebut klausa bawahan atau anak klausa dalam bahasa Indonesia).
Dalam pemerian a la Halliday, klausa primer ditandai dengan α, sedangkan klausa
sekunder ditandai dengan β.
Di luar parataksis dan hipotaksis, terdapat hubungan lain yang terjadi antara
klausa dan peringkat yang lain, yaitu hubungan penyematan. Hubungan penyematan
juga mengalami hubungan semantis logis seperti halnya pada parataksis dan
hipotaksis, namun dengan pergeseran peringkat (rankshifting). Hubungan sematan
20

dibatasi sebagai ‘mekanisme pemasukan suatu peringkat di dalam peringkat yang


berbeda’. Gejalanya berupa penyematan klausa ke dalam klausa yang lain untuk
menjelaskan salah satu peringkat di dalam klausa yang lain itu. Dalam bahasa Inggris
dan bahasa Indonesia, misalnya, ada klausa sematan yang berfungsi sebagai pewatas
belakang (postmodifier), seperti dalam bahasa Inggris who came to dinner dalam The
man who came to dinner was my old friend dan dalam bahasa Indonesia yang ingin
jadi dokter dalam bocah Evans yang ingin jadi dokter.
Berkenaan dengan hubungan semantis logis antarklausa, Halliday
(1994:216—220) menyatakan bahwa hubungan semantis logis antarklausa terdiri atas
dua jenis, yaitu ekspansi dan proyeksi. Ekspansi terbagi lagi atas tiga hubungan logis,
yaitu elaborasi, ekstensi, dan perluasan, sedangkan proyeksi terbagi atas proyeksi
lokusi dan proyeksi ide.
Elaborasi, yang dinotasikan dengan lambang (=), terjadi ketika makna satu
klausa bekerja sama dengan makna klausa lain dengan cara menspesifikkannya atau
mendeskripsikannya. Gejala elaborasi dapat berupa eksposisi, ketika klausa sekunder
(klausa bawahan) menyatakan kembali tesis klausa primer (klausa induk) dengan
kata-kata yang lain; eksemplifikasi terjadi ketika klausa sekunder menspesifikkan
tesis klausa primer; dan klarifikasi ketika klausa sekunder menjelaskan tesis klausa
primer. Elaborasi pada umumnya terjadi pada penyematan, seperti dalam contoh
berikut.

(23) Setelah berlayar ribuan mil menembus gelombang lautan, KRI dr. Soeharso,
yang merupakan kapal rumah sakit andalan TNI, tiba di Pulau Leti, salah satu
dari kepulauan terluar di Maluku Barat Daya.

Setelah berlayar ribuan mil menembus gelombang KRI dr. [[ merupakan kapal tiba di salah satu
lautan Soeharso yang rumah Pulau dari
sakit Leti kepulauan
andalan terluar di
TNI]] Maluku
Barat
Daya
×β α

α
Keterangan: α klausa primer; β klausa sekunder; = elaborasi; × perluasan
21

Tampak di atas bahwa penyematan klausa [[yang merupakan kapal rumah sakit
andalan TNI]] merupakan elaborasi klarifikasi, yang menjelaskan fungsi KRI dr.
Soeharso sebagai kapal rumah sakit yang diandalkan oleh TNI.
Ekstensi, yang dinotasikan dengan (+), terjadi ketika satu klausa
menambahkan, memvariasikan, atau memberikan alternatif pada klausa yang lain.
Dengan demikian, terdapat tiga kategori ekstensi, yaitu (1) penambahan, seperti yang
ditandai oleh konjungsi dan, tetapi, sedangkan, sementara, sementara itu, di samping,
selain, baik… maupun…, bahkan dalam bahasa Indonesia; (2) variasi, seperti yang
ditandai oleh konjungsi alih-alih, kecuali, tidak… tetapi, bukan… melainkan; dan (3)
pemilihan, seperti yang ditandai oleh konjungsi atau dan jika tidak … maka … .
Contoh ekstensi dipaparkan sebagai berikut.

(24) Dalam misi pelayanan kesehatannya sudah ratusan orang menjadi pasien
dengan berbagai kebutuhan, bahkan tak sedikit dari mereka yang harus diobati
dengan operasi.

