Anda di halaman 1dari 24

BAB I

GAMBARAN UMUM

A. Teori-Teori Linguistik

Dari bab I sampai Bab IV disebut-sebut beberapa nama pakar linguistik baik
yang terlibat dalam kajian linguistik, kajian psikologi, maupun kajian psikolinguistik,
terutama tentang pandangan mereka terhadap hakikat bahasa, hubungan bahasa
dengan kognisi, maupun hubungan bahasa dengan kebudayaan. Seperti sudah di
singgung dalam bab-bab terdahulu, bahasa memang merupakan objek kajian dari
berbagai disiplin. Namun, dari disiplin linguistik itu sendiri dapat dicermati adanya
berbagai teori atau aliran yang terkadang berbeda, tumpang tindidh, maupun
bertentangan. Dalam bab ini akan dibicarakan lagi secara singkat empat teori atau
aliran linguistik yang sedikit banyak punya kaitan dengan masalah psikologi, baik
kognitif maupun behavioristik, dengan para tokohnya agar kita mempunyai gambaran
yang lebih menyeluruh dan komprehensif, dan bisa memahami masalah
psikolinguistik dengan baik.
Keempat aliran atau teori itu adalah (a) yang dikemukakan oleh Ferdinand de
Saussure, yang menganut paham psikologi kognitif, behavioristik, dan pragmatik( b)
yang dikemukakan dan dipelopori oleh Leonard Bloomfield, yang tampak menganut
psikologi Behavioristik (c) yang dikemukakan oleh dipelopori oleh John Rupert Firth,
yang tampak menganut aliran pragmatistik, dan (d) yang dikemukakan oleh dan
dipelopori oleh Noam Chomsky, yang tampak menganut paham kognitif. Keempat
aliran itu mempunyai nama sendiri-sendiri sesuai dengan teori linguistiknya bukan
psikologinya.

B. Proses Bertutur Dan Memahami

Dalam prilaku berbahasa ini dibedakan antara pelaksana yaitu pusat


penghubung penutur dan telinga pendengar yang keduannya sebagai bagian yang
aktif; dan penerima yaitu pusat penghubung pendengan dan telinga penutur yang
kedua sebagai yang pasif.

1
De Saussure membedakan antara parole, lengue, dan lengage. Ketiganya bisa
dipadankan dengan kata “bahasa” dalam bahasa Indonesia, yang tetapi dengan
pengertian yang sangat berbeda. Parole adalah bahasa yang konkret yang keluar dari
mulut seorang pembicara. Jadi, karena sifatnya yang konkret itu maka parole itu bisa
didengar. Sedangkan lengue adalah bahasa tertentu sebagai satu sistem tertentu seperti
Bahasa Inggris ata Bahasa Jawa (Simanjuntak, 1987) menggunakan istilah bahasa ).
Jadi, sifatnya abstrak; hanya ada dalam otak penutur bahasa yang bersangkutan, lalu
yang dimaksud dengan langage adalah bahasa pada umumnya sebagai alat interaksi
manusia seperti tampak dalam kalimat “Manusia punya bahasa, binatang tidak”.
Jadi,langage ini juga bersifat abstrak
Menurut De Saussure linguistik murni mengkaji langue, bukan parole maupun
langage. Teori Linguistik De Saeussure tidak mengikutsertakan parole. Alasan De
Saussure mengkaji langue adalah sebagai berikut :
1. Langue bersifat sosial sedangkan perole bersivat individual. Kedua sifat ini
saling bertentangan. Langue berada di dalam otak. Belajar langue bersifat sosial
dalam pengertian sinkrotik, sedangakan parole bersifat idiosinkronik karena
ditentukan secara perseorangan.
2. Langue itu bersifat abstrak dan tersembunyi di dalam otak sedangkan perole
selalu bergantung pada kemauan penutur dan bersifat intelektual.
3. Langue adalah pasif sedangkan parole adalah aktif.

Jadi, menurut De Saussure linguistik haruslah mengkaji langue karena langue


adalah fakta sosial sedangkan parole merupakan perlakuan individual, dan hanya
merupakan embrio dari langage.

Tanda linguistik seperti yang disebutkan dalam definisi di atas mempersatukan


sebuah konsep dengan sebuah imaji bunyi. Jadi, bukan mempersatukan nama dengan
benda seperti nama pohon dengan sebuah pohon sebagai bendanya.

C. Perilaku Berbahasa
Tata bahasa suatu bahasa adalah uraian (deskripsi) kompetensi penutur-
pendengar yang ideal; dan uraian ini harus mampu memberi uraian struktur tiap-tiap
kalimat yang tidak terbatas jumlahnya, serta dapat menjelaskan bagaimana kalimat-
kalimat ini dipahami oleh penutur-pendengar yang ideal itu. Dilihat dari segi
semantik tata bahasa suatu bahasa adalah satu sistem rumus atau kaidah yang

2
menyatakan persamaan atau keterkaitan antara bunyi (bahasa ) dan makna (bahasa)
dalam bahasa itu. Dilihat dari segi gaya kreativitas, tata bahasa adalah sebuah alat
perencangan yang khusus menerangkan dengan jelas pembentukan kalimat-kalimat
gramatikal (yang jumlahnya tidak terbatas ) dan menjelaskan struktur setiap kalimat
itu. Alat perencangan inilah yang diberi nama “tata bahasa generatif” oleh Chomsky

D. Teori Pembelajaran Dalam Psikologi


Secara umum pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian
latihan atau pengalaman terhadap seseorang atau sekelompok orang agar terjadi
perubahan tingkah laku yang relatif tetap pada orang atau orang-orang itu.
Pembelajar ini dapat dilakukan pada suatu lembaga formal struktur maupun pada
suatu lembaga secara insedential. Apabila dilaksanakan pada lembaga formal
terstruktur maka pembelajaran ini dapat disebut sebagai suatu proses pembiasaan
atau pelaziman yang dilakukan untuk memperoleh suatu pola tingkah laku yang baru
setelah mengikuti pembiasaan itu.
Sebenarnya telah banyak teori pembelajaran yang telah diperkenalkan oleh
para ahli psikologi dalam usaha mereka untuk membantu agar konsep pembelajaran
lebih dipahami orang. Teori-teori pembelajaran yang berkembang pada abad ke-20
ini, yang tampaknya saling bertentangan dan saling melengkapi pada dasarnya dapat
dibagi dalam dua kelompok besar. Pertama, yang bersandar pada teori Stimulus-
Respons dari psikologi behaviorisme dan Kedua yang bersandar pada teori psikologi
kognitifisme. Kedua kelompok ini masing-masing memiliki sejumlah pakar yang
yang pandangannya diwarnai juga dengan berbagai perbedaan, persamaan, saling
melengkapi, dan pertentangan.

