Abstract
(Title: Axiological Reflections on Noam Chomsky’s and M.A.K Halliday’s
Language Theories). This article is meant to philosophically reflect Chomsky’s and
Halliday’s language theories by focusing on the axiological dimension of their theoretical
constructs, that is, what are the hidden values therein. To draw basic sketches of their
theoretical constructs, their ontological and epistemological assumption are explored.
Furthermore, Gruenberg’s axiological scheme is adopted to discuss them. From the chains
of reflection, it is found that in Chomsky’s the positive pole of human-language relation
exists in language with internal, mental, logical-objective, formal, neutral, innate, certain,
transparent, stable, alogarithmic and closed or un-contextual characteristics. The superior
language is scientific, positivistic and logical language. Meanwhile, in Halliday’s the
positive pole exists in language with practical, external, semiotical, social, cultural,
participatory, concrete, critical, dynamic, discursive, authentic, interpretative and open
or contextual. The superior language is authentic language which is rich of signification.
190
191
pada leksikon yang berbeda-beda meskipun penting dari pemikiran itu sendiri. Dalam
mengacu pada referensi yang sama. Karena itu, perkembangannya ada disiplin keilmuan
bahasa bersifat konvensional (nomos). yang juga memperbincangkan bahasa, yaitu
Refleksi Aristoteles atas perdebatan linguistik dan filsafat bahasa dan keduannya
Cratylus versus Hermogenes terdokumantasikan baru ramai diperbincangakan di abad ke-20.
dalam de Interpretationete. MenurutAristoteles, Mendiskusikan teori bahasa secara filosofis tidak
baik prinsip fisei (naturalisme) maupun nomos selalu dapat diterima dan sebaliknya. Filsafat
(konvensionalisme) sama-sama memberikan menuduh bahwa linguistik mencari jawaban
sumbangan, masing-masing terhadap aspek atas pertanyaan-pertanyaan fundamental
referensial bahasa dan aspek kolektif-evolutif tentang bahasa dengan mengais kata-kata dan
bahasa. Naturalism is shown to be required menetapkan hukum-hukumnya. Sementara
in order to give adequate account of truth; linguistik melecehkan filsafat dengan tuduhan
conventionalism, however, is shown to provide bahwa filsafat memberikan jawaban atas
a more satisfactory account in the way in persoalan empiris dengan bersembunyi di
which the words of a natural language acquire, balik meja. Apakah linguistik tampil sebagai
maintain and change meanings (Modrak, rival filsafat dalam menjawab pertanyaan-
2001: 4). Refleksi Aristoteles ini berkisar pada pertanyaan seputar bahasa? Menurut Peregrin
apa sumbangan pemikiran keduanya terhadap (2012: 1-2), filsafat dan linguistik tidak perlu
teori bahasa yang akan dikembangkan oleh dipertentangkan sebagai pihak yang paling
Aristoteles sendiri. Aristoteles kemudian berhak berbicara tentang bahasa.
memposisikan bahasa sebagai medium yang Peregrin justru mengajukan tesis
netral dan transparan, yang ideal untuk ilmu bahwa keduanya saling melengkapi karena
pengetahuan. linguistik berasal dari tulang rusuk filsafat.
Menurut Grunberg (2000:126), Bedanya, filsafat memulai dengan pertanyaan-
aksiologi memiliki arah refleksi yang berbeda. pertanyaan fundamental dan menjawabnya
Bila Aristoteles berpangkal pada ilmu dengan argumen koseptual-teoritis sedangkan
pengetahuan sebagai proyek utama filsafatnya linguistik menjawab pertanyaan-pertanyaan
sehingga teorinya tentang bahasa mengabdi itu dengan metode ilmiah dan data empirik.
pada obyektifisme, aksiologi mengedepankan Bila bahasa adalah sebuah hutan belantara
persoalan nilai yaitu sejauh mana sebuah teori untuk dijelajahi, filsafat terbang di atasnya dan
bermakna bagi manuasia. Selama ini aksiologi memberikan gambaran global tentang hutan,
adalah cabang filsafat yang terpinggirkan di semantara linguistik akan menggambarkannya
paruh kedua abad ke-20 karena modernisme secara mendetail seperti seorang petualang.
secara meyakinkan telah memberikan jawaban- Bukankah keduanya saling melengkapi untuk
jawaban atas persoalan-persoalan manusia memberikan gambaran yang utuh mengenai
melalui sains dan ilmu-ilmu yang bersifat hutan tersebut?
obyektif dan positivistik. Namun kini norma- Dalam kajian ini, akan diketengahkan
norma positivisme bukan lagi pondasi tunggal dua pemikir besar teori linguistik yang
yang mampu menyelesaikan krisis manusia mempunyai banyak pengikut dan masih
moderrn. Positivisme bukan satu-satunya berkembang hingga kini, yaitu Noam Chomsky
paradigma pengetahuan. Konsekuensinya, dan M.A.K. Halliday. Corak pemikiran mereka
muncul beragam teori atas obyek yang sama berbeda, bahkan bisa dikatakan berseberangan.
namun kadang berseberangan seperti teori Penulis akan membuat refleksi aksiologis atas
bahasa yang ditampilkan oleh Chomsky dan garis besar pemikiran Chomsky dan Halliday.