Dalam sudah ratus- menja- pasien dengan bahkan tak sedikit yang harus diobati dengan
misi an di berbagai dari operasi
pelayanan orang kebutuhan mereka
kesehatannya
Tema Rema Tema Rema
α +β

Perluasan, yang dinotasikan dengan (×), terjadi ketika satu klausa memperluas
makna klausa lain dengan memberikan penjelasan waktu (waktu sama dan waktu
berbeda), tempat, cara (cara dan perbandingan), dan kondisi (kondisi kausal, kondisi
tujuan, kondisi hasil, kondisi positif, kondisi negatif, dan kondisi konsesif).
Penandanya pada umumnya konjungsi yang berfungsi mengantar penjelasan itu,
seperti ketika, sewaktu, sebelum, sesudah, selama, kapan pun, di manapun,
sepanjang, dengan, seperti, seolah-olah, seandainya, karena, sebab, oleh karena itu,
untuk, guna, demi, agar, supaya, dengan tujuan, dengan demikian, akibatnya,
sehingga, jika, jika tidak, meskipun, walaupun. Contoh perluasan dengan waktu
disajikan berikut.
22

(25) Anak itu didata sebelum melakukan operasi bedah minor.


Anak itu didata sebelum melakukan operasi bedah
minor
α ×β

Klausa sekunder sebelum melakukan operasi bedah minor menjelaskan waktu bagi
klausa primer anak itu didata.
Proyeksi terjadi ketika hubungan semantis logis antarklausa di dalam
kompleks klausa tidak merupakan representasi pengalaman nonlinguistik, tetapi
berupa representasi dari representasi bahasa {“a representation of a (linguistic)
representation” dalam pahaman yang diajukan oleh Halliday 2014:508}. Artinya,
suatu peristiwa pemakaian bahasa direpresentasikan dalam klausa. Jika gejala
penyampaian bahasa itu direpresentasikan secara langsung, proyeksi akan berjenis
lokusi—yang disampaikan adalah lokusi dalam peristiwa pemakaian bahasa itu. Jika
gejala penyampaian bahasa direpresentasikan secara tidak langsung, yang terjadi
adalah proses kognitif sehingga hasilnya adalah ide sehingga proyeksi yang muncul
berjenis ide. Dalam pemerian, proyeksi lokusi dilambangkan dengan (”), sedangkan
proyeksi ide dilambangkan dengan (’). Berikut ini disajikan contoh pemerian proyeksi
lokusi.

(26) “Mau berobat biar enggak sumbing,” ucapnya terbata-bata.


Mau berobat biar enggak ucapnya terbata-bata
sumbing
Tema Rema
“1 2
”1α Konj. ”1×β

α ×β
Predikator Konj. Predikator Subjek Predikator

Peristiwa pemakaian bahasa “Mau berobat biar enggak sumbing” dapat diubah dari
proyeksi lokusi seperti itu ke proyeksi ide, yakni dengan cara mengubahnya menjadi
klausa tidak langsung dalam hubungannya dengan klausa lain, seperti Dia mau
berobat agar bibirnya tidak sumbing (”1), ucapnya terbata-bata (2).
23

5. Penerapan Pemerian Fungsi secara Utuh pada Data Bahasa


Ketiga metafungsi dalam GFS merupakan kesatuan. Fungsi tekstual,
interpersonal, dan pengalaman atau ideasional disatukan dalam struktur klausa
(Halliday 2014:211). Pemerian klausa dilakukan dengan dua prinsip: (1) berangkat
dari data otentik dan (2) pemerian data atas ketiga fungsi. Berikut ini disajikan contoh
tampilan pemerian tiga metafungsi yang telah dipaparkan di atas secara utuh. Data
yang digunakan adalah sebagian isi sebuah teks berlaras berita.

Di Ujung Indonesia di Pulau Terluar Ada Bocah Evans yang Ingin Jadi Dokter

Ambon - Setelah berlayar ribuan mil menembus gelombang lautan, KRI dr. Soeharso, yang merupakan
kapal rumah sakit andalan TNI, tiba di Pulau Leti, salah satu dari kepulauan terluar di Maluku Barat
Daya. Dalam misi pelayanan kesehatannya sudah ratusan orang menjadi pasien dengan berbagai
kebutuhan, bahkan tak sedikit dari mereka yang harus diobati dengan operasi.

detikcom berkesempatan mengikuti misi pelayanan kesehatan KRI dr. Soeharso ke enam pulau
terdepan Indonesia sejak Kamis (4/2). Pulau Leti merupakan pulau ketiga yang berhasil disambangi
kapal rumah sakit terapung ini. Di pulau tersebut dokter dan tenaga medis gabungan TNI darat, laut
dan udara tersebut melakukan pengobatan kepada masyarakat setempat.