1. Teori-Teori Stimulus- Respons terbagi menjadi :


a) Teori Pembiasaan Klasik dan Pavlov
b) Teori Penghubungan dari Thorndike
c) Teori Behaviorisme dari Watson
d) Teori Kesegaraan dari Guthrie
e) Teori Pembiasaan Operan dari Skiner
f) Teori Pengurangan Dorongan dari Hull
g) Teori Mediasi dari Osgood
h) Teori Dua Faktor dari Mouwer

3
2. Teori- teori Kognitif terbagi menjadi :
a) Teori Behaviorisme Purposif dari Tolman
b) Teori Medan Gestalt dari Wertheimer
c) Teori Medan dari Lewin
d) Teori Perkembangan Kognitif dari Piaget
e) Teori Genetik Kognitif dari Chomsky

4
BAB II

POINT-POINT PENTING YANG DI BAHAS DALAM BAB

1. Teori Ferdinad De Saussure


Ferdinad De Saussure (1858-1913) adalah seorang linguis Swiss yang sering disebut-
sebut sebagai Bapak atau Pelopor Linguistik Modern. Bukunya yang dikenal terkenal
Caourse de Linguistique Generale (1916) diterbitkan oleh murid-muridnya, Bally dan
Schehaye, berdasarkan catatan kuliah, setelah beliau meninggal. De Saussure disebut
sebagai “Bapak Linguistik Modern” karena pandangan-pandangannya yang baru
mengenai studi bahasa yang dimuat dalam bukunya itu. Pandangan-pandangannya itu
antara lain mengenai (1) telaah sinkronik dan diskronik dalam studi bahasa, (2) perbedaan
Langue dan Perole, (3) perbedaan signifant dan signifie, sebagai pembentuk signe
linguistique, dan (4) hubungan sintagmatik dan hubungan asosiatif atau paradigmatik
(lihat Chaer,1964) keempat hal tersebut belum dikenal dalam studi linguistik sebelumnya.
De Saussure menjelaskan bahwa prilaku bertutur atau tidak tutur (speach act) sebagai
satu rangkaian hubungan antara dua orang atau lebih, seperti anatara A dengan B. Prilaku
bertutur ini terdiri dari dua bagian kegiatan yaitu bagian luar dan bagian dalam. Oleh jiwa
atau akal yang terdapat dalam otak pembicara dan pendengar. Jika A berbicara maka B
menjadi pendengar, dan jika B berbicara maka A menjadi pendengar.
Di dalam otak penutur A terdapat konsep-konsep atau fakta-fakta mental yang
dihubungkan dengan bunyi-bunyi linguistik sebagai perwujudnya yang digunakan untuk
melahirkan atau mengeluarkan konsep-konsep tersebut. Baik konsep maupun imaji bunyi
itu terletak dalam satu tempat yaitu di pusat penghubung yang berbeda di otak. Jika
penutur A ingin mengemukakan sebuah konsep kepada pendengar B, maka konsep itu
“membukakan” pintu kepada perwujudnya yang berupa imaji bunyi yang masih berada
dalam otak dan merupakan fenomena psikologis. Kemudia dengan terbukannya pintu
imaji bunyi ini, otak pun mengirim satu impuls yang sama dengan imaji bunyi itu kepada
alat-alat ucap yang mengeluarkan bunyi; dan ini merupakan proses fisiologis. Kemudian
gelombang bunyi itu bergerak dari mulut A melewati udara ke telinga B, dan ini
merupakan proses fisik. Dari telinga B gelombang bunyi bergerak terus masuk ke otak B
dalam bentuk implus. Lalu tejadilah pula proses psikologis yang menghubungkan imaji

5
bunyi ini dengan konsep yang sama, seperti yang ada dalam otak A. Apabila otak B
berbicara dan A mendengarkan, maka proses yang sama akan terjadi pula.

2. Teori Leornard Bloomfleld


Leornard Bloomfleld (1887-1949) seorang tokoh linguistik Amerika, sebelum
mengikuti aliran behaviorisme dari Watson dan Weiss, adalah seorang penganut paham
mentalisme yang sejalan dengan teori psikologi Wundt. Kemudian beliau menentang
mentalisme dan mengikuti aliran prilaku atau behaviorisme. Hal ini sangat berpengaruh
terhadap perkembangan linguistik Amerika, terutama di sekolah linguistik Yale yang
didirikan menurut ajarannya. Bloomfleld menerangkan makna (semantik) dengan rumus-
rumus behaviorisme. Akibatnya, makna menjadi tidak dikaji oleh linguis-linguis lain yang
menjadi pengikutnya. Unsur- unsur linguistik diterangkannya bedasarkan distribusi unsur-
unsur tersebut di dalam lingkungan (environment) di mana unsur-unsur itu berbeda.
Distribusi dapat diamati secara langsung sedangkan makna tidak dapat.
Teori Linguistik Bloomfleed ini akan bisa diterangkan dengan lebih jelas kalau kita
mengikuti anekdot “Jack and Jill” (Bloomfield, 1933:26) dalam anekdot itu diceritakan
Jack and Jill sedang berjalan-jalan. Jill melihat sebuah apel yang sudah masak di sebatang
pohon. Jill berkata kepada Jack bahwa dia lapar dan ingin sekali makan buah apel itu. Jeck
memanjat pohon Apel itu; memetik buah apel itu; dan memberikannya kepada jill. Secara
skematis peristiwa itu dapat digambarkan sebagai berikut.

S............................r. ................................s ............................................R

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7]

Penjelasan

1) Jill melihat apel (S= stimulus)


2) Otak jill bekerja mulai dari melihat apel hingga berkata kepada Jack
3) Perilaku atau kegiatan Jill sewaktu berkata kepada jack (r=respons)
4) Bunyi bunyi atau suara yang dikeluarkan Jill waktu berbicara kepada Jack (....)
5) Perilaku atau kegiatan Jck sewaktu mendengarkan bunyi-bunyi atau suara yang
dikeluarkan Jill (s= stimulus)
6) Otak Jack bekerja mulai dari mendengar bunyi suara jill sampai bertindak.

6
7) Jack bertindak memanjat pohon, memetik apel, dan memberikan kepada Jill (R=
respons)

Nomor (3), (4), (5) yaitu (r...s) adalah lambang atau prilaku berbahasa (Speech art) yang
dapt diobservasi secara fisiologis; sedangkan yang dapat diamati atau diperiksa secara
fisik hanyalah nomor 4.

Berdasarkan keterangan di atas maka yang menjadi data linguistik bagi teori
Bloomfield adalah prilaku berbahasa atau lambang bahasa (r.........s) dan hubungannya
dengan makna (S........R) apa yang terjadi di dalam otak Jill mulai dari (1) hingga (2)
sampai dia mengeluarkan bunyi tidaklah penting karena keduannya tidak dapat diamati.
Begitu juga dengan proses yang terjadi di dalam otak Jack setelah dia mendengar bunyi-
bunyi itu yang membuatnya bertindak (5 dan 6) adalah juga tidak penting bagi teori
Bloomfleld ini.

Menurut Bloomfield bahasa merupakan sekumpulan ujuran yang muncul dalam suatu
masyarakat tutur (speech community). Ujaran inilah yang harus dikaji untuk mengetahui
bagian-bagiannya.