Halliday. Kajian nilai ini dilakukan terhadap
Dalam sejarah filsafat Barat konseptualisasi mereka mengenai bahasa yang
perbincangan mengenai mengenai bahasa tersaji dalam Language and Mind (Chomsky)
sudah dimulai sejak awal hingga kini. Fakta dan Language as Social Semiotics (Halliday).
ini menunjukkan bahwa bahasa adalah bagian
Refleksi Aksiologis atas Teori Bahasa Noam Chomsky dan M.A.K Halliday (Paulus Kurnianta)
193
dengan konteks sosialnya namun tetap konteks sosial dengan komponen field, tenor
merupakan sebuah kesatuan dimensi internal dan mode. Lapis-lapis penandaan inilah yang
dan eksternal. Bahasa empiris lisan dan tulisan menghubungkan bahasa empiris dan konteks
adalah ekpresi (expression) yang merupakan sosialnya.
materi mentah. Lensa metafungsi dapat
memperjelas materi mentah itu sebagai jalinan Konstruk Epistemologis
penandaan yang rumit. Kerumitan penandaan Gallagher (Hardono, 1994: 13-17)
itu dapat diuraikan melalui triadik metafungsi berpendapat bahwa epistemologi adalah
tadi. Fungsi ideasional mengkodekan relasi pertanyaan relflektif yang mendasar mengenai
referensial. Fungsi interpersonal mengkodekan pengetahuan: apakah ia merupakan pengetahuan
relasi sosial. Fungsi tekstual mengkodekan yang sejati atau sekedar ilusi, pengetahuan
realisasi bentuk linguistik. Sekali lagi, fungsi palsu. Pertanyaan ini selalu muncul karena
pertama dan kedua adalah dimensi eksternal manusia merupakan makhluk yang mendua:
linguistik sementara fungsi ketiga adalah terkait dengan temporalitas terdapat keabadian
dimensi internal linguistik. Kutub internal- dan kesementaraan, terkait dengan realitas
eksternal merupakan pembagian fungsi terdapat pikiran dan pengalaman, terkait
penandaan dalam bahasa sehingga tidak dengan eksistensi terdapat diri dan bukan
terpisah-pisah. Ketiganya saling mendukung diri. Konsekuensinya, kemenduaan itu
dalam menginterpretasi bahasa. memerangkap manusia untuk selalu meragukan
Fungsi ideasional adalah pengkodeaan kebenaran. Bentuk konsekuensi lain adalah
bahasa atas pengalaman manusia terhadap munculnya teori-teori yang berbeda atas obyek
dunia (field) yang dapat dicermati pada kajian yang sama, yang kemudian kita kenal
transitivitas (transitivity). Fungsi interpersonal dengan aliran (schools). Persoalannya, bila
adalah pengkodean bahasa atas relasi sosial berbeda, bagaimana mereka berbicara soal
para partisipan (tenor) yang dapat dicermati kebenaran?Apakah benar yang diperbincangkan
pada suasana (mood). Fungsi tekstual pada adalah kebenaran atau sekedar keyakinan?
pengkodean bahasa atas informasi yang Bila pengetahuan dipahami sebagai
dipentingkan (mode) yang dapat dicermati justified true belief atau keyakinan yang
pada tema (theme). terbukti benar maka pengertian dari bukti dan
Kemudian, pada level analisis kebenaran harus dicermati dengan teliti. Bukti
linguistik, transitivitas berfokus pada kata disyaratkan untuk memberikan kepastian akan
kerja, yang dimengerti sebagai kode refleksi kebenaran dan kebenaran yang dimaksud
atas pengalaman terhadap dunia; mood adalah kebenaran epistemologis (Hardono,
berfokus pada relasi sosial yaitu bagaimana 1991). Ambivalensi manusia sebagai subjek
suasana para pelaku dalam interaksi apakah pengatahuan dihadapkan pada (1) persoalan
mencerminkan status yang sejajar ataukah objek pengetahuan: apakah dia berhadapan
asimetris; sementara, tema berfokus pada dengan kesan atau kenyataan dan (2) persoalan
bagaimanakah informasi ditata dalam kalimat, kebenaran: bila kebenaran adalah kesesuaian
yaitu, informasi manakah yang dipentingkan pikiran dan kenyataan apakah subjek harus
dan informasi manakah yang dipinggirkan. bersikap netral atau boleh menjadi partisipan.