Salah satu pasien yang ditolong adalah seorang anak yang mengalami bibir sumbing. Anak itu didata
sebelum melakukan operasi bedah minor. Ditemani ayahnya, anak itu tampak bersabar menunggu
namanya dipanggil.

“Mau berobat biar enggak sumbing,” ucapnya terbata-bata. Anak tersebut bernama Evans usia 13
tahun, warga Pulau Leti, Kepulauan Maluku Barat Daya, Senin (8/2).

[…]

(Sumber: detikcom, http://news.detik.com/berita/3141165/di-ujung-indonesia-di-pulau-terluar-ada-


bocah-evans-yang-ingin-jadi-dokter, 13 Februari 2016)

(27) Di Ujung Indonesia di Pulau Terluar Ada Bocah Evans yang Ingin Jadi Dokter
Di Ujung Ada Bocah Evans [[yang Ingin Jadi Dokter]]
Indonesia di
Pulau Terluar
Tema Rema
Inti Pewatas Belakang
α =β
Adjung Predikator Subjek
Konjungsi Modal Predikator Komplemen
Residu Modus

Sirkumstansi: Proses: Partisipan: Eksisten


Lokasi Eksistensial Konjungsi Modal Proses: Partisipan:
Relasional Atribut
24

(28) Setelah berlayar ribuan mil menembus gelombang lautan, KRI dr. Soeharso,
yang merupakan kapal rumah sakit andalan TNI, tiba di Pulau Leti, salah satu
dari kepulauan terluar di Maluku Barat Daya.

Setelah berlayar ribuan mil menembus gelombang KRI dr. [[ merupakan kapal tiba di salah satu
lautan Soeharso yang rumah Pula dari
sakit u kepulauan
andalan Leti terluar di
TNI]] Maluku
Barat
Daya
Tema Rema Tema Rema
×β α

α
Konj Pred Komp Pred Komp Subj Pred Adjung
Konj Pred Komp.
Residu Modus Residu

Proses: Partisipan: Proses: Partisipan: Partisipan: Aktor Pro- Sirkumstansi:


Mate- Jangkauan Material Tujuan Konj Proses: Partisi- ses: Lokasi
rial Relasional pan: Materi
Atribut al

(29) Dalam misi pelayanan kesehatannya sudah ratusan orang menjadi pasien
dengan berbagai kebutuhan, bahkan tak sedikit dari mereka yang harus diobati
dengan operasi.

Dalam sudah ratus- menja- pasien dengan bahkan tak sedikit yang harus diobati dengan
misi an di berbagai dari operasi
pelayanan orang kebutuhan mereka
kesehatan-
nya
Tema Rema Tema Rema
α +β
Adjung Modal Subj Pred Komp Adjung Konj Modal Subj Komplemen Adjung

Modus Residu Modus Residu

Sirkumstan- Modal Parti- Proses Parti- Sirkum- Partisipan: Partisipan: Token Sirkum-
si: Waktu sipan: : sipan: stansi: Value Stansi:
Token Relasi- Value Alasan Proses: Relasional φ Cara
onal
25

(30) detikcom berkesempatan mengikuti misi pelayanan kesehatan KRI dr. Soeharso
ke enam pulau terdepan Indonesia sejak Kamis (4/2).

detikcom berkesempatan mengikuti misi pelayanan ke enam pulau sejak Kamis


kesehatan KRI terdepan (4/2)
dr. Soeharso Indonesia
Tema Rema
Subjek Predikator Komplemen Adjung Adjung
α ×β
Modus Residu

Partisipan: Proses: Partisipan: Sirkumstansi: Sirkumstansi:


Aktor Material Tujuan Tempat Waktu

(31) Pulau Leti merupakan pulau ketiga yang berhasil disambangi kapal rumah sakit
terapung ini.