Teori inguistik Bloomfield didasarkan pada andaian-andaian dan definisi-definisi


kenapa kita tidak mungkin mendengar semua ujaran di dalam suatu masyarakat tutur.
Jadi, tidak mungkin kita dapat menunjukan bahwa pola-pola yang kita temui dalam
beberapa bahasa berlaku juga pada bahasa-bahasa lain.

3. Teori John Rupert Firth


Josh Rupert Firth (1890-1960) adalah seorang linguis Inggris yang pada tahun 1944
mendirikan sekolah linguistik deskriptif di London. Menurut Firth dalam kajian
linguistik yang paling penting adalah konteks. Dalam teori Firth ada konteks fonologi,
morfologi, leksikon, dan situasi. Bahasa adalah susunan dari konteks-konteks ini. Tiap-
tiap konteks mempunyai peranan sebagai lingkungan untuk unsur-unsur atau unit-unit
tiap tingkat bahasa itu, susunan dari konteks-konteks ini membentuk satu keseluruhan
dari kegiatan-kegiatan yang penuh arti. Maksudnya, tiap-tiap unsur pada tiap tingkatan
mempunyai arti yang dapat dibedakan dan dianalisis.
Menurut Firth struktur bahasa itu terdiri dari lima tingkatan yaitu tingkatan fonetik,
leksikon, morfologi, sintaksis, dan simantik. Yang menjadi unsur dalam tingkatan fonetik

7
dalam fonem, yang menjadi unsur dalam tingktan morfologi adlah morfem, yang
menjadi unsur dalam tingkatan sintaksis adalah kategori-kategori sintaksis; dan yang
menjadi unsur dalam tingkatan semantik adalah kategori-kategori semantik, Firth lebih
memusatkan perhatian pada tingkatan fenotik dan tingkatan semantik sedangkan,
tingkatan lain kurang diperhatikan.
Arti atau makna menurut teori Firth adalah hubungan antara atau unsur pada satu
tingkatan dengan konteks unsur itu pada tingkatan yang sama. Jadi, arti tiap kalimat
terdiri dari lima dimensi, yaitu berikut ini.
a. Hubungan tiap fonem dengan konteks fonetiknya (hubungan fonem satu sama lain
dalam kata )
b. Hubungan kata-kata satu sama lian dalam kalimat.
c. Hubungan morfem pada satu kata dengan morfem yang sama pada kata lain, dan
hubungannya dengan kata itu.
d. Jenis kalimat dan bagaimana kalimat ini digolongkan
e. Hubungan kalimat dengan konteks situasi.
 Arti gramatikal adalah peranan dari unsur-unsur tata bahasa didalam konteks
gramatikal dari yang mendehului dan mengikuti unsur-unsur itu di dalam kata
atau konstruksi (gagasan) dan dari unsur-unsur tata bahasa yang bersamaan di
dalam paradigma . jadi, arti menurut koleksi adalah abstrak sintagmatik.
 Arti Fonologi adalah peranan atau hubungan dari unsur-unsur fonologi di dalam
konteks fonologi dari struktur suku-kata dan unsur-unsur lain yang bersamaan
secara paradigmatik yang dapat berepran dalam konteks yang serupa.

4. Teori Noam Chomsky


Dalam sejarah pertumbuhannya teori Chomsky ini dapat dibagi atas empat fase, yaitu
(1) fase generatif transformasi klasik yang bertumpu pada buku Syantactic Structure
antara tahun 1957-1964; (2) teori standar yang bertumpu pada buku Aspect of the Theiry
of syantac antara tahun 1956-1966 (3) fase teori standar yang diperluas antara tahun
1967-1972; dan (4) fase sesudah teori standar yang diperluas antara 1973 sampai kini,
seperti teori penguasaan dan ikatan (goverment and binding theory ) yang berkembang
sejak tahun delapan puluhan. Adanya fase-fase itu adalah karena adanya kritik, reaksi,
dan saran dari berbagai pihak; dan lebih untuk menyempurnakan teori itu.

8
Menurut Chomsky untuk dapat menyusun tata bahasa dari suatu bahasa yang masih
hidup (masih digunakan dan ada penuturnya ) haruslah ada suatu teori umum mengenai
apa yang membentuk tata bahasa itu. Teori umum itu adalah satu teori ilmiah yang
disusun berdasarkan satu korpus ujaran yang dihasilkan oleh para bahasawan asli bahasa
itu. Dengan korpus ujaran itu dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan umum atau kaidah-
kaidah umum tata bahasa yang dapat digunakan untuk memprediksikan semua ujaran
(kalimat) yang dapat dihasilkan oleh seorang penutur asli bahasa itu.
Dan menurut Chomsky juga yang penting bagi seorang linguis adalah menelaah data-
data penuturan (yang berupa kalimat-kalimat), kemudian menuturkan sistem kaidah yang
telah diterima atau dikuasai oleh penutur-pendengar dan yang dipakai dalam penuturan
yang sebenarnya. Maka itu, menurut Chomsky teori linguistik itu bersifat mental karena
teori ini mencoba menemukan suatu realitas mental yang menyokong prilaku bahasa
yang sebenarnya terjadi.
Kompetensi atau kecakapan adalah suatu proses generatif, dan bukan “gudang” yang
berisi kata-kata, frasa-frasa atau kalimat-kalimat seperti konsep Langue dalam teori
linguistik De Saussurre. Kopetensi merupakan satu sistem kaidah atau rumus yang dapat
kita sebut tata bahasa dari bahasa penutur itu.
Menurut Chomsky perkembangan teori linguistik dan psikologi yang sangat penting
dan perlu diingat dalam pengajaran bahasa adalah sebagai berikut :
a) Aspek kreatif penggunaan bahasa
b) Keabstrakan lambang-lambang linguistik
c) Keuniversalan struktur dasar linguistik
d) Peranan organisasi intelek nurani (struktur dalam )di dalam proses
kognitif/mental.

Seorang penutur bahasa ibu suatu bahasa adalah menuranikan satu tata bahasa
generatif secara tidak sadar; dan tanpa disadari dia telah menguasai segala “milik” tata bahasa
itu. Jadi, tugas linguis adalah menemukan dan menerangkan “milik-milik” tata bahasa yang
tidak disadarinya.

5. Teori Pembelajaran Dalam Psikologi

Teori-teori pembelajaran yang berkembang pada abad ke-20 ini, yang tampaknya
saling bertantangan dan saling melengkapi pada dasarnya dapat dibagi dalam dua kelompok

9
besar. Pertama yang bersandar pada teori Stimulus- Respons dari psikologi behaviorisme dan
Kedua yang bersandar pada teori psikologi kognitifisme. Kedua kelompok ini masing-masing
memiliki sejumlah pakar yang pandangannya diwarnai juga dengan berbagai perbedaan,
persamaan, saling melengkapi, dan pertentangaan.