Dengan demikian dapat dipahami Gabriel Marcel merespon persoalan ini
bahwa bahasa adalah sistem penandaan dengan membedakan dua jenis pengetahuan
yang berlapis-lapis. Bahasa lisan dan tulis (1) pengetahuan inderawi dimana subjeknya
yang empiris memuat tiga lapis penandaan. adalah subjek transendental yang netral dan
Penandaan pertama berupa sistem gramatika objek pengetahuannya berupa kenyataan
fungsional yang dinamakan lexico grammar dan (2) pengetahuan intelektual dimana
dengan komponen transitivitas, mood dan subjeknya adalah subjek partisipatif dan objek
tema. Lapis kedua adalah sistem semantik pengetahuannya berupa kesan sebagai hasil
fungsional dengan komponen makna ideasional, interaksi subjek partisipatif terhadap objek.
interpersonal dan tekstual. Lapis ketiga adalah
Refleksi Aksiologis atas Teori Bahasa Noam Chomsky dan M.A.K Halliday (Paulus Kurnianta)
195
dihadapkan pada soal penilaian (judgment, sudah menunjukkan perbedaan? Nilai berlaku
appreciation, consideration, valuation). umum (generic value) dan berada dalam satu
Kvanvig (2003: 192-193) menggunakan dunia yang sama yaitu realitas nilai sehingga
istilah knowledge dan understanding untuk nilai merupakan rekonstruksi atas apa saja
mempertegas perbedaan antara pengetahuan yang kita alami secara fundamental sebagai
(knowledge) dan pemahaman (understanding). manusia. Dengan semikian meskipun corak
Kerangka pemikiran ini akan digunakan untuk pemikiran mereka berbeda tetaplah sah untuk
memperjelas dimensi aksiologis pemikiran ditinjau secara aksiologis.
Chomsky dan Halliday mengenai bahasa. Kalaupun kemajemukan nilai dapat
Terkait dengan teori nilai, persoalan diterima, lantas apa yang dapat digunakan
selajutnya adalah apakah nilai memiliki sebagai dasar penilaian? Ada dua acuan yaitu
realitasnya sendiri: bukankah nilai selalu polarity of value dan hierarchy of value.
merupakan nilai dari/akan sesuatu, kalau Polaritas nilai, yaitu kutub positif-negatif
demikian teori tentang nilai tidak pernah (disapproval-disapproval) dan hierarki nilai,
memiliki objeknya sendiri karena nilai yaitu derajat tinggi-rendah (superior-inferior),
itu sendiri bersifat parasitis? Menanggapi merupakan faktor utama penentu relasi nilai
pertanyaan tentang realitas nilai ini, Grunberg (primary relational determinants of value).
berpendapat bahwa nilai memang memiliki Dengan demikian yang menjadi kajian bukan
carrier sehingga selama ini nilai cenderung manusia per se atau bahasa per se namun relasi
dipredikasikan pada objek. Ia menggeser nilai antara manusia dan bahasa dalam kaitan yang
yang semula berdiam pada obyek ke “relasi” lebih luas yaitu berbahasa sebagai pengalaman
subjek-objek. Dengan demikian, Nilai adalah manusia. Kalau demikian, refleksi aksiologis
relasi antara subjek yang menilai dan objek dapat dilakukan terhadap konstruk teoritis
yang bernilai. Relasi inilah yang merupakan Chomsky maupun Halliday.
realitas nilai (realm of value). Dengan demikian,
aksiologi sebagai filsafat nilai mempunyai Refleksi Nilai dalam Konstruk Teoritis
objek kajiannya sendiri, yaitu realitas nilai. Chomsky
Aksiologi sebelumnya berfokus pada Selanjutnya refleksi nilai ini dapat
tiga nilai dasar klasik (basic values), yaitu, dilakukan pertama dengan menilik relasi
baik-indah-benar (good, beautiful and true). subjek pengetahuan terhadap hakekat bahasa.
Ada kesulitan mendasar, misalnya, ketika Bahasa adalah I-Language. Letak bahasa tidak
kriteria kebenaran digunakan sebagai patokan berada di luar bahasa itu sendiri namun ada
karena kebenaran tidak menganut hirarki tetapi di dalam bahasa. Yang ada di dalam bahasa
kemutlakan. Karena itu Grunberg menawarkan bukan struktur gramatika namun struktur logis
pendakatan baru: axiology acquires new bahasa. Bentuk struktur logis ini mempunyai
attributes, becoming not only antropocentric kesesuaian dangan dengan struktur logis yang
but also axiocentric (2000: 109). Pendekatan ada di dalam struktur kognitif manusia yang
ini juga dinamakan axiocentric ontology, disebut dengan language faculty. Dengan
yang berbeda dari anthropocentric ontology. demikian hanya ada satu struktur logis yang
Pusat filsafat tidak melulu dipusatkan pada sama persis. Bila hakekat bahasa seperti ini
subjek dimana subjek transendental sangat dihadapkan dengan bahasa sebagai keseluruhan
dominan, namun lebih pada dunia pemaknaan pangalaman manusia, maka aspek hakiki bahasa
dimana subjek partisipatif terlibat dalam relasi. Chomsky secara spesifik mencakup struktur-
Pendekatan baru lebih sesuai karena tatanan dalam dari bahasa yang bersifat formal logis.
nilai dalam kehidupan bersifat majemuk Polaritas kutub nilai positif terletak pada kutub
(polyphonic values). kognitif objektif dan secara hierarkis bahasa
Kemudian, bagaimanakah kerangka yang superior adalah bahasa yang memiliki
teori nilai ini diacu sebagai tinjauan atas sifat formal, logis dan objektif sebagaimana
pemikiran Chomsky dan Halliday? Bukankah dapat ditemukan dalam struktur mental atau
konstruk teoritis yang mereka hasilkan memang pikiran manusia.
Refleksi Aksiologis atas Teori Bahasa Noam Chomsky dan M.A.K Halliday (Paulus Kurnianta)
197
Refleksi Aksiologis atas Teori Bahasa Noam Chomsky dan M.A.K Halliday (Paulus Kurnianta)
NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM TUNJUK AJAR MELAYU
KARYA TENAS EFFENDI
Marlina
Balai Bahasa Riau
emial: marlinabbpku@gmail.com
Abstract
(Title: The Value of Local Wisdom in “Tunjuk Ajar Melayu” by Tenas Effendi).
This study aims at determining the value of local wisdom contained in the Tunjuk Ajar
Melayu (Malay Guidance of Life) by Tenas Effendi. The main problem is what the values
of local wisdom contained in the Tunjuk Ajar Melayu are. This study applied descriptive
qualitative method. The primary data source is the Tunjuk Ajar Melayu contained in the
book “Kesantunan dan Semangat Melayu (Politeness and Spirit of Malay)” by Tenas
Effendi. The result of the research shows that Tunjuk Ajar Melayu contained local wisdom
values which had to be maintained and preserved by the community owners. These
values are having good intentions and good character, setting oneself in the harmonious
position, positioning oneself smartly in certain situation and condition, being wise in
considering and tolerating, willing to sacrifice and willing to yield, having humble heart,
and maintaining good relations with neighbors. One way to maintain and preserve the
values of local wisdom is to include the material of the Tunjuk Ajar Melayu as one of the
local content of teaching materials in schools in Riau.
199
200
Nilai Kearifan Lokal dalam Tunjuk Ajar Melayu Karya Tenas Effendi (Marlina)
201
diinginkan, atau bisa dikatakan sebagai sesuatu yang akan datang. Ketahanan kepribadian
yang baik. masyarakat dapat ditentukan oleh kekuatan
Kearifan lokal berasal dari dua kearifan lokal dalam menghadapi kekuatan
kata, kearifan dan lokal. Kearifan (wisdom) dari luar, karena memiliki berbagai faktor
bermakna pengetahuan yang berkenaan strategis, yaitu pembentuk identitas sejak lahir,
dengan penyelesaian suatu masalah untuk bukan keasingan bagi pemiliknya emosional
mewujudkan keseimbangan lingkungan dan masyarakat kuat kuat dalam penghayatan
keserasian sosial. Sedangkan istilah lokal kearifan lokal, pembelajaran kearifan lokal
berarti setempat (kawasan provinsi, kabupaten tidak memerlukan pemaksaan, kearifan lokal
atau desa). Ketika berbicara tentang kearifan mampu menumbuhkan harga diri dan percaya
lokal yang akan terlintas di pikiran kita adalah diri, kearifan lokal mampu meningkatkan
sesuatu yang bersifat kelokalan/kedaerahan masrtabat bangsa dan Negara (Saddhono,
yang berasal dari zaman dahulu kala atau bisa 2017: 10).
juga dikatakan sebagai sesuatu warisan dari Kearifan lokal sebenarnya sangat
nenek moyang (Fawziah, 2017: 98). berhubungan erat dengan kehidupan yang
Kearifan lokal merupakan gagasan- dijalani oleh manusia. Di mana kearifan lokal
gagasan atau nilai-nilai, pandangan-pandangan bisa tumbuh dan berkembang jika kehidupan
setempat yang bersifat bijaksana, penuh manusia tetap berlangsung dan berjalan
kearifan, bernilai baik yang tertanam dan sebagaimana mestinya. Kearifan lokal bisa
diikuti oleh anggota masyarakatnya. Untuk terus eksis di tengah dunia global jika manusia
mengetahui suatu kearifan lokal di suatu wilayah bisa menjaga budaya lokal dengan baik dan
maka kita harus memahami nilai-nilai budaya benar. Salah satu cara menjaga untuk menjaga
yang baik yang ada di dalam wilayah tersebut. kearifan lokal itu adalah melalui bahasa dan
Nilai kearifan lokal ini sebenarnya sudah sastra (Disi, 2018: 5).
diajarkan secara turun temurun oleh orang tua Sementara menurut Sultoni (2015:
kepada anak-anaknya. Budaya gotong royong, 231), kearifan lokal merupakan bentuk
saling menghormati dan tepa selera merupakan dialektika antara manusia dengan pengetahuan
contoh kecil dari nilai kearifan lokal (Herlina, kehidupan. Pengetahuan yang diambil dari
2014: 203). kehidupan di mana manusia itu berada
Menurut (Saddhono, 2017: 9) kearifan kemudian direfleksikan untuk membantu
lokal dimaknai sebagai sebuah “perangkat” manusia memaknai kehidupan. Sebagai
pengetahuan dan praktik-praktik yang dapat pedoman masyarakat, selanjutnya kearifan
digunakan untuk menyelesaikan persoalan lokal memberi panduan yang jelas ranah-
yang dihadapi dengan cara yang baik dan benar ranah yang dapat dijangkau oleh tingkah laku
menurut masyarakat. Kearifan lokal merupakan manusia. Dalam proses terbentuknya, kearifan
sistem pengetahuan lokal yang dimiliki oleh lokal tidak dikonsepsikan secara individu
masyarakat berdasarkan pengalaman dan namun membutuhkan peran komunal yakni
petunjuk leluhurnya secara turun temurun, masyarakat. Selanjutnya kearifan lokal menjadi
bersifat lentur untuk mengatasi situasi dan bagian dari budaya untuk kemudian menjadi
kondisi setempat terangkum dalam ekspresi identitas bahkan karakter suatu masyarakat.
verbal dan non-verbal untuk memperoleh Karenanya, antara kearifan lokal dan budaya
ketenangan hidup bersama, manusiawi dan merupakan hubungan antara anak dengan
bermartabat. Pokok pikiran kearifan lokal induknya. Kearifan lokal tidak lain adalah
meliputi ciri-ciri budaya, sekelompok manusia bagian dari budaya suatu daerah.
sebagai pemilik budaya, dan pengalaman hidup Berdasarkan sifatnya, kearifan lokal
yang menghasilkan ciri-ciri budaya tersebut dibedakan menjadi (a) verbal yang tercermin
(Rahyono dalam Saddhono, 2017: 10). dalam kata-kata, klausa dan kalimat yang
Kearifan lokal memiliki ketahanan bersifat metaforis, dan (b) non-verbal yang
terhadap unsur-unsur yang datang dari luar tercermin dalam bahasa tubuh, berbagai simbol,
dan mampu berkembang untuk masa-masa lambang, gambar, dan sebagainya. Kearifan
lokal dalam tunjuk ajar Melayu yang berupa pada umumnya bersumber dari nilai-nilai dan
kata-kata (verbal) yang mengilustrasikan cara syariat Islam. Hal ini menunjukkan bahwa
yang ditempuh untuk mengatasi masalah hidup orang Melayu memang dekat dengan islam.
dapat bersifat biasa maupun metaforis. Oleh Segala sendi kehidupan masyarakat Melayu
sebab itu, inti konteksnya selalu mengacu kepada ajaran Islam.
Nilai kearifan lokal dapat dimanfaatkan Penelitian tentang Tunjuk Ajar Melayu
untuk menunjang pendidikan karakter karena telah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu.
dalam konsep kearifan lokal yang dimaksud Di antaranya adalah “Analisis Nilai-Nilai
dalam penelitian ini adalah segala nilai, baik Pendidikan Karakter dalam Buku Tunjuk Ajar
nilai moral, nilai agama, nilai budaya dan nilai- Melayu Karya Tenas Effendy” (Raihaninur,
nilai yang terdapat di dalam masyarakat yang 2019: 1-14). Penelitian ini menghasilkan
diungkapkan di dalam Tunjuk Ajar Melayu kesimpulan bahwa buku Tunjuk Ajar Melayu
karya Tennas Efendi. mengandung delapan butir nilai-nilai pendidikan
Tennas Effendy (2006:2) mengung- karakter yang dapat dijadikan sebagai acuan
kapkan bahwa orang tua-orang tua Melayu dalam pendidikan karakter di sekolah-sekolah.
mengingatkan, sebaik-baik manusia adalah Nilai-niai pendidikan karakter tersebut adalah:
mereka yang memiliki keseimbangan antara religius, jujur, tanggung jawab, mandiri, kerja
pengetahuan dan keimanan. Manusia yang keras, peduli sosial, peduli lingkungan dan
memiliki keseimbangan ini lazim disebut sahabat/komunikasi.
manusia “sempurna” atau “orang bertuah” Masih menurut (Raihaninur, 2019:
yang menjadi idaman setiap orang Melayu. 13), dari ke 8 nilai-nilai pendidikan karakter
Untuk mewujudkan manusia bertuah itu, orang tersebut, nilai religius merupakan nilai
Melayu mewariskan Tunjuk Ajar yang sarat terbanyak yang terdapat di dalam Tunjuk Ajar
dengan nilai-nilai luhur agama, budaya, dan Melayu. Hal disebabkan karena Melayu sangat
norma-norma sosial. erat kaitannya dengan agama Islam. Kehidupan
Tunjuk ajar Melayu memiliki penger- masyarakat Melayu adalah kehidupan yang
tian yaitu segala jenis petuah, petunjuk, nasihat, selalu berlandaskan kepada agama Islam.
amanah, pengajaran dan contoh teladan yang Pada penelitian ini, penulis tertarik
bermanfaat bagi kehidupan manusia dalam arti untuk mengangkat “Nilai Kearifan Lokal
luas. Menurut orang tua-orang tua Melayu, dalam Tunjuk Ajar Melayu” karya Tenas
tunjuk ajar adalah segala petuah, amanah, suri Effendi (Effendy, 2012). Penelitian difokuskan
tauladan, dan nasihat yang membawa manusia pada Kesantunan dalam Pergaulan. Penelitian
ke jalan yang lurus dan diridhoi Allah, yang ini dirasakan perlu karena saat ini Tunjuk
berkahnya menyelamatkan manusia dalam Ajar Melayu sudah mulai diabaikan oleh
kehidupan di dunia dan akhirat (Tennas masyarakat Melayu Riau. Hal ini disebabkan
Effendy, 2006). oleh kemajuan zaman dan pengaruh budaya
Kedudukan Tunjuk Ajar Melayu luar yang begitu hebat menggempur budaya
sangat penting bagi orang Melayu karena lokal. Akibatnya Tunjuk Ajar Melayu seolah-
kandungannya mencerminkan nilai-nilai luhur olah hanya butir-butir kalimat yang terukir di
yang bisa dijadikan sebagai pedoman hidup dalam bukunya tanpa dihayati dan diamalkan
dalam kehidupan sehari-hari. Tunjuk Ajar lagi oleh masyarakat pemiliknya.
Melayu disampaikan kepada setiap generasi Oleh sebab itulah, penelitian tentang
agar kehidupan masyarakat yang ada di bumi Tunjuk Ajar Melayu ini perlu dilakukan agar
Melayu ini lebih terarah kepada kehidupan kembali menghidupkan ruh dan nilai-nilai
yang lebih baik. Pesan moral yang terdapat di yang terkandung di dalam Tunjuk Ajar Melayu.
dalam Tunjuk Ajar Melayu meliputi berbagai Tunjuk Ajar Melayu perlu dilestarikan karena
aspek kehidupan manusia seperti pesan kepada Tunjuk Ajar Melayu memiliki banyak manfaat
guru, orang tua, anak-anak, lingkungan, bagi masyarakat, yakni sebagai filter untuk
masyarakat, dan pemimpin. Pesan-pesan moral menangkal arus globalisasi yang memporak
yang terkandung di dalam Tunjuk Ajar Melayu porandakan mentalitas masyarakat dan
Nilai Kearifan Lokal dalam Tunjuk Ajar Melayu Karya Tenas Effendi (Marlina)
203
berusaha memisahkan masyarakat dari nilai- Melayu. Lambat laun. Terwujudlah masyarakat
nilai agama serta budaya. yang berasal dari berbagai kaum, suku, dan
Tunjuk Ajar Melayu dalam konteks bangsa dengan latar budaya yang berbeda-beda.
menangkal budaya asing sangat terasa Untuk menyatukannya, diperlukan persamaan
manfaatnya karena perbedaan tradisi antara pandangan agar kemajemukan tersebut
budaya asing dengan budaya lokal. Budaya tidak menimbulkan perpecahan, bahkan
asing yang tidak kontekstual dengan adat sebaliknya bisa mendatangkan kerukunan dan
dan tradisi kemelayuan, dapat dengan mudah kesejahteraan.
diakses melalui berbagai teknologi informasi Salah satu alat pemersatu kemaje-
yang tersedia di mana pun, mulai dari ponsel, mukan adalah melalui kesantunan. Sebab
televisi, warnet, dan sebagainya. kesantunan dapat menimbulkan rasa saling
hormat menghormati, harga menghargai, yang
METODE akan menghadirkan rasa kebersamaan dan
Metode yang digunakan dalam persamaan. Puncaknya adalah terwujudnya rasa
penelitian ini adalah metode deskriptif “senasib sepenanggungan, seaib dan semalu”.
kualitatif. Ratna (2012: 47) mengemukakan Perpaduan inilah yang menjadi harapan setiap
bahwa penelitian kualitatif memberikan orang Melayu sehingga perbedaan latar suku
perhatian terhadap data alamiah, data dalam dan budaya menyatu dalam kebersamaan yang
hubungannya dengan konteks keberadaannya. rukun dan damai (Effendi, 2012: 85).
Metode kualitatif melibatkan sejumlah besar Tunjuk Ajar Melayu mengingatkan
gejala sosial yang relevan. Sesuai dengan bahwa pergaulan hakikatnya untuk
namanya, penelitian kualitatif mempertahankan mewujudkan hubungan baik antara sesama
nilai-nilai. Sementara untuk sumber datanya manusia, membangun silaturrahim yang saling
adalah karya, naskah, data penelitian dan hormat menghormati, harga menghargai, kasih
data formalnya adalah kata-kata, kalimat dan mengasihi, sehingga lahirlah masyarakat
wacana. dan bangsa yang aman dan damai dan rasa
Masih menurut Ratna (2012: 47-48), kekeluargaan yang padu. Beberapa nilai
ciri terpenting metode kualitatif adalah: (1) kearifan lokal yang terdapat di dalam Tunjuk
Memberikan perhatian utama pada makna Ajar Melayu diuraikan sebagai berikut.
dan pesan, sesuai dengan hakikat objek, yakni
sebagai studi kultural; (2) Lebih mengutamakan Niat yang Lurus dan Sifat yang Elok
proses dibandingkan dengan hasil penelitian Adat orang dalam bergaul
sehingga makna selalu berubah; (3) Tidak Hatinya bersih berpalut iman
ada jarak antara subjek peneliti dengan objek Duduk beramai perangainya sopan
peneliti, subjek peneliti sebagai instrumen Di sanalah banyak beroleh teman
utama, sehingga terjadi interaksi langsung
antara keduanya; (4) Desain dan kerangka Pergaulan yang baik harus dilandasi
penelitian bersifat sementara sebab penelitian niat yang baik juga. Niat yang baik berpangkal
bersifat terbuka; (5) Penelitian bersifat alamiah, pada hati, jika hati bersih maka apa yang akan
terjadi dalam konteks sosial budaya masing- dilakukan juga akan menjadi bersih (baik). Hati
masing. yang bersih disebabkan karena memiliki iman
yang kuat. Setelah membersihkan hati dan
HASIL DAN PEMBAHASAN meluruskan niat maka bersikap dan berperilaku
Masyarakat Melayu adalah masya- baik juga agar mendapatkan banyak teman.
rakat majemuk dengan kebudayaannya yang Seseorang yang memiliki sifat dan perilaku
majemuk juga. Masyarakat Melayu memiliki yang baik akan disenangi oleh banyak orang.
budaya terbuka sehingga bumi Melayu Kemana pergi orang akan senang dan mau
ramai dikunjungi orang, sebagian menetap menerima dengan tangan terbuka.
dan berbaur ataupun menyatu dengan orang
Wahai saudara dengar nasihat baik. Selain itu, jika ingin hubungan dengan
Bergaul itu mencari sahabat orang sekitar menjadi baik dan harmonis, kita
Kiranya jangan berniat jahat juga harus memperhatikan budaya dan adat
Supaya hidup beroleh rahmat istiadat yang ada di daerah Melayu. Dengan
menjunjung adat istiadat yang ada di negeri
Selain itu, dalam tunjuk ajar Melayu Melayu ini maka secara tidak langsung hal itu
juga dinasihatkan agar dalam pergaulan jangan akan menuntun sikap dan perilaku seseorang
memiliki niat yang jahat kepada orang lain. dalam bergaul. Sikap dan perilakunya akan
Apalagi jika bersikap jahat. Niat dan sikap menjadi elok. Dengan kata lain, adat istiadat
yang jahat akan membuat hidup tidak baik. Jika bisa menuntun bisa menuntun masyarakat
ingin hidup berkah dan mendapatkan rahmat, pemiliknya menjadi pribadi yang baik dan
maka selalulah berbuat baik kepada orang- berakhlak yang mulia.
orang di sekeliling kita. Sebab dalam ajaran Hal lain yang juga perlu diperhatikan
agama, apa yang kita lakukan pada orang lain, dalam bergaul adalah agar kita bisa mengerti
semua itu akan berbalik kepada kita. Jika kita dan memahami sikap dan perilaku orang-orang
berbuat jahat, maka hal buruk juga yang akan di sekitar kita. Apa yang mereka inginkan
menimpa kita. Sebaliknya jika kita melakukan dan apa yang tidak mereka inginkan. Jika
hal-hal baik kepada orang lain, maka kebaikan seseorang bisa memahami kehendak orang-
juga yang akan kepada kita. orang di sekitarnya, maka pergaulan akan
terjalin dengan harmonis. Keharmonisan dalam
Bergaul jangan sampai mencari musuh. pergaulan akan mendatangkan hikmah dan
Cara agar bisa diterima dalam pergaulan dan manfaat bagi masyarakat yang ada di dalam
mendapatkan teman adalah dengan selalu lingkungan pergaulan tersebut.
bersikap sopan dan santun. Sikap sopan dan
santun akan mendatangkan rasa senang dan Pandai-Pandai Membawa Diri
simpati dari orang-orang di sekeliling kita. Pandai-pandai membawa diri
Dengan sikap sopan dan santun juga, seseorang maksudnya adalah bersikap dan berperilaku
akan menjadi mulia. baik dalam pergaulan. Orang Melayu memiliki
budaya yang santun dalam pergaulan dengan
Wahai segala kaum kerabat teman, saudara, tetangga dan orang-orang
Bergaul itu luruskan niat disekitarnya. Kutipan Tunjuk Ajar Melayu
Jagalah diri pelihara tabi’at mengajarkan agar dalam bergaul pandai-
Kemana pergi banyak sahabat pandailah membawa diri. Seperti kutipan di
bawah ini.
Tempatkan Diri pada yang Serasi
Adat bergaul pada yang ramai Wahai segala sahabat handai
Tempatkan diri pada yang sesuai Bergaullah dengan elok perangai
Adat dijunjung lembaga dipakai Supaya hidup rukun dan damai
Supaya Nampak elok perangai Saudara banyak sahabatpun ramai
Nilai Kearifan Lokal dalam Tunjuk Ajar Melayu Karya Tenas Effendi (Marlina)
205
Wahai saudara ingatlah pesan yang tersinggung karena ucapan dan sikap
Niatkan bergaul mencari teman seseorang, maka bisa terpicu pertikaian antara
Tunjukkan sikap santun dan sopan kedua orang tersebut. Pertikaian ini bisanya
Supaya hidup beroleh kemuliaan juga dapat memicu pertikaian yang lebih luas.
Sering terjadi pertikaian dan perkelahian antar
Wahai saudara dengar amanah kampung hanya karena ucapan satu orang.
Dalam bergaul peliharalah lidah Disebabkan rasa tersinggung lalu yang lain
Dalam berkawan jagalah tingkah merasa ingin membantu atau membela, maka
Orang suka sahabat bertambah timbullah pertikaian dan kerusuhan.
Nilai Kearifan Lokal dalam Tunjuk Ajar Melayu Karya Tenas Effendi (Marlina)
207
ucapan kita. Sekali saja orang tersinggung oleh makhluk sosial yang saling membutuhkan satu
ucapan kita, maka akan sulit untuk mengambil sama lain. Jika tetangga kesusahan, kita harus
hati mereka kembali. Hubungan yang terlanjur siap membantu. Sebab jika kita kesusahan tentu
memburuk akibat ucapan yang tidak baik akan tetangga juga yang akan datang membantu.
sulit diperbaiki lagi.
SIMPULAN
Dengan tetangga maaf memaafkan Tunjuk Ajar Melayu mengandung
Kesalahan kecil jangan dibesarkan nilai-nilai kearifan lokal negeri Melayu.
Aib dan malu jangan didedahkan Nasihat, petuah, dan budaya yang terkandung di
Kelemahan orang jangan dalamnya bisa dijadikan sebagai rambu-rambu
disingkapkan dalam menghadapi kehidupan bermasyarakat,
baik di bumi Melayu maupun di negeri orang.
Kehidupan bertetangga diatur dengan Oleh sebab itu, Tunjuk Ajar Melayu dapat
baik di dalam ajaran agama Islam, begitu juga dijadikan sebagai bahan pembelajaran bagi
di dalam adat istiadat dan budaya Melayu. siswa dan pelajar di sekolah. Hal ini bisa
Tidak bisa dipungkiri, saudara terdekat kita dilakukan dengan memasukkan Tunjuk Ajar
adalah tetangga. Ketika seseorang berada dalam Melayu sebagai salah satu materi muatan lokal
kondisi senang, bahagia, sulit, menderita sakit di SD, SMP dan SMA.
ataupun kemalangan, tetangga terdekatlah Berdasarkan penjabaran hasil analisis
yang lebih dulu tahu. Tetangga juga yang dapat disimpulkan bahwa Tunjuk Ajar Melayu
akan lebih dulu datang membantu. Oleh sebab yang memberikan petunjuk tentang kesantunan
itu, kita diajarkan untuk berbuat baik kepada dalam pergaulan memiliki beberapa nilai
tetangga, saling maaf memaafkan jika ada kearifan lokal Melayu, di antaranya yaitu: 1)
salah dan kilaf. Luruskan niat dan elokkan sifat, 2) tempatkan
Satu hal yang tidak boleh dilakukan diri pada yang serasi, 3) Pandai-pandai
adalah saling membuka aib atau mengungkapkan membawa diri, 4) Arif menimbang, bijak
kesalahan dan kekurangan tetangga. Sebagai menenggang, 5) Rela berkorban dan mau
seorang manusia, tetangga tentu tidak luput dari mengalah, 6) Rendahkan hati, 7) Menjaga
kesalahan dan kekilafan. Janganlah kesalahan hubungan baik dengan tetangga.
tetangga menjadikan alasa permusuhan dan Nilai kearifan lokal yang terkandung
menimbulkan benci dan dendam. Apapun di dalam Tunjuk Ajar Melayu memberikan
kelemahan tetangga sebaiknya disimpan sendiri, petunjuk kepada masyarakat Melayu dalam
jangan diungkapkan kepada orang lain. Sebab hal bersikap, bergaul, dan bermasyarakat.
Islam mengajarkan, membuka aib saudara kita Tunjuk Ajar melayu mengajarkan tentang
sama dengan membuka aib sendiri. Sementara kesopanan, beradat, tahu malu, sadar diri,
tetangga adalah saudara terdekat kita. cukup ajar, berbudi pekerti, berbudi bahasa.
Hal inilah yang harus diajarkan kepada anak-
Dengan tetangga berunjuk beri anak semenjak mereka kecil, dengan harapan
Jangan mementingkan diri sendiri akan mereka gunakan sampai mereka dewasa,
Mana yang hilang sama dicari hingga akhir hayat mereka.
Mana yang susah sama disantuni Penanaman nilai kesantunan ke dalam
diri anak-anak tentu harus melalui proses
Kutipan tunjuk ajar Melayu di atas pendidikan dan pembelajaran yang panjang
mengingatkan agar dalam hidup bertetangga yang dimulai sejak dini sampai sepanjang
saling memberi dan menerima. Bagi siapa hayatnya. Kearifan orang Melayu untuk
yang memiliki kelebihan harta, maka mengekalkan kesopan santunan, melahirkan
berbagilah dengan para tetangga. Dalam hidup butir-butir tunjuk ajar yang sarat makna dan
bermasyarakat, kita tidak bisa mementingkan dapat dijadikan pegangan dan arahan dalam
diri sendiri. Oleh karena manusia adalah mendidik dan mengajar anak-anak.
Nilai Kearifan Lokal dalam Tunjuk Ajar Melayu Karya Tenas Effendi (Marlina)
209