Pulau Leti merupakan pulau ketiga [[yang berhasil disambangi kapal rumah
sakit
terapung
ini]]
Tema Rema
Inti Pewatas Belakang (Postmodifier)
α =β
Subjek Predikator Komplemen
Konj. Predikator Komplemen
α ×β
Modus Residu

Partisipan: Proses: Komplemen: Value/Pengidentifikasi


Token/Teri Relasional Partisipan: Konj. Proses: Partisipan:
dentifikasi Tujuan Material Aktor

(32) Di pulau tersebut dokter dan tenaga medis gabungan TNI darat, laut dan udara
tersebut melakukan pengobatan kepada masyarakat setempat.

Di pulau tersebut dokter dan tenaga melakukan pengobatan kepada


medis gabungan masyarakat
TNI darat, laut setempat
dan udara tersebut
Tema Rema
Adjung Subjek Predikator Komplemen Adjung
Modus Residu

Sirkumstansi: Partisipan: Proses: Partisipan: Sirkumstansi:


Tempat Aktor Material Tujuan Arah
26

(33) Salah satu pasien yang ditolong adalah seorang anak yang mengalami bibir
sumbing.

Salah satu [[yang ditolong]] adalah seorang [[yang mengalami bibir


pasien anak sumbing]]
Tema Rema
Inti Pewatas Belakang Inti Pewatas Belakang
α =β α =β
Subjek Predikator Komplemen
Konjungsi Predikator Konjungsi Predikator Partisipan
Subjek Residu

Partisipan: Proses: Partisipan: Value (Pengidentifikasi)


Token/Teridentifikasi Relasional
Partisipan: Konjungsi Proses: Partisipan: Konjungsi Predikator: Komplemen:
Tujuan Material Token Relasional Value

(34) Anak itu didata sebelum melakukan operasi bedah minor.


Anak itu didata sebelum melakukan operasi bedah
minor
Tema Rema Tema Rema
α ×β
Subjek Predikator Konjungsi Predikator Komplemen
Modus Konjungsi Residu
Residu
Partisipan: Aktor Predikator: Konjungsi Proses: Material Partisian: Tujuan
material

(35) Ditemani ayahnya, anak itu tampak bersabar menunggu namanya dipanggil.
Ditemani ayahnya anak itu tampak bersabar menunggu [[namanya dipanggil]]
Tema Rema
×β α
Predikator Komplemen Subjek Predikator Komplemen
Subjek Predikator
α =βα =β×β

α ×β
Residu Modus Residu

Proses: Partisipan: Partisipan: Partisipan: Partisipan:


Material Aktor Perasa Mental Tujuan
Partisipan: Proses:
Tujuan Material
27

(36) “Mau berobat biar enggak sumbing,” ucapnya terbata-bata.


Mau berobat biar enggak ucapnya terbata-bata
sumbing
Tema Rema
“1 2
”1α Konj. ”1×β

α ×β
Predikator Konj. Predikator Subjek Predikator
Residu Modus
Residu
Proses: Proses: Partisipan: Proses:
Material Relasional Aktor Perilaku
Intensif

(37) Anak tersebut bernama Evans usia 13 tahun, warga Pulau Leti, Kepulauan
Maluku Barat Daya, Senin (8/2).

Anak tersebut bernama Evans usia 13 warga Kepulauan Senin (8/2)


tahun, Pulau Leti, Maluku
Barat Daya,
Tema Rema
Subjek Predikator Komplemen Sirkumstansi
α 1×β 2×βα 2×βα=β
α=β
α =β
Modus Residu

Partisipan: Proses: Partisipan:


Token/ Relasional Value/
Teridentifikasi Pengidentifikasi

Pemerian di atas dapat dilanjutkan dengan uraian analisis (eksplanasi)


berdasarkan pemerian di atas tentang apa yang sebenarnya dibicarakan dalam teks itu
(fungsi ideasional atau medan teks); siapa saja yang terlibat dalam teks itu (fungsi
interpersonal atau tenor teks) dan apa kaitannya dengan pembaca: apakah ada maksud
tertentu dari penulis teks berdasarkan unsur-unsur interpersonal (sistem modus) yang
ada dalam teks; serta bagaimana fungsi ideasional dan interpersonal itu disajikan
dalam organisasi struktur yang mengantar pembaca pada pemahaman tentang apa
yang dibicarakan, siapa yang terlibat dalam teks, dan pada akhirnya tujuan
penyampaian teks.
28