1) Teori –Teori Stimulus-Respons


Disebut teori stimulus-respons kerena teori ini memiliki dasar pandangan bahwa
perilaku itu. Termasuk prilaku berbahasa, bermula dengan adanya stimulus (rangsangan,
akal ) yang segera menimbulkan respons, (reaksi, gerak balas). Teori ini berawal dari hasil
eksperimen Ivan P.Pavlov, seorang ahli fisiologi Rusia, terhadap seekor anjing
percobaanya.

a. Teori Pembiasaan Klasik Dari Pavlov


Teori pembiasaan klasik ini merupakan teori pertama dalam kelompok teori stimulus-
respons. Teori ini ditemukan secara kebetulan oleh Ivan P Pavlov (1848-1963), seorang
ahli Fisiologi bangsa Rusia. Sewaktu beliau mengkaji proses pencernaan hewan, dia
mendapati bahwa sebelum seekor anjing mulai memakan makanan, air liurnya telah lebih
dahulu keluar. Setiap kali anjing yang diamati melihat makanan, air liur anjing selalu
keluar. Maka Pavlov ingin melatih anjing itu untuk mengeluarkan air liurnya sekalipun
makanan tidak diberikan.
Untuk maksud itu Pavlov merancang suatu eksperimen yakni dengan
menyembunyikan lonceng segara sebelum anjing diberi makanan. Sebelum ini, dengan
pembunyian lonceng saja, tanpa diikuti pemberiaan makanan, tidak pernah membuat
anjing mengeluarkan air liurnya. Namun, dengan pemberian makanan, membuat anjing itu
mengeluarkan air liurnya. Di sini berarti anjing telah “mempeljari” bahwa bunyi lonceng
bermakna makanan akan muncul dan oleh karena itu, air liurnya akan keluar. Maka Pavlov
mengambil kesimpulan bahwa anjing itu telah dilazimkan untuk bertindak terhadap
rangsangan yang baru, yaitu lonceng yang sebelumnya tidak menyebabkan anjing itu
mengeluarkan air liurnya.
Air liur yang keluar sekalipun hanya karena mendengar bunyi lonceng saja
merupakan respon yang disebut respons yang dibiasakan : sedangkan rangsangan atau
stimulus yang menyebabkannya, yaitu bunyi lonceng disebut stimulus yang dibaisakan.
Eksperimen Pavlov dengan anjing itu terdiri dari empat elemen terpisah yang selalu
muncul dalam teori pembiasaan klasik, yaitu (1) stimulus yang tidak dibiasakan, (STD);

10
seperti makanan yang selalu membangkitkan reaksi tertentu, seperti mengeluarka air liur
(2) respons tidak dibiasakan (RTD) seperti reaksi mengeluarkan air liur yang selalu keluar
apabila STD muncul; (3) stimulus yang dibiasakan (SD) seperti bunyi lonceng, yaitu satu
peristiwa yang pada mulanya sebelum dilazimkan tidak membangkitkan respons yang
dikehendaki; dan (4) respons yang dibiasakan (RD) seperti mengeluarkan air liur setelah
hanya mendengar bunyi lonceng, yaitu perilaku yang dipelajari oleh anjing setelah
terjadinya stimulus yang dilajimkan

b. Teori Penghubungan dari Thorndike

Teori penghubungan (connectionisme theory ) diperkenalkan oleh Edward L.


Thorndike (1874-1919), seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika. Teori ini dimulai
dengan sebuah eksperimen yang disebut trial and error. Dalam eksperimen itu Thhorndike
menempatkan seeokor kucing di dalam sebuah sangkar besar. Sangkar itu dapat dibuka
dari dalam dengan menekan sebuang engsel. Dalam usahanya untuk keluar kucing itu
mencakar-cakar ke sana ke mari, lalu secara kebetulan kakinya menginjak engsel sehingga
pintu sangkar pun terbuka dan dia bisa keluar. Eksperimen ini diulang oleh Thorndike dan
kucing itu berperangi yang sama. Setelah eksperimen itu beberapa kali dilakukam
berturut-turut jumlah waktu yang diperlukan oleh kucing untuk membuka pintu sangkar
itu semakin sedikit, dan akhirnya dia dapat membuka pintu sangkar itu dengan segera
tanpa harus mencakar dulu ke sana ke mari.

Dari eksperimen dengan kucing itu, Thorndike berpendapat bahwa pembelajaran


merupakan suatu proses menghubung-hubungkan di dalam sistem saraf dan tidak ada
hubungannya dengan insight atau pengertian. Karena itu, teori pembelajarannya di sebut
connectionism atau S-R bond theory (teori gabungan stimulus-respon). Yang dihubung-
hubungkan di dalam sistem saraf adalah peristiwa-peristiwa fisik dan mental dalam proses
pembelajaran itu. Kedua jenis peristiwa ini dihubung-hubung kan dalam beberapa macam
gabungan seperti (1) peristiwa mental dihubungkan dengan peristiwa fisik (2) peristiwa
fisik dihubungkan dengan peristiwa mental, (3) peristiwa mental dengan peristiwa mental,
dan (4) peristiwa fisik dengan peristiwa fisk, yang dimaksud dengan peristiwa mental
(akal) adalah segala hal yang dapt dirasakan dengan pikiran (mental) sedangkan peristiwa
fisik adalah segala rangsangan (stimulus) dan gerak balas (respons)

11
c. Teori Behaviorisme dari Watson
Teori behaviorisme diperkenalkan oleh John B. Watson (1878-1958) seorang ahli
psikologi kebangsaan Amerika. Teori ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari teori
pembiasaan klasik Pavlov dalam bentuk baru dan yang lebih terperinci serta didukung
oleh eksperimen baru dengan binatang (terutama tikus) dan anak kecil (bayi).
Di Amerika Serikat, Watson dikenal dengan Bapak Behaviorisme karena prinsip-
prinsip pembelajaraan barunya berdasarkan teori stimulus-Respon Bond, (S-R bond) yang
juga dalam persaingan sebagai teori strukturalisme dan mentalisme Wundt. Menurut
behaviorisme yang dianut oleh Watson tujuan utama Psikologi adalah membuat prediksi
dan pengendalian terhadap prilaku; dan sedikit pun dan tidak ada kaitannya dengan
kesadaraan. Yang dapat dikaji oleh psikologi menurut teori ini adalah benda-benda atau
hal-hal yang dapat diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas
(respons); sedangkan hal-hal yang terjadi dalam otak tidak berkaitan dengan kajian. Maka
dalam proses pembelajaran menurut Watson, tidak ada perbedaan antara manusia dan
hewan.
Oleh karena kesadaraan tidak termasuk benda yang dikaji oleh behaviorisme, maka
psikologi ini telah menjadikan ilmu mengenai prilaku manusia ini menjadi sangat
sederhana dan mudah dikaji, kenapa ? karena semua prilaku, menurut behaviorisme,
termasuk tindak balas (respons) ditimbulkan oleh adanya rangsangan (stimulus).
Untuk membuktikan kebenaran teori behaviorismenya terhadap manusia. Watson
mengadakan eksperimen terhadap Albert seorang bayi berumur 11 bulan. Pada mulanya
Albert adalah seorang bayi yang gembira yang tidak takut terhadap binatang seperti tikus
putih berbulu halus. Albert senang sekali bermain main dengan tikus putih yanag berbulu
cantik itu. Dalam eksperimen ini,. Watson memulai proses pembiasaannya dengan cara
memukul sebatang besi dengan sebuah palu setiap kali Albert mendekati dan ingin
memegang tikus putih itu. Akibatnya, tidak lama kemudian Albert menjadi takut terhadap
tikus putih, dan juga terhadap kelinci putih, bahkan juga terhadap semua benda berbulu
putih, termasuk jaket dan topeng sinterklas berjanggut putih. Dengan eksperimen itu
Watson menyatakaan bahwa dia telah berhasil membuktikan bahwa pelaziman dapat
mengubah prilaku seorang secara nyata.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus –respons ini. Watson
mengemukakan dua prinsip penting yaitu (1)recency principle (prinsip kebaruan) dan (2)
frequency principle (prinsip frekuensi) menurut recency principle jika suatu stimulus baru

12
saja menimbulkan respons, maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons
yang sama apabila diberika umpan setelah lama berselang.

d. Teori Kesegaraan dari Guthrie


Teori kesegaraan atau kedekataan (dalam bahasa inggris lazim disebut temporal
contiguity atau contigous conditioning) diperkenalkan oleh E.R.Guthrie. menurut Guthrie
kesegaran hubungan diantara satu gabungan stimulus-respons akan memperbesar
kemungkinaan berulangnya pola pasangan stimulus-respons ini. Terjadinya respons yang
segera dari suatu gabungan stimulus-respons merupakan pembelajaran itu sendiri. Respons
ini akan terjadi pada situasi gabungan yang sama. Jadi, kesegaraan merupakan kunci
pembelajaraan dalam teori ini, dan bukannya penguataan (rainforcement). Guthrie juga
menekankan bahwa penguatan tidaklah begitu penting karena penguatan itu hanya
berfungsi sebagai satu faktor yang mencegah organisme mencoba respons yang lain
Selain faktor kesegaraan, menurut Guthrie, perlu juga diingat bahwa suatu pola
stimulus akan mencapai puncak kekuataan hubungannya pada waktu stimulus itu
berpasangan dengan satu respons untuk pertama kalinya. Dengan kata lain. Guthrie
berpendapat bahwa pembelajaran tidak berlangsung secara perlahan=lahan atau berangsur-
angsur, tetapi secara coba tunggal (single-trial ). Oleh karena itu, latihan dan ulangan
diperlukan untuk membiasakan stimulus baru untuk menimbulkan respons yang
dikehendaki.

e. Teori Pembiasaan Operan dari Skinner


Teori pembiasaan operan (sering disebut juga pembiasaan instrumental )
diperkenalkan oleh B.F,Skinner seorang ahli Psikologi Amerika yang dikenal sebagai tokoh
utama aliran neobehaviorisme. Teori ini pun dikenal sebagai aliran neobehaviorisme karena
sebenarnya teori ini adalah bentuk baru dari behaviorisme.
Teori tentang pembiasaan operan ( operant conditioning) atau pembiasaan instrumental
(instrumental conditionning) akan dapat dijelaskan dengan percobaan skinner terdapat sebuah
kaleng tempat makanan, dan di luar kotak terdapat semacam alat untuk menjatuhkan biji-biji
makanan ke dalam kaleng itu. Setiap kali biji makanan jatuh ke dalam kaleng itu. Setiap kali
biji makanan jatuh ke dalam kaleng akan terdengar bunti “ting” yang nyaring; dan apabila
bunyi “ting” terdengan berarti ada makanan jatuh ke dalam kaleng tersebut. Seekor tikus

13
dimasukan ke dalam kotak skinner itu. Biji-biji makanan akan jatuh ke dalam kaleng, jika
sebatang besi yang disisipkan ke dalam kotak itu dipijak oleh tikus. Pada waktu tikus itu lapar
secara kebetulan batang besi itu terpijak olehnya, dan biji-biji makanan pun jatuh ke dalam
kaleng. Setelah beberapa kali terjadi, tikus itu “mengetahui” bahwa apabila dia menekan
batang besi maka makanan akan jatuh ke dalam kaleng.
Biji makanan itu adalah penguat (reinforcer), peristiwa penekanaan batang besi disebut
peristiwa penguatan (ranforcing event), munculnya makanan disebut rangsangan penguat
(reinforcing stimulus); sedangkan perilaku tikus disebut perilaku yang dibiasakan
(conditioned response).

f. Teori Pengurangan Dorongan dari Hull


Teori pengulangan dorongan atau ketegangan yang termasuk kelompok teori S-R,
diperkenalkan oleh Cark Hull (1952) yang dibentuk berdasarkan teori Pavlov. Yang
dimaksud dengan dorongan atau ketegangan dalam teori ini adalah “teori ketegangan”
(tension state) sementara yang dialami oleh organ (tubuh manusia) yang diaktifkan,
didorong,atau digantikan oleh keprluan-keperluan fisik seperti keadaan lapar atau haus. Teori
ini mempunyai empat peringkat pembelajaran : (a) peringkat pertama berupa variabel bahasa
yang dapat berdiri sendiri (b) peringkat kedua dan ketiga berupa variabel penengah; dan (c)
peringkat keempat berupa variabel tidak bebas (tidak berdiri sendiri).
Dalam pengajaran bahasa Hull selalu menekankan pentingnya atau perlunya dorongan
utama dan dorongan yang diperoleh untuk menimbulkan respons. Menurut Hull kebutuhan
organ untuk sesuatu keperluan akan menimbulkan dorongan utama atau “keadaan tegang”
pada saat-saat tertentu. Di sini pengukuhan itu tidak diperlukan karena pengukuhan dapat
mengurangi dorongan utama ini. Untuk memperkuat dorongan utama yang diperlukan adalah
pengurangan rangsangan yang berhubungan dengan dorongan utama itu. Setiap rangsangan
yang kuat dapat berlaku sebagai satu dorongan atau satu tenaga motivasi dan menjadi
dorongan utama. Dorongan utama ini sering dihubungkan dengan rangsangan yang netral.
Misalnya kekhawatiran. Di sini kekhawatiran akan memiliki kekuatan sebagai dorongan
kedua yang mempengaruhi pembelajaran. Jika dorongan kedua ini, yang telah bertindak
sebagai dorongan yang diperoleh, dapat dikurangi dengan cara memberikan pengukuhan
kedua dalam bentuk meninggalkan keyakinan, maka dorongan utama dapat diperkukuh.

g. Teori Mediasi dari Osgood

14
Teori mediasi atau penengah (mediation theory), yang termasuk kelompok teori S-R,
diperkenalkan oleh Osgood (1953’1962) Teori mediasi ini telah merintis lahirnya teori-teori
kognitif, karena mengakui adanya faktor mediasi atau penengah di antara rangsangan
(stimulus) dan gerak balas (respons). Walaupun begitu kecenderungan teori ini ke arah
behaviorisme masih lebih besar dari pada kecenderungannya ke arah kognitifisme. Oleh
karena itu, teori ini masih harus dimasukan ke dalam golongan teori S – R namun, kerena
keprogresifannya teori ini ada juga yang memasukan ke dalam teori neobehaviorisme.
Teori-teori yang termasuk kelompok neobehaviorisme sangat tertarik pada proses-
proses yang berlaku sebagai penengah atau mediasi antara stimulus atau respon. Hanya
sayangnya para pelopor teori ini mencoba menjelaskan proses-proses ini dari sudaut
stimulus-respon pula. Jadi teori-teori ini tidak lain dari bentuk baru dari behaviorisme, tetapi
dianggap lebih progresif karena mengakui adanya proses-proses penengah atau mediasi yang
dijelaskan dengan cara yang masih berbau behaviorisme.
Osgood juga telah menjelaskan proses pemerolehan semantik (makna) berdasarkan
teori mediasi atau penengah ini. Menurut Osgood makna merupakan hasil proses
pembelajaran dan pengalaman seseorang dan merupakan satu proses mediasi untuk
melambangkan sesuatu. Makna sebagai proses mediasi pelambang dan merupakan satu
bagian yang distingtif dari keseluruhan respons terhadap satu objek yang telah dibiasakan
pada kata untuk objek itu, atau pada persepsi pada objek itu. Maka ini sebagai satu proses
mediasi yang bertindak sebagai satu sm untuk merangsang seseorang memberikan respons
dengan cara tertentu pada objek asli, terutama memberikan respons linguistik (bahasa).

h. Teori Dua Faktor dari Mouwer


Secara lengkap teori ini bernama teori dua faktor yang disempurnakan (resived two
factor theory ). Teori ini yang masih termasuk golongan teori S – R diperkenalkan oleh D.
Hobart Mouwer (1960). Teori ini disebut teori dua faktor yang disempurnakan kerena
menurut Mouwer ada dua jenis pengukuhan, padahal teori sebelumnya hanya menganggap
ada satu jenis pengukuhan. Kedua jenis pengukuhan itu, menurut Mouwer, adalah :
(1) pengukuhan bertambah (incremental reinforcement)
(2) pengukuhan berkurang (decremental reinforcement)
Pengukuhan bertambah lazim juga disebut sebagai hukuman kedua atau tambahan,
karena perasaan takut atau perasaan kecewa telah dibangkitkan atau ditambah dengan
pengukuhan ini. Menurut Mouwer hanya perasaan (emosi) saja yang dapat dihabiskan,
sedangkan perilaku tidak dapat. Jadi, setiap respons yang dilazimkan adalah merupakan satu

15
respons emosi yang bertindak sebagai satu dorongan yang merangsang sesorang untuk
bertindak. Maka, dengan menambah perasaan takut, yang merupakan hukuman tambahan
pengukuhan akan semakin tertingkatkan, karena dengan demikian individu akan bertindak
dengan lebih sungguh-sungguh untuk mengelakan hukuman tambahan ini. Jadi, menurut teori
Moewer ini, perasaan takut dan perasaan untuk mengharapkan sesuatu, begitu juga dengan
perasaan lega dan kecewa, merupakan reaksi-reaksi penengah atau mediasi yang telah
dilazimkan terhadap rangsangan yang berhubungan dengan suatu gerak balas (respons) yang
membangkitkan ganjaran atau hukuman.
Pengukuhan berkurang merupakan ganjaran karena dengan berkurangannya
pengukuhan ketegangan yang disebabkan oleh perasaan takut menjadi berkurang, dan dengan
demikian pengharapan atau perasaan lega telah dibangkitkan. Pada waktu ganjaran (yang
ditimbulkan oleh pengukuhan berkurang) terjadi, maka seorang individu akan mengalami
perasaan lega begitu satu sign muncul, yang menandakan bahwa satu peristiwa yang tidak
diinginkan telah dielakan. Atau juga satu harapan dibangkitkan oleh sign yang menandakan
bahwa satu peristiwa yang menggembirakan akan muncul.

2) Teori –Teori Kognitif


Teori –teori kognitif ini pada awal kelahirannya dimulai dengan penggabungan teori
S-R dan teori Gestalt yang dilakukan oleh Tolman dan kawan-kawan. Di sini yang dimaksud
dengan teori kognitif adalah pengkajian bagaimana caranya persepsi mempengaruhi prilaku
dan bagaiman caranya pengalaman mempengaruhi persepsi. Dengan kata lain, teori kognitif
mencoba mengkaji proses-proses akal atau mental yang berlaku pada waktu proses
pembelajaran berlangsung.

a. Teori Behaviorisme Puposif dan Tolman


Teori pembelajaran menurut hubungan S-R mengajarkan bahwa pembelajaran
bergantung pada pengukuhan yang bermaksud bahwa apabila sesuatu prilaku atau gerak balas
(respons) selalu menghasilkan ganjaran, maka respons atau gerak balas itu akan menjadi
“milik” tetap atau bagian yang tetap dari keseluruhan prilaku seseorang. Sebaliknya, teori
Gestalt mengajarkan bahwa pembelajaran bergantung pada instight (pemahaman,wawasan)
yaitu persepsi dari hubungan-hubungan antara benda-benda, konsep-konsep, kejadian-
kejadian, atau apa saja. Gabungan dan kedua jenis teori ini, hubungan S-R Dan Gestalt, telah
dimanfaatkan oleh Tolman dalam melahirkanteori pembelajaran kognitif, termasuk teori

16
behaviorisme puposif dari Tolman, teori medan Gestalt dari Wertheimer, dan teori
perkembangan kognitif dari Piaget.
Teori behaviorisme purposif yang diperkenalkan oleh Tolma mengajrkan bahwa apabila
sesuatu rengsangan atau tertentu menimbulkan respons tertentu, maka akan kita lihat
rangsangan itu dalam persepektif yang baru. umpamanya, pada waktu SD atau SLTP kita
diajar untuk selain berlaku sopan den menghormati guru. Sebagai akibatnya bila kita
berhadapan dengan dosen atau guru besar di perguruan tinggi (berupa rangsangan), maka kita
juga akan berlaku sopan, hormat, dan diam mendengarkan kuliahnya (berupa respons),
namun, dosen atau guru besar itu mungkin akan marah jika kita tidak bersikap demikian,
kerana masih dianggapnya sebagai kanak-kanak, bukan mahasiswa. Kita dituntut untuk lebih
terbuka, lebih banyak berbicara, dan tidak terlalu bersifat formal. Di sisni kita melihat
keadaan dalam persepektif yang baru, dan sebagai akibatnya kognisi kita akan membuat
respons yang baru pula.

b. Teori Medan Gestalt dari Wertheimer


Toko-tokoh teori medan gesalt adalah sejumlah serjana Jerman yang karena alasan
politis pindah ke Amerika. Mereka antara lain Max Wertheimer (1880-1943), Wolfgang
Kohler (1887), Kurt Koffka (1886-1941), dan Kurt Lewis (1890-1947).
Kata gestalt berasal dari bahasa Jerman yang secara harfiah berarti “keseluruhan”.
Dalam kaitannya dengan teori psikologi di sini berarti bahwa di dalam pengamatan, pekiran
tidaklah membentuk pengamatan keseluruhan dari bagian-bagian kecil benda yang diamati
tiu, melainkan terlebih dahulu melihat benda itu secara keseluruhan barulah kemudian
bagian-bagian kecilnya.
Psikologi gestalt ini sebenarnya merupakan salah satu bagian yang penting dari
kelompok yang lebih besar yakni kelompok psikologi kognitif. Kalau kelompok teori
psikologi hubungan stimulus-respons (S – R) Mengkaji unti-unit kecil perilaku atau unit-unit
kecil pembelajaran, maka kelompok psikologi kognitif mengkaji keseluruhan perilaku atau
keseluruhan pembelajaran sebagai satu keseluruhan dalam peringkat yang lebih abstrak.
Perbedaan lain, kslsu teori hubungan S – R selalu mengkaji unit-unit perilaku atau
pembelajaran yang dapat diamati secara langsung dan dapat diukur yaitu rangsangan
(stimulus) dan gerak balas (respons) yang dapat diukur, maka teori kognitif mempunyai
kecenderungan untuk menggunakan intuisi untuk menerangkan hakikat pembelajaran dan

17
membicarakan proses-proses tersembunyi yang terjadi pada waktu belajar, yaitu proses-
proses mental yang tidak dapat diamati.
Kohler melakukan eksperimen terhadap seeokor simpase bernama Sultan. Da;lam
eksperimen itu kohler menggantukan satu keranjang berisi pisang dalam sangkar, yang
dihubungkan dengan seutas tali melalui cincin besi di atas sangkar, yang dihubungkan
dengan seutas tali melalui cincin besi di atas sangkar. Ujung tali yang satu lagi disangkutkan
pada dahan sebatang pohon, yang juga berada dalam sangkar, agar terlihat oleh sultan bahwa
lingkaran tali pada dahan pohon itu dapat dilepaskan dengan mudah. Keranjang pisang dan
lingkaran tali pada dahan pohon itu tingginya kira-kira dua meter dari lantai sangkar.
Keranjang pisang tidak bisa digapai oleh sultan. Tetapi lingkaran tali dapat dicapai dan
dilepaskan dengan cara memanjat batang pohon itu, sehingga keranjang pisang itu bisa jatuh
ke lantai. Ternyata sultan tidak melakukan apa yang diramalkan Kohler, yaitu melepaskan
ikatan tali dari dahan pohon itu, meskipun ikatan tali itu tampak jelas mudah dilepaskan.
Yang dilakukan Sultan adalah memanjat pohon itu dengan meranggut tali itu dengan kuat
sehingga ikatan tali dan keranjang pisang terlepas dari sangkutannya. Keranjang pisang jatuh
ke lantai dan Sultan mendapat pisang yang ada di dalamnya.

c. Teori Medan dari Lewin


Teori medan (field theory) diperkenalkan oleh Kurt Lewin setelah beliau
meninggalkan teori medan gestalt dan lalu mengembangkan teorinya sendiri. Lewin
mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap penyelidikan mengenai motivasi perilaku
manusia yang menurut pandangan beliau merupakan tenaga atau kekuatan yang berhubungan
erat dengan sistem ketegangan psikologi. Dalam mengembangkan teori ini Lewin
menggunakan konsep ilmu fisika yang disebut medan dinamik (dynamic field ) seperti medan
magnet, yakni semua pertikel berinteraksi satu sama lain. Dan setiap partikel dipengaruhi
oleh kekuatan yang ditentukan oleh medan magnetik itu pada suatu waktu tertentu.
Tampaknya, pengaruh behaviorisme agak terasa juga di dalam perkembangan teori ini
meskipun hanya sedikit.
Dalam hal ini, Lewin telah mengembangkan satu konsep penting dalam teorinya yang
hampir sama dengan teori medan gestalt, yakni konsep “ruang penghidupan “ di mana setiap
perilaku berlangsung. Menurut Lewin ruang penghidupan sesorang terdiri dari :
(1) diri sendiri, keperluan utama sendiri, keperluan diri pada satu saat tertentu, maksud dan
rencana sendiri.

18
(2) lingkungan perilaku orang itu, lingkungan fisik, lingkungan sosial, lingkungan konsepsi
sebagai yang ditanggapinya dalam hubungannya dengan keprluan-keperluan dan maksud-
maksud.
Dapat kita lihat dalam teori ini adanya tiga buah konsep penting dalam teori Lewin,
yaitu Tujuan, pengamatan, atau persepsi, dan motivasi untuk mencapai tujuan itu. Ke dalam
teori ruang penghidupan ini dimasukan juga ganjaran dan hukuman. Ganjaran ini memiliki
konotasi kognitif sebab Lewin percaya bahwa setiap orang dapat menilai ganjaran dan
hukuman itu berkesan atau tidak.
d. Teori Perkembangan Kognitif dari Piaget
Sinclair-de-Zwart (1969) menyatakan bahwa sebenarnya Piaget belum pernah
memperkenalkan secara eksplisit suatu teori pemerolehan (akuisisi) dan pembelajaran bahasa.
Teori pembelajaran yang digariskannya dilakukan berdasarkan teori perkembangan kognitif
atau perkembangan intelek yang dikembangkannya (Piaget,1969). Oleh karena itu,
Simanjutak (1987) memasukan teori Piaget ini ke dalam kelompok teori kognitif.
Untuk memprkenalkan teori perkembangan kogntif, piaget terlebih dahulu
menjelaskan apa yang dimaksud dengan kecerdasaan. Menurut Piaget kecerdasaan adalah
suatu bentuk keseimbangan atau penyeimbangan ke arah mana semua fungsi kognitif
bergerak. Penyeimbang ini tidak berlaku secara tepat dan otomatis seperti yang dirumuskan
oleh teori gestalt, melainkan merupakan suatu “imbuhan” untuk satu gangguan luar.
Jadi menurut Piaget pengkajian peringkat-peringkat perkembangan kecerdasaan pada
mulannya merupakan pengkajian pembentukan struktur operasi-operasi kecerdasaan ini.
Piaget telah mendefinisikan setiap peringkat telah disiapkan oleh peringkat sebelumnya.
Menurut Piaget ada empat buah peringkat penting dalam perkembangan kecerdasaan.
Keempat peringkat atau tahap itu adalah berikut :
a) Tahap darta-motor (sensory motor ), yang muncul sebelum perkembang dimulai.
Pada tahap ini kecerdasaan telah mempunyai struktur yang didasarkan pada aksi dan
pada gerakan-gerakan serta pengamatan tanpa bahasa.
b) Tahap praoperasi, yaitu tahap sebelum operasi yang sebenarnya, terjadi antara umur
dua tahun sampai tujuh tahun. Kanak-kanak pada usia antara satu atau dua tahun
mengalami munculnya satu peristiwa yang disebut Funsi simbolik. Kemuculan fungsi
simbolik ini menandai dimulainnya tahap praoperasi. Fungsi simbolik merupakan
kepandaian kanak-kanak untuk membedakan apa yang disebut “significant” atau
lambang dengan apa yang disebut significate, yaitu objek atau benda yang
dilambangkan dengan significant itu.

19
c) Tahap operasi konkret, yaitu operasi sebenarnya mengenai objek-objek konkret antara
unur tujuh sampai dua belas tahun. Pada tahap ini kanak-kanak telah mampu melihat
atau memahami kelas-kelas yang logis dan hubungan-hubungan yang logis di antara
benda-benda, termasuk nomer-nomer. Jadi, misalnya kanak-kanak telah memahami
bahwa mawar termasuk dalam kelas atau kelompok bunga. Dengan kata lain kanak-
kanak telah mampu menggolongkan benda-benda yang serupa dan benda-benda yang
berlainan menurut kelas-kelasnya atau golongan-golongannya. Selain itu pada tahap
ini kanak-kanak juga telah mengatur benda-benda yang sama ukurannya atau
beratnya, termasuk pengaturan dan penghitungan nomor-nomor.
d) Tahap operasi Forma, yaitu tahap operasi proposisi setelah berumur dua belas tahun.
Pada tahap ini kanak-kanak telah mampu berpikir berdarkan proposisi atau hipotesi;
dan tidak lagi berdasarkan benda- benda konkret seperti tahap sebelumnya. Operasi
pemikiran pada tahap ini sudah semakin rumit, dan peranan bahasa dalam
pembelajran dan pemahaman proposisi semakin besar.
Piaget berpendapat bahwa pemerolehan bahasa merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dan perkembangan kognitif secara keseluruhan; dan khususnya sebagai
bagian dari kerangka fungsi simbolik. Dengan kata lain, bagi Piaget, bahsa merupakan
hasil dari perkembangan intelek secara keseluruhan dan sebagai lanjutan pola-pola
perilaku yang sederhana.

e. Teori Genetik Kognitif dari Chomsky

Teori genetik-kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut


hipotesis nurani (the innateness hypothesist ). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak
manusia dipesiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah
dilengkapi dengan struktur bahasa unversal dari apa yang disebut lenguage
acquisition device (LAD). Dalam proses pemerolehan bahasa LAD ini menerima
“ucapan-ucapan” dan data-data lain yang berkaitan melalui pancaindra sebagai
masukan dan membentuk rumus-rumus linguistik berdasrkan masukan itu yang
kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Menurut Chomsky, teori Behaviorisme (S-R)
sangat tidak memadai untuk menerangkan proses-proses pemerolehan bahsa sebab
masukan data linguistiknya sangat sedikit untuk dapat membangkitkan rumus-rumus
linguistik. Chomsky berpendapat tidak mungkin seseorang kanak-kanak mampu
menguasai bahasa ibunya dengan begitu mudah yaitu tanpa diajar dan begitu cepat

20
dengan masukan yang sedikit (kalimat-kalimat tidak lengkap, berputus-putus, salah,
dan sebagiannya) tanpa adanya struktur universal dan LAD itu di dalam otaknya
secara genetik.

Untuk lebih memprkuat teorinya atau hipotesisnya Chomsky mengajukan hal-


hal berikut :

1. Proses-proses pemerolehan bahasa pada semua kanak-kanak boleh


dikatakan sama.
2. Proses pemerolehan bahasa tidak ada kaitannya dengan kecerdasaan.
Maksudnya,anak yang IQ-nya rendah juga memperoleh bahasa pada waktu
dan cara yang hampir sama
3. Proses pemerolehan bahsa juga tidak dipengaruhi oleh motivasi dan emosi
kanak-kanak.
4. Tata bahasa yang dihasilkan oleh semua kanak-kanak boleh dikatakan
sama.

Semua ini tidak mungkin terjadi apabila kanak-kanak itu tidak dilengkapi
dengan LAD dan skema nurani seperti yang disebutkan di atas.

21
BAB III
KESIMPULAN & SARAN

A. Kesimpulan

Bahasa memang merupakan objek kajian dari berbagai disiplin. Namun, dari
disiplin linguistik itu sendiri dapat dicermati adanya berbagai teori atau aliran yang
terkadang berbeda, tumpang tindidh, maupun bertentangan. Dalam babi ini akan
dibicarakan lagi secara singkat empat teori atau aliran linguistik yang sedikit banyak
punya kaitan dengan masalah psikologi, baik kognitif maupun behavioristik, dengan
para tokohnya agar kita mempunyai gambaran yang lebih menyeluruh dan
komprehensif, dan bisa memahami masalah psikolinguistik dengan baik.
Keempat aliran atau teori itu adalah (a) yang dikemukakan oleh Ferdinand de
Saussure, yang menganut paham psikologi kognitif, behavioristik, dan pragmatik( b)
yang dikemukakan dan dipelopori oleh Leonard Bloomfield, yang tampak menganut
psikologi Behavioristik (c) yang dikemukakan oleh dipelopori oleh John Rupert Firth,
yang tampak menganut aliran pragmatistik, dan (d) yang dikemukakan oleh dan
dipelopori oleh Noam Chomsky, yang tampak menganut paham kognitif. Keempat
aliran itu mempunyai nama sendiri-sendiri sesuai dengan teori linguistiknya bukan
psikologinya.
Dan Sebenarnya telah banyak teori pembelajaran yang telah diperkenalkan
oleh para ahli psikologi dalam usaha mereka untuk membantu agar konsep
pembelajaran lebih dipahami orang. Teori-teori pembelajaran yang berkembang pada
abad ke-20 ini, yang tampaknya saling bertentangan dan saling melengkapi pada
dasarnya dapat dibagi dalam dua kelompok besar. Pertama, yang bersandar pada teori

22
Stimulus-Respons dari psikologi behaviorisme dan Kedua yang bersandar pada teori
psikologi kognitifisme. Kedua kelompok ini masing-masing memiliki sejumlah pakar
yang yang pandangannya diwarnai juga dengan berbagai perbedaan, persamaan,
saling melengkapi, dan pertentangan.
Adapun Teori-Teori Stimulus- Respons terbagi menjadi :
i) Teori Pembiasaan Klasik dan Pavlov
j) Teori Penghubungan dari Thorndike
k) Teori Behaviorisme dari Watson
l) Teori Kesegaraan dari Guthrie
m) Teori Pembiasaan Operan dari Skiner
n) Teori Pengurangan Dorongan dari Hull
o) Teori Mediasi dari Osgood
p) Teori Dua Faktor dari Mouwer

Dan Teori- teori Kognitif terbagi menjadi


f) Teori Behaviorisme Purposif dari Tolman
g) Teori Medan Gestalt dari Wertheimer
h) Teori Medan dari Lewin
i) Teori Perkembangan Kognitif dari Piaget
j) Teori Genetik Kognitif dari Chomsky

B. Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak yang tentu juga dapat di pertanggung jawabkan.

Maka dari itu saya sebagai penulis makalah, memohon kepada dosen pengajar agar
dapat mengoreksi dan memberikan masukan, apabila masih terdapat keterliruan dalam
penulisan makalah ini.

23
24

Anda mungkin juga menyukai