Anda di halaman 1dari 1

Teori linguistik sistematik

Aliran ini mempunyai banyak nama, seperti teori linguistik sistematik, teori
linguistik sistemik (systemic linguistics), atau teori linguistik fungsional, apapun
sebutan yang ada, teori ini tidak bisa lepas dari seseorang yang bernama Michael
Alexander Kirkwood Halliday (MAK Halliday) yang telah menemukan dan
mengembangkan teori kebahasaan tersebut. Ia merupakan salah seorang murid
dari Firth, seorang ahli bahasa yang mengembangkan aliran Firth, guru besar di
Universitas London, dimana Halliday belajar.
Sebagai penerus Firth dalam bidang kemasyarakatan bahasa serta pada sebuah
karangannya Categories of the Theory of Grammar, Halliday mengembangkan
suatu teori linguistik, yang mula-mula dikenal sebagai Neo-Firthian Linguistics
atau Scale and Categories Linguistics. Namun dikemudian waktu, muncul nama
baru untuk teori ini, Systemics Linguistics (dalam bahasa Indonesia disebut
Linguistik Sistemik). Karya besar pertamanya tentang masalah tata bahasa adalah
"Kategori dari teori tata bahasa", yang diterbitkan dalam jurnal Firman pada tahun
1961 . Dalam tulisan ini, ia berpendapat untuk empat "kategori fundamental" bagi
teori tata bahasa: "Unit", "struktur", "kelas" dan "sistem". Kategori-kategori ini
menurutnya adalah "dari urutan tertinggi abstraksi", tapi dibela seperti yang
diperlukan untuk "memungkinkan account koheren tentang apa tata bahasa dan
tempatnya dalam bahasa" Dalam mengartikulasikan unit 'kategori', Halliday
mengusulkan gagasan tentang 'skala peringkat' a. Unit tata bahasa membentuk
"hierarki", skala dari "terbesar" ke "terkecil" yang diusulkan sebagai: "kalimat",
"klausul", "kelompok / frase", "kata" dan "morfem" .

Pokok-pokok pandangan yang terdapat dalam teori Systemic Linguistics


(linguistik sistemik) adalah sebagai beriukut:
1. Systemic Linguistics memberikan perhatian penuh pada segi kemasyarakatan
bahasa, terutama fungsi kemasyarkatan bahasa itu sendiri dan bagaimana fungsi
kemasyarakatan tersebut terlaksana dalam bahasa.
2. Systemic Linguistics memandang bahwa bahasa adalah “pelaksana”. Teori ini
mengakui pentingnya perbedaan langue dari parole (dalam hal ini seperti apa yang
telah dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure). Parole sendiri mempunyai arti
sebagai perilaku kebahasaan yang sebenarnya, sedangkan Langue adalah jajaran
pikiran yang telah dipilih sendiri oleh seorang penutur bahasa.
3. Systemic Linguistics lebih mengutamakan pemberian ciri-ciri dari bahasa
tertentu beserta variasi-variasinya, teori ini kurang tertarik pada semestaan bahasa.
4. Systemic Linguistics mengenal adanya gradasi atau kontinum. Hal tersebut bisa
terjadi dikarenakan seringkali tidak adanya batas butir-butir bahasa yang jelas.
Misalnya tentang bentuk-bentuk kalimat yang gramatikal atau yang tidak
gramatikal. Seperti yang tergambar dalam bagan (i), melainkan lebih rumit seperti
yang terlihat pada bagan (ii).

Anda mungkin juga menyukai