6. Simpulan
Prinsip-prinsip GFS yang dikemukakan dalam makalah yang serbaterbatas ini
memperlihatkan GFS sebagai gramatika yang memperlihatkan gejala pada realitas di
dalam tampilan struktur. Karena kebutuhan manusia, realitas disampaikan
antarmanusia dengan sarana bahasa. Realitas ditata oleh akal budi manusia secara
sistematis dan menentukan pilihan-pilihan struktur. Struktur terbentuk karena bahasa
yang menjalankan fungsi: makna dan konteks. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika
GFS dikatakan sebagai gramatika realitas—GFS dilibatkan dalam berbagai kajian
yang membutuhkan penjelasan tentang hubungan antara bahasa dan realitas, seperti
dalam pengajaran bahasa dan analisis wacana kritis.
GFS memberikan peluang kepada analis bahasa untuk mengkaji bahasa secara
menyeluruh atas tiga fungsi utama bahasa, yang disebut metafungsi, yakni fungsi
ideasional atau pengalaman, fungsi interpersonal atau interaksi, dan fungsi tekstual.
Pengkajian diarahkan pada klausa sebagai peringkat atau tataran bahasa yang memuat
ide lengkap—keabsahan pesan dapat diuji dari klausa. Klausa mencerminkan ketiga
metafungsi tersebut sehingga pengkajian atas klausa mampu memperlihatkan secara
utuh ketiga fungsi utama bahasa itu.
Masih sangat banyak aspek fungsional yang dipaparkan dalam GFS. Makalah
ini hanya menyajikan selintas pengenalan tentang GFS. Siapa pun yang hendak
mengenal lebih dalam dan menerapkan GFS tentu perlu membaca IFG sebagai
“kitab” GFS.

Daftar Acuan
Alwi, Hasan. 1992. Modalitas dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.
Butler, Christopher S. 1985. Systemic Linguistics Theory and Applications. London:
Batsford Academic and Educational.
Davies, Eirian C. 2014. “A Retrospective View of Systemic Functional Linguistics,
with Notes From a Parallel Perspective”. Functional Linguistics 1:4.
Eggins, Suzanne. 1994. An Introduction to Systemic Functional Linguistics. London:
Pinter Publishers.
Halliday, M.A.K. 1985. An Introduction to Functional Grammar. Edisi Pertama.
London: Edward Arnold.
------------. 1994. An Introduction to Functional Grammar. Edisi Kedua. London:
Edward Arnold.
29

------------. 2004. An Introduction to Functional Grammar. Edisi Ketiga. Direvisi oleh


Christian M.I.M. Matthiessen. London: Edward Arnold.
------------. 2014. Halliday’s Introduction to Functional Grammar. Edisi Keempat.
Direvisi oleh Christian M.I.M. Matthiessen. London: Routledge.
Halliday, M.A.K. dan Ruqaiya Hasan. 1985. Language, Context, and Text: Aspects of
Language in a Social-Semiotic Perspective. Victoria: Deakin University Press.
Sinar, Tengku Silvana. 2002. An Introduction to a Systemic-Functional Linguistic-
Oriented Discourse Analysis. Singapore: DeeZed Consult.
Yuwono, Untung. 2004. “Konstruksi Asindetis dalam Kalimat Bahasa Indonesia”.
Disertasi pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

Biodata
Untung Yuwono adalah pengajar pada Program Studi Indonesia (Program Sarjana)
dan Program Studi Linguistik (Program Pascasarjana) Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya Universitas Indonesia (FIB UI). Ia menyelesaikan pendidikan sarjana pada
tahun 1996 pada Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Indonesia
(sekarang FIB UI). Kemudian, pada tahun 1999 ia melanjutkan studi doktoral pada
Program Studi Linguistik, FIB UI, dan menamatkan studinya dengan disertasi
berjudul “Konstruksi Asindetis dalam Kalimat Bahasa Indonesia” pada tahun 2004.
Pada tahun 2006—2008 ia menjadi dosen tamu pada Program Studi Indonesia, Tokyo
University of Foreign Studies, Jepang. Ia berminat pada bidang morfologi, sintaksis,
kajian wacana, dan pengajